Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pengertian Periodonsia
Sebelum membahas apa itu Periodonsia sebaiknya kita mengenal dahulu apa
itu Periodonsium, Periodontics dan Periodontologi.
Periodonsium adalah jaringan yang mendukung dan mengelilingi gigi geligi
yang mencakup gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum.
Periodonsium terdiri dari jaringan keras dan lunak yang berfungsi untuk
mempertahankan gigi pada tempatnya dan juga menjadi tempat tertanam gigi
tersebut.
Periodontologi didefinisikan oleh AAP (The American Academy of
Periodontology) sebagai kajian ilmiah mengenai Periodonsium dalam keadaan
sehat dan sakit. Didalam buku Periodontics Grant, Stent dan Everett
mendefinisikan Periodontologi sebagai ilmu klinis yang berkaitan dengan
Periodonsium dalam keadaan sakit dan sehat.
Periodontics berdasarkan terminology dari The American Academy of
Periodontology (AAP), didefinisikan sebagai cabang Kedokteran Gigi yang
berkaitan dengan diagnosis dan perawatan dari penyakit yang melibatkan jaringan
yang mendukung dan mengelilingi gigi. Sedangkan Grant, Stent dan
EverettPeriodontics adalah praktek atau aplikasi dari ilmu Periodontologi.
menjelaskan bahwa
Periodonsia adalah suatu istilah tunggal yang dirangkum dari istilah
Periodontologi dan Periodontics. Hal ini berdasarkan pada kesepakatan pengasuh
mata kuliah Periodonsia dari enam Fakultas Kedokteran Gigi pada Konsorsium
Ilmu Kesehatan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI di tahun 1993, yang
mana pada konsorsium tersebut Periodonsia didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari jaringan Periodonsium (gingival, tulang alveolar, ligament
periodontal dan sementum) dalam keadaan normal maupun menyimpang, dan
1 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

tindakan pencegahan, perawatan serta pemeliharaannya untuk menjaga dan


mengembalikan fungsi sistem stomatognatik yang optimal.
Gambaran dari beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa cakupan dan
mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih rendah. Kualitas
pelayanan kesehatan gigi di Indonesia yang dikatakan rendah karena hingga kini
angka pencabutan gigi masih tinggi. Tingginya angka pencabutan gigi merupakan
indikator keterbatasan teknologi kedokteran gigi, jumlah tenaga kesehatan gigi
dan alokasi dana penanganan masalah kesehatan gigi di kehidupan masyarakat.
Banyak orang menganggap bahwa penyakit periodontal sebagai sesuatu
penyakit yang tidak terhindari, tetapi studi epidemiologi menunjukkan bahwa
penyakit ini dapat dicegah dengan pembersihan plak dengan sikat gigi teratur serta
menyingkirkan karang gigi apabila ada. Periodontitis biasanya dijumpai pada usia
antara 30-40 tahun, dan perkembangan penyakit ini lambat. Pada periodontitis
proses peradangan sudah sampai ke jaringan yang lebih dalam dan apabila tidak
dirawat maka pada waktu yang lama kemudian dapat menyebabkan kehilangan
gigi.
Pada umumnya penyakit periodontal merupakan akibat dari oral hygiene yang
jelek. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keadaan periodontal di negara
berkembang sangat buruk dan terlihat keadaan tersebut berkaitan erat dengan
keadaan hygiene mulut yang jelek. Penyakit periodontal ini oleh para ahli disebut
juga penyakit sosial karena berhubungan dengan tingkat sosial dan status
pendidikan. Hal ini dapat terlihat pada beberapa survei yang menemukan status
periodontal yang lebih baik pada kelompok dengan sosial ekonomi dan
pendidikan tinggi.
Penyakit periodontal terdiri dari sekumpulan penyakit inflamasi dengan
berbagai macam penyebabnya. Penyakit ini secara epidemiologi merupakan salah
satu tertinggi dalam bidang kedokteran gigi serta diderita oleh hampir semua
populasi di dunia. Keadaan penyakit ini bervariasi dari yang sangat ringan seperti
gingivitis lokal sampai dengan periodontitis destruktif berat pada individu dewasa

2 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

muda dengan seluruh gigi goyang. Gangguan rasa yang diakibatkan oleh penyakit
ini juga sangat bervariasi. Ada penderita yang merasa tidak terganggu, tetapi juga
banyak yang merasa tersiksa seperti sakit menjalar ke belakang kepala disertai
tidur terganggu.
Periodontitis sangat umum, dan secara luas dianggap sebagai dunia penyakit
paling umum kedua, setelah karies gigi, dan di Amerika Serikat memiliki
prevalensi 30-50% dari populasi, tetapi hanya sekitar 10% memiliki bentuk yang
parah. Studi menemukan hubungan antara asal etnis dan penyakit periodontal. Di
Amerika Serikat, memiliki prevalensi tinggi penyakit periodontal dibandingkan
dengan individu Latin serta non-Hispani. Dalam populasi Israel, individu Yaman,
Afrika Utara, Asia, memiliki prevalensi tinggi penyakit periodontal daripada
individu dari keturunan Eropa. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki
urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di masyarakat. Beberapa
survei menyatakan bahwa penyakit gigi dan mulut menyerang 90% masyarakat
Indonesia dan sekitar 86%-nya menderita penyakit periodontal. Pada orang
dewasa berusia 17-22 tahun hampir 100% menderita gingivitis.
Adapun beberapa bakteri yang paling banyak pada periodontitis adalah
Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Bacteroides
Forsythus, Campylobacter Rectus, Prevotella intermedia, dan Fusobacterium
nucleatum yang menyebabkan respons inflamasi dan menyebabkan destruksi
jaringan periodontal.
Bakteri-bakteri tersebut merupakan anggota flora normal dalam rongga mulut,
yang kemudian jika ditemukan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan dalam rongga mulut sehingga bisa menyebabkan
penyakit periodontal.
B. .Macam-macam Jaringan Periodontal
Macam-macam jaringan periodontal terdiri dari :
a. Gingiva

3 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar.


Gingiva seringkali dipakai sebagai indikator bila jaringan periodontal terkena
penyakit, hal ini disebabkan karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari
gingiva, kadang-kadang gingiva juga dapat menggambarkan keadaan tulang
alveolar yang berada dibawahnya. Gingiva merupakan bagian dari membran
mukosa mulut tipe mastikasi yang melekat pada tulang alveolar serta menutupi
dan mengelilingi leher gigi, pada permukaan rongga mulut, gingiva meluas dari
puncak marginal gingiva sampai ke mukogingival junction. Mukogingival
junction ini merupakan batas antara gingiva dan mukosa mulut lainnya. Mukosa
mulut dapat dibedakan dengan mudah dari gingiva, karena warnanya merah gelap,
dan permukaannya licin atau halus mengkilat. Hal ini dijumpai pada permukaan
vestibular mandibula. Pada permukaan oral maxila,mukogingival junction tidak
dijumpai sama sekali, karena gingiva berbatasan dengan membrane mukosa mulut
yang menutupi palatum durum, yang tipenya sama dengan gingival. Gingival
mengelilingi gigi dan meluas sampai ke ruang interdental. Antara permukaan oral
dan vestibular, gingiva akan berhubungan satu sama lainnya melalui gingiva yang
berada di ruang interdental ini .
b. Tulang Alveolar
Tulang alveolar merupakan bagian maksila dan mandibula yang
membentuk dan mendukung soket gigi. Secara anatomis tidak ada batas yang jelas
antara tulang alveolar dengan maksila maupun mandibula. Bagian tulang alveolar
yang membentuk dinding soket gigi disebut alveolar bone proper. Alveolar bone
proper ini akan didukung oleh bagian tulang alveolar lainnya yang dikenal dengan
nama supporting alveolar bone.
Anatomis tulang alveolar dibagi menjadi dua bagian, yaitu alveolar bone
proper dan supporting alveolar bone. Supporting alveolar bone ini terdiri dari dua
bagian yaitu yang kompak, yang membentuk keeping oral dan vestibular dan
tulang spongi, yang terletak diantara lempeng cortical dan alveolar bone proper.
Periousteum adalah lapisan yang menghubungkan jaringan lunak yang menutupi

4 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

permukaan luar tulang yang terdiri dari lapisan luar yang terdiri dari jaringan
kolagen dan bagian terdiri dari serabut elastik lempeng cortical oral maupun
vestibular langsung bersatu dengan maksila maupun mandibula.
c. Ligamentum Periodontal
Ligamentum periodontal merupakan jaringan pengikat yang mengisi
ruangan antara permukaan gigi dengan dinding soket, mengelilingi akar gigi
bagian koronal dan turut serta mendukung gingival. Ligamentum periodontal
merupakan struktur jaringan penyangga gigi yang mengelilingi akar gigi dan
melekatnya ke tulang alveolar. Ligamentum ini melanjutkan diri dengan jaringan
ikat gingiva dan berhubungan dengan sumsum melalui kanalis vaskuler yang ada
pada bone proper .
d. Sementum
Sementum merupakan suatu lapisan jaringan kalsifikasi yang tipis dan
menutupi permukaan akar gigi. Sementum ini akan berbatasan dengan dentin dan
email, maupun ligament periodontal, strukturnya mempunyai banyak persamaan
dengan struktur tulang. Sementum merupakan jaringan mesenchymal yang tidak
mengandung pembuluh darah/saraf dan mengalami kalsifikasi serta menutupi
permukaan akar gigi anatomis. Selain melapisi akar gigi, sementum juga
berperanan didalam mengikatkan gigi ke tulang alveolar, yaitu dengan adanya
serat utama ligementum periodontal yang tertanam didalam sementum (serat
sharpey). Sementum ini tipis pada daerah dekat perbatasannya dengan enamel dan
makin

menebal

kearah

apex

gigi.

Berdasarkan

morphologinya

sementum dibagi menjadi dua tipe yaitu sementum. Asesuler (sementum primer)
dan sementum seluler (sementum sekunder).
Sementum aseluler adalah sementum yang pertama kali terbentuk,
menutup kurang lebih sepertiga servikal atau hingga setengah panjang akar, dan
tidak mengandung sel-sel. Sementum ini dibentuk sebelum gigi mencapai bidang
oklusal, ketebalannya berkisar antara 30 230 m. Disini serat Shrapey
merupakan struktur utamanya, yang peran utamanya mendukung gigi. Sementum
5 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

seluler terbentuk setelah gigi mencapai bidang oklusal, bentuknya kurang teratur
(ireguler) dan mengandung sel-sel (sementosit) pada rongga-rongga yang
terpisah-pisah (lakuna-lakuna) yang berhubungan satu sama lain melalui
anastomosis kanalikuli. Dibanding dengan sementum aseluler, sementum seluler
kurang terkalsifikasi dan hanya sedikit mengandung serat Sharpey .
3. Proses Terjadinya Radang Jaringan Penyangga Gigi (Periodontal)
Ternyata bahwa radang jaringan penyangga gigi hanya terjadi apabila plak
dibiarkan menumpuk pada permukaan gigi, terutama pada permukaan yang
berbatasan dengan gusi. Bakteri pada plak akan mengeluarkan racun yang
merangsang gusi sehingga timbul radang gusi. Makin lama, proses radang akan
menjalar sepanjang akar gigi dan merusak jaringan pengikat akar gigi dan tulang
alveoli. Tidak ada rasa sakit sebagai pertanda adanya radang, akibatnya proses
penyakit dapat berjalan bertahun-tahun lamanya tanpa disadari oleh penderita.
Akhirnya gigi menjadi goyah dan mengganggu di waktu mengunyah sehingga
perlu dicabut. Gigi yang utuh dan goyah sering terjadi pada orang yang berusia
diatas 40 tahun, dianggap sebagai hal yang wajar. Sebenarnya ini bukan hal yang
wajar, tetapi akibat dari proses pembusukan jaringan penyangga gigi akibat plak
yang dibiarkan menumpuk bertahun-tahun.

6 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

C. Prognosis di bidang Periodonsia


Prognosis merupakan prediksi dari kemungkinan perjalanan penyakit, lama
(durasi), dan hasil akhir dari penyakit berdasarkan pengetahuan tentang
patogenesis dan keberadaan faktor risiko dari suatu penyakit. Prognosis diegakkan
setelah dianosis dibuat dan sebelum rencana perawatan ditegakkan. Prognosis
berdasarkan pada informasi yang spesifik tentang penyakit dan cara penyakit
tersebut dapat dilakukan perawatan, tetapi hal ini dapat dipengaruhi oleh
pengalaman dokter sebelumnya terhadap hasil perawatan (sukses atau gagal) yang
berhubungan dengan kasus tersebut.
Prognosis seringkali dibingungkan dengan istilah risiko. Risiko secara umum
merupakan kemungkinan individu yang akan memeproleh suatu penyakit dalam
periode yang spesifik. Faktor risiko merupakan karakteristik individu yang
meningkatkan risiko untuk memperoleh suatu penyakit. Sebaliknya, prognosis
merupakan prediksi perjalanan atau hasil akhir dari penakit. Faktor-faktor
prognosis merupakan karakteristik yang memprediksikan hasil akhir suatu
penyakit pada saat terdapat penyakit. Dalam beberapa kasus, faktor risiko dan
faktor prognosis adalah sama. Misalnya, pasien dengan penyakit diabetes atau
pasien perokok merupakan pasien yang berisiko terjadi penyakit periodontal, dan
di saat mereka memiliki kondisi tersebut, maka secara umum pasien ini memiliki
prognosis yang jelek.
Prognosis dapat ditetapkan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
-

Apakah perawatan harus dilakukan ?


Apakah mungkin akan berhasil ?
Apakah gigi-gigi yang masih ada dapat mendukung beban tambahan dari

gigi tiruan ?
Apakah pasien menderita penyakit sistemik?
Bagaimana kekooperatifan pasien?

Untuk penentuan prognosis secara keseluruhan, faktor-faktor berikut perlu


dipakai sebagai bahan pertimbangan. Tipe dari periodontitis, misalnya padaslowly
progressive periodontitisatau adult periodontitis, prognosisnya masih menjanjikan
7 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

dibandingkan dengan juvenile priodontitis. Pada prepubertal periodontitis


umumnya prognosis sangat jelek. Usia serta latar belakang penyakit sistemik yang
diderita, adanya maloklusi, status periodontal yang dihubungkan dengan
pembuatan protesa, merokok, dan kooperasi dari pasien, juga merupakan faktor
penting untuk dipertimbangkan dalam penentuan prognosis.
Prognosis untuk gigi per gigi secara individual ditentukan setelah prognosis
secara menyeluruh. Misalnya pada pasien dengan prognosis secara menyeluruh
jelek, praktisi mungkin tidak perlu mempertahankan gigi yang prognosisnya
meragukan karena kondisi lokal. Apabila akan menentukan prognosis pada suatu
gigi, praktisi harus mempertimbangkan mengenai kegoyangan gigi, poket
periodontal, masalah muko gingival dan furkasi, morfologi gigi, gigi-gigi tetangga
dan regio yang tidak bergigi, lokasi dari tulang yang masih tertinggal pada
permukaan akar, hubungan antar gigi, adanya gigi karies, gigi non vital, dan
resorpsi gigi.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan prognosis dari gigi
geligi secara keseluruhan dan individual telah dijelaskan di atas. Dari hasil
analisis mengenai faktor-faktor tersebut diatas, praktisi dapat menentukan kategori
prognosis secara klinis sebagai berikut :
a. Excellent prognosis ( prognosis sempurna )
Tidak ada kehilangan tulang (bone loss), kondisi gingival yang sangat baik, pasien
sangat kooperatif, tidak ada faktor sistemik/ lingkungan.
b. Good prognosis ( prognosis bagus )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: dukungan tulang yang
adequat, kemungkinan kontrol faktor etiologi dan pemeliharaan gigi yang
adequat, pasien kooperatif, tidak ada faktor sistemik/ lingkungan, (jika ada) faktor
sistemik tersebut terkontrol.
c. Fair prognosis ( prognosis sedang )

8 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: dukungan tulang yang
sedikit adequat, beberapa gigi goyang, furcation involvolment grade I,
kemungkinan pemeliharaan yang adequat, kerja sama pasien diterima, terdapat
faktor sistemik/ lingkungan yang terbatas.
d. Poor prognosis ( prognosis jelek )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: kehilangan tulang yang
moderat-cepat,

terdapat

kegoyangan

gigi, furcation

involvolment

grade

I dan II,kesulitan dalam pemeliharaan dan atau kerja sama pasien yang ragu-ragu,
terdapat faktor sistemik/ lingkungan.
e. Questionable prognosis ( prognosis yang dipertanyakan )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: Kehilangan tulang yang
cepat,furcation involvolment grade II dan III, kegoyangan gigi, daerahnya sulit
dijangkau, terdapat faktor sistemik/ lingkungan.
f. Hopeless prognosis ( prognosis tanpa harapan )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: kehilangan tulang yang
cepat, daerahnya tidak dapat dilaukan pemeliharaan, indikai pencabutan, terdapat
faktor sistemik/ lingkungan yang tidak terkontrol.
Berkaitan dengan penentuan prognosis, dalam beberapa kasus disarankan
untuk menentukan prognosis sementara sambil menunggu terapi fase I selesai dan
dievaluasi. Terapi fase I dimaksud adalah kontrol plak, kontrol diet, skeling dan
penghalusan akar, koreksi restorasi, perawatan karies, perawatan antimikroba,
terapi oklusal, gerakan ortodonti ringan dan splinting sementara.
Lesi yang lanjut, apabila aktif dapat cepat berkembang menjadi kelompok
prognosis yang tidak ada harapan, sedang pada lesi yang sama yang dalam
keadaan tenang sering masih dapat bertahan untuk waktu yang lebih lama
sehingga diperlukan terapi fase I lebih dahulu. Terapi fase I paling tidak,

9 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

sementara dapat mengubah lesi aktif menjadi pasif, dan ini merupakan alasan
mengapa disarankan untuk menentukan prognosis sementara terlebih dahulu.
D. Rencana Perawatan di bidang Periodonsia
Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah
ditegakkan dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah
merencanakan

perawatan

yang

akan

dilakukan

terhadap

kasus

tersebut. Rencana perawatan suatu kasus adalah merupakan cetak biru (blue print)
bagi penanganan kasusnya. Dalam rencana perawatan tersebut tercakuplah semua
prosedur yang diperlukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan
periodonsium, antara lain: keputusan mengenai gigi mana yang dipertahankan dan
gigi mana yang harus dicabut, tehnik yang dipilih untuk terapi periodontal, perlu
atau tidaknya prosedur bedah mukogingival atau rekonstruktif dan koreksi
oklusal, tipe retorasi yang akan dibuatkan, dan gigi yang akan digunakan sebagai
gigi sandaran (abutment).
Rencana perawatan yang disusun bukanlah suatu rencana yang bersifat
final. Perkembangan yang terjadi selama perawatan berjalan yang belum
terdeteksi sebelumnya, bisa menyebabkan harus dimodifikasinya rencana
perawatan yang telah disusun. Namun demikian, sudah menjadi ketentuan
bahwa perawatan
disusunnya rencana

periodontal
perawatan,

tidak

dibenarkan

kecuali

untuk

perawatan

dimulai

emergensi.

sebelum
Perawatan

periodontal membutuhkan suatu perencanaan jangka panjang. Manfaat perawatan


periodontal bagi pasien adalah diukur dari seberapa lama gigi geliginya masih
dapat berfungsi optimal, dan bukan dari seberapa banyak gigi yang diputuskan
untuk dipertahankan. Perawatan periodontal adalah lebih diarahkan untuk
menciptakan dan memelihara kesehatan periodonsium di rongga mulut pasien,
dan bukan untuk secara khusus mengketatkan kembali gigi yang telah mobiliti.
Sehubungan dengan prinsip tersebut diatas, keselamatan gigi geligi tidak boleh
terancam hanya karena keinginan untuk mempertahankan gigi yang prognosisnya
adalah tanda tanya (questionable). Kondisi periodontal dari gigi yang dapat

10 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

dipertahankan adalah lebih penting artinya dari jumlah gigi yang dipertahankan
tersebut. Dalam merencanakan perawatan periodontal, titik tolaknya adalah gigi
mana yang dapat dipertahankan dengan tingkat keraguan yang minimal dan
rentang keamanan yang maksimal. Gigi yang berdasarkan penilaian prognosisnya
lebih menjurus ke prognosis tidak ada harapan sebenarnya tidak bermanfaat untuk
dipertahankan, meskipun gigi tersebut bebas dari karies. Gigi dengan kondisi yang
demikian akan menjadi sumber gangguan bagi pasien dan mengancam kesehatan
periodonsium.
Rencana Induk Untuk Perawatan Yang Komprehensif
Rencana perawatan periodontal diarahkan untuk suatu perawatan yang
komprehensif, yang mengkoordinasikan semua prosedur perawatan guna
menciptakan gigi geligi yang berfungsi baik dalam lingkungan periodonsium yang
sehat. Rencana induk bagi perawatan periodontal terdiri dari perawatan dengan
tujuan yang berbeda bagi setiap pasien sesuai dengan kebutuhannya masingmasing. Penyusunan rencana induk tersebut adalah didasarkan antara lain pada
diagnosis kasusnya, aktivitas penyakit, serta indikasi tehnik perawatan yang
dipilih.
Tujuan utama dari perawatan yang komprehensif adalah penyingkiran inflamasi
gingiva dan koreksi kondisi yang menyebabkan atau memperparah inflamasi
tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, tergantung pada kasusnya, prosedur yang
dilakukan adalah:
-

Penyingkiran iritan pada permukaan akar gigi (ini mutlak harus

dilakukan),
Penyingkiran saku periodontal
Penciptaan kontur gingiva dan hubungan mukogingival yang kondusif

(menguntungkan) dalam mempertahankan kesehatan periodonsium,


Restorasi karies,
Koreksi restorasi yang cacat.

Apabila ada masalah hubungan oklusal, mungkin pula perlu dilakukan:

11 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Penyelarasan oklusal (occlusal adjustment)


Prosedur restoratif, prostetik dan ortodonti
Pensplinan (splinting)
Koreksi kebiasaan bruksim (bruxism), klemping (clamping) dan klensing
(clenching).

Kondisi sistemik pasien pun perlu dievaluasi, karena kondisi tersebut dapat:
-

Menyebabkan perlunya perhatian khusus pada waktu melakukan prosedur

perawatan
- Mempengaruhi respon periodonsium terhadap perawatan,
Menyulitkan bagi usaha mempertahankan hasil perawatan.
Bagi pasien yang demikian perlu dilakukan konsultasi dengan dokter

umum atau dokter spesialis yang terkait. Setelah selesainya terapi periodontal
aktif perlu pula dilakukan terapi periodontal suportif (supportive periodontal
therapy) agar hasil perawatan dapat terpertahankan. Prosedur yang tercakup
kedalamnya adalah instruksi control plak, kunjungan berkala secara teratur
dengan interval kunjungan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien, dan
kondisi restorasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi periodonsium.
Sekuens Prosedur Perawatan
Perawatan periodontal bukanlah suatu perawatan dental yang berdiri sendiri. Agar
perawatan periodontal berhasil baik, terapi periodontal haruslah mencakup
prosedur-prosedur kedokteran gigi lainnya sesiuai dengan kebutuhan pasien.
Semua prosedur perawatan, baik prosedur yang termasuk bidang Periodonsia
maupun prosedur yang bukan bidang Periodonsia disusun dalam sekuens (urutan)
sebagai mana yang dikemukakan di bawah ini (yang dicetak miring adalah
prosedur yang bukan bidang Periodonsia).
-

Fase preliminari/pendahuluan
Perawatan kasus darurat (emerjensi)
Dental atau periapikal
Periodontal
Lain-lain

12 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Pencabutan gigi dengan prognosis tidak ada harapan, dan pemasangan gigi tiruan
sementara (bila diperlukan karena alasan tertentu)
Terapi fase I (fase etiotropik)
-

Kontrol plak
Kontrol diet (bagi pasien dengan karies rampan)
Penskeleran dan penyerutan akar
Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi
Ekskavasi karies dan restorasi (sementara atau permanen, tergantung

apakah prognosis ginginya sudah final, dan lokasi karies)


Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)
Terapi oklusal (penyelarasan oklusal)
Penggerakan gigi secara ortodontik
Pensplinan provisional

Evaluasi respons terhadap fase I


-

Pengecekan kembali
Kedalaman saku dan inflamasi gingiva
Plak, kalkulus dan karies

Terapi fase II (fase bedah)


-

Bedah periodontal
Perawatan saluran akar

Terapi fase III (fase restoratif)


-

Restorasi final
Gigi tiruan cekat dan lepasan

Evalusi respons terhadap prosedur retoratif


-

Pemeriksaan peridontal

Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi periodontal suportif)


-

Kunjungan berkala
Plak dan kalkulus

13 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Kondisi gingiva (saku, inflamasi)


Oklusi, mobiliti gigi
Perubahan patologis lainnya

Menjelaskan Rencana Perawatan Pada Pasien


Rencana perawatan yang disusun haruslah dijelaskan pada pasien. Dalam
memberikan penjelasan mengenai rencana perawatan ini, disarankan untuk
memperhatikan hal-hal sebagai berikut ini.
1.

Utarakan penjelasan secara spesifik.


Dalam memberikan penjelasan kepada pasien harus secara gamblang

dikatakanAnda menderita gingivitis atau Anda menderita periodontitis, sesuai


dengan diagnosis kasusnya. Kemudian pada pasien dijelaskan mengenai kondisi
penyakitnya yang sebenarnya, bagaimana cara perawatannya, dan bagaimana
perkiraan hasil perawatan yang akan dicapai. Harus dihindari penjelasan yang
mengambang seperti: Ada masalah pada gusi anda, atau Ada sesuatu yang
harus dilakukan terhadap gusi anda. Pasien tidak akan mengerti penjelasan yang
demikian, sehingga pasien akan mengabaikannya.
2.

Mulailah penjelasan dengan hal-hal yang positif.


Penjelasan hendaknya dimulai dengan hal-hal yang positif, misalnya

mengenai gigi yang masih mungkin untuk dipertahankan dan dapat dipergunakan
semaksimal mungkin. Jangan memulai penjelasan dengan hal-hal yang kurang
menguntungkan seperti: Gigi yang ini harus dicabut. Hal yang demikian akan
menimbulkan kesan negatif pada pasien yang akan mengurangi motivasinya untuk
menjalani perawatan. Kepada pasien dijelaskan bahwa pada prinsipnya akan
diusahakan untuk mempertahankan sebanyak mungkin gigi. Dalam memberikan
penjelasan, pembicaraan jangan terlalu dititikberatkan kepada masalah giginya
yang goyang. Pada pasien perlu ditekankan bahwa tujuan perawatan adalah untuk
mencegah agar gigi geliginya tidak mengalami kerusakan periodonsium yang
parah seperti halnya gigi yang telah goyang.

14 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

3.

Kemukakan keseluruhan perawatan yang direncanakan sebagai satu paket.


Dalam memberikan penjelasan harus dihindari timbulnya kesan pada

pasien bahwa perawatan terdiri dari prosedur-prosedur yang terpisah, yang dapat
dipilih-pilih oleh pasien. Apabila diindikasikan restorasi dan pembuatan gigi
tiruan, harus dijelaskan bahwa prosedur tersebut adalah sama pentingnya dengan
penyingkiran inflamasi dan saku periodontal bagi kesehatan gusinya. Dalam
menjelaskan rencana perawatan harus dihindari penjelasan seperti: Setelah
perawatan gusi saudara selesai, nanti akan dibuatkan restorasi dan/atau gigi
tiruan, karena hal tersebut memberikan kesan seolah-olah prosedur-prosedur
tersebut tidak saling berkaitan. Sejak awal pasien harus memahami paket
perawatan yang harus dijalaninya agar perawatan kasusnya tuntas.
Adalah menjadi tanggungjawab dokter gigi untuk menasehati pasien mengenai
pentingnya perawatan periodontal. Namun demikian, perawatan baru bisa berhasil
apabila pasien cukup berminat untuk mempertahankan gigi aslinya. Pasien yang
tidak punya keinginan mempertahankan gigi aslinya dan tidak merasa sayang
apabila gigi aslinya dicabut, bukanlah kandidat pasien periodontal yang baik.

BAB II
PEMBAHASAN
I.

IDENTITAS

Nama penderita

: Tn. Syamsul Bahri (Bari)

Pekerjaan/ Telp

: Mahasiswa FKG Unej / 083847422339

Alamat

: Perum PBN blok Kelapa Gading AA 44 Jember

Umur

: 19 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

15 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Seorang pasien laki-laki bernama Syamsul Bahri, berusia 19 tahun datang ke


klinik periodontia RSGM Universitas Jember. Pasien mahasiswa FKG Unej ini
bertempat tinggal di Perum PBN blok Kelapa Gading AA 44 Jember. Berbagai
macam pemeriksaan akan dilakukan oleh mahasiswa FKG Unej yang sedang
menempuh skill lab periodontia seperti pemeriksaan catatan medis, rongga mulut
beserta keadaan gigi pasien.
Identitas pasien harus ditanyakan dengan sejelas dan selengkap mungkin, hal ini
beryujuan untuk membedakan antara pasien yang satu dengan yang lain. Alamat
dan nomer telpon yang ditanyakan juga harus sedetail mungkin, hal ini digunakan
untuk mempermudah operator dalam menghubungi pasien, baik itu sebelum atau
setelah perawatan. Selain itu, identitas ini juga digunakan untuk mengetahui
keadaan sosial pasien. Seperti pada pasien yang kami periksa, dia seorang
mahasiswa kedokteran gigi, maka akan berbeda dengan pasien yang lain. Pasien
tersebut akan lebih mudah menangkap apa yang kami jelaskan dibandingkan
dengan pasien awam lainnya. Selain itu, dilihat dari umur pasien yang masih
muda, kemungkinan besar keberhasilan perawatannya bagus karena proses
regenerasinya lebih baik.
II. ANAMNESA
Merupakan riwayat yang lalu dari sautu penyakit atau kelainan berdasrkan
ingatan pasien pada waktu dilakukan wawancara dan pemeriksaan dental. Ditinjau
dari penyampaian cerita dikenal dua macam anmnesa yaitu auto anamnesa
merupakan cerita mengenai keadaan penyakit yang disampaikan sendiri oleh
pasien, sedangkan allo anamnesa keluhan disampaikan orang lain.
Hal-hal yang perlu ditanyakan saat anmnesa adalah :
1) Tujuan atau Keluhan utama,
Keluhan utama merupakan informasi pertama yang dapat
diperoleh. Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang diutarakan pasien
dengan bahasanya sendiri yang berkaitan dengan kondisi yang

16 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

membuatnya datang ke dokter gigi. Keluhan utama dicatat dengan bahasa


apa adanya menurut pasien atau bersifat subjektif.
Pasien yang berkunjung ke klinik periodonsia bisa memiliki
keluhan-keluhan seperti rasa sakit, adanya pendarahan, nafas yang bau,
gigi sensitif, gigi goyang. Terkadang pasien datang hanya untuk
melakukan pemeriksaan rutin.
Pada pemeriksaan pasien skill lab periodonsia ini didapatkan
bahwa keluhan utama yang dirasakan oleh pasien adalah pasien tersebut
merasakan giginya kasar dan terasa tidak nyaman, yang kemungkinan
adanya kalkulus atau karang gigi
2) Regio / sekstan, yaitu daerah atau posisi dimana pasien merasakan keluhan
utamanya tersebut. Pada pasein merasakan keluhan utama yaitu gigi yang
terasa kasar terdapat pada regio rahang bawah kanan belakang
3) Riwayat kasus, merupakan riwayat kronologis perkembangan keluhan
pasien. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seperti keluhan terjadi di
daerah mana, kapan pertama kali keluhan tersebut dirasakan, apakah ada
perubahan keluhan sejak saat itu, apakah makin parah, lebih baik, atau
sama saja. Apakah ada sesuatu yang menyebabkan keluhan tersebut timbul
atau membuatnya makin parah, dan berapa lama keluhan tersebut
berlangsung.
Pasien merasakan adanya keluhan yaitu sejak sebulan yang lalu.
4) Keadaan sekarang, Perlu diketahui oleh dokter gigi keadaan pasien saat
datang melakukan pemeriksaan. Apakah pasien datamg dalam keadaan
sakit, atau tidak sakit, apakah gejala yang dikeluhkannya sedang terjadi,
atau tidak. Hal ini penting untuk mendapatkan informasi apakah kasus
yang diderita pasien dalam keadaan akut atau kronis.
Pada pasien skill lab kami ia merasakan sakit ia hanya merasakan tidak
nyaman pada giginya.
5) Riwayat kesehatan gigi & mulut
Riwayat kesehatan gigi dan mulut digunakan untuk menulusuri
kesehatan gigi dan mulut mengenai, apakah pernah control ke dokter gigi
17 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

