Pertanyaan yang palin sering disampaikan adalah apakah pengadaan
pada BUMN/BUMD berpedoman kepada Perpres 54/2010 beserta perubahannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus merujuk Pasal 2 ayat (1) Perpres 54/2010 yang menyatakan bahwa ruang lingkup Peraturan Presiden ini meliputi: a. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD. b. Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Kita harus cermat memahami ketentuan diatas, sebab sebagian orang tidak tepat memahami maksud dari ketentuan tersebut. Pengadaan Investasi bagi BUMN/BUMD wajib berpedoman pada Perpres 54/2010 beserta perubahannya bilamana pembiayaannya bersumber dari sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Penekanannya berada pada kata investasi dan pembiayaan. Lantas bagimana kalau pengadaannya bukan untuk kepentingan investasi? Sudah barang tentu tidak berpedoman pada Perpres 54/2010 beserta perubahannya. Lalu bagaimana kalau pengadaan investasi yang anggarannya tercantum dalam APBN/APBD sebagai penyertaan modal? Kita harus kembali pada kepada kata kunci kedua yaitu pembiayaan. Dalam kontes penyertaan modal kepada BUMN/BUMD, dimana anggaran ditransfer ke kas BUMN/BUMD, maka proses pembiayaan dari pengadaan yang dilakukan bukan lagi bersumber DIPA/DPA K/L/D/I namun bersumber dari kas perusahaan. Dalam konteks seperti ini, maka pengadaannya tidak
berpedoman pada Perpres 54/2010 beserta perubahannya namun
berpedoman pada Peraturan Pengadaan BUMN/BUMD. Pengadaan investas untuk BUMN/BUMD wajib berpedoman pada Perpres 54/2010 beserta perubahannya bilamana pembiayaannya bersumber dari DIPA/DPA K/L/D/I. Misalnya pengadaan Gedung Kantor BUMN/BUMD yang dalam dokumen anggarannya dinyatakan jelas untuk pembangunan Gedung Kantor BUMN/BUMD, maka pengadaannya wajib berpedoman pada Perpres 54/2010 beserta perubahannya. Proses pengadaannya dilakukan di K/L/D/I dengan PA/KPA pemilik anggaran, PPK dan Pokja ULP juga berasal dari K/L/D/I. Berbeda bilamana dalam dokumen anggarannya dinyatakan sebagai penyertaan modal dan masuk ke kas perusahaan, maka pengadaannya berpedoman pada Peraturan Pengadaan BUMN/BUMD dengan penaggungjawab direksi dan organisasi pengadaan juga berasal dari BUMN/BUMD.
Mengapa Pengadaan BUMN/BUMD tidak berpedoman pada Perpres
54/2010 beserta perubahannya Dalam prakteknya sebagian besar BUMN/BUMD berpedoman pada Perpres 54/2010 beserta perubahannya (yang pernah konsultasi dengan penulis), selain disebabkan karena khawatir bemasalah juga disebabkan mereka sendiri tidak memiliki aturan pengadaan untuk internal BUMN/BUMD. Sebelum kita jelaskan fenomena diatas, ada baiknya kita memahami perbedaan entitas K/L/D/I dengan BUMN/BUMD. K/L/D/I didirikan dengan maksud melakukan pelayanan publik dan mensukseskan kebijakan pemerintah. Ukuran keberhasilan K/L/D/I didasarkan pada kualitas layanan publik yang diberikan dan besarnya benefit yang didapat oleh masyarakat dari implementasi kebijakan yang dilaksanakan. Dalam pengadaan barang/jasa K/L/D/I, ukuran
keberhasilannya adalah seberapa besar manfaat atau benefit yang
didapatkan masyarakat dari proses pengadaan yang dilakukan. Akuntabilitas terhadap peraturan menjadi titik berat dari proses yang dilakukan. Pengambilan keputusan yang dilakukan didasarkan pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. Untuk BUMN/BUMD, maka tujuan perusahaan adalah meningkatkan profit perusahaan. Dengan sendirinya, ukuran keberhasilan BUMN/BUMD adalah bagaimana meningkatkan profit dan mengembangkan perusahaan. Pengadaan yang dilakukan oleh BUMD/BUMD berorientasi pada kelancaran faktor-faktor produksi dan upay menekan biaya untuk meningkatkan profit perusahaan. Dengan demikian, maka pengadaan barang/jasa pada BUMN/BUMD membutuhkan fleksibilitas yang lebih dibandingkan K/L/D/I. Karena keterlambatan dalam mengambil keputusan atau penetapan prosedur yang tidak efisien akan berakibat pada kekalahan dari kompetitor, yang dampaknya akan menurunkan posisi perusahaan dan berkurangnya profit. Mengingat sifatnya yang spesifik sesuai dengan jenis usaha dan visi perusahaan yang berbeda-beda, maka akan sulit menetapkan aturan pengadaan yang sesuai untuk semua BUMN/BUMD. Karena mungkin akan cocok untuk jenis usaha tertentu tapi tidak cocok untuk jenis usaha yang lain. Dengan demikian, untuk meningkatkan peran pengadaan sebagai sumber profit pada BUMN/BUMD maka perusahaan harus menyusun aturan pengadaannya sediri yang sesuai dengan visi perusahaan dan strategi bisnis yang dimiliki. Mengingat karakteristik yang dimiliki, maka memang desain aturan untuk pengadaan BUMN/BUMD tidak berpedoman kepada Perpres 54/2010 beserta perubahannya. Karena K/L/D/I dan BUMN/BUMD memiliki tatacara bekerja yang berbeda, visi yang berbeda, bentuk organisasi yang berbeda dan tata kelola keuangan yang berbeda. Kesalahan dapat menentukan strategi pengadaan pada BUMN/BUMD akan berdampak pada kinerja perusahaan.
Aturan Pengadaan BUMN/BUMD
Peraturan pengadaan barang/jasa BUMN diatur melalui Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-05/MBU/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Barang dan Jasa MUMN. Permen tersebut tidak mengatur tatacara pengadaan secara detail sebagaimana Perpres 54/2010 beserta perubahannya. Permen hanya mengatur prinsip pengadaan, pedoman pelaksanaan pengadaan dan kebijakan umum pengadaan terkait pendayagunaan produksi dalam negeri dan sinergitas antara BUMN dan penggunaan eprocurement. Ketentuan lainnya adalah amanat untuk direksi BUMN menerbitkan aturan pengadaan yang cepat, fleksibel, efektif dan efisien agar tidak kehilangan momentum bisnis yang dapat menimbulkan kerugian. Permen tersebut jelas mengamanatan bahwa penyusunan aturan pengadaan barang/jasa di BUMN harus mencerminnkan visi bisnis yang cepat dan fleksibel. Dengan demikian, keputusan BUMN/BUMD yang berpedoman Perpres 54/2010 beserta perubahannya tidak tepat, bila dilihat karakteristik BUMN/BUMD yang jelas sebagai entitas bisnis. Dengan demikian, penyusunan aturan pengadaan sendiri pada BUMN/BUMD merupakan kebutuhan perusahaan. Dengan menetapkan aturan sendiri, maka BUMN/BUMD dapat menyesuaikan tatacara pengadaan yang sesuai dengan karakter bisnis yang dijalani yang sejalan dengan visi bisnis perusahaan. Untuk pengadaan barang/jasa pada BUMD biasanya dilakukan melalui Peraturan Kepala Daerah dan ditindaklanjut dengan keputusan direksi BUMN. Secara kaidah tidak ada perbedaan mendasar antara pengadaan pada BUMN dan BUMN, karena perbedaan kedua hanya terletak pada pemiliki modal.