Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
NAMA :
NPM :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Informend Choice.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Bengkulu,
Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
BAB II ISI
A. Pengertian Informed Choice.................................................................
B. Pengertian Informed Consent...............................................................
C. Hak - Hak Klien dan Persetujuannya Untuk Bertindak........................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa wanita
ingin membuat pilihan kalau diberikan informasi yang cukup dan justru para
bidan yang enggan memberikan informasi yang lengkap agar wanita dapat
membuat keputusan. Wanita dengan pendidikan tinggi dapat membuat pilihan
karena banyak membaca atau mempunyai bekal untuk membuat keputusan,
tetapi untuk sebagian besar masih sulit karena berbagai alasan, misalnya
alasan social ekonomi, kurangnya pendidikan dan pemahaman masalah
kesehatan, kesulitan bahasa dan pemahaman system kesehatan yang tersedia.
Maka dari itu kami mengambil judul INFORMED CHOICE agar ibu dapat
menentukan pilihannya sesuai kebutuhan berdasarkan informasi yang
diberikan oleh petugas kesehatan termasuk bidan.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian informed choice?
2. Apa perbedaan informed choice dengan informed consent?
3. Bagaiman rekomendasi yang dianjurkan bagi bidan dalam peningkatan
informed choice?
4. Bentuk pilihan apa saja yang ada dalam asuhan kebidanan?
C. Tujuan
1. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai informed
choice.
2. Untuk mengetahui dan memahami pentingnya informed choice dalam
memberikan asuhan kebidanan kepada klien.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini memberikan informasi tentang bagaimana pentingnya
informed choice.
BAB II
ISI
A. Pengertian Informed Choice
Pengertian informed choice adalah membuat pilihan setelah
mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya.
Menurut kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM tahun 1993
bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan
dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab terhadap hasil dari
pilihannya. Definisi informasi dalam konteks ini adalah meliputi: informasi
yang lengkap sudah diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko,
manfaat, keuntungan, dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Hak dan
keinginan wanita harus dihormati, tujuannya adalah untuk mendorong wanita
memilih asuhannya.
Dari riwayat yang sudah lama berlangsung, petugas kesehatan termasuk
bidan sungkan baik untuk membagikan informasi maupun membuat keputusan
bersama dengan klien. Ini bertentangan dengan aspek hukum dan untuk sikap
profesionalisme yang wajib dan bersusah payah untuk menjelaskan kepada
klien semua kemungkinan pilihan tindakan dan hasil yang diharapkan dari
setiap pilihannya.
Di negara manapun ada hambatan dalam memberdayakan wanita
mengenai pelaksanaan informed choice ini, misalnya sangat kurang informasi
yang diperoleh ketika wanita mulai hamil dan ada prasangka bahwa wanita
sendiri enggan menggambil tanggung jawab untuk membuat keputusan yang
sulit dalam kehamilan maupun persalinan. Dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan menunjukan bahwa wanita ingin membuat pilihan kalau diberikan
informasi yang cukup dan justru para bidan yang enggan memberikan
informasi yang lengkap agar wanita dapat membuat keputusan. Wanita dengan
pendidikan tinggi dapat membuat pilihan karena banyak membaca atau
mempunyai bekal untuk membuat keputusan, tetapi untuk sebagian besar
masih sulit karena berbagai alasan, misalnya alasan social ekonomi,
kurangnya pendidikan dan pemahaman masalah kesehatan, kesulitan bahasa
dan pemahaman system kesehatan yang tersedia.
Sebagai seorang bidan dalam memberikan inform choise kepada klien
harus:
1. Memperlakukan klien dengan baik.
2. Berinteraksi dengan nyaman
3. Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta tidak
berlebihan.
4. Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang
sesuai dengan kondisinya.
