Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh Cryoprotectan terhadap Viabilitas sel Lactobacillus Selama

Freeze Drying
Abstrak
Tujuan : Untuk membandingkan pengaruh penambahan cryoprotectan terhadap
viabilitas sel Lactobacillus,
I. Pendahuluan
Pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air telah dilakukan
sejak ribuan tahun yang lalu. Pengeringan adalah cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan
sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan menggunakan
energi panas (Afrianti, 2008). Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai
batas tertentu dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut.
Pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
penjemuran,

pengeringan

buatan

(menggunakan

alat

pengering)

dan

pengeringan secara pembekuan (freeze-drying) (Muchtadi, dkk, 2013).


Freeze-drying adalah proses pelepasan air dari suatu produk dengan cara
sublimasi dari es menjadi uap air. Untuk produk pangan cara pengeringan ini
umumnya berhasil mendapatkan kualitas tertinggi bagi produknya. Pada freezedrying (pengeringan secara pembekuan), bahan terlebih dulu dibekukan dan air
dikeluarkan dari bahan secara sublimasi dalam keadaan vakum (tekanan lebih
kecil dari 4 mmHg). Suhu yang digunakan pada freeze-drying adalah sekitar 100F
(-12,2

C) oleh karena itu dengan cara ini bahan pangan akan terhindar dari

kerusakan kimiawi dan mikrobiologis (Muchtadi, dkk, 2013).

Gambar 1. Skema ilustratif mekanisme freeze-drying (Teknologi Pengawetan


dan Pengeringan).
Proses pengeringan beku sebagaimana diilustrasikan pada gambar
diatas, dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram fase air pada Gambar 1.
Dari gambar bisa diketahui bahwa dengan mengendalikan kondisi tekanan (P)
dan suhu (T) air dapat berbentuk gas cair atau padatan. Pada kondisi tertentu
yaitu kondisi tekanan 4,58 torr (610,5 Pa) dan suhu 0 oC, air akan berada pada
kondisi

kesetimbangan

antara

uap,

air

dan

es.

Titik

dimana

terjadi

kesetimbangan antara ketiga fase tersebut disebut sebagai titik triple. Titik triple
itu terjadi pada tekanan 4,58 torr dan suhu 0 oC. Untuk bahan dalam kondisi beku
pada tekanan yang dipertahankan tetap di bawah tekanan triple dan kemudian
suhu produk dinaikkan, maka yang terjadi adalah peristiwa sublimasi. Jika
kondisi ini dipertahankan, maka air dalam bahan pangan secara kontinyu akan
berkurang melalui proses sublimasi.
Mekanisme ini berbeda proses pengeringan biasa, dimana pengeringan
biasa terjadi melalui mekanisme penguapan (evaporasi) yang biasa terjadi pada
suhu tinggi. Perbedaan antara proses dengan pengeringan biasa dapat
diilustrasikan pada Gambar.2 berikut ini (Muchtadi, dkk, 2013).

Gambar 2. Perbedaan mekanisme proses pengeringan biasa (A) dan proses


pengeringan beku (B)

Proses freeze-drying dapat digunakan untuk mengawetkan bakteri-bakteri


probiotik seperti Lactobacilllus. Lactobacillus biasanya digunakan sebagai
probiotik dan biasanya digunakan pada yoghurt, tambahan makanan, dan produk
kesahatan lainnya. Beberapa jenis Lactobacilllus yang diamati disini adalah
Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus casei 431, Lactobacillus bulgaricus LB6,
Lactobacillus reuteri C10.
Freeze-drying merupakan tehnik yang paling umum untuk mengawetkan
mikroorganisme dan mengawetkan bakteria dalam jumlah yang besar. Namun,
adanya teknik freeze-drying semakin mengakibatkan kerusakan sel bakteria dan
terjadinya kehilangan daya hidup bakteri. Untuk mencegah efek-efek yang tidak
diinginkan, bahan pelindung yang disebut cryoprotectan umum digunakan
terhadap sampel sebelum dibekukan atau pengeringan beku. Susu skim,
sukrosa dan laktosa telah dibuktikan efektif sebagai cryoprotectan dan
diperlukan konsentrasi yang optimal untuk mencapai stabilitas dan daya hidup
sel yang diinginkan.
II. Efek freeze-drying tehadap viabilitas sel
Menurut

ATCC dan NCTC freeze-drying telah digunakan untuk

mengawetkan mikroorganisme selama puluhan tahun dan merupakan metode


yang

digunakan

untuk

pembuatan

kultur

secara

luas.