sebelumnya, bila pernah, kapan dan berapa kali frekuensinya, dan


perawatan apa yang dipakai. Selain itu ditanyakan pula pengalaman karies
serta pengalaman periodontal(penyakit dan perawatan). Ditanyakan juga
pengalaman mencabut gigi, setelah di anastesi apah terjadi komplikasi atau
tidak, apakah pernah mendapat perawatan endodonsi atau ortodonsi,
apakah ada gigi yang direstorasi, bila iya ditanyakan kapan dan dilihat
apakah masih bagus, dan ditanyakan operatornya dikerjakan oleh dokter
gigi atau tukang gigi, serta oral habit penderita. Frekuensi dan cara,
menyikat gigi serta jenis dari sikat gigi juga perlu untuk ditanyakan.
Tn. Bari menyatakan bahwa dia pernah ke dokter gigi sebelumnya
untuk mencabutkan giginya (46) yang disebabkan oleh adanya karies yang
sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga membutuhkan ekstraksi
pada gigi tersebut kira-kira 6 bulan yang lalu dan frekuensi menyikat
giginya yaitu 2 hari sekali yaitu setiap pagi dan sore hari. Namun
terkadang pada malam hari dia juga menyikat giginya namun jarang.
Selain itu menyikat giginya saat pagi hari tersebut terkadang dilakukan
setelah sarapan pagi.
6) Riwayat kesehatan umum
Data data dari riwayat kesehatan umum dapat berupa nama, alamat,
nomor telepon dokter yang pernah merawat, serta pengalaman operasi
pasien. Penggunaan obat-obatan termasuk obat apa, kapan, frekuensi,
mengapa, serta reaksinya bagaimana juga perlu untuk diketahui.
Ditanyakan juga apakah pernah menjalankan terapi serta pengalaman
opname di rumah sakit. Riwayat-riwayat penyakit sistemik yang pernah
dialami seperti respirasi, gastrointestinal, kardiovaskuler, endokrin, dll.
Tn.Bari menyatakan bahwa dia tidak mempunyai riwayat penyakit
sistemik dan tidak pernah menjalankan operasi apaun serta opname di
rumah sakit tidak pernah dia alami.
II.
PEMERIKSAAN
1. Keadaan Umum
Pemeriksaan keadaan umum merupakan pemeriksaan tubuh untuk menetukan
adanya kelainan dari suatu system atau suatu organ bagian tubuh dengan cara
18 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

melihat (inspeksi ),

meraba ( palpasi ), mengetuk ( perkusi ) , mendengar

( auskultasi ). Pemeriksaan umum ini bertujuan untuk

Memperoleh data yang berhubungan dengan keadaan dalam rangka

menegakkan diagnosa, tindakan pengobatan serta rencana perawatan.


Menentukan kelainan fisik yang berhubungan dengan penyakit pasien
Mengklarifikasi dan memastikan kelainan sesuai dengan keluhan dan
riwayat kesehatan pasien.

Dalam pemeriksaan umum ini kita harus menilai keadaan pasien secara umum
dan mengukur tanda-tanda vital pasien. Keadaan pasien secara umum yaitu
menilai keadaan pasien seperti sakit tampak ringan/sedang/berat/normal, yaitu
dilihat dari cara berjalannya, keadaan rambut, dan keadaan kulit. Sedangkan
pada pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi :
a. Mengukur tekanan darah
Mengukur tekanan darah dengan cara lebar manset 2/3 lebar lengan, posisi
pasien duduk/berbaring kemudian pada lengan kanan atau kedua lengan,
dipompa secepat mungkin sampai 20-30 mm di atas hilangnya nadi A.
Radialis. Menempatkan stetoskop dengan benar dan menurunkan
permukaan air raksa dengan kecepatan 3 mm/detik serta mendengarkan
bunyi dengan seksama. Tekanan darah normal, diambil ketika istirahat
sebesar 120/ 80 mm Hg atau lebih rendah. Pada pasien kemarin tekanan
darahnya 120/85 mmHg, pasien tersebut dikatakan normal.
b. Mengukur Respirasi
Mengukur respirasi dengan cara

mengukur frekuensi napas dihitung

selama 1 menit penuh dan diamati jenisnya. Pengukuran nafas ini


dilakukan tanpa diketahui oleh pasien sebab pernafasan dapat diatur oleh
pasien. Setelah diamati frekuensi nafas pasien selama 1 menit adalah 21
(normal) . Nilai normal respirasi pada orang dewasa adalah 16-20 x/menit.
Peningkatan respirasi itu bisa disebabkan karena pasien gugup dan lain
sebagainya. Sedangkan pada pasien tersebut tidak merasakan gugup
maupun cemas dan takut.

19 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

c. Mengukur Denyut Nadi


Nadi dihitung selama satu menit penuh. Biasanya, jumlah denyut nadi
akan berbeda sesuai dengan aktivitas dan kondisi kesehatan. Pemeriksaan
denyut nadi dilakukan dengan cara palpasi. Nilai normal nadi seseorang
permenit adalah 70-80x/menit. Dan frekuensi denyut nadi pada pasien
tersebut adalah 75x/menit.
d. Mengukur Suhu Badan
Mengukur suhu badan pasien menggunakan termometer , setelah diukur
dengan termometer suhu tubuh pasien adalah 37 0C, pasien dalam keadaan
normal dimana suhu tubuh normal adalah 360C 370C.
e. Mengukur Berat Badan
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan berat badan hal
ini bertujuan untuk mengetahui apakah perkembangan pada pasien
tersebut normal atau tidak sesuai dengan usianya. Berat badan pasien
adalah 65 kg. Dimana berat pasien masih dalam batasan normal sesuai
dengan umurnya.
f. Mengukur Tingi Badan
Pengukuran dengan alat tinggi badan. Pengukuran berat badan dan tinggi
badan ini mampu untuk perkembangan pada pasien tersebut normal atau
tidak sesuai dengan usianya. Tinggi badan pasien adalah 172 cm. Dimana
tinggi pasien ini masih dalam batasan normal sesuai dengan umurnya.
2. Ekstra Oral
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemerisaan kelenjar yaitu pada kelenjar
submandibularis dan submentalis. Kami melihat apakah ada pembesaran
(perubahan ukuran), nyeri tekan, perubahan konsistensi,maupun penempelan atau
penggerombolan dari kelenjar tesebut. Jika ada pembesaran dan konsistensinya
lunak kemungkinan besar pasien mengalami infeksi, jika konsistensinya keras
bahkan bisa seperti batu maka kemungkinan besar ada penyebaran dari tumor
ganas di kelenjar limfe tersebut, atau jika konsistensinya seperti karet berarti
memang ada kelainan pada kelenjar limfe itu sendiri seperti limfoma, limfadenitis

20 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

tuberkulosa dan lain sebagainya. Jika terdapat nyeri tekan pada pasien, umumnya
disebabkan karena adanya peradangan atau proses pendarahan.
Cara memeriksa kelenjar ini adalah operator berada di sebelah kanan belakang
pasien, pasien menoleh ke kiri untuk memeriksa limfonodi kanan dan menoleh ke
kanan untuk memeriksa linfonodi kiri. Operator menggunakan dua jari bagian
dalam yaitu tengah dan telunjuk. Operator harus merasakan apakah kelenjar
tersebut teraba atau tidak. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata pasien kami
tidak menimbulkan gejala-gejala abnormal, artinya kelenjar submandibularis dan
submentalis pada pasien adalah normal baik itu yang sinister maupun dekster.
Intra Oral
CPITN (Community Periodontal Index for Treatment Needs)
Pengertian CPITN atau Community Periodontal Index for Treatment
Needs adalah indeks resmi yang digunakan oleh WHO untuk mengukur kondisi
jaringan periodontal serta perkiraan akan kebutuhan perawatannya dengan
menggunakan WHO Periodontal Examining Probe (Probe WHO).
1. Sistem pemberian skore adalah:
kode 0 tidak ada poket atau perdarahan pada gingiva saat penyondean
kode 1 perdarahan gingiva pada saat penyondean
kode 2 kalkulus supra plus minus subgingiva
kode 3 poket sedalam 4- 5 mm
kode 4 poket lebih dari sama dengan 6 mm
2. Gigi geligi dibagi menjadi enam segmen atau sekstan ( empat gigi
posterior dan dua gigi anterior) di mana pada setiap segmen terdapat
satu atau bebrapagigi yang tidak perlu dicabut.
3. Bila digunakan untuk tujuan epidemiologi, biasanya dilakukan
pemeriksaanterhadap 10 gigi tertentu. Bila digunakan untuk tujuan
perawatan enam gigiindeks diperiksa pada anak-anak dan remaja
sedangkan untuk individu dewasasemua gigi diperiksa.
4. Rencana perawatan ditentukan dengan berlandaskan pada:kode 0 tidak
memerlukan perawatankode 1 memerlukan perbaikan perawatan gigi
di rumahkode 2 dan 3 memerlukan perawatan skalling dan perbaikan

21 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

perawatan gigi dirumahkode 4 memerlukan perawatan yang lebih


rumit misalnya skalling, perbaikan perawatan gigi di rumah dan
operasi.

Kelompok dua pada pemeriksaan CPITN terhadap pasien Samsul Bahri


berumur 19 tahun didapatkan hasil sebagai berikut :
Gigi 16
2
Gigi 47
2

Gigi 11
0
Gigi 31
1

Gigi 26
2
Gigi 36
2

Tabel. Hasil ideks CPITN


Berdasarkan tabel hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kerusakan
jaringan periodontal masih belum parah. Hal ini dibuktikan tidak adanya
penambahan kedalaman PD pada sulkus gingiva pasien. Hasil CPITN
menunjukkan adanya skor 2 yang lebih mendominasi. Skor 2 merupakan
keadaan dimana terdapat kalkulus supra atau subgingiva atau timbunan

plak di sekeliling margin gingiva, tidak terdapat poket dengan


kedalaman lebih dari 3 mm ( masih belum mencapai daerah kode
warna hitam ). Dapat disimpulkan bahwa oral hygien pasien kurang
begitu baik dengan ditandai adanya kalkulus serta plak pada gigi
pasien.
Indeks KALKULUS dan STAIN
CSI merupakan pemeriksaan indeks yang dilakukan pada semua gigi baik
pada daerah fasial ataupun lingual. Calculus stain index digunakan untuk menilai
status kalkulus dan stain untuk keperluan tindakan skeling. CSI ditunjukkan
berupa skor, dari skor nol sampai dengan skor tiga. Berikut adalah rincian skor
yang ada pada calculus stain index:
22 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

KRITERIA

NILAI

Pada permukaan gigi tidak ada karang gigi maupun 0


stain
Pada permukaan gigi terlihat ada karang gigi 1
mauupun stain yang menutupi 1/3 permukaan
gingival
Pada permukaan gigi terlihat ada karang gigi 2
maupun stain yang menutupi > 1/3 tapi < 2/3
permukaan gigi dari tepi gingival
Pada permukaan gigi terlihat ada karang gigi 3
maupun stain yang menutupi >2/3 permukaan gigi
dari tepi gingival.

Calculus Stain Index diperoleh dengan cara menjumlahkan debris skor atau
kalkulus skor tiap permukaan gigi dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa
Calculus skor = jumlah skor kalkulus
jumlah gigi yg diperiksa
KRITERIA SKOR CSI:
Skor 0 0,6

baik (good)

Skor 0,7 1,8 =

sedang (fair)

Skor 1,9 3,0 =

buruk (poor)

Pada skill lab yang kelompok kami lakukan, dengan pasien Tn. Syamsul Bahri
yang kami periksa pada seluruh gigi bagian bukal-palatal dan bukal-lingual
didapatkan:

23 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

RA

RB

Calculus Stain Index (CSI)= 34


26
= 1.3
Jadi dapat disimpulkan calculus stain index pada pasien adalah sedang.
Peta keadaan Gigi dan jaringan periodontal\
Peta keadaan gigi dan jaringan periodontal ini sangat penting dalam
prosedur diagnosis pasien di klinik Periodonsia. Peta keadaan gigi dan jaringan
periodontal ini untuk mengetahui keadaan rongga mulut pasien, terutama gigi dan
jaringan periodontalnya. Jika dokter gigi sudah mengetahui keadaan kesehatan
rongga mulut pasien, maka dokter gigi bisa menegakkan diagnosa dan memilih
rencana perawatan yang tepat.

a. Rahang Atas Palatal

Gigi-gigi bagian palatal yaitu gigi 15,16,17,27 mengalami pembulatan pada


margin gingiva interdental.

24 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

b. Rahang Atas Facial

Keadaan gigi pasien pada rahang atas, di bagian fasial terdapat ketidaktepatan
kontak oklusi, dimana mesial gigi 16 bertanda ( = ), yang berarti, gigi 16 tidak
memiliki kontak oklusi dengan gigi antagonisnya, yaitu gigi 46. Kemudian, bukal
gigi 23 pada pasien tidak memiliki kontak proksimal (
) dengan gigi
antagonisnya, gigi 33. Dan pada gigi 24 merupakan gigi yang malposisi (Ma).
Pada gigi 26, ditemukan adanya gigi yang goyang derajat 3.
Selain itu, posisi dan kurvatur margin gingival pada gigi Rahang Atas bagian
fasial masih normal. Posisi dasar poket pada gigi 17, dan gigi 16 berada sekitar 12 mm, sedangkan posisi dasar poket pada gigi 15, 14, 13, 12, 11, 21, 22, 23, 24,
dan gigi 25 berada sekitar 1 mm. Untu dasar poket gigi 26 dan gigi 27 berada
sekitar 2 mm.
c. Rahang Bawah Facial
D

Terdapat diastema pada mesial gigi 47 dan pada distal gigi 45 yang sisebabkan
oleh tanggalnya gigi 46
Terdapat gigi karies (D) , yaitu gigi 36 dan gigi 37
d. Rahang Bawah Lingual
Pada pemeriksaan keadaan gigi dan jaringan periodontal bagian lingual rongga
mulut menggunakan kaca mulut dan dilihat apakah terdapat kelainan seperti

25 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

adanya gigi karies, gigi yang mengalami malposisi, gigi yang telah dicabut
maupun indikasi cabut, gigi goyang, impaksi, serta gigi yang menglami oklusi
karena traumatik, gigi yang tidak memiliki kontak oklusi maupun proksimal, dan
adanya kontak proksimal yang tidak baik.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh kelompok kami, pada gigi
rahang bawah bagian lingual didapatkan:
Bahwa pada gigi 46 sudah tidak ada sebab gigi tersebut telah dicabut.
Oleh sebab itu pada gigi 47 dan 45 tidak terdapat kontak proksimal sebab gigi
sebelahnya yaitu gigi 46 telah tidak ada.
Dan pada gigi 44 terdapat karies superficial.
Sedangkan pada gigi yang lain tidak terdapat kelainan.

Pemeriksaan klinis, Diagnosa, Etiologi dan Rencana Perawatan.


A. Pemeriksaan klinis
1. Rahang Atas Anterior
Pada pemeriksaan gingiva, dilakukan observasi keadaan klinis
gingiva berupa warna, kontur, konsistensi, dan tekstur. Selain itu dilakukan
pemeriksaan kedalaman probing dan BOP. Keadaan gingiva pada bagian
anterior rahang atas secara umum normal, dimana warna pucat, kontur
seperti mata pisau, konsistensi kenyal, probing depth 1 mm dan BOP (-).
2. Rahang Atas posterior kanan

26 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Pada pemeriksaan gingiva, dilakukan observasi keadaan klinis


gingiva berupa warna, kontur, konsistensi, dan tekstur. Selain itu dilakukan
pemeriksaan kedalaman probing dan BOP. Keadaan gingiva pada bagian
posterior rahang kanan atas, dimana warna coral pink selain gigi 16 dan 17
yang margin gingiva warnanya pucat, kontur membulat, konsistensi
kenyal, probing depth 2 mm. dan BOP (+).
3. Rahang Atas Posterior Kiri
Pemeriksaan dilakukan pada gigi 24, 25, 26 dan 27, dengan gigi 26
terdapat tumpatan, yang meliputi pemeriksaan warna, tekstur, kontur,
konsistensi, PD dan BOP pada gingiva. Pada pemeriksaan di regio ini
didapatkan hasil yaitu warna dari gingiva normal (coral pink), kontur
seperti mata pisau, konsistensi kenyal, tekstur gingiva normal dengan
adanya bentukan stipling yang terlihat, dan probing depth 2 mm. Namun
pada pemeriksaan BOP didapatkan hasil yang positif (+) pada gigi 26.
4. Rahang Bawah Anterior
Pada regio ini yang diperiksa yaitu dari gigi 33, 32, 31, 41, 42, dan 43.
Pemeriksaan yang dilakukan sama pada gingiva meliputi pemeriksaan
warna, tekstur, kontur, konsistensi, PD dan BOP. Hasil dari pemeriksaan
ini yaitu warna gingiva pucat pada margin gingival gigi 32, 31, 41, 42;
kontur membulat pada margin gingiva gigi 33, 32, 31 dan konsistensi
lunak pada margin gingiva gigi 32. Selain hal tersebut tekstur masih
normal dengan adanya stipling, probing depth 2 mm dan BOP (-).
5. Rahang Bawah posterior kanan
Pada pemeriksaan gingiva, dilakukan observasi keadaan klinis gingiva
berupa warna, kontur, konsistensi, dan tekstur. Selain itu dilakukan
pemeriksaan kedalaman probing dan BOP. Keadaan gingiva pada bagian
posterior rahang bawah regio kanan secara umum normal, dimana warna
coral pink, kontur normal seperti mata pisau, konsistensi kenyal, probing
depth 2 mm dan BOP (-). Hanya didapatkan perubahan warna gingiva
menjadi pucat pada margin gingiva gigi 44 dan 45.
6. Rahang Bawah posterior kiri

27 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Pada pemeriksaan gingiva, dilakukan observasi keadaan klinis gingiva


berupa warna, kontur, konsistensi, dan tekstur. Selain itu dilakukan
pemeriksaan kedalaman probing dan BOP. Keadaan gingiva pada bagian
posterior rahang bawah regio kiri secara umum normal, dimana warna
coral pink, kontur seperti mata pisau, konsistensi kenyal, probing depth 2
mm dan BOP (-). Namun didapatkan perubahan warna gingiva menjadi
pucat pada margin gingiva gigi 36.
B. Diagnosa dan Rencana Perawatan
1. Rahang Atas Anterior
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis pada gigi anterior rahang atas
terlihat gingiva masih dalam keadaan cukup baik, namun warna gingiva
yang pucat mengindikasikan suatu kelainan pada gingiva pasien. Sehingga
gingiva pada daerah ini mengalami gingivitis. Rencana perawatan yang
dilakukan adalah pemberian DHE dan scaling.
2. Rahang Atas posterior kanan
Sedangkan pada gigi posterior kanan rahang atas terdapat gingivitis kronis,
hal ini ditandai dengan tanda keradangan seperti, membulat dan BOP +.
Etiologi dari kasus pada gigi posterior kanan rahang atas ini adalah
kalkulus supragingiva, yang dapat membentuk poket gingiva sehingga
menyebabkan gingivitis. Rencana perawtan adalah dilakukan DHE dan
skelling.
3. Rahang Atas Posterior Kiri
Berdasarkan pemeriksaan klinis maka diagnosa dari gigi 26 adalah
gingivitis karena tidak ditemukannya poket periodontal dan BOP (+).
Rencana perawatannya adalah DHE dan scaling.
4. Rahang Bawah Anterior
Berdasarkan pemeriksaan klinis diatas maka diagnosa dari gigi 33, 32, 31,
41, dan 42 adalah gingivitis. Hal ini dilihat dari adanya perubahan warna,
kontur dan konsistesi margin gingiva pada gigi 33, 32, 31, 41 dan 42
akibat adanya peradangan.
Etiologi kelainan tersebut akibat adanya kalkulus supragingiva yang
mengakibatkan keradangan.

28 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Rencana perawatan yaitu Dilakukan DHE dan scalling.


5. Rahang bawah Posterior kanan dan kiri
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis pada rahang bawah regio kanan dan
kiri gingiva pasien dinyatakan normal.

29 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

30 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

31 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

32 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

33 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Gingivitis, Periodontitis. Available at (online):
http://www.totalkesehatananda.com/Gingivitis 1htlm (9 Nov 2009).

Be, K.N. 1987. Preventive Dentistry. Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia, p. 16


Bandung.

Carranza FA. Newman MG. Takei HH. 2006. Clinical Periodontology. 9th ed
Philadelpia: WB Saunders Co; p. 74.

Hashanur, I.W. 1991. Anatomi Gigi. EGC p. 6, Jakarta.

Ireland R. 2006. Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. Blackwell


Munksgaard. P.25. UK.

Manson J.D. dan Eley B.M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Edisi kedua p.45,
Hipokrates Jakarta.

34 |L a p o r a n s k i l l a b p e r i o d o n s i a t u t o r i a l 2

Anda mungkin juga menyukai