Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kelenjar Tiroid

2.1.1

Embriologi
Kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitelium farings. Evaginasi ini

berjalan turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai letak
anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di sepanjang lintas
tersebut sehingga membentuk duktus thyroglossus. Dalam keadaan normal
kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10-20 gram.
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan
Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum,
yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan
akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus
tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. (Syamsuhidayat R,
1998).

Gambar 1. Perkembangan Kelenjar Tiroid

Universitas Sumatera Utara

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu
masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang
letaknya abnormal, seperti persisten duktus tyroglossus, tyroid servikal, tyroid
lingual,sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal.
Branchialpouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel
parafolikular 4 atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tyroid janin
secara fungsionalmulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin
(Syamsuhidayat R, 1998).

2.1.2

Anatomi
Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat

vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang
dihubungkan oleh isthmus pada garis tengah. Tiap lobus mencapai superior sejauh
linea oblique cartilago thyroidea, isthmus terletak di atas cincin trachea kedua dan
ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus biasanya terletak di atas cincin trachea
keempat atau kelima. Kelenjar ini dibungkus oleh selubung yang berasal dari
lapisan pretrachealis fascia cervicalis profunda. Beratnya sekitar 25 gram biasanya
membesar secara fisiologis pada masa pubertas, menstruasi dan kehamilan (Suen
C. Kenneth, 2002; Gharib H, 1993).
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan
fascia pre vertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,
pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil
melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar
paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid
(Syamsuhidayat R, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. anatomi kelenjar tiroid


Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup
cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid
atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).

Gambar 3. Vaskularisasi kelenjar tiroid

Universitas Sumatera Utara

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri {a.} Tiroidea Superior


(cabang dari a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia).
Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto,
2001). Nodus Lymfatikus {nl} tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan
ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl.
Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).

2.1.3

Histologi

Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan
bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai
kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh
aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu sendiri. Bila kelenjar dalam
keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi kubus atau
kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif. Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel
folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang
mengandung koloid.
Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen
eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan
gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan
dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak
dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada
keadaan yang belum jelas diketahui penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah
menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadangkadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells)
atau Hrthle cells.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4 Histologi Kelenjar Tiroid Normal


2.1.4

Fisiologi
Kelenjar tiroid berperan mempertahankan derajat metabolisme dalam

jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada


kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang,
dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak
terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan
mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme.
Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan tubuh, gugup,
takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini
kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar
yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat
oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau
prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang
peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan
oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative
feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.
Dengan demikian, sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap

Universitas Sumatera Utara

perubahan-perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel


parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid pada
banyak keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor dari kasus primer
penyakit tiroid. Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari T4 bebas/ free T4 (fT4).
Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3) ketika fT4 normal dan diduga ada
tirotoksikosis.

Gambar 5. Diagram pengaturan sekresi tiroid.


1.

Free Thyroxine (fT4) and Free Triiodothyronine (fT3)


Pengukuran fT4 dan fT3 mengganti pengukuran T3 dan T4. hasil

laboratorium yang dilakukan untuk mensubstitusi hormon free ketika T3 dan T4


telah dilakukan. Pengukuran fT3 pada pasien dengan gejala hipotiroid kadangkadang dapat diindikasikan. Pemeriksaan ini dilakukan pada keadaan bila secara
klinis diduga hipertiroid dengan kadar TSH rendah, tetapi fT4 tidak termasuk.
Pengukuran fT3 bukan indikasi pada hipotiroid.

Universitas Sumatera Utara

Banyak frekuensi pengukuran dari fungsi tiroid yang mungkin digunakan


ketika ada perbedaan antara hasil dari tes fungsi tiroid inisial dan penemuan
klinis. Pada banyak kasus, mengulangi test yang sama kurang berguna
dibandingkan dengan melakukan test yang berbeda. (contoh. jika hasil TSH tidak
menunjukkan hubungan dengan status klinis pasien, maka lebih baik diikuti
dengan pengukuran fT4). Konsultasi dengan ahli laboratorium dapat lebih
dipertanggungjawabkan ketika hasil test yang dilakukan tidak menunjukkan
hubungan dengan status klinis yang ditemukan.