B. Pengertian Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan
suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat
b. Cara Evaporasi
Bayi baru lahir yang dalam keadaan basah kehilangan panas
dengan cepat melalui i II i ini. Karena itu, bayi harus dikeringkan
seluruhnya, termasuk kepala dan rambut, M'SIU gera mungkin setelah
dilahirkan. Lebih baik bila menggunakan handuk hangat iiiiiuli
mencegah hilangnya panas secara konduktif.
c. Cara Radiasi
Panas dapat hilang secara radiasi ke benda padat yang terdekat,
misalnya jendela p.uli musim dingin. Karena itu, bayi harus diselimuti,
termasuk kepalanya, idealnya di'ii|;,il| handuk hangat. Jika resusitasi
aktif diperlukan, bayi sedapat mungkin diselimuil, karena bayi yang
mengalami asfiksia tidak dapat menghasilkan panas untuk dirinv.i
sendiri dan karenanya akan kehilangan panas lebih cepat.
Harus diingat bahwa bayi pada saat lahir mempunyai suhu 0,5 1 C lebih filial dibanding suhu ibunya. Sayangnya, tidak jarang bayi
mengalami penurunan suhu lulnih menjadi 35 - 35,5 C dalam 15 - 30
menit karena kecerobohan perawatan di ru.uiH bersalin. Ruang
bersalin seringkali tidak cukup hangat, dengan aliran udara yang
clin^in di dekat bayi (yang berasal dari AC di dekat troli resusitasi),
atau petugas tidak me ngeringkan dan menyelimuti bayi dengan baik
segera setelah dilahirkan. Sebagian bcs.u penyulit pada neonatus,
seperti distres pernapasan, hipoglikemi, dan gangguan pnu bekuan
darah lebih sering terjadi dan lebih berat bila bayi mengalami
hipotermia1.
Masalah tersebut dapat dicegah dengan melakukan persiapan
sebelum kelaliii.m dengan menutup semua pintu dan jendela di kamar
bersalin dan mematikan AC yatij-; langsung mengarah pada bayi. Suhu
di kamar bersalin paling rendah 20 C, dan harus lebih tinggi jika bayi
prematur. Troli resusitasi dengan pemanas di atasnya dinyalak.m,
diletakkan di tempat yang paling hangat dan jauh dari aliran udara.
Segera setelalt dilahirkan, bayi dikeringkan dan kemudian
diselimuti/dibungkus rapat dengan handuk hangat. Membiarkan bayi
dalam keadaan telanjang seperti memandikan ataupun .sa.it melakukan
kontak kulit ibu dengan bayi harus dilakukan dalam ruangan yang
hang.il (23 - 25 C) atau di bawah pemanas radian/infant radiant
warmer'.
d. Resusitasi Neonatus
Resusitasi neonatus tidak rutin dilakukan pada semua bayi baru
lahir. Akan tetapi, penilaian untuk menentukan apakah bayi
memerlukan resusitasi harus dilakukan pada setiap neonatus oleh
petugas terlatih dan kompeten dalam resusitasi neonatus. Pada bayi
sehat dengan napas spontan, tonus baik dan ketuban jernih, tidak
dilakukan resusitasi, tetapi tetap harus dilakukan perawatan rutin. Bila
bayi gagal bernapas spontan, hipotonus, atau ketuban keruh bercampur
mekonium, maka harus di- l.ikukan langkah-langkah resusitasi (lihat
terjadinya PDVK pada pasien baru lahir di Eropa dan Asia adalah 4,4 7,2 per 100.000 kelahiran. Mortalitas pada bayi yang mengalami
PDVK adalah 10 - 15 %, sedangkan kecacatan neurologik mencapai
40 %. Mcnurut onset terjadinya, PDVK diklasifikasikan menjadi 3
yaitu PDVK dini (umur 1 - 2 hari), PDVK klasik (umur 2-7 hari), dan
PDVK lambat (2 minggu sampai 6 bulan)9.
Melihat bahaya dari PDVK, Departemen Kesehatan telah
membuat kebijakan nasio- nal yang berisi semua bayi baru lahir harus
mendapat profilaksis vitamin K1 (feto- menadion)9.
Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin Kl. (Rekomendasi
A)
Vitamin Kl diberikan intramuskular atau oral. (Rekomendasi A)
Dosis untuk semua bayi baru lahir:
- Intramuskular, 1 mg dosis tunggal
- Oral, 3 kali @ 2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir,
umur 3-7 hari, dan pada saat bayi berumur 1 - 2 bulan.
(Rekomendasi A)
Bayi ditolong oleh dukun wajib diberikan vitamin Kl secara oral.
(Rekomendasi C)
Penyediaan vitamin Kl dosis injeksi 2 mg/ml/ampul, dosis oral 2
mg/tablet yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau
kelipatannya. (Rekomendasi C)
Profilaksis vitamin Kl pada bayi baru lahir dijadikan sebagai
program nasional. (Rekomendasi C)
Pemberian vitamin Kl baik secara intramuskular maupun oral
terbukti menurunkan insiden kejadian PDVK. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Isarangkura Pb dan Chuansumrit A di Thailand tahun
1999, didapatkan insiden PDVK pada bayi tanpa pemberian profilaksis
lambat vitamin Kl mencapai 30 per 100.000 kelahiran, sedangkan pada
pemberian profilaksis vitamin Kl kurang dari 5 per 100.000
kelahiran10.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Informed choice merupakan bentuk persetujuan pilihan, misalnya
tentang metode kontrasepsi yang dipilih oleh klien setelah memahami
kebutuhan reproduksi yang paling sesuai dengan dirinya / keluarganya. Pilihan
tersebut merupakan hasil bimbingan dan pemberian informasi yang obyektif,
akurat dan mudah dimengerti oleh klien. Pilihan yang diambil merupakan
yang terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.
Bidan harus memberikan pilihan kepada klien tanpa bersifat otoriter,
karena klien mempunyai hak untuk menentukan pilihannya dari informasi
yang telah diperoleh dari bidan tentang segi positif dan negatif pilihannya
yang sesuai dengan kondisinya dan tindakan apa yang akan dilaksanakan.
Pemberian informasi yang jelas akan membantu klien membuat pilihan sendiri
yang sesuai dan memahami tujuan dan risiko prosedur klinik terpilih.
proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien dan
petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi
terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang
sedang dihadapi.
B. Saran
Demi memajukan keterampilan dan pengetahuan seorang bidan, harus
terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berbagai aspek
agar dapat membuat keputusan klinisdan secara teoritis agar dapat
memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan kliennya. Maka informed
choice harus di berikan kepada klien sebagai suatu pilihan untuk klien.
DAFTAR PUSTAKA
Roberton NRC. Care of the normal baby in the delivery suite. Daiam: A Manual
of Normal Neonatal Care. Oxford University Press, 1996: 73-80
Langkah awal pada resusitasi. Daiam: American Academy of Pediatrics/American
Heart Association, Buku Panduan Resusitasi Neonatus, Ed. 5. Alih bahasa
oleh Perinasia. Jakarta, 2006
World Health Organization. Evidence for the ten steps to successful breastfeeding.
1998. WHO_ CHD_98.9. Diakses dari: http://www.who.int/childadolescent-health/New_Publications/NUTRITION/ WHO_CHD_98-9.pdf
Sinusas K, Gagliardi A. Initial management of breastfeeding. Daiam: American
Family Physician. September 2001: 64(5)
World Health Organization. Review of evidence on cord care practices, 1999
Diakses dari http:// www.who.int/reproductive_health//MSM_98_4/MSM
98 4chapter4.en. html
Rheenen PF, Brabin BJ. A practical approach to timing cord clamping in resource
poor settings. BM] 2006; 333: 954-8. D01:10.1136/ BMJ.39002.389236.BE
Care of the umbilical cord, Newborn Guideline 10. British Columbia.
Reproductive Care Program, 2001. Diakses dari http://www.who.int/.../
publications/MSM_98_4/MSM_98_4_chapter4.en.html
Clinical trial of eye prophylaxis in the newborn. Diakses
http://www.nei.nih.gov/neitrials/ viewStudyWeb.aspx?id= 19
dari: