Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TENTANG INFORMEND CHOICE

DISUSUN OLEH :
NAMA :
NPM :

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Informend Choice.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Bengkulu,

Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................

ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang Masalah.......................................................................


Rumusan masalah.................................................................................
Tujuan...................................................................................................
Kegunaan Makalah..............................................................................

BAB II ISI
A. Pengertian Informed Choice.................................................................
B. Pengertian Informed Consent...............................................................
C. Hak - Hak Klien dan Persetujuannya Untuk Bertindak........................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa wanita
ingin membuat pilihan kalau diberikan informasi yang cukup dan justru para
bidan yang enggan memberikan informasi yang lengkap agar wanita dapat
membuat keputusan. Wanita dengan pendidikan tinggi dapat membuat pilihan
karena banyak membaca atau mempunyai bekal untuk membuat keputusan,
tetapi untuk sebagian besar masih sulit karena berbagai alasan, misalnya
alasan social ekonomi, kurangnya pendidikan dan pemahaman masalah
kesehatan, kesulitan bahasa dan pemahaman system kesehatan yang tersedia.
Maka dari itu kami mengambil judul INFORMED CHOICE agar ibu dapat
menentukan pilihannya sesuai kebutuhan berdasarkan informasi yang
diberikan oleh petugas kesehatan termasuk bidan.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian informed choice?
2. Apa perbedaan informed choice dengan informed consent?
3. Bagaiman rekomendasi yang dianjurkan bagi bidan dalam peningkatan
informed choice?
4. Bentuk pilihan apa saja yang ada dalam asuhan kebidanan?
C. Tujuan
1. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai informed
choice.
2. Untuk mengetahui dan memahami pentingnya informed choice dalam
memberikan asuhan kebidanan kepada klien.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini memberikan informasi tentang bagaimana pentingnya
informed choice.

BAB II
ISI
A. Pengertian Informed Choice
Pengertian informed choice adalah membuat pilihan setelah
mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya.
Menurut kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM tahun 1993
bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan
dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab terhadap hasil dari
pilihannya. Definisi informasi dalam konteks ini adalah meliputi: informasi
yang lengkap sudah diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko,
manfaat, keuntungan, dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Hak dan
keinginan wanita harus dihormati, tujuannya adalah untuk mendorong wanita
memilih asuhannya.
Dari riwayat yang sudah lama berlangsung, petugas kesehatan termasuk
bidan sungkan baik untuk membagikan informasi maupun membuat keputusan
bersama dengan klien. Ini bertentangan dengan aspek hukum dan untuk sikap
profesionalisme yang wajib dan bersusah payah untuk menjelaskan kepada
klien semua kemungkinan pilihan tindakan dan hasil yang diharapkan dari
setiap pilihannya.
Di negara manapun ada hambatan dalam memberdayakan wanita
mengenai pelaksanaan informed choice ini, misalnya sangat kurang informasi
yang diperoleh ketika wanita mulai hamil dan ada prasangka bahwa wanita
sendiri enggan menggambil tanggung jawab untuk membuat keputusan yang
sulit dalam kehamilan maupun persalinan. Dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan menunjukan bahwa wanita ingin membuat pilihan kalau diberikan
informasi yang cukup dan justru para bidan yang enggan memberikan
informasi yang lengkap agar wanita dapat membuat keputusan. Wanita dengan
pendidikan tinggi dapat membuat pilihan karena banyak membaca atau
mempunyai bekal untuk membuat keputusan, tetapi untuk sebagian besar
masih sulit karena berbagai alasan, misalnya alasan social ekonomi,
kurangnya pendidikan dan pemahaman masalah kesehatan, kesulitan bahasa
dan pemahaman system kesehatan yang tersedia.
Sebagai seorang bidan dalam memberikan inform choise kepada klien
harus:
1. Memperlakukan klien dengan baik.
2. Berinteraksi dengan nyaman
3. Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta tidak
berlebihan.
4. Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang
sesuai dengan kondisinya.
B. Pengertian Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan
suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat

penolakan. Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi penyelengara


pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang
dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan. Persetujuan ini
harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam pengaruh obat seperti
narkotika.
Secara harfiah informed consent adalah persetujuan bebas yang
didasarkan atas informasi yang diperlukan untuk membuat persetujuan
tersebut. Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat , dalam praktek dan penelitian
medis, pengertian informed consent memuat dua unsur pokok, yakni:
1. Hak pasien (atau subjek manusiawi yang akan dijadikan kelinci
percobaanmedis) untuk dimintai persetujuannya bebasnya oleh dokter
(tenaga medis) dalam melakukan kegiatan medis pada pasien tersebut,
khususnya apabila kegiiatan ini memuat kemungkinan resiko yang akan
ditanggung oleh pasien.
2. Kewajiban dokter (tenaga riset medis) untuk menghormati hak tersebut
dan untuk memberikan informasi seperlunya, sehingga persetujuan bebas
dan rasional dapat diberikan kapada pasien.
Dalam pengertian persetujuan bebas terkandung kemungkinan bagi
pasien untuk menerima atau menolak apa yang ditawarkan dengan disertai
penjelasan atau pemberian informasi seperlunya oleh tenaga medis.
Dilihat dari hal-hal yang perlu ada agar informed consent dapat
diberikan oleh pasien maka, seperti yang dikemukakan oleh Tom L.
Beauchamp dan James F. Childress, dalam pengertian informed consent
terkandung empat unsur, dua menyangkut pengertian informasi yang perlu
diberikan dan dua lainnya menyangkut perngertian persetujuan yang perlu
diminta. Empat unsur itu adalah: pembeberan informasi, pemahaman
informasi, persetujuan bebas, dan kompetensi untuk membuat perjanjian.
Mengenai unsur pertama, pertanyaan pokok yang biasanya muncul adalah
seberapa jauh pembeberan informasi itu perlu dilakukan. Dengan kata lain,
seberapa jauh seorang dokter atau tenaga kesehata lainnya memberikan
informasi yang diperlukan agar persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
subyek riset medis dapat disebut suatu persetujuan informed. Dalam
menjawab pertanyaan ini dikemukakan beberapa standar pembeberan, yakni:
1. Standar praktek profesional (the professional practice standard)
2. Standar pertimbangan akal sehat (the reasonable person standard)
3. Standar subyektif atau orang perorang (the subjective standard)
C. Hak - Hak Klien dan Persetujuannya Untuk Bertindak
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang memiliki manusia sebagai
pasien untuk klien :
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dalam peraturan
yang berlaku di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi
bidan tanpa diskriminasi.

4. Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan


keinginannya.
5. Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi kehamilan,
persalinan, nifas dan bayinya yaitu baru dilahirkan.
6. Pasien berhak mendapat mendamping, suami atau keluarga selama proses
persalinan berlangsung.
7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
8. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
kritis dan pendapat ethisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
9. Pasien berhak meminta konsultasi kepada pihak lain yang terdaftar di
rumah sakit tersebut terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan
dokter yang dirawat.
10. Pasien berhak meminta atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya.
11. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
a. Prognos
b. Penyakit yang diderita
c. Tindakan kebidanan yang akan dilakukand. Alternatif therapi lainnya
perkiraan biaya pengobatan
12. Pasien berhak menyetujui atau memberikan izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
13. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya
dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
14. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
15. Pasien behak beribadah sesuai dengan kepercayaannya yang dianutnya
selama itu tidak mengganggu pasien yang lainnya.
16. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit.
17. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spritiual.
18. Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal
praktek.
D. Aplikasi Informed Choice Dan Informed Consent
1. Pada Masa Kehamilan
Kehamilan adalah suatu keadaan untuk menjadi seorang bayi yang
belum lahir menjadi mampu hidup di luar lindungan tubuh ibunya yang
aman, nyaman, dan terlindung, sedangkan Anda dan pasan^n Anda
menjadi orang tua. Keadaan ini berlangsung selama sembilan bulan dan
memberikan diri Anda kesempatan untuk belajar, menyesuaikan diri,
merencanakan, dan menyiapkan diri menjadi orang tua. Untuk kebanyakan
orang, menjadi orang tua adalah perubahan besar dalam hidup, lebih
daripada pengalaman lainnya. Menjadi orang tua adalah pengalaman
yang bersifat permanen. Pengasuhan fisik, emosional, dan spiritual dari

seorang anak adalah ke-sempatan yang mengagumkan, sekaligus tanggung


jawab yang berat
Seperti sebagian besar calon orang tua, Anda dan pasangan Anda
barangkali berharap-harap membayangkan anugerah dan kebahagiaan
menjadi orang tua. Anda ingin melahirkan seorang bayi yang sesehat
mungkin dan membesarkan seorang manusia yang bahagia dan mapan.
Faktanya, Anda baik sendiri maupun bersama-sama, mengimpikan dan
membayangkan tentang anak Anda. Seperti apakah dia nantinya?
Bimbingan, model peran, contoh, dan disiplin yang bagaimana yang
terbaik untuk anak Anda? Sewaktu Anda mulai memeriksa diri sendiri dan
mengevaluasi kekuatan serta kelemahan anda sebagai orang tua, Anda
mungkin bertanya-tanya apakah Anda mempunyai kualitas untuk menjadi
orang tua yang ideal. Anda dapat menggunakan waktu kehamilan untuk
mengembangkan karakteristik yang menurut Anda diperlukan guna
memenuhi peran anda yang baru ini.

2. Pada Masa Persalinan


a. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran placenta dan selaput janin dari tubuh ibu.
Persalinan normal adalah peristiwa lahirnya bayi hidup dan
plasenta dari dalam uterus dengan presentasi belakang kepala melalui
vagina tanpa mengunakan alat pertolongan pada usia kehamilan 30-40
minggu atau lebih dengan berat badan bayi 2500 gram atau lebih
dengan lama persalinan kurang dari 24 jam yang dibantu dengan
kekuatan kontraksi uterus dan tenaga mengejan.
Sedangkan menurut WHO persalinan normal adalah peralinan
yang dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui
jalan lahir), beresiko rendah pada awal persalinan dan presentasi
belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42 minggu setelah
persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi baik, Persalinan
normal disebut juga parts spontan adalah proses lahirnya bayi pada
letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alatalat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung
kurang dari 24 jam.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
b. Sebab-Sebab yang Menimbulkan Persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui
benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara
lain ditemukan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,
pengaruh prostaglandin, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi

1) Teori penurunan hormonal


1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar
hormon estrogen dan progesteron bekerja sebagai penenang otototot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh
darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
2) Teori plasenta menjadi lebih tua
Yang akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah.
Hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3) Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan
iskemia otot-otot sehingga mengganggu sirkulasi utero placenta.
c. Asuhan Persalinan Normal
Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan
hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu
danbayinya, melalui beberapa upaya yang terintegrasi dan lengkap
tetapi dengna intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip
keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang
diinginkan. Dengan demikian setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan
bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi
kemajuan dan keberhasilan proses persalinan.
3. Pada Masa Bayi Baru Lahir
a. Cara Konveksi
Suhu udara di kamar bersalin tidak boleh kurang dari 20 C dan
sebaiknya tidak I >t t angin. Tidak boleh ada pintu dan jendela yang
terbuka. Kipas angin dan AC yany, Is ml harus cukup jauh dari area
resusitasi. Troli resusitasi harus mempunyai sisi mu til. m<
minimalkan konveksi ke udara sekitar bayi.

b. Cara Evaporasi
Bayi baru lahir yang dalam keadaan basah kehilangan panas
dengan cepat melalui i II i ini. Karena itu, bayi harus dikeringkan
seluruhnya, termasuk kepala dan rambut, M'SIU gera mungkin setelah
dilahirkan. Lebih baik bila menggunakan handuk hangat iiiiiuli
mencegah hilangnya panas secara konduktif.
c. Cara Radiasi
Panas dapat hilang secara radiasi ke benda padat yang terdekat,
misalnya jendela p.uli musim dingin. Karena itu, bayi harus diselimuti,
termasuk kepalanya, idealnya di'ii|;,il| handuk hangat. Jika resusitasi
aktif diperlukan, bayi sedapat mungkin diselimuil, karena bayi yang
mengalami asfiksia tidak dapat menghasilkan panas untuk dirinv.i
sendiri dan karenanya akan kehilangan panas lebih cepat.
Harus diingat bahwa bayi pada saat lahir mempunyai suhu 0,5 1 C lebih filial dibanding suhu ibunya. Sayangnya, tidak jarang bayi
mengalami penurunan suhu lulnih menjadi 35 - 35,5 C dalam 15 - 30
menit karena kecerobohan perawatan di ru.uiH bersalin. Ruang
bersalin seringkali tidak cukup hangat, dengan aliran udara yang
clin^in di dekat bayi (yang berasal dari AC di dekat troli resusitasi),
atau petugas tidak me ngeringkan dan menyelimuti bayi dengan baik
segera setelah dilahirkan. Sebagian bcs.u penyulit pada neonatus,
seperti distres pernapasan, hipoglikemi, dan gangguan pnu bekuan
darah lebih sering terjadi dan lebih berat bila bayi mengalami
hipotermia1.
Masalah tersebut dapat dicegah dengan melakukan persiapan
sebelum kelaliii.m dengan menutup semua pintu dan jendela di kamar
bersalin dan mematikan AC yatij-; langsung mengarah pada bayi. Suhu
di kamar bersalin paling rendah 20 C, dan harus lebih tinggi jika bayi
prematur. Troli resusitasi dengan pemanas di atasnya dinyalak.m,
diletakkan di tempat yang paling hangat dan jauh dari aliran udara.
Segera setelalt dilahirkan, bayi dikeringkan dan kemudian
diselimuti/dibungkus rapat dengan handuk hangat. Membiarkan bayi
dalam keadaan telanjang seperti memandikan ataupun .sa.it melakukan
kontak kulit ibu dengan bayi harus dilakukan dalam ruangan yang
hang.il (23 - 25 C) atau di bawah pemanas radian/infant radiant
warmer'.
d. Resusitasi Neonatus
Resusitasi neonatus tidak rutin dilakukan pada semua bayi baru
lahir. Akan tetapi, penilaian untuk menentukan apakah bayi
memerlukan resusitasi harus dilakukan pada setiap neonatus oleh
petugas terlatih dan kompeten dalam resusitasi neonatus. Pada bayi
sehat dengan napas spontan, tonus baik dan ketuban jernih, tidak
dilakukan resusitasi, tetapi tetap harus dilakukan perawatan rutin. Bila
bayi gagal bernapas spontan, hipotonus, atau ketuban keruh bercampur
mekonium, maka harus di- l.ikukan langkah-langkah resusitasi (lihat

bab resusitasi neonatus). Semua peralatan harus disiapkan dan dicek


sebelum persalinan. Handuk hangat sudah disiapkan dan infant radiant
warmer dinyalakan agar dapat langsung digunakan bila diperlukan2.
Perawatan rutin yang dilakukan pada bayi yang sehat ialah
mengeringkan bayi, mem- beri kehangatan, membersihkan jalan napas
bila diperlukan, dan mengobservasi warna luilit bayi2. Mengeringkan
dengan handuk hangat dapat dilakukan di atas perut ibu, mengeringkan
tidak perlu sampai menghilangkan verniks, karena verniks berfungsi
untuk mencegah kehilangan panas. Menghangatkan bayi dilakukan
dengan melaku- kan kontak kulit bayi dengan kulit ibu di atas dada
atau perut ibu, kemudian diselimuti dengan handuk hangat2"4.
Penghisapan lendir dari mulut dan hidung bayi, serta stimulasi
bayi dengan me- ngusap telapak kaki atau punggung bayi tidak perlu
dilakukan bila bayi dapat bernapas spontan dengan adekuat atau
menangis2.

e. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


Pada tahun 1992 WHO/UNICEF mengeluarkan protokol tentang
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai salah satu dari Evidence for the
ten steps to successful breastfeeding yang harus diketahui oleh setiap
tenaga kesehatan. Segera setelah dilahirkan, bayi diletakkan di dada
atau perut atas ibu selama paling sedikit satu jam untuk mem- beri
kesempatan pada bayi untuk mencari dan menemukan puting
ibunya3,4.
Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan,
mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik dibandingkan dengan
inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan
mencegah ipfeksi nosokomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat
normal karena pengeluaran mekonium lebih cepat sehingga dapat
menurun- kan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit dengan kulit
juga membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih
baik. Dengan demikian, berat badan bayi cepat meni'ngkat dan lebih
cepat ke luar dari rumah sakit. Bagi ibu, IMD dapat mengoptimaikan
pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin, dan secara psikologis dapat
menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi3.
Pada protokol ini, setelah lahir bayi hanya perlu dibersihkan
secukupnya dan tidak perlu membersihkan vernik atau mengeringkan
tangan bayi karena bau cairan amnion pada tangan bayi akan
membantu bayi mencari puting ibu. Dengan waktu yang di- berikan,
bayi akan mulai menendang dan bergerak menuju puting. Bayi yang
siap menyusu akan menunjukkan gejala refleks menghisap seperti
membuka mulut dan mulai mengulum puting. Refleks menghisap yang
pertama ini timbul 20 - 30 menit setelah lahir dan menghilang cepat.
Dengan protokol IMD ini, bayi dapat langsung menyusu dan mendapat
kolostrum yang kadarnya maksimal pada 12 jam pasca- persalinan3.

f. Pcngikatan dan Pemotongan Tali Pusat


Pengikatan dan pemotongan tali pusat segera setelah persalinan
banyak dilakukan secara luas di seluruh dunia, tetapi penelitian
menunjukkan hal ini tidak bermanfaat bagi ibu ataupun bayi, bahkan
dapat berbahaya bagi bayi5,6. Penundaan pengikatan tali pusat
memberikan kesempatan bagi terjadinya transfusi fetomaternal
sebanyak 20 - 50 % (rata-rata 21 %) volume darah bayi. Variasi jumlah
darah transfusi fetomaternal ini tergantung dari lamanya penundaan
pengikatan tali pusat dan posisi bayi dari ibunya (apakah bayi
diletakkan lebih tinggi atau lebih rendah dari ibu). Transfusi
berlangsung paling cepat dalam menit pertama, yaitu 75 % dari jumlah
transfusi, dan umumnya se- lesai dalam 3 menit. Penelitian pada bayi
dengan penundaan pengikatan tali pusat sam- pai pulsasi tali pusat
berhenti, dan diletakkan pada perut ibunya menunjukkan bayi- bayi
tersebut memiliki 32 % volume darah lebih banyak dibandingkan
dengan bayi- bayi dengan pengikatan dini tali pusat5.
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit dan status besi (Fe)
mencegah terjadinya anemia pada bayi terutama dalam 2-3 bulan
pertama. Pada bayi prematur, penundaan pengikatan tali pusat
memiliki manfaat yang lebih besar selain mencegah anemia, yaitu
mengurangi risiko perdarahan intraventrikular dan mengurangi
kebutuhan transfusi darah. Komplikasi yang dikhawatirkan akan
terjadi, berupa polisitemia dan jaundice tidak terbukti secara
bermakna. Penundaan pengikatan dan pemotongan tali pusat selama 23 menit juga memfasilitasi terjadinya kontak dini antara ibu dengan
bayi, di mana bayi diletakkan di atas perut ibu sebelum tali pusat
dipotong. Selain itu, penundaan pemotongan tali pusat sampai pulsasi
tali pusat berhenti dapat mengurangi risiko transmisi HIV pada
petugas di kamar bersalin, karena mengurangi kemungkinan terjadinya
percikan/semprotan darah dari tali pusat56.
Penanganan tali pusat di kamar bersalin harus dilakukan secara
asepsis untuk mencegah infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum.
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum mengikat dan
memotong tali pusat. Tali pusat diikat pada jarak 2-3 cm dari kulit
bayi, dengan menggunakan klem yang terbuat dari plastik, atau menggunakan tali yang bersih (lebih baik bila steril) yang panjangnya cukup
untuk mem- buat ikatan yang cukup kuat (15 cm). Kemudian tali
pusat dipotong pada 1 cm di distal tempat tali pusat diikat,
menggunakan instrumen yang steril dan tajam. Peng- gunaan
instrumen yang tumpul dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi
karena terjadi trauma yang lebih banyak pada jaringan5.
g. Perawatan Tali Pusat7
Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam
minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada
neonatus. Jelly Wharton yang membentuk jaringan nekrotik dapat

berkolonisasi dengan organisme patogen, kemudian menyebar dan


menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sistemik pada bayi. Yang
terpenting dalam perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat
tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit
di sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus
dengan longgar/tidak ter- lalu rapat dengan kasa bersih/steril. Popok
atau celana bayi diikat di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat
untuk menghindari kontak dengan feses dan urin. Hindari penggunaan
kancing, koin atau uang logam untuk membalut tekan tali pusat.
Antiseptik dan antimikroba topikal dapat digunakan untuk
mencegah kolonisasi ku- man dari kamar bersalin, tetapi
penggunaannya tidak dianjurkan untuk rutin dilakukan. Antiseptik
yang biasa digunakan ialah alkohol dan povidone-iodine. Akan tetapi,
penelitian terbaru membuktikan bahwa penggunaan povidone-iodine
dapat menim- bulkan efek samping karena diabsorpsi oleh kulit dan
berkaitan dengan terjadinya transien hipotiroidisme. Alkohol juga tidak
lagi dianjurkan untuk merawat tali pusat karena dapat mengiritasi kulit
dan menghambat pelepasan tali pusat. Saat ini belum ada petunjuk
mengenai antiseptik yang baik dan aman digunakan untuk perawatan
tali pusat, karena itu dikatakan yang terbaik adalah menjaga tali pusat
tetap kering dan bersih. Antimikroba yang dapat digunakan seperti
basitrasin, nitrofurazone, silver sul- phadiazine, dan triple dye.
h. Pelabelan
Label nama bayi atau nama ibu harus dilekatkan pada
pergelangan tangan atau kaki sejak di ruang bersalin. Pemasangan
dilakukan dengan sesuai agar tidak terlalu ketat ataupun longgar
sehingga mudah lepas1.
i. Profilaksis Mata
Konjungtivitis pada bayi baru lahir sering terjadi terutama pada
bayi dengan ibu yang menderita penyakit menular seksual seperti
gonore dan klamidiasis. Sebagian besar konjungtivitis muncul pada 2
minggu pertama setelah kelahiran. Pemberian antibiotik profilaksis
pada mata terbukti dapat mencegah terjadinya konjungtivitis.
Profilaksis mata yang sering digunakan yaitu tetes mata silver nitrat 1
%, salep mata eritromisin, dan salep mata tetrasiklin. Ketiga preparat
ini efektif untuk mencegah konjungtivitis gonore. Saat ini silver nitrat
tetes mata tidak dianjurkan lagi karena sering terjadi efek samping
berupa iritasi dan kerusakan mata18.
j. Pemberian Vitamin K
Sampai saat ini, angka kematian bayi terutama di negara
berkembang masih cukup tinggi. Di Indonesia 67 % dari angka
kematian bayi merupakan kematian neonatus di mana salah satu
penyebabnya adalah perdarahan akibat defisiensi vitamin K1 (PDVK).
Penyakit hemoragik/perdarahan pada bayi baru lahir ini berpotensi
untuk menjadi kondisi yang serius. Dari data epidemiologi, insiden

terjadinya PDVK pada pasien baru lahir di Eropa dan Asia adalah 4,4 7,2 per 100.000 kelahiran. Mortalitas pada bayi yang mengalami
PDVK adalah 10 - 15 %, sedangkan kecacatan neurologik mencapai
40 %. Mcnurut onset terjadinya, PDVK diklasifikasikan menjadi 3
yaitu PDVK dini (umur 1 - 2 hari), PDVK klasik (umur 2-7 hari), dan
PDVK lambat (2 minggu sampai 6 bulan)9.
Melihat bahaya dari PDVK, Departemen Kesehatan telah
membuat kebijakan nasio- nal yang berisi semua bayi baru lahir harus
mendapat profilaksis vitamin K1 (feto- menadion)9.
Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin Kl. (Rekomendasi
A)
Vitamin Kl diberikan intramuskular atau oral. (Rekomendasi A)
Dosis untuk semua bayi baru lahir:
- Intramuskular, 1 mg dosis tunggal
- Oral, 3 kali @ 2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir,
umur 3-7 hari, dan pada saat bayi berumur 1 - 2 bulan.
(Rekomendasi A)
Bayi ditolong oleh dukun wajib diberikan vitamin Kl secara oral.
(Rekomendasi C)
Penyediaan vitamin Kl dosis injeksi 2 mg/ml/ampul, dosis oral 2
mg/tablet yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau
kelipatannya. (Rekomendasi C)
Profilaksis vitamin Kl pada bayi baru lahir dijadikan sebagai
program nasional. (Rekomendasi C)
Pemberian vitamin Kl baik secara intramuskular maupun oral
terbukti menurunkan insiden kejadian PDVK. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Isarangkura Pb dan Chuansumrit A di Thailand tahun
1999, didapatkan insiden PDVK pada bayi tanpa pemberian profilaksis
lambat vitamin Kl mencapai 30 per 100.000 kelahiran, sedangkan pada
pemberian profilaksis vitamin Kl kurang dari 5 per 100.000
kelahiran10.

k. Pengukuran Befat dan Panjang Lahir


Bayi yang baru lahir harus ditimbang berat lahimya. Dua hal
yang selalu ingin dike- tahui orang tua tentang bayinya yang baru lahir
adalah jenis kelamin dan beratnya. Pengukuran panjang lahir tidak
rutin dilakukan karena tidak banyak bermakna. Pengukuran dengan
menggunakan pita ukur tidak akurat. Bila diperlukan data menge- nai
panjang lahir, maka sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
stadiometer bayi dengan menjaga bayi dalam posisi lurus dan
ektremitas dalam keadaan ekstensi1.
l. Memandikan Bayi11
Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi
masih banyak kebiasaan yang salah dalam memandikan bayi, seperti
memandikan bayi segera setelah lahir yang dapat mengakibatkan
hipotermia. Pada beberapa kondisi seperti bayi kurang sehat, bayi
belum lepas dari tali pusat atau dalam perjalanan, tidak perlu
dipaksakan untuk mandi berendam. Bayi cukup diseka dengan sabun
dan air hangat untuk me- mastikan bayi tetap segar dan bersih.
Saat mandi bayi berada dalam keadaan telanjang dan basah
sehingga mudah kehilangan panas. Karena itu, harus dilakukan upaya
untuk mengurangi terjadinya kehi- l.mgan panas. Suhu ruang saat
memandikan bayi harus hangat (> 25 C) dan suhu air yang optimal
adalah 40 C untuk bayi kurang dari 2 bulan dan dapat berangsur turun
sanipai 30 C untuk bayi di atas 2 bulan.
Urutan memandikan bayi yang benar dimulai dari membersihkan
wajah. Mata di- bersihkan dengan kapas yang telah direndam air
matang. Lubang hidung dibersihkan perlahan dan tidak terlalu daiam
dengan cotton buds yang dicelupkan ke daiam air bcrsih. Bagian luar
telinga dibersihkan dengan menggunakan cotton buds yang telah diberi
baby oil. Kemudian wajah bayi diusap dengan waslap yang telah
direndam air hangat. Setelah wajah dibersihkan, bukalah baju bayi lalu
bersihkan alat kelamin dan bokong bayi dengan kapas basah. Usap
seluruh permukaan dan lipatan tubuh bayi dengan waslap yang
direndam daiam air hangat dan diberi sabun khusus bayi. Setelah
selesai, bayi dapat dimasukkan ke bak air hangat. Tangan kiri ibu
menyangga kepala dan memegang erat ketiak bayi sedangkan tangan
kanan ibu membersihkan sabun di tubuh bayi. Untuk membersihkan
punggung bayi, balikkan badan bayi perlahan dengan tangan kanan
ibu sedangkan tangan kiri ibu tetap menopang badan bayi dan
memegang erat ketiaknya. Pencucian rambut hanya dilakukan bila
rambut kelihatan kotor atau ada kerak di kulit kepalanya dengan
mengoleskan beberapa tetes baby oil atau sampo bayi di kulit kepala
bayi lalu disisir dengan sikat rambut halus untuk memudahkan
lepasnya kerak di kulit kepala bayi. Selanjutnya usap rambut dan kepala bayi dengan waslap yang direndam air hangat, sampai bersih.
Segera bungkus bayi dengan handuk kering dan letakkan di atas

handuk kering. Pemakaian lotion setelah mandi tidak umum


dibutuhkan bayi karena justeru membuat pori-pori kulit tertutup.
4. Pada Masa Nifas
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau
42 hari, namun secara keseiuruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan.
Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous
berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena
sebab melahirkan atau setelah melahirkan. Darah Nifas yaitu darah
yang tertahan tidak bisa keluar dari rahim dikarenakan hamil. Maka
ketika melahirkan, darah tersebut keluar sedikit demi sedikit. Darah
yang keluar sebelum melahirkan disertai tanda-tanda kelahiran, maka
itu termasuk darah nifas juga.
Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya
adalah 40 hari, dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan
(yang disertai tanda-tanda kelahiran). Jika sudah selesai masa 40 hari
akan tetapi darah tidak berhenti-henti atau tetap keluar darah, maka
perhatikanlah bila keluarnya di saat adah (kebiasaan) haidh, maka itu
darah haidh. Akan tetapi jika darah keluar terus dan tidak pada masamasa (adah) haidhnya dan darah itu terus dan tidak berhenti mengalir,
perlu diperiksakan ke bidan atau dokter. Beberapa konsep tentang
pengertian masa nifas antara lain :
1) Menurut Bennet V.R dan Brown L.K (1996) perperium adalah
waktu mengenai perubahan besar yang berjangka pada periode
transisi dari puncak pengalaman melahirkan untuk menerima
kebahagiaan dan tanggung jawab dalam keluarga.
2) Menurut Williams puerperium didefinisikan sebagai masa
persalinan selama dan segera setelah melahirkan, meliputi mingguminggu berikutnya pad.i w.iklii nl<\l .tlnl i<-|IMxluU .i lu'inbali ke
keadaan tidak hamil atau kemball notmnl
3) Menurut The Midwifes Rule (1993)
Postnatal artinya suatu periode yang tidak kurang dan 10 dan lidak
lebih dari 28 hari setelah akhir persalinan, dimana selama waktu itu
kehadiran yang kontinue dari bidan kepada ibu dan bayi sedang
diperlukan.
4) Menurut Christina S Ibrahim (1998)
Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang
dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang
umumnya memerlukan waktu 6- 12 minggu
5) Menurut JNPK-KR (2002), masa nifas secara harfiah didefinisikan
sebagai masa persalinan selama dan segera setelah melahirkan,
meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu alat-alat
reproduksi kembali kekeadaan tidak hamil atau kembali normal.

6) Sedangkan Depkes (2002), menuliskan bahwa puerperium adalah


waktu mengenai perubahan besar yang berjangka pada periode
transisi dari puncak pengalaman melahirkan untuk menerima
kebahagiaan dan tanggung jawab dalam keluarga.
7) Vervney, H (2007), juga mengatakan bahwa periode pasca
persalinan (post partum) ialah masa waktu antara kelahiran
plasenta dan membran yang menandai be'rakhirnya periode
intrapartum sampai waktu menuju kembalinya sistem reproduksi
wanita tersebut kekondisi tidak hamil.
8) Menurut Sarwon6 (2005), masa nifas adalah dimulai setelah partus
dan berakhir kira-kira setelah 6 minggu, akan tetapi seluruh alat
genital baru pulih kembali sebelum waktu 3 bulan
9) Masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya 6-8 minggu
(Mochtar, 1998)
10) Periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali
kepada keadaan tidak hamil, yang membutuhkan waktu selama 6
minggu (Farrer, 2001)
11) Saifuddin (2002), mengatakan bahwa masa nifas adalah dimulai
setelah plasenta lahir dan berkahir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti sebelum hamil, yang berlangsung 6 minggu.
12) Pusdiknakes (2003), inciKi.iI.ikan bahwa masa nilas adalah masa
dimulai beberapa jam scsudah lahimya plasenla sampai 6 minggu
setelah melahirkan.
13) Abdul Bari (2000), mengatakan Masa nilasdimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6
minggu.
14) Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah
kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu
saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (I
Gary cunningham, Mac Donald, 1995)
b. Tujuan Asuhan Masa Nifas
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
dini, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan
perawatan bayi sehat
4) Memberikan pelayanan KB
5) Mendapatkan kesehatan emosi
c. Tahapan dalam Masa Nifas
1) Peurperium Dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post
partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri

dan berjalan-jalan. dalam agama islam telah bersih dan boleh


bckerja setelah 40 hari.
2) Peurperium Intermedial [early puerperium) : waktu 1-7 hari post
partum
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu
3) Remote Peurperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu post
partum
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi.
waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan atau tahun
d. Peran dan TanggunjJnwnb Itidnn dnlnni Masa Nifas
1) Mendukung dan meinantau kesehatan lisik ibu dan bayi
2) Mendukung dan meinantau kesehatan psikologis, emosi, sosial
serta memberikan semangat pada ibu
3) Membantu ibu dalam menyusui bayinya
4) Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu
5) Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam
perannya sebagai orang tua
6) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga
7) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan
rasa nyaman
8) Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan
dengan ibu dan anak serta mampu melakukan kegiatan administrasi
9) Mendeteksi komplika^i dan perlunya rujukan
10) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarah^n, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi
yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman
11) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah
komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama
priode nifas
5. Pada Masa KB
a. Berikan waktu yang cukup untuk diskusi, dan pastikan lingkungan
yang tcpat untuk mempertahiahkan kerahasiaan dan lakukan diskusi
yang relaks, yang idealnya dilakukan di rumah vvanita.
b. Motivasi diskusi.
c. Tawarkan setiap selebaran yang ter.sedia untuk mendukung informasi
yang di berikan.
d. Ingat agar efektif, kontrasepsi yang telah dipilih harus digunakan
secara tepat sehingga dapat diterima oleh wanita, dan idealnya oieh
pasangannya.
e. Nama dagang kontrasepsi diberlakukan di Inggris, tetapi ini akan
beragam/tidak sama di seluruh dunia.

f. Kontrasepsi setelah aborsi/heguguran


g. Trimester pertama: kontrasepsi hormonal dapat dimulai atau direkomendasikan dengan segera.
h. Trimester kedua: kontrasepsi hormonal tidak boleh dimulai atau
direkomendasikan sampai minimal 21 had setelah aborsi atau
keguguran.
i. Kontrasepsi setelah melahirban
j. Biasanya, metode kontrasepsi hormonal tidak dimulai sampai minimal
21 hari setelah mela'nirkan.
k. Akan tetapi, jika kebutuhan kontrasepsi monjadi perhatian utarna
kontrasepsi mungkin dimulai lebih awal.
l. Poin penting yang harus diingat
m. A Jangan pernah merekomendasikan pil kontasepsi oral kombinasi ke
seorang wanita yang menyusui. Estrogen akan menghambat pelepasar.
prolaktin dan menekan laktasi dalam 24 jam.
n. Pemberian progesteron saat kehilangan darah per vagina masih terjad:
i dapat menyebabkan peningkatan jumlah kehilangan darah dan
mem- ; perpanjang waktu peidarahan.
o. Metode hanya progesteron, jika dimulai terlalu cepat pada ibu :
menyusui, dapat juga menekan laktasi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Informed choice merupakan bentuk persetujuan pilihan, misalnya
tentang metode kontrasepsi yang dipilih oleh klien setelah memahami
kebutuhan reproduksi yang paling sesuai dengan dirinya / keluarganya. Pilihan
tersebut merupakan hasil bimbingan dan pemberian informasi yang obyektif,
akurat dan mudah dimengerti oleh klien. Pilihan yang diambil merupakan
yang terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.
Bidan harus memberikan pilihan kepada klien tanpa bersifat otoriter,
karena klien mempunyai hak untuk menentukan pilihannya dari informasi
yang telah diperoleh dari bidan tentang segi positif dan negatif pilihannya
yang sesuai dengan kondisinya dan tindakan apa yang akan dilaksanakan.
Pemberian informasi yang jelas akan membantu klien membuat pilihan sendiri
yang sesuai dan memahami tujuan dan risiko prosedur klinik terpilih.
proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien dan
petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi
terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang
sedang dihadapi.
B. Saran
Demi memajukan keterampilan dan pengetahuan seorang bidan, harus
terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berbagai aspek
agar dapat membuat keputusan klinisdan secara teoritis agar dapat
memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan kliennya. Maka informed
choice harus di berikan kepada klien sebagai suatu pilihan untuk klien.

DAFTAR PUSTAKA
Roberton NRC. Care of the normal baby in the delivery suite. Daiam: A Manual
of Normal Neonatal Care. Oxford University Press, 1996: 73-80
Langkah awal pada resusitasi. Daiam: American Academy of Pediatrics/American
Heart Association, Buku Panduan Resusitasi Neonatus, Ed. 5. Alih bahasa
oleh Perinasia. Jakarta, 2006
World Health Organization. Evidence for the ten steps to successful breastfeeding.
1998. WHO_ CHD_98.9. Diakses dari: http://www.who.int/childadolescent-health/New_Publications/NUTRITION/ WHO_CHD_98-9.pdf
Sinusas K, Gagliardi A. Initial management of breastfeeding. Daiam: American
Family Physician. September 2001: 64(5)
World Health Organization. Review of evidence on cord care practices, 1999
Diakses dari http:// www.who.int/reproductive_health//MSM_98_4/MSM
98 4chapter4.en. html
Rheenen PF, Brabin BJ. A practical approach to timing cord clamping in resource
poor settings. BM] 2006; 333: 954-8. D01:10.1136/ BMJ.39002.389236.BE
Care of the umbilical cord, Newborn Guideline 10. British Columbia.
Reproductive Care Program, 2001. Diakses dari http://www.who.int/.../
publications/MSM_98_4/MSM_98_4_chapter4.en.html
Clinical trial of eye prophylaxis in the newborn. Diakses
http://www.nei.nih.gov/neitrials/ viewStudyWeb.aspx?id= 19

dari:

Departemen Kesehatan. Pemberian profilaksis vitamin K pada Bayi baru Lahir.


Diakses dari: www. yanmedik-depkes.net/hta/DAFTAR REKOMENDASI
LAPORAN HTA baru.doc. 2003

Anda mungkin juga menyukai