2. Gangguan Fungsi Tiroid


Faktor risiko gangguan tiroid adalah:
-

Riwayat penyakit tiroid

Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid

Diagnosa penyakit autoimmune

Riwayat radiasi leher

Terapi obat seperti lithium dan amiodaron

Perempuan di atas usia 50 tahun

Pasien lanjut usia

Perempuan post pasrtum 6 minggu sampai 6 bulan

2.2 Gangguan fungsi tiorid

2.2.1 Hipotiroid
1. Defenisi Hipotiroid
Hipotiroid adalah suatu penyakit akibat penurunan fungsi hormon
tiroid yang dikikuti tanda dan gejala yang mempengaruhi sistem
metabolisme tubuh. Faktor penyebabnya akibat penurunan fungsi kelanjar
tiroid, yang dapat terjadi kongenital atau seiring perkembangan usia. Pada
kondisi hipotiroid ini dilihat dari adanya penurunan konsentrasi hormon
tiroid dalam darah disebabkan peningkatan kadar TSH (Tyroid Stimulating
Hormon).

Universitas Sumatera Utara

Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi


hormontiroid,
metabolik.

yang

kemudian

Hipotiroidisme

mengakibatkan

pada

bayi

dan

perlambatan
anak-anak

proses

berakibat

pertambahan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang


menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan
awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme
dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada
otot dan kulit,yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala
hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi
(Anwar R, 2005).

2. Insiden dan Etiologi Hipotiroid


Hipotiroid merupakan kelainan endokrin kedua yang paling banyak
dijumpai di Amerika Serikat setelah diabetes mellitus (Hueston, 2001).
Hipotiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dan
insidensinya meningkat dengan pertambahan umur. Hipotiroid primer
lebih sering di jumpai dibanding hipotiroid sekunder dengan perbandingan
1000 : 1 (Roberts & Ladenson, 2004 ).
Pada suatu survei komunitas di Inggris yang dikenal sebagai the
Whickham study, tercatat peningkatan kadar hormon tirotropin (TSH)
pada 7,5 % wanita dan 2,8 % pria (Tunbridge e t a l ,1977). Pada survey
NHANES III ( National Health and Nutritional Examination Survey III) di
Amerika Serikat, terdapat peningkatan kadar tirotropin pada 4,6%
responden, 0,3% diantaranya menderita hipotiroid klinis. Pada mereka
yang berumur di atas 65 tahun hipotiroid klinis dijumpai pada 1,7 %
populasi, sedangkan hipotiroid subklinis dijumpai pada 13,7 % populasi
(Hollowell et al , 2002). Pada penelitian terhadap wanita berusia 60tahun
keatas di Birmingham, hipotiroid klinis ditemukan pada 2,0% kasus
sedangkan hipotiroid subklinis ditemukan pada 9,6% kasus. (Parle et al ,
1991).

Universitas Sumatera Utara

3. Klasifikasi Hipotiroid
Hipotiroid

dapat

diklasifikasikan

berdasar

waktu

kejadian

(kongenital atau akuisital), disfungsi organ yang terjadi (primer atau


sekunder/ sentral), jangka waktu (transien atau permanen) atau gejala yang
terjadi (bergejala/ klinis atau tanpa gejala/ subklinis). Hipotiroid
kongenital biasa dijumpai di daerah dengan defisiensi asupan yodium
endemis. Pada daerah dengan asupan yodium yang mencukupi, hipotiroid
kongenital terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup, dan lebih banyak
dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson, 2004).
Pada anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis
atau disgenesis kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid.
Disgenesis kelenjar tiroid berhubungan dengan mutasi pada gen PAX8 dan
thyroid transcription factor 1 dan 2 (Gillam & Kopp, 2001).
Hipotiroid akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab
yang paling sering dijumpai adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut
tiroiditas Hashimoto. Peran auto imun pada penyakit ini didukung adanya
gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan adanya antibodi tiroid
dalam sirkulasi darah. Operasi atau radiasi (mis: radioterapi eksternal pada
penderita head and neck cancer, terapi yodium radioaktif pada
tirotoksikosis, paparan yodium radioaktif yang tidak disengaja, infiltrasi
besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis. Beberapa bahan kimia
maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat
menyebabkan hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon
tiroid atau mempengaruhi autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts &
Ladenson, 2004).
Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua
yaitu hipotiroid primer dan hipotiroid sentral.. Hipotiroid primer
berhubungan dengan defek pada kelenjar tiroid itu sendiri yang berakibat
penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid, sedangkanhipotiroid sentral
berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi
hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau
produksi tirotropin(TSH) oleh hipofisis (Roberts & Ladenson, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Hipotiroid berdasarkan kadar TSH dibagi beberapa kelompok yaitu:


1. TSH < 5,5 IU/L normal
2. 5,5 IU/L TSH < 7 IU/L Hipotiroid ringan
3. 7 IU/L TSH < 15 IU/L Hipotiroid sedang
4. TSH 15 IU/L

Hipotiroid berat

Hipotiroid
biokimia

Selain itu pasien dinyakan hipotiroid klinis jika dijumpai


peninggian kadar TSH
seperti

(TSH
5,5 IU/L) disertai adanya simptom

fatique,peningkatan BB, ggn.siklus haid,konstipasi,intoleransi

dingin,rambut dan kuku rapuh (Wiseman, 2011).

4. Manifestasi Klinis Hipotiroid


Gejala secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering
mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut
dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan
berat badan, peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan,
menstruasi yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita
yang hamil (Wiseman, 2011).
5. Penegakan Diagnosis Hipotiroid
Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid diketahui
dengan identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta melalui hasil
pemeriksaan laboratorium. Peningkatan antibodi antitiroid merupakan
bukti laboratorik paling spesifik pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak
semuanya dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid biasanya
diperiksa kadar TSH. Dikatakan hipotiroid apabila terjadi peningkatan
kadar TSH.
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis
melalui biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat bermacam macam
yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid, dan
fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya tidak dibutuhkan pada penderita
tiroiditis ini, namun dapat dijadikan langkah terbaik untuk diagnosis pada

Universitas Sumatera Utara

kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang dibutuhkan jika nodul
tiroid terbentuk .
Fungsi tiroid dinilai secara prospektif dengan mengukur kadar TSH
sesuai algoritme yang telah ditetapkan. Waktu pengukuran kadar TSH
untuk mendeteksi dan memberikan terapi hipotiroid post operasi adalah 1.
preoperasi 2. fase awal post operasi ( 6 minggu) 3. fase lanjut post operasi
(12 bln) (Wiseman, 2011).
Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi
yang sangat mempengaruhi hasil akhir operasi dan kualitas hidup pasien.
Hampir 100% mengalami peningkatan kadar TSH. Tetapi peningkatan
kadar TSH tidak selalu menjadi patokan untuk memulai terapi hormon.
Semakin awal

dideteksi dapat mencegah terjadinya keluhan dan

komplikasinya (Wiseman, 2011).

6 minggu post operasi


Cek TSH

TSH < 5,5

TSH 5,6 14,9


Tanpa gejala

TSH > 15
TSH > 5,5
Dengan Gejala

6 bulan post operasi


Cek TSH

TSH < 5,5

Cek TSH 12 bulan post operasi


dan setiap tahun kemudian
atau sesuai kebutuhan
berdasarkan gejala

TSH 5,6 14,9


Tanpa gejala

TSH > 7
TSH > 5,5
Dengan Gejala

Cek TSH setiap 6 bulan.


Jika TSH normal tetap
kontrol sesuai
kebutuhan

Mulai Treatment/
Pengobatan

Gambar 6 .Algoritma untuk mendeteksi dan terapi hormon pada hipotiroid post operasi

Universitas Sumatera Utara

6. Patofisiologi Hipotiroid
Pada Penyakit Tiroiditis Auto Imun
Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum
diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik
sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada
Penyakit Tiroiditis Auto Imun terjadi kerusakan seluler dan perubahan
fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja
secara bersamaan (Tomer Y, Davies TF, 2003 dan Prummel MF et al,
2004).
Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized
T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel
tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan
fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat
stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang
bertindak sebagai autoantigen (Tomer Y, Davies TF, 2003 dan Prummel
MF et al, 2004).

Universitas Sumatera Utara

HIPOTIROID

Gambar 7. Skema Respon autoimmum Antigen Dengan Infiltrasi sel limfosit


Gampathogenic mechanism of Hashimoto's thyroiditis

Mekanisme patogen yang mungkin dari Tiroiditis Hashimoto. Faktor


genetik predisposed individu dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (contoh:
diet iodine, infeksi, kehamilan, terapi sitokin) yang termasuk respon autoimun
melawan antigen spesifik tiroid dengan infiltrasi sel imun. Proses autoimun
menghasilkan T helper tipe 1 (Th1) respon imun mediate dan induksi apoptosis
dari sel tiroid yang mengakibatkan hipotiroid

2.2.2 Hipertiroid
1. Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah
produksi jumlah hormon tiroid dalam tubuh.dengan katalain kelenjar tiroid
bekerja lebih aktif,dinamakan dengan thyrotoksikosis,dimana berarti terjadi
peningkatan level hormon tiroid yang ekstrim dalam darah.

Universitas Sumatera Utara

2. Patofisiologi Hipertiroid
Hormon tiroid mempunyai banyak peran yang sigmifikan di dalam proses
di dalam tubuh, proses-proses ini yang kita sebut metabolisme. Jika terdapat
banyak hormon tiroid, setiap fungsi dari tubuh akan diatur untuk bekerja lebih
cepat. Karena selama hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme, maka setiap
pasien akan mengalami kehilangan banyak energi.

3. Gejala Hipertiroid
Gejala yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan
respirasi, bedebar-debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat
banyak, rambut rontok, dan kelemahan pada otot, khususnya kerja dari otot lengan
dan kaki, frekwesi buang air besar terganggu, kehilangan berat badan yang cepat,
pada wanita periode menstruasi lebih cepat dan aliran darah lebih kencang.
Hiperthiroid biasanya mulainya lambat, tetapi pada beberapa pasien muda
perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela dirasakan yang diartikan
salah,contoh persaan gugup yang dianggap karena stres.

4. Penyebab Hipertiroid

a. Penyakit Graves
Hiperthiroid terjadi pada penyakit Graves, yang umumnya yang
ditandai biasanya mata akan kelihatan lebih besar karena kelopak mata
ataas akan membesar,kadang-kadang satu atau dua mata akan tampak
melotot.Beberapa pasien tampak terjadi pembesaran kelenjar thiroid
(goiter) pada leher.

Penyebab umum yang paling banyak (>70%) adalah produksi


berlebihan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.kondisi ini juga disebut
penyakit Graves. Graves disebabkan oleh antibodi dalam darah yang ada
pada tiroid menyebabkan banyak sekresi hormon tiroid ,dipengaruhi oleh
riwayat keluarga dan sering terjadi pada wanita.

Universitas Sumatera Utara

b. Tiroiditis
Penyebab lain dari hipertiroid adalah ditandai dengan adanya satu
atau lebih nodul atau benjolan pada tiroid yang tumbuh dan membesar
yang menggangu pasien.sehngga total output hormon tiroid dalam darah
meningkat dibanding normal, kondisi ini di ketahui sebagai toxic nodular
atau multi nodular goiter juga disebut sebagai tiroiditis, kondisi ini
disebabkan oleh masalah sistem hormon atau infeksi virus yang
menyababkan kelelnjar menghasilkan hormon tiroid.
Tabel1 penemuan klinis dan laboratorium berhubungan dengan penyebab yang
umum dari hipertiroid.

5. Klasifikasi Hipertiroid
Hipertiroid : <0.3 mU/L

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2 Pengobatan Hipertiroid

2.2.3

Eutiroid

1. Defenisi
Keadaan normal dari kadar TSH
Eutiroid: 0.3-5.5 mU/L

Universitas Sumatera Utara

Gambar 8 Algoritma untuk tests fungsi tiroid untuk mendiagnosa dan monitoring
simtomatik pasien