Umumnya

direkomendasikan untuk mem-freeze-drying kultur dengan konsentrasi >10 7 sel


untuk memastikan bahwa masih ada cukup sel yang tersisa setelah proses
freeze-drying selama penyimpanan jangka panjang dan rekonstitusi untuk
keberhasilan propagasi dari suatu strain.
Lama dari viabilitas sel mikrobia setelah freeze-drying sangat tergantung
pada suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan memiliki efek langsung terhadap
viabilitas sel. Table 1 menunjukkan dugaan lama penyimpanan pada kisaran
suhu penyimpanan dengan nitrogen cair sampai >30 oC.

Suhu Penyimpanan

Waktu Maksimum Penyimpanan

>30oC

1-7 hari

18-25oC

2-4 minggu

4oC

1 tahun

Dibawah -18oC

10 tahun

Dibawah -70oC

Puluhan tahun

-196oC (nitrogen cair)

Ratusan Tahun

Pada umumnya mikroorganisme merubah kemampuannya untuk bertahan


selama freeze-drying. Bakteri gram positif menunjukkan ketahanan yang lebih
tinggi selama proses freeze-drying dibandingkan bakteri gram negatif. Sama
halnya dengan spora, mereka lebih tahan dibandingkan dengan sel vegetatif dan
mikroorganisme yang spesifik menunjukkan paling tidak resisten terhadap
proses freeze-drying. Table 2 memberikan contoh dari toleransi freeze-drying
dari beberapa jenis mikroorganisme.

Menurut (Morgan et al, 2009) proses freeze-drying untuk sel mikrobia


pada umumnya digunakan untuk penyimpanan mikroorganisme dalam jangka
waktu yang lama, disamping mempertahankan viabilitas sel.
Meskipun ada beberapa metode yang berbeda dari pengeringan
mikroorganisme, ada fase generik tertentu terhadap seluruh metodelogi
pengeringan seperti outline di Gambar 3. Sel lebih baik dikulturkan di dalam
media cair untuk mencapai populasi sel yang homogen dan tergantung pada
konsentrasi sel, sel kemudian di sentrifugasi. Hasil dari media kering yang terdiri
dari protektif agen dicampurkan ke dalam sel dan disimpan dalam kontainer
freeze-drying. Kontainer-kontainer dibekukan sebelumnya, sebelum dimasukan
kedalam freeze-dryer, sebagai contoh, masukan dalam nitrogen cair untuk
pembekuan cepat atau pembekuan secara bertahap di dalam ruangan freezedryer. Suhu yang diperlukan untuk pembekuan sempurna bergantung pada
formulasi cairan yang di freeze-drying. Sekali pembekuan sempurna, proses
pengeringan dapat dimulai dengan menggunakan pompa vakun untuk

mengurangi tekanan, dan memicu sublimasi. Produk freeze-drying idealnya


ditutup dalam kondisi vakum dengan stopper atau penutup kaca, dan disimpan
pada suhu yang dikehendaki. Untuk merehidrasi suatu produk freeze-drying,
suatu cairan ditambahkan kedalam produk beku agar tercampur. Rekonstitusi sel
dapat kemudian ditambahkan kedalam media pertumbuhan untuk propagasi
selanjutnya.
Kultur
III. Mekanisme Cryoprotectan selama freeze-drying
3.1. Gula sebagai Protective Agent
Lebih dari 20 tahun yang lalu trihalosa dan sukrosa dilaporkan mampu
meningkatan

desiccation

tolerant

pada

sejumlah

mikroorganisme

untuk

menstabilisasi membran dengan memindahkan air di sekeliling residu polar di


antara kepala bilayer kelompok pospolipid molekul membran. Molekul-molekul
air yang terikat, sebagian dipisahkan dari kelompok-kelompok kepala bilayer
yang bersifat polar. Ketika molekul air dipisahkan oleh proses pengeringan,
bagian kepala tidak lagi terpisah dan bagian kepala tersebut dibawa bersamasama menjadi lebih dekat. Peningkatan jarak antara kepala dan rantai
hidrokarbon menciptakan kemungkinan munculnya ikatan vanderwals. Adanya
peningkatan Ikatan vanderwals ini meningkatkan densitas dari membran dan
pada suhu yang konstan dapat membentuk fase kristal cair (Tm) pada rantai
hidrokarbon.
Suatu membran akan kering pada suhu yang tinggi dan berada pada fase
gel pada suhu ruangan, sehingga mengakibatkan adanya suatu fase transisi
selama proses rehidrasi untuk kembali ke struktur kristal cair. Fase transisi pada
membran

telah

mengakibatkan

kebocoran

pada

membran

dan

dapat

mempengaruhi efek viabilitas rehidrasi sel. Sucrose dan trehalose diyakini


membentuk ikatan hidrogen pada bagian kepala selama pembekuan dan
menggantikan air yang hilang yang mencegah terbentuknya fase gel.
Protective

agent

dapat

ditambahkan

selama

masa

pertumbuhan

mikroorganisme atau diberikan secara langsung sebelum proses pengeringan.


Daerah protective agent bervariasi dan termasuk padatan susu tanpa lemak,
serum, trihalose, gliserol, betain, adonitol, sukrosa, glukosa, laktosa dan polimerpolimer seperti dekstran polietilen glikol. Daftar dari lyoprotectant agent dan
mekanisme perlindungannya dijelaskan secara detail pada Tabel.1.
Gambar 1. Daftar lyoprotectant agent dan mekanisme perlindungannya ( )
Penambahan zat protektif dapat dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu 1) amorphous glass forming, 2) eutectic crystallizing salts.
Glass forming termasuk karbohidrat, protein dan polimer. Amorphous
glass forming adalah suatu cairan yang tidak stabil pada kondisi termodinamika
yang super jenuh dengan viskositas yang sangat tinggi. Penambahan
amorphous glass forming dapat meningkatkan perlindungan yang tertinggi
selama freeze-drying. Pembentukan daerah yang berkaca memicu viskositas
yang cukup di dalam dan di sekitar sel untuk menahan mobilitas molekuler
menjadi minimum. Amorphous glass yang stabil juga dapat menyimpan produkproduk sisa yang dilepaskan oleh sel di dalam struktur kaca sebelum
pembekuan, oleh karena itu produk sisa tidak terkonsentrasi dan mengakibatkan
perubahan electrochemical yang irreversible di membran plasma selama
penyimpanan.
Eutectic crystallizing salts adalah suatu garam kristal yang meniggalkan
cairan dan membentuk garam kristal pada saat titik kristalisasi dicapai. Masingmasing larutan kristal terbentuk pada suhu yang berbeda. Pembentukan kristal
yang berbahaya (termasuk garam atau es lainnya) dapat berpotensi merusak
membran sel, hal ini berhubungan dengan kemampuan sel dan komponenkomponen penyusun sel yang mengakibatkan kebocoran sel setelah proses
thawing. Pada saat titik beku untuk air mencapai terbentuknya kristal es, dan
garam yang tersisa dalam larutan akan terko nsentrasi di sekeliling kristal es.
Larutan garam berkonsentrasi tinggi pada daerah interstitial bercampur dengan
beberapa substansi yang dilepaskan sebelum pendinginan, tergantung pada
pengganggu sel sehingga menyebabkan kerusakan yang irreversible pada

membran sel. Eutectic salts berperan untuk mendesak efek pengganggu


sehingga meningkatkan kualitas perlindungan.
IV. Efek Penambahan Cryoprotectant terhadap Viabiltas Sel Lactobacillus
setelah Freeze Drying
Probiotik didefinisikan sebagai kemampuan mikroorganisme yang bekerja
dalam jumlah yang sesuai untuk mendukung dan mensupport jumlah yang
seimbang dari populasi mikrobia autochthonous dalam saluran pencernaan
(Holzapfel & Schilinger, 2001: Fung et al, 2008). Banyak jenis-jenis probiotik
yang terbukti sebagai trasitoleran di saluran pencernaan, serta freeze-drying
sering digunakan untuk menstabilkan Lactobacillus pada suhu rendah, beku,
tekanan osmosis, dan proses pengeringan, dengan rata-rata kelangsungan
hidupnya 58,5% dan standar deviasi 27,2% untuk 84 jenis Lactobacillus (20
spesies) (Haiping et al, 2010). Pada saat freeze-drying Lactobacillus yang biasa
ditambahkan

cryoprotectan

adalah

Lactobacillus

reuteri,

Lactobacillus

bulgaricus, Lactobacillus rhamnosus , dan Lactobacillus helfeticus (He Chen et al


, 2014).
Viabilitas sel Lactobacillus sangat penting secara komersial. Salah satu
metode utama pelestarian bakteri yang digunakan pada skala industri adalah
liofilisasi (pengeringan beku). Namun bagaimanapun juga proses tersebut
menimbulkan efek samping yang menyebabkan hilangnya viabilitas sel (Huang
et al. 2006). Untuk menghilangkan beberapa efek-efek yang tidak diinginkan
tersebut, faktor-faktor seperti parameter pengeringan beku, jenis media
pelindung dengan penambahan krioprotektan (susu skim, poliol, karbohidrat),
keadaan fisiologis sel dan kondisi rehidrasi dapat dimodifikasi (Huang et al.
2006).
4.1.

Cryoprotectan yang umum digunakan


Jenis-jenis cryoprotectan yang umum digunakan dalam proses freeze-drying

adalah susu skim, trehalosa dan laktosa.


4.1.1

Susu skim menjadi bahan pelindung yang paling sering digunakan dalam

proses freeze-drying bakteri asam laktat (BAL). Seperti halnya sel L. lactis ssp,
lactis CAT5 180 yang di freeze-drying pada susu skim memiliki viabilitas sebesar

44,3% (Carcoba dan Rodriguez 2000).

Sedangkan berdasarkan penelitian

(Zayed dan Roos, 2004) menemukan bahwa susu bubuk skim yang digunakan
sebagai media pelindung pada proses freeze-drying Lact. salivarius jumlah
viabilitas sel mencapai 22,4%, dan apabila ditambah dengan trehalos dan
sukrosa maka viabilitasnya akan bertambah menjadi 83-85%.

Huang et al.

(2006) melaporkan berdasarkan RSM bahwa nilai optimal untuk variabel


independen diselidiki oleh mereka dimana sukrosa 66,40 g/l-1, gliserol 101,20 g/l1

, sorbitol 113,00 g/l-1 dan susu skim 130,00 g/l-1, dengan viabilitas sesuai dari

86,53%.
4.1.2.

Trehalosa. Telah dilaporkan bahwa trehalosa merupakan salah satu

pelindung yang paling terkenal untuk sel Lactobacillus paracasei, terutama


selama penyimpanan. (Panoff et al ), menunjukkan bahwa sel-sel dari L.
delbrueckii sub sp. bulgaricus dapat beradaptasi pada pembekuan dan thawing
karena adanya suatu tekanan osmotik, ketika mereka tumbuh pada gula seperti
laktosa, sukrosa dan trehalosa. Demikian pula, dalam studi Carvalho et al, L.
bulgaricus jelas bertahan lebih baik selama penyimpanan ketika sel-sel telah
tumbuh di media fruktosa, laktosa atau manosa. Penambahan trehalosa ke
media pertumbuhan dapat mengaktifkan sel untuk meningkatkan jumlah
trehalosa dalam sitoplasma, yang pada gilirannya menstabilkan membran
sitoplasma selama pengeringan.
4.1.2.

Laktosa. Laktosa adalah senyawa cryoprotectan lain yang populer dan

efektivitasnya melebihi gliserol sebagaimana ditunjukkan oleh Chavarri et al.


(1988) yaitu ketika sel-sel Lactobacillus dibekukan dan disimpan di 20-70C.
Laktosa telah ditemukan untuk menjadi krioprotektan yang efektif untuk spesies
tertentu, seperti Lactobacillus lactis, Eschericia coli, Lactobacillus delbrueckii dan
Streptococcus cerevisiae, tetapi cukup efektif untuk Streptomyces tenebrarius
(Hubalek 2003). Menurut Khoramnia et al, 2011, penambahan cryoprotectan
laktosa sebanyak 9% yang disimpan pada suhu 4 oC dan 30oC selama 6 bulan
menunjukkan daya tahan L. reuteri C10 yang berbeda jika dibandingkan dengan
sel

yang

tidak

ditambahkan

cryoprotectan.

Penambahan

cryoprotectan

meningkatkan daya tahan hidup rata-rata dari L. reuteri C10 yang disimpan pada

suhu 4oC atau 30oC. Daya tahan rata-rata dari sel yang dilindungi lebih baik pada
suhu 4oC daripada 30oC. Pada suhu 4oC daya hidup rata-rata dari sel dengan
cryoprotectan adalah 100% pada 4 minggu awal penyimpanan, dimana pada
suhu 30oC berkisar antara 90-94,8%. Setelah 6 bulan penyimpanan daya hidup
rata-rata dari sel dengan cryoprotektan masing-masing adalah 96,4% dan 73,8%
pada suhu 4oC dan 3oC. Bagaimanapun juga tidak satupun sel bertahan pada
suhu 4oC dan 30oC masing-masing setelah 12 dan 8 minggu, ketika
cryoprotectan tidak ditambahkan.
4.1.3. Modifikasi Cryoprotectan dengan penambahan spirulina
Menurut

(M.

Kordowska-Wiater

et

al,

2011)

dengan

pemberian

cryoprotectan yaitu spirulina, sukrosa, dan laktulosa ternyata dapat memberikan


efek terhadap viabiltas sel Lactobacillus rhamnosus E/V selama proses freezedrying. Efek positif tertinggi yaitu sebesar (102.025) yang diperoleh dari spirulina,
diikuti dengan sukrosa (36.885). Efek dari laktulosa juga tinggi namun negatif
yaitu (-34.42) yang berarti bahwa konsentrasi karbohidrat yang terlalu tinggi
dapat menurunkan viabilitas sel selama liofilisasi. Viabilitas tertinggi (96-99%)
diperoleh pada sampel dengan media protektan yang mengandung 1,1% (w/ v)
Spirulina, 11% (w/ v) sukrosa, dan pada laktulosa dengan konsentrasi yang
berbeda.
Viabilitas sel Lactobacillus rhamnosus E/V selama proses freeze-drying
dengan penambahan media protektan spirulina, sukrosa, dan laktulosa dicapai
rata-rata yaitu sebesar 87,5%, hasil terebut lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan media protektan standar yang sering digunakan yaitu susu skim
8% (w/v) dan sukrosa 6% (w/v) dimana viabilitas sel hanya mencapai 16,26%.
Berdasarkan model regresi yang diperoleh, komposisi media protektan
yang optimal untuk menjadi pelindung yaitu spirulina 1.304% (w/v), sukrosa
13,04% (w/v), dan laktulosa 5,48% (w/v). Pengaruh agen pelindung terhadap
viabilitas sel Lact.rhamnosus disajikan pada Gambar 1.

Penambahan susu skim untuk beberapa produk makanan dapat


menyebabkan alergi.

Namun untuk Lact. rhamnosus E/N, susu skim dapat

diganti dengan spirulina tanpa kehilangan viabilitas sel, dan bahkan dapat
meningkatkan viabilitas sel tersebut. Pengamatan ini konsisten dengan studi lain
yang melaporkan nilai gizi spirulina yang cukup tinggi (Varga et al. 1999).
Kandungan asam amino yang tinggi pada spirulina dapat menjelaskan
bagaimana spirulina tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pelindung.
Beberapa asam amino seperti methionin, prolin, asparagin dan treonin telah
dilaporkan memiliki efek cryoprotective (Rudolph dan Crowe 1985, dalam M.
Kordowska-Wiater et al, 2011).
4.1.4. Modifikasi Cryoprotectan dengan mikroenkapsulasi
Kehilangan jumlah sel selama pengeringan adalah 1.7, 0.84 dan 0.38 log
cfu/g masing-masing untuk kontrol dan sampel dengan trehalosa dan laktosa.
Selama simulasi transit dari lambung ke usus, trehalosa dan laktosa
berkontribusi meningkatkan kelangsungan hidup sel sebanyak 3.1 dan 3.0 log
cfu / g di cairan lambung serta masing-masingnya 1,3 log dan 0,9 log cfu/g
dalam 1% ekstract solution empedu. Sebuah teknik baru yaitu mikroenkapsulasi
untuk sel Lactobacillus casei 431 dapat meningkatkan kestabilannya, dimana
larutan cryoprotectant dimasukkan ke dalam campuran enkapsulasi untuk
meningkatkan ketahanan selama freeze-drying.
Untuk meningkatkan ketahanan sel probiotik terhadap lingkungan

lambung yang riskan, teknik mikroenkapsulasi telah disarankan oleh banyak


peneliti sebagai mekanisme perlindungan strain, dengan memasukkan bakteri
probiotik di kapsul ukuran kecil yang terbuat dari bahan food grade dan dalam
kondisi yang terkendali. Metode umum yang banyak digunakan dalam
menerapkan enkapsulasi terhadap bakteri probiotik adalah memerangkapnya
dalam sebuah jaringan jel lalu diekstruksi, atau dengan teknik emulsi
(menggunakan mekanisme pembuatan jel ionotropik), spray drying, spray chilling
atau choating, dan freeze-drying.
Proses mikroenkapsulasi telah diterapkan untuk menstabilkan sel,
mempertahankan keberadaan dan kestabilan selama produksi, penyimpanan
dan penanganan BAL. Komponen mikroenkapsulasi yang semipermeabel,
memungkinkan metabolit melewati membran yang kuat dan mempertahankan
sel-sel bakteri di dalamnya. Bahan inti dikemas dan dilepaskan secara terkendali
baik di dalam jaringan mekanik, terjadi difusi dinding atau mencairnya dinding,
dengan atau tanpa tekanan.
Protein Hidrogel yang sangat nyaman untuk mikroenkapsulasi bertujuan
untuk mengurangi ukuran jaringan saat bergabung dengan makrostructur
makanan, dan tekstur makanan yang stabil. Medium protein susu yang
mengelilingi sel-sel bakteri dapat menjadi penyangga yang sangat baik
dibandingkan pada bahan hidrokoloid. Protein susu juga membantu untuk
meningkatkan pH lambung secara signifikan dan dengan demikian meningkatkan
ketahanan dari bakteri. Protein susu, baik turunan protein whey atau kasein
secara bertahap menjadi populer sebagai bahan enkapsulasi untuk bakteri
probiotik. Disini digunakan bahan dari Sodium caseinate gelasi dingin dan
menggunakannya dalam konjugasi dengan gellan gum untuk tujuan enkapsulasi.

V. Kesimpulan
Freeze-drying

dapat

meningkatkan

daya

simpan

suatu

bakteri

Lactobacillus sp, namun proses tersebut dapat menurunkan viabilitas sel.


Viabilitas sel dapat dipertahankan dengan penambahan cryoprotectan seperti
susu skim, trehalosa, dan laktosa. Modifikasi cryoprotectan dengan penambahan
spirulina lebih meningkatkan viabilitas sel daripada penambahan cyoprotectan
saja, perlakuan mikroenkapsulasi akan lebih meningkatkan viabilitas sel
dibandingkan dengan penambahan spirulina.

Anda mungkin juga menyukai