2.2.4

Lesi-lesi pada Kelenjar Tiroid


Prevalensi nodul tiroid meningkat secara linier dengan bertambahnya usia,

ekspos dengan radiasi dan defisiensi iodium. Secara keseluruhan nodul tiroid
lebih sering terdapat pada wanita dibanding pria. Studi Framingham pada
kelompok usia 30-59 tahun, mendapatkan angka prevalensi nodul tiroid sebesar
6,4% pada wanita dan 1,5% pada pria. Pada studi rumah sakit, penelitian

Universitas Sumatera Utara

menunjukan bahwa nodul tiroid menempati lebih dari 50% dari seluruh kasus
tiroid (Anwar R, 2005)
Maka

saat

ini

American

Thyroid

Association

Guidelines

merekomendasikan tindakan total/near total tiroid lobektomi yaitu merupakan


teknik operasi sederahana untuk penanganan pasien dengan nodul tiroid. Secara
umum penanganan nodul tiroid meliputi: observasi, operasi, radiasi eksterna,
radiasi interna dan hormonal (supresi) terapi.(Wiseman 2011)
Sebelumnya pasien-pasien pasca dilakukannya lobektomi mendapat terapi
pemberian hormon tiroid karena dijumpai keadaan hipotiroid secara biokimia
dimana terjadi peninggian kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH). Hipotiroid
merupakan morbiditas yang paling sering dilaporkan paska lobektomi yaitu 1045% kasus. Hipotiroid merupakan akibat yang sering terjadi setelah lobektomi
yang sangat mempengaruhi hasil operasi dan kualitas hidup pasien (Wiseman,
2011).
Pembesaran kelenjar tiroid dapat merupakan suatu kelainan radang,
hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Struma
adalah kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti
tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit
tiroid noduler. Menurut American Society for Study of Goiter membagi struma
menjadi 4 kelas yakni: Struma difusa non toksik, struma nodusa non toksik,
struma difusa toksik, struma nodusa toksik. Istilah toksik dan non toksik dipakai
karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti
hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan difusa lebih kepada
perubahan bentuk anatomi.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Klasifikasi Struma


2.3.1

Struma endemik (Simple goiter) Eutiroid.


Struma hiperplastik difusa (area endemik dan struma pubertas). Stadium
akhir dari:

Folikel-folikel terisi

Struma koloid dengan koloid karena fluktuasi persisten kadar TSH nodul

Struma nodular multiple.

2.3.2 Struma toksika


a. Primer Struma toksika difusa (penyakit Grave).
b.Sekunder (nodular)
- Struma nodular toksika
- Struma nodular non toksika.

2.3.3 Struma neoplastik.


a. Jinak.
b. Ganas.

2.3.4 Tiroiditis
a. Tiroiditis suburatif akut.
b. Tiroiditis sub akut.
c. Tiroiditis hasimoto.
d. Tiroiditis Riedel
(Sachdova, 1996).

2.4 Infiltrasi Limfosit


Infiltrasi limfosit adalah salah satu mekanisme pertahanan sistem imun
pada saat inflamasi atau peradangan dimana terjadinya kerusakan seluler saat
limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan
membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid
terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada
reseptor di membran sel ( Mestman JH et.al, 2013 ).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 9. Tiroiditis limpocitik. Dua kelompok dari sel folikuler jinak tampak
pada latar belakang limposit ( Mestman JH et.al, 2013 ).
Berdasarkan jurnal Onkologi tahun 2011, Kriteria skor histologi infiltrasi limfosit
tiroid dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
0

: Tidak ada infiltrasi limfosit

: Insidental, efeknya sedikit mempengaruhi nodul .<1 per lapangan


pandang kecil (10-mm field diameter)

: Signifikan meluas tetapi pertengahan dalam ukuran [1 per lapangan


pandang besar (10-mm field diameter)

: Hashimoto tiroiditis, nodul signifikan meluas dan paling banyak


dihubungkan dengan perubahan sel Hurible dan fibrosis jaringan
(Wiseman, 2011).

Gambar 10. Skor histologi infiltrasi limfosit tiroid

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Indeks Patologi Tiroid AITD (Karras et al, 2005)


Indeks
Patologi
0

Perubahan Histopatologi

Terjadi infiltrasi sel mononuklear dengan tingkat rendah, tidak jelas, sel
mononuklear didistribusikan perivaskular

Infiltrasi sel mononuklear terlihat dengan jelas, mempengaruhi 10


sampai 40% kerusakan pada jaringan

Infiltrasi melibatkan 40 sampai 80% jaringan

Infiltrasi melibatkan lebih dari 80% jaringan

Tidak ada infiltrasi, kelenjar yang normal menunjukkan folikel utuh


dengan lapisan sel epitel

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui,


berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan
dalam patogenesis Penyakit Tiroiditis AutoImun yang biasa disebut Hashimoto
tiroiditis. Selanjutnya diketahui pula pada Hashimoto tiroiditis terjadi kerusakan
seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler
yang bekerja secara bersamaan.
Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized Tlymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid,
mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi
karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking
dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen.
Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi limfosit dan autoreaktif terhadap tiroid
sebagai mekanisme respon imun (Quaratino, 2004).
Infiltrasi sel limfosit pada penyakit ini memediasi kerusakan sel-sel pada
tiroid sehingga pada gambaran histopatologi tiroid yang mengalami AITD
menunjukkan adanya infiltrasi sel mononuklear, perubahan struktur dan bentuk
jaringan tiroid (Chistiakov dan Turakulov, 2003; Quarantino, 2004).
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan
fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler.Kerusakan seluler
terjadi saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi
berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi.

Universitas Sumatera Utara

Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat


stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen
spesifik yang dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin,
dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai thyroid
microsomal

antigen,

merupakan

enzim

utama

yang

berperan

dalam

hormogenesis tiroid (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).


Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atau TPO-specific T cells
merupakan penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak
menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut
berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda (marker) penyakit
dan tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak beberapa
studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat sitotoksik terhadap tiroid;
antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai
hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik (Rapoport B, McLachlan
SM, 2001).
Peranan antibodi anti-Tg dalam PTAI belum jelas; di daerah cukup
iodium, penentuan antibodi anti-Tg dilakukan sebagai pelengkap penentuan kadar
Tg, karena bila ada antibodi anti-Tg akan menganggu metode penentuan kadar Tg.
Sedangkan di daerah kurang iodium, penentuan kadar antibodi anti-Tg berguna
untuk mendeteksi PTAI pada penderita struma nodusa dan pemantauan hasil
terapi iodida pada struma endemik (Rapoport B, McLachlan SM, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 11. Patofisiologi Infiltrasi Limfosit Pada Kelenjar Tiroid


Skema kejadian autoimun pada tiroiditis Hashimoto. Pada tahap awal
inisiasi, Sel yang menghasilkan antigen (APC), yang ada sel dendrit dan
makrofag, menginfiltrasi kelenjar tiroid. Infiltrasi dapat terjadi karena ada faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi (diet iodine, toksin atau infeksi virus, dan
lai-lain) yang menyebabkan pengeluaran tirosit dan melepaskan protein spesifik
dari tiroid. Protein ini berguna sebagai sumber dari peptida antigen diri yang
berada pada permukaan sel dari APC setelah proses. Meningkatnya sehubungan
dengan autoantigen, APC akan masuk ke kelenjar limfa kering. Fase central
dimulai dalam kelenjar limfa kering dimana terjadi interaksi anatar APC,

Universitas Sumatera Utara

autoreaktif(AR), dan sel T (yang menjadi daya tahan dari hasil disregulasi atau
breakage dari toleransi imun dan sel B yang merupakan hasil dari produksi
autoantibodi tiroid. Pada tahap selanjutnya, antigen memproduksi limfosit B, sel T
sitotoksik, dan makrofag menginfiltrasi dan berkumpul di dalam tiroid melalui
ekspansi klon limfosit dan propagasi dari jaringan limfa yang berada pada
kelenjar tiroid. Proses ini biasanya disebut dengan mediasi dari T helper tipe 1
(TH1) sel yang mengatur sekresi sitokin (interleukin-12, interferon dan daktor
nekrotik tumor). Pada tahap akhir, generasi autoreaktif dari sel T, sel B dan
antibodi menyebabkan deplesi massive dari tirosit melalui antibodi dependent,
sitokin mediate dan mekanisme apoptosis yang menjadi hipotiroid dan penyakit
hashimoto tiroiditis (Chistiakov, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai