Anda di halaman 1dari 41

DRAINASE DAN SEWERAGE BERKELANJUTAN

TL 3202

TUGAS 01-Pendahuluan
PUSTAKA, METODOLOGI, PRA PERENCANAAN

Anggota Kelompok :

1. Kiki Kumala Putri

15312028

2. Tania Alpiani

15312030

3. Kezia Theresia

15312032

4. Aji Gumelar

15312034

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem Penyaluran Air Buangan merupakan salah satu sarana pendukung yang
penting untuk membantu terciptanya kondisi sanitasi lingkungan yang baik, yang
pada akhirnya dapat menunjang terciptanya suatu masyarakat yang sehat dan
produktif.

Perbaikan sanitasi lingkungan pemukiman yang bersih, sehat dan

berkesinambungan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui terciptanya


kesehatan masyarakat. Adapun keuntungan dari pelayanan air kotor bagi masyarakat
antara lain :
a) Perbaikan lingkungan pemukiman terutama untuk daerah-daerah padat
penduduk.
b) Penataan sistem saluran pembuangan.
c) Penataan sistem sanitasi lingkungan pemukiman.
d) Penurunan tingkat pencemaran pada badan-badan air penerima akibat
pembuangan limbah domestik.
Limbah cair domestik adalah sisa air yang telah dipakai untuk kegiatan
sanitasi manusia seperti minum, memasak, mandi, mencuci, menyiram tanaman, dan
lain-lain. Kegiatan sanitasi di gedung perkantoran, komersial, dan kegiatan industri
turut menyumbangkan air limbah domestik ke dalam sistem penyaluran air buangan.
Air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi, tergantung pada sumber
asal limbah tersebut.
Limpahan air hujan akan bergabung dengan air limbah, dan sebagian air hujan
tersebut menguap dan ada pula yang merembes ke dalam tanah dan akhirnya menjadi
air tanah. Apabila permukaan air tanah bertemu dengan saluran air limbah, maka
terjadi penyusupan air tanah ke saluran limbah melalui sambungan-sambungan pipa
atau melalui celah -celah yang ada karena rusaknya saluran pipa (Sudrajat, 2004). Jika
saluran pembuangan tidak direncanakan dengan baik, maka akan terjadi pencemaran
terhadap air tanah yang mengakibatkan penurunan kualitas air tanah. Dengan adanya
sistem pembuangan air kotor, maka kualitas air tanah dapat terjaga dengan baik

Sistem Sewerage di Negara Berkembang


Peningkatan populasi yang terjadi terus-menerus juga akan berdampak pada
peningkatan limbah buangan yang dihasilkan, karena setiap manusia akan
menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Limbah yang
dihasilkan dapat bertindak sebagai bahan pencemar bagi mahluk hidup dan dapat
merusak lingkungan di sekitarnya jika tidak diolah dengan baik. Untuk menjamin
tercapainya keseimbangan ekologis dari alam dan mahluk hidup di sekitarnya perlu
dibangun suatu instalasi pengolahan limbah sebelum dialirkan langsung ke badan air.
Saat ini, pengelolaan sistem sanitasi limbah buangan rumah tangga perlu diperhatikan
lebih jauh karena dampak negatifnya terhadap lingkungan. Beberapa contoh
dampaknya antara lain ancaman kesehatan pada masyarakat, pencemaran air tanah
dangkal, dan pencemaran badan air. Timbulan air limbah domestik yang dominan
pada umumnya bersifat organo-mikrobiologis. Limbah cair ini berasal dari
perumahan, perkantoran, hotel, tempat hiburan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya
yang sering digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
Dalam perencanaan wilayah pemukiman banyak dijumpai kesalahan
perencanaan saluran-saluran pembuangan yang mengakibatkan saluran yang
direncanakan tidak dapat menampung debit puncak air buangan dari pemukiman
tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena adanya salah perhitungan besar debit puncak
per rumah tangga dan data curah hujan serta diabaikannya faktor-faktor koefisien
perhitungan kemungkinan akan berkembangnya lokasi pemukiman atau wilayah yang
direncanakan. Kemudian dalam pengolahannya pun masih kurang direncanakan
dengan baik dan hanya dilakukan dengan pengolahan sederhana yang dapat
menghasilkan kualitas air limbah yang sangat buruk bagi lingkungan disekitarnya.
Pembuangan limbah domestik dibagi menjadi 2 sistem, yaitu sistem setempat (on-site
sanitation) dengan menggunakan septik tank, dan sistem terpusat (off-site sanitation)
dengan cara limbah dialirkan melalui perpipaan. Dari 2 sistem tersebut, akan dilihat
bagaimana implementasinya di kawasan penelitian.

1.2 Tujuan
1. Menentukan sistem air buangan yang tepat untuk wilayah Kebon kembang
2. Menentukan sistem jaringan perpipaan yang efektif untuk menyalurkan air
buangan di wilayah kebon kembang

3. Menentukan sistem pengolahan air buangan yang sesuai dengan kondisi


daerah Kebon Kembang
4. Menganalisis kondisi daerah studi setelah dan sebelum adanya perancangan
sistemair buangan ini.

1.3 Ruang Lingkup Masalah


Hal-hal yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir yang menjadi ruang lingkup
perencanaan, yaitu:
a. Tinjauan terhadap kondisi lingkungan perencanaan
b. Perencanaan jaringan induk penyaluran air buangan dengan pembatasan
perencanaan pada periode perencanaan, batas daerah perencanaan dan
pembagian blok pelayanan.
c. Penetapan criteria perencanaan jaringan induk sistem penyaluran air buangan.
d. Penentuan jaringan penyaluran air buangan berdasarkan aspek ekonomis dan
teknis.
e. Perhitungan kuantitas air buangan di daerah pelayanan.
f. Perhitungan dimensi pipa saluran berdasarkan kapasitas pembebanan serta
bangunan pelengkap yang dibutuhkan.
g. Desain jaringan pipa dan aksesoris perencanaan yang dibutuhkan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal
dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada
umumya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan
bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain
mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair
yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri,
bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin
ada (Notoatmodjo, 2003).
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau
kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan
asrama. Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni, limbah
kamar mandi, dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga.
Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu bertambah dengan meningkatnya
jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Apabila jumlah air yang
dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam untuk menerimanya maka
akan

terjadi

kerusakan

lingkungan.

Lingkungan

yang

rusak

akan

menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada


lingkungannya itu sendiri sehingga oleh karenanya perlu dilakukan
penanganan air limbah yang seksama dan terpadu baik itu dalam penyaluran
maupun pengolahannya.
Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan
baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya
menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi
menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke
saluran utama atau saluran drainase. Prinsip penyaluran air buangan adalah membuat
suatu sistem penyaluran yang mengalirkan air buangan dari sumber ke Bangunan
Pengolah Air Buangan (BPAB) melalui jarak yang sependek-pendeknya agar waktu
penyaluran yang dibutuhkan singkat. Untuk menentukan teknologi yang akan

digunakan, terlebih dahulu harus dilakukan analisis terhadap kondisi umum, batasanbatasan yang ada dan potensi yang dimiliki daerah pelayanan.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20715/3/Chapter%20II.pdf,diakses
pada tanggal 4 Februari 2015, pukul 21.00).

2.1 Pengertian Sewerage

Sistem penyaluran air buangan adalah perlengkapan pengelolaan air limbah


bisa berupa pipa ataupun selainnya yang dipergunakan untuk membantu air buangan
dari sumbernya sampai ke tempat pengelollan atau ke tempat pembuangan (Modul
Pembuatan Saluran Pembuangan Air Limbah Sederhana).Sistem penyaluran air
buangan ini bertujuan untuk menyalurkan air limbah dari perumahan dan fasilitas
umum, ada juga yang digabung dengan air limbah industri.
Air buangan sendiri terbagi menjadi dua, yakni:

1.

Air hujan yang berlebihan (excess rainfall), yang dibicarakan dalam drainase

2.

Air limbah, yaitu air bekas pemakaian aktivitas masyarakat, baik oleh

pemakaian domestik maupun oleh pemakaian non domestic (komersial, institusional,


dan industri). Sifat air telah terkontaminasi dan cemar.
Air limbah domestik adalah air bekas pemakaian yang berasal dari aktivitas daerah
pemukiman yang kontaminasinya didominasi oleh bahan organik.Air limbah non
domestik adalah air bekas pemakaian yang berasal dari daerah pemukiman, yaitu dari
daerah komersial, perkantoran, institusional, laboratorium, rumah sakit, industri, dan
lain sebagainya (MODUTO, 2000).

2.2 Proyeksi Jumlah Penduduk


Prediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang sangat penting dalam
memperhitungkan jumlah kebutuhan air minum di masa yang akan datang. Prediksi
ini didasarkan pada laju perkembangan kota dan kecenderungannya, arahan tata guna
lahan s erta ketersediaan lahan untuk menampung perkembangan jumlah
penduduk.Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk masa
lampau, maka metode statistikmerupakan metode yang paling mendekati untuk
memperkirakan jumlah penduduk di masa mendatang. Ada beberapa metode yang

dapat digunakan untuk menganalisa perkembangan jumlah penduduk di masa


mendatang yaitu

Aritmatika

Geometrik

Linier

Eksponensial

Logaritmik

Least Square

2.2.1 Metode Aritmatika


Metode ini biasanya disebut juga dengan rata-rata hilang. Metode ini
digunakan apabila data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama
tiap tahun. Hal ini terjadi pada kota dengan luas wilayah yang kecil, tingkat
pertumbuhan ekonomi kota rendah dan perkembangan kota tidak terlalu pesat. Rumus
metode ini adalah :

Dengan:

Pn = jumlah penduduk tahun ke-n

P0 = jumlah penduduk awal

r = jumlah pertambahan penduduk tiap tahun

Tn = tahun yang diproyeksi

T0 = tahun awal

P1 = jumlah penduduk tahun ke-1 (yang diketahui)

P2 = jumlah penduduk tahun terakhir (yang diketahui)

2.2.2 Metode Geometrik


Untuk keperluan proyeksi penduduk, metode ini digunakan bila data jumlah
penduduk menunjukkan peningkatan yang pesat dari waktu ke waktu.Rumus metode
geometrik :

Dengan:

Pn = jumlah penduduk tahun yang diproyeksi

P0 = jumlah penduduk tahun awal

r = rata-rata angka pertumbuhan penduduk tiap tahun

n = jangka waktu

2.2.3 Metode Regresi Linear


Metode regresi linear dilakukan dengan menggunakan persamaan :

2.2.4 Metode Eksponensial


Metode eksponensial dilakukan dengan menggunakan persamaan :

2.2.5 Metode Logaritmik


Metode logaritmik dilakukan dengan menggunakan persamaan :

2.2.6 Dasar Pemilihan Metode Proyeksi Penduduk


Untuk menentukan metode paling tepat yang akan digunakan dalam
perencanaan, diperlukan perhitungan faktor korelasi, standar deviasi dan keadaan
perkembangan kota di masa yang akan datang. Koefisien korelasi dan standar deviasi
diperoleh dari hasil analisa dan perhitungan data kependudukan yang ada dengan data
penduduk dari perhitungan metode proyeksi yang digunakan.
Korelasi, r, dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Kriteria korelasi adalah sebagai berikut:

r< 0, korelasi kuat, tetapi bernilai negatif dan hubungan diantara

keduanya berbanding terbalik.

r = 0, kedua data tidak memiliki hubungan.

r> 1, terdapat hubungan positif dan diperoleh korelasi yang kuat,

diantara kedua variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus.


Standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Metode proyeksi yang dipilih adalah metode dengan nilai standar deviasi terendah
dan koefisien korelasi paling besar. Pola perkembangan kota sesuai dengan fungsi
kota di masa mendatang juga dijadikan acuan dalam menentukan metode proyeksi.
Pada umumnya fungsi sebuah kota dapat menunjukkan kecenderungan pertambahan
penduduk di masa mendatang.
(http://jujubandung.wordpress.com/2012/06/02/kebutuhan-air-minum-di-wilayahperencanaan-studi-kasus/, diakses tanggal 4 Februari 2015 pukul 11.00)
2.3Sistem Penyaluran Air Buangan

2.3.1 Sistem Sanitasi Setempat


Sistem sanitasi setempat (On-site sanitation) adalah sistem pembuangan air
limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu jaringan
saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan atau badan
air penerima, melainkan dibuang di tempat. Sistem ini dipakai jika syarat-syarat
teknis lokasi dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah.Sistem ini sudah
umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.
Kelebihan sistem ini adalah :

Biaya pembuatan relatif rendah/ murah.

Bisa dibuat secara pribadi.

Teknologi dan sistem penanganannya cukup sederhana.

Operasional dan perawatannya merupakan tanggung jawab pribadi.

Kekurangannya :

Umumnya tidak disediakan untuk menampung limbah dari proses mandi,

cuci dan dapur.

Dapat mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan

pemeliharaan tidak dilakukan sesuai dengan aturannya.

Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
(DPU, 1989), antara lain :

Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa/ha.

Kepadatan penduduk 200 500 jiwa/ha masih memungkinkan dengan syarat

penduduk tidak menggunakan air tanah.

Tersedia truk penyedotan tinja.

Beberapa contoh fasilitas sanitasi on site :


1. Cubluk
Cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling sederhana. Terdiri
atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi dinding rembes air yang
dapat dibuat dari pasangan batu bata berongga, anyaman bambu dan lain-lain. Cubluk
biasanya berbentuk bulat atau kotak, dengan potongan melintang sekitar 0.5 1.0 m2,
dengan kedalaman 1 3 m. Hanya sedikit air yang digunakan untuk menggelontorkan
tinja ke dalam cubluk. Cubluk ini biasanya di desain untuk waktu 5 10 tahun.
Beberapa jenis cubluk :

Cubluk tunggal
Cubluk tunggal dapat digunakan untuk daerah yang memiliki tinggi muka

air tanah >1 m dari dasar cubluk.Cocok untuk daerah dengan kepadatan <200
jiwa/ha.Pemakaian cubluk tunggal dihentikan setelah terisi 75 %.

Cubluk Kembar
Cubluk kembar dapat digunakan untuk daerah dengan kepadatan

penduduk < 50 jiwa/ha dan memiliki tinggi muka air tanah > 2 m dari dasar cubluk.
Pemakaian lubang cubluk pertama dihentikan setelah terisi 75%, dan selanjutnya
lubang cubluk kedua dapat disatukan.Jika lubang cubluk kedua terisi 75%, maka
lumpur tinja yang ada di lubang pertama dapat dikosongkan secara manual dan dapat
digunakan untuk pupuk tanaman.Setelah itu lubang cubluk dapat difungsikan
kembali.

2.

Tangki Septik
Tangki septik merupakan suatu ruangan yang terdiri atas beberapa

kompartemen

yang

berfungsi

sebagai

bangunan

pengendap

untuk

menampung/mengolah air limbah domestik dengan kecepatan alir yang sangat lambat
sehingga member kesempatan untuk terjadinya pengendapan terhadap suspense
benda-benda padat dan kesempatan dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroba
anaerobik. Proses ini berjalan secara alamiah yang sehingga memisahkan antara
padatan berupa lumpur yang lebih stabil serta cairan (supernatant). Proses anaerobic
yang terjadi juga menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan. Untuk mendapat
proses yang baik, sebuah tangki septik haruslah hampir terisi penuh dengan cairan,
oleh karena itu tangki septik haruslah kedap air (Sugiharto 1987).
Cairan yang terolah akan keluar dari tangki septik sebagai efluen dan gas yang
terbentuk akan dilepas melalui pipa ventilasi. Sementara lumpur yang telah matang
(stabil) akan mengendap didasar tangki dan harus dikuras secara berkala setiap 2-5
tahun bergantung pada kondisi. Efluen masih membutuhkan pengolahan yang lebih
lanjut. Pengolahan lanjutan yang dapat digunakan adalah sumur resapan dan small
bore sewer. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan tangki septik
(Gambar 2.2):

Kecepatan daya serap tanah > 0.0146 cm/menit.

Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk < 500 jiwa/ha.

Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja.

Tersedia lahan untuk bidang resapan.

Gambar 1.1. Tangki Septik.

3. Beerput
Sistem ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Oleh karena
itu bentuknya hampir sama seperti sumur peresapan.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh sistem beerput antara lain :

Tinggi air pada sumur beerput pada musim kemarau tidak kurang dari 1,2 m

dari dasar.

Jarak dengan sumur minimal 8 m.

Volume air dalam sumuran harus lebih besar dari 1m3.

Apabila sumur tersebut dibuat bulat, maka diameternya tidak boleh kurang

dari 1 m dan apabila dibuat segi empat maka sisi harus lebih besar dari 0,9 m.

2.3.2 Sistem Sanitasi Terpusat


Sistem Sanitasi Terpusat ( Off site sanitation) merupakan sistem pembuangan
air buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang
menyalurkan dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air
buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air
buangan sebelum dibuang ke badan perairan.

2.3.2.1 Sistem Penyaluran Terpisah


Sistem penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system adalah sistem
dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan
limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang
tidak tercemar. Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain:
1. Periode musim hujan dan kemarau lama.
2. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.
3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air
hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.
4. Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar.
5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat
berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai
dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan
pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk
jaringan masing-masing sistem saluran
2.3.2.1.1 Sistem Penyaluran Konvensional
Sistem penyaluran konvensional (conventional Sewer) merupakan suatu jaringan
perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat berupa bangunan pengolahan
atau tempat pembuangan akhir seperti badan air penerima.
Sistem ini terdiri dari jaringan pipa persil, pipa servis, pipa lateral, dan pipa induk
yang melayani penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas.
Setiap jaringan pipa dilengkapi dengan lubang periksa manhole yang ditempatkan
pada lokasi-lokasi tertentu.Apabila kedalaman pipa tersebut mencapai 7 meter, maka
air buangan harus dinaikkan dengan pompa dan selanjutnya dialirkan secara gravitasi
ke lokasi pengolahan dengan mengandalkan kecepatan untuk membersihkan
diri.Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem penyaluran konvensional :

Suplai air bersih yang tinggi karena diperlukan untuk menggelontor.

Diameter pipa minimal 100 mm , karena membawa padatan.

Aliran dalam pipa harus aliran seragam.

Slope pipa harus diatur sehingga V cleansing terpenuhi (0,6 m/detik). Aliran

dalam saluran harus memiliki tinggi renang agar dapat mengalirkan padatan.

Kecepatan maksimum pada penyaluran konvensional 3 m/detik.

Kelebihan sistem penyaluran konvensional :

Tidak memerlukan tangki septik

Kekurangan sistem penyaluran konvensional :

Biaya konstruksi relatif mahal.

Peraturan jaringan saluran akan sulit jika dikombinasikan dengan saluran small

bore sewer, karena dua sistem tersebut membawa air buangan dengan karakteristik
berbeda sehingga tidak boleh ada cabang dari sistem konvensional bersambung ke
saluran small bore sewer.
Daerah yang cocok untuk penerapan sistem penyaluran secara konvensional (DPU,
1989) :

Daerah yang sudah mempunyai sistem jaringan saluran konvensional atau dekat

dengan daerah yang punya sistem ini.

Daerah yang mempunyai kepekaan lingkungan tinggi, misalnya daerah

perumahan mewah, pariwisata.

Lokasi pemukiman baru, dimana penduduknya memiliki penghasilan cukup

tinggi, dan mampu membayar biaya operasional dan perawatan.

Di pusat kota yang terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila tidak

dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan dan pengolahan
sendiri.

Di pusat kota, dengan kepadatan penduduk >300 jiwa/ha dan umumnya

penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk pembuatan sistem setempat
sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.

2.3.2.1.2 Sistem Riol Dangkal


Shallow sewerage disebut juga Simplified sewerage atau Condominial Sewerage
(Mara, 1996).
Perbedaannya dengan sistem konvensional adalah, sistem ini mengangkut air buangan
dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan slope lebih landai.Peletakan saluran ini
biasanya diterapkan pada blok-blok rumah.Shallow sewer sangat tergantung pada
pembilasan air buangan utnuk mengangkut buangan padat jika dibandingkan dengan
cara konvensional yang mengandalkan self cleansing.
Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage sekunder di daerah perkampungan
dengan kepadatan tinggi, tidak dilewati oleh kendaraan berat dan memiliki

kemiringan tanah sebesar 1%.Shallow sewer harus dipertimbangkan untuk daerah


perkampungan dengan kepadatan penduduk tinggi dimana sebagian besar penduduk
sudah memiliki sambungan air bersih dan kamar mandi pribadi tanpa pembuangan
setempat yang memadai. Sistem ini melayani air buangan dari kamar mandi, cucian,
pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi dengan pengolahan mini.

Gambar 1.2. Contoh Layout Saluran Shallow Sewerage pada Perumahan Tak Teratur
(A) dan Teratur (B) (Mara, 1996)
Biaya pembuatan shallow sewerage lebih murah bila dibandingkan dengan
penyaluran secara konvensional dan bahkan mungkin lebih murah daripada sistem
sanitasi setempat (Gambar 3.2).Biaya murah ini dikarenakan penggalian yang
dangkal, pipa yang digunakan berdiameter kecil dan unit pengawasan yang sederhana
dalam tempat manhole yang tidak besar.

Gambar 1.3 Biaya Shallow Sewerage di Natal, Brazil (Mara, 1996)

2.3.2.1.3 Sistem Riol Ukuran Kecil


Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) ini dirancang, hanya
untuk menerima bagian-bagian cair dari air buangan kamar mandi, cuci, dapur dan
limpahan air dari tangki septik, sehingga salurannya harus bebas zat padat.Saluran

tidak dirancang untuk self cleansing, dari segi ekonomis sistem ini lebih murah
dibandingkan dengan sistem konvensional.
Daerah pelayanannya relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa persil dan
servis yang menuju lokasi pembuangan akhir, pipa lateral dan pipa induk tidak
diperlukan, kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan kepadatan penduduk
sangat tinggi dan timbulan air buangan yang sangat besar.
Sistem ini dilengkapi dengan instalasi pengolahan sederhana.
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini :

Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan,

tangki ini biasanya tangki septik.

Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan

Aliran yang terjadi dapat bervariasi.

Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self cleansing

karena tidak harus membawa padatan.

Kecepatan maksimum 3 m/detik.

Gambar 1.4 Skema Small Bore Sewer (TAG UNDP, 1985)

Kelebihan Sistem Riol Ukuran Kecil :

Cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi terutama

daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya sudah tidak
mampu lagi menyerap effluen tangki septik.

Biaya pemeliharaan relatif murah

Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan padatan

Mengurangi kebutuhan pengolahan misalnya screening

Biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang

resapan atau bidang resapannya tidak efektif karena permeabilitasnya jelek.

Kekurangan Sistem Riol Ukuran Kecil :

Memerlukan lahan untuk tangki

Memungkinkan untuk terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil

2.3.2.2 Sistem Penyaluran Tercampur


Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan
yang tercampur dengan air limpasan hujan. Sistem ini digunakan apabila daerah
pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air
buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing-masing air buangan
relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan
yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari
tahun ke tahun.
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem
penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih
ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena
adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya
perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena salurannya
tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang
cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan. buangan.

2.3.2.2.1 Sistem Kombinasi


Pada sistem penyaluran secara kombinasi, air buangan dan air hujan
disalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau
tertutup, tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air hujan
dipisahkan dengan bangunan regulator.
Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi
pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air penerima.
Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak
akan mencemari badan air penerima.

Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai yang airnya tidak
dimanfatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di daerah yang untuk program jangka
panjang direncanakan akan diterapkan saluran secara konvensional, karena itu pada
tahap awal dapat dibangun saluran pipa induk yang untuk sementara dapat
dimanfaatkan sebagai saluran air hujan.

2.4 Sistem Perpipaan


Pada umumnya sistem perpipaan penyaluran air buangan terdiri dari :

1.Pipa Persil
Pipa persil adalah pipa saluran yang umumnya terletak di dalam rumah dan langsung
menerima air buangan dari instalasi plambing bangunan.Memiliki diameter 3 4,
kemiringan pipa 2%. Teknis penyambungannya dengan pipa servis;

membentuk

sudut 45 dan apabila perbandingan antara debit dari persil dengan debit dari saluran
pengumpul kecil sekali maka penyambungannya tegak lurus.

2. Pipa Servis
Pipa servis adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa persil yang
kemudian akan menyalurkan air buangan tersebut ke pipa lateral. Diameter pipa
servis sekitar 6 8, kemiringan pipa 0,5 1 %. Lebar galian pemasangan pipa
servis minimal 0,45 m dan dengan kedalaman benam awal 0,6 m. Sebaiknya pipa ini
disambungkan ke pipa lateral di setiap manhole.

3. Pipa Lateral
Pipa lateral adalah pipa saluran yang menerima aliran dari pipa servis untuk dialirkan
ke pipa cabang, terletak di sepanjang jalan sekitar daerah pelayanan. Diamter awal
pipa lateral minimal 8, dengan kemiringan pipa sebesar 0,5 1%.

4.Pipa Cabang
Pipa cabang adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa lateral.
Diameternya bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-msing pipa.
Kemiringan pipa sekitar 0,2 1%.

5.Pipa Induk
Pipa induk adalah pipa utama yang menerima aliran air buangan dari pipa-pipa
cabang dan meneruskannya ke lokasi instalasi pengolahan air buangan. Kemiringan
pipanya sekitar 0,2 1%.

2.5

Pola Jaringan Saluran

Pola-pola jaringan yang umum diterapkan pada sistem penyaluran air buangan (D A.
Okun, Community of Waste Water Treatment and Disposal,1975) :

Pola Perpendicular (Tegak Lurus)

Pola ini dapat diterapkan untuk sistem jaringan penyaluran air buangan pada sistem
terpisah maupun tercampur, namun pada pola ini banyak diperlukan Bangunan
Pengolahan Air Buangan (BPAB).

Pola Interceptor
Pola interceptor adalah pola sistem campuran terkendali yaitu ke dalam pipa

riol

hulu

dimasukkan

sejumlah

tertentu

air

hujan

dengan

pemasukkan

terkendali.Ujung akhir riol hulu didesain melintas di atas riol interceptor, sedangkan
outfall bypassnya menuju badan air penerima terdekat.Pola ini cocok untuk
diterapkan di daerah pantai.

Pola Zona
Pola zona atau wilayah adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan

yang terbagi dua oleh adanya sungai di daerah pelayanan, dimana pipa penyebrangan
atau siphon tidak mungkin atau sangat mahal untuk dibangun.

Pola Kipas

Pola kipas adalah pola yang dapat diterapkan pada daerah pelayanan yang terletak di
suatu lembah.Pada pola ini pengumpulan aliran ke arah dalam dapat melalui lebih dari
dua cabang saluran, yang kemudian bersatu dalam pipa utama menuju suatu outfall
atau BPAB.

Pola Radial

Pada pola radial, pengumpulan aliran dilakukan ke segala arah ke arah luar dimulai
dari daerah tinggi, jalur yang ditempuh pendek-pendek sehingga diperlukan banyak
BPAB.Pola jaringan riol ini dapat dilihat pada Gambar 1.3.
a) Pola Interceptor

b) Pola Zona / Wilayah

c) Pola Kipas

d) Pola Radial

Gambar D Pola Jaringan Riol (Masduki, 2000)


2.6 Bentuk dan Bahan Saluran

2.6.1 Bentuk Saluran


Dalam pemilihan bentuk saluran terdapat beberapa pertimbangan, diantaranya:

Segi konstruksi.

Segi hidrolis pengaliran untuk menjamin pengaliran air buangan, kedalaman

berenang minimum dan kecepatan aliran minimum harus terpenuhi.

Ketersediaan tempat bagi penanaman saluran.

Segi ekonomis dan teknis termasuk kemudahan memperoleh materialnya.

Bentuk saluran yang banyak digunakan dalam jaringan pengumpul air buangan adalah
lingkaran dan bulat telur.
1. Bentuk Lingkaran
Saluran bentuk lingkaran lebih banyak digunakan pada kondisi debit aliran konstan
dan aliran tertutup.
Kondisi umum pengaluran saluran bulat lingkaran adalah :
V max tercapai pada saat d = 0.815 D
Q max tercapai pada saat d = 0.925 D
Biasanya pipa persil dan servis berbentuk bulat lingkaran.

Gambar E Pipa Bulat Lingkaran (Henny Wardhani, 2003)

2.

Bentuk Bulat Telur

Saluran bentuk bulat telur, digunakan pada kondisi debit aliran tidak konstan dengan
aliran tertutup dimana kondisi :
Vmax tercapai pada saat d = 0.89 D
Q max tercapai pada saat d = 0.94 D
Umumnya pipa bulat telur ini digunakan untuk pipa lateral, cabang, dan induk.

Gambar F Pipa Bulat Telur (Henny Wardhani, 2003)

Dari segi hidrolis, bentuk bulat telur ini mempunyai kelebihan :

Kedalaman aliran lebih terjamin

Dapat mengatasi fluktuasi aliran dengan baik

Kekurangan bentuk saluran ini :

Pemasangan pipa bulat telur lebih rumit dan lebih lama

Mempunyai resiko tidak kedap yang lebih tinggi setelah penyambungan

Sukar diperoleh

Harga pipa bulat telur lebih mahal

Satuan panjang pipa bulat telur lebih pendek daripada pipa bulat lingkaran
sehingga pemasangannya tidak efisien.

2.6.2 Bahan Saluran


Pemilihan bahan pipa perlu diperhitungkan dengan cermat, mengingat di negaranegara berkembang termasuk Indonesia, memiliki sumber daya bahan-bahan
perlengkapan dan dana yang terbatas.
Beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbangan pemilihan bahan pipa (Design and
Construction of Sanitary and Storm Sewers, 1969), adalah :

Kondisi lapangan, drainase, topografi tanah.

Sifat aliran dalam pipa, koefisien geseran.

Lifetime yang diharapkan.

Tahan gesekan, asam, alkali, gas, dan pelarut.

Mudah penanganan dan pemasangannya.

Kekuatan struktur dan tahan terhadap korosi tanah.

Jenis sambungan dan kemudahan pemasangannya serta kedap air dan mudah
diperoleh di pasaran.

Tersedianya bahan, adanya pabrik pembuatan dan perlengkapannya.

Tersedianya pekerja terampil dan tenaga ahli dalam riolering sehingga dapat
memilih pipa yang tepat dan ekonomis.

Dalam penyaluran air buangan ada beberapa bahan pipa yang biasa digunakan, yaitu :

Pipa tanah liat (clay pipe)

Pipa beton (concrete pipe)

Pipa asbes (asbestos cement pipe)

Pipa besi (cast iron)

Pipa HDPE (High Density Polyethilen)

Pipa PVC (Polyvinil Chlorida)

Berikut adalah tabel perbandingan bahan saluran yang dapat dijadikan pertimbangan
dalam pemilihan bahan saluran :
Tabel 1Perbandingan Bahan Saluran.
(Sumber : Qasim, Sewerage and Treatment Plant)

Bahan

1. Reinforced

Diameter Panjang
(inch)

(m)

12 - 144

1.27.4

Korosif
Standar

Kekuatan

erosi
ASTMC76

Concrete
2. Tanah Liat

dan

Tidak

Jenis
sambungan

Kuat

Bell spigot

Mudah

Mortar,

pecah

rubber

tahan
4 - 48

1-2

ASTMC700

Tahan

gasket
3. Pipa

4 - 42

AWWAC400

Asbes
4. Cast Iron

Tidak

Kuat

tahan
2 - 48

6.1

AWWAC100

Colar,
rubber ring

Tidak

Sangat

Bell spigot,

tahan

kuat

flanged
mechanical

5. Pipa Baja

8 - 252

1.2-4.6

AWWAC200

Tidak

Kuat

tahan
6. PVC

4 - 15

3.2

ASTMD302

tahan

Bell spigot,
socket,

Cukup

Flexible

rubber,
gasket
7. HDPE

6 - 36

6.3

ASTM

Tahan

D3212

Kuat

Rubber
gasket, tight
bell,
coupler.

2.7 Penempatan dan Pemasangan Saluran


Berikut adalah beberapa alternatif penempatan dan pemasangan saluran, berdasarkan
keadaan/kondisi daerah pelayanan:

Perletakan saluran dilakukan di tengah jalan, bila di bagian kiri dan kanan

jalan terdapat jumlah rumah yang hampir sama banyak.

Perletakan saluran dilakukan pada jalan yang pada satu bagian sisi mempunyai

jumlah rumah yang lebih banyak daripada sisi lainnya , saluran ditempatkan pada sisi
jalan dengan jumlah rumah terbanyak.

Saluran dapat diletakkan pada kiri dan kanan jalan jika di kedua sisi jalan

tersebut terdapat banyak sekali rumah atau bangunan.

Untuk jalan dengan letak rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari sisi

lainnya, perletakan saluran dilakukan pada sisi jalan yang mempunyai elevasi lebih
tinggi.

Untuk jalan dengan kondisi jumlah bangunan sama banyak di kedua sisinya

dan mempunyai elevasi lebih tinggi dari jalan, maka penempatan saluran dilakukan di
tengah jalan.

Gambar G Penempatan dan Pemasangan Saluran (DPU, 1986)

2.8 Kedalaman Penanaman Pipa


Kedalaman penanaman pipa air buangan tergantung dari fungsi pipa itu
sendiri. Jenis pipa menurut fungsinya adalah pipa persil, servis, lateral, dan induk.
Kedalaman awal pemasangan pipa :

Pipa persil

(0.45 1.00) meter dari permukaan tanah.

Pipa servis

(0.88 1.20) meter dari permukaan tanah.

Pipa awal lateral

(0.88 1.20) meter dari permukaan tanah.

Kedalaman akhir benam maksimum pipa induk dan cabang disyaratkan tidak

lebih dari 7 meter jika lebih dari 7 meter maka harus dinaikkan dengan pompa.
Sedangkan kedalaman awal pipa induk dan cabang adalah 1.2 meter, jika kurang dari
1.2 meter maka butuh drop manhole.(Pramadhita,2006)

BAB III

METODOLOGI PERENCANAAN
Diskusi Kelompok

Studi Literatur

Survey&wawancara

Menghitung proyeksi
penduduk
Menghitung timbulan
air buangan

Analisa dan
pembahasan
Merencanakan desain
saluran air buangan

Penyusunan laporan

1.

Diskusi kelompok

Diskusi kelompok dilakukan untuk menentukan daerah observasi sistem saluran air
buangan dan penyusunan draft untuk wawancara. Daerah yang akan kami observasi
adalah daerah Tamansari-UNISBA.
2.

Studi literatur
Mencari semua pustaka yang berhubungan dengan desain penyaluran

air buangan.Baik itu berupa buku, catatan kuliah, jurnal, majalah, artikel, maupun
data internet.
Semuanya dapat diakses melalui perpustakaan, internet, maupun layanan publik.
Mencari data-data apa saja yang diperlukan dan dimana kita bisa memperolehnya.

3.

Survey dan wawancara


Survey dan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting

area dan untuk memperoleh data kuantitatif seperti jumlah warga, banyaknya rumah,
banyaknya fasilitas umum (sekolah, masjid, pasar, fasilitas kamar mandi umum, dll).
Oleh karena itu diperlukan koordinasi dengan pihak warga seperti RT atau RW agar
pengambilan data dapat berjalan lancar.
4.

Menghitung proyeksi penduduk

Data proyeksi penduduk selama 20 tahun ke depanakan membantu dan berguna dalam
menentukan dimensi saluran yang akan didesain dan banyaknya material yang akan
digunakan sehingga dapat disusun anggaran dana yang dibutuhkan.
5. Menghitung timbulan air buangan
Setelah mendapatkan hasil proyeksi pernduduk selama 20 tahun serta dari
literatur, hasil yang didapat digunakan untuk menentukan timbulan air buangan. Data
yang didapat dijadikan acuan dalam menentukan desain bangunan saluran air
buangan.
5.

Analisa dan pembahasan


Data yang telah diperoleh kemudian diolah agar desain dapat

terumuskan dengan baik, misalnya jumlah penduduk diproyeksikan untuk tahun


rancangan (misalnya 20 tahun ke depan). Pembahasan dilakukan terhadap semua
aspek agar hasil desain bisa realistis dan optimal.Dijelaskan pula pemilihan sistem
yang dipakai, sesuai dengan kriteria desain.
6.

Merencanakan desain saluaran air buangan.

Rencana sistem saluran air buangan yang kami desain berdasarkan pertimbangan
kondisi eksisting dan biaya yang efisien.
7.

Penyusunan laporan

Data dan desain yang telah diolah dan dibahas, disusun dalam bentuk laporan yang
baik.Termasuk di dalamnya pendahuluan, kondisi eksisting, perhitungan, data &
analisa, serta rencana desain.Penyusunan yang sistematis akan membuat desain
terlihat solid dan sempurna.

BAB IV

PENENTUAN PERIODE PERENCANAAN, PROYEKSI PENDUDUK DAN


PERKIRAAN DEBIT AIR BUANGAN

4.1 Penentuan Periode Perencanaan


Dalam merencanakan pembuatan sistem sewerage pada suatu wilayah
perkotaan perlu ditentukan periode perencanaan sistem yang tepat. Faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan tahapan penentuan periode perancanaan adalah:

Pertumbuhan penduduk di daerah layanan


Laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung pada tahun 2012 tercatat sebesar

1,26% (BPS Kota Bandung 2012). Seiring dengan bertambahnya jumlah


penduduk, kebutuhan akan sarana dan prasarana sanitasi turut meningkat. Oleh
karena itu dibutuhkan pembangunan sistem penyaluran air buangan yang
berkelanjutan. Menurut Imhoff & Fair,1966, jika persentase rata-rata
pertumbuhan penduduk di daerah perencanaan < 3%/tahun maka lama periode
perencanaan 20-25 tahun, sedangkan jika persentase rata-rata pertumbuhan
penduduk di daerah perencanaan > 3%/tahun maka lama periode perencanaan 1015 tahun.

Kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan


Penduduk membutuhkan sarana dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Dengan adanya pertumbuhan penduduk, sarana untuk memenuhi aktivitas pun


turut meningkat yang disesuaikan dengan masterplan pengembangan kota.

Penekanan biaya
Periode perencanaan yang panjang akan menambah nilai investasi. Biaya

pembangunan akan tertutup dengan nilai investasi yang meningkat.

Mempermudah evaluasi
Periode perencanaan yang dibagi empat tahap akan mempermudah dalam

proses evaluasi dalam pembangunan.


Setelah mempertimbangkan berbagai factor di atas makan direncanakan
sistem penyaluran air buangan si daerah Cisitu Baru akan berlangsung selama 20
tahun dimulai dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2035.
4.2 Proyeksi Penduduk
Pertumbuhan penduduk di suatu daerah akan meningkat seiring dengan
perkembangan yang terjadi. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan proyeksi
penduduk untuk mengetahui pertumbuhan penduduk di daerah tersebut hingga
beberapa tahun yang akan datang. Proyeksi penduduk tersebut akan digunakan
sebagai dasar untuk perhitungan proyeksi air buangan yang dibuang di suatu daerah
tersebut. Perhitungan proyeksi penduduk akan dilakukan menggunakan data jumlah
penduduk dalam sepuluh tahun ke belakang.
Proyeksi pertumbuhan penduduk di daerah Cisitu Baru dihitung untuk
mengetahui jumlah penduduk Cisitu Baru selama 20 tahun yang akan datang sehingga
sistem saluran air buangan masih dapat melayani hingga tahun akhir periode
perencanaan.

Untuk

menghitung

proyeksi

penduduk

di

wilayah

perencanaanTamansari-UNISBA, diperlukan data jumlah penduduk di daerah Cisitu


Baru selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah penduduk Cisitu Baru tahun 2006-2015
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Jumlah Penduduk (Jiwa) (Po)


826
836
846
857
868
879
890
901
913
924

Data tersebut didapat dengan mengasumsikan pertumbuhan penduduk kota


bandung yaitu sebesar 1,26% menurut BPS Kota Bandung tahun 2012. Berdasarkan
data tersebut, dapat dihitung proyeksi jumlah penduduk hingga akhir periode
perencanaan dengan menggunakan metode proyeksi diantaranya metode aritmatik,
regresi linier, logaritmik, eksponensial,least square, dan geometrik. Berdasarkan
literatur pada bab 2 disebutkan bahwa dalam pemilihan metode yang akan digunakan
harus memenuhi syarat diantaranya yaitu nilai factor koreksi (r) mendekati angka 1
dan nilai standar deviasi yang paling rendah. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan Microsoft exel didapat hasil sebagai berikut :

Metode Aritmatik
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015

Jumlah Penduduk
(Jiwa) (Po)
826
836
846
857
868
879
890
901
913
924
R
r
Po
Pr
Std. Deviasi

Pertambahan
Penduduk
0
10.40162539
10.53268587
10.66539771
10.79978173
10.93585897
11.0736508
11.2131788
11.35446485
11.49753111
98.47417523
8.206181269
8739.410733
728.2842277
12.16931456

Tn-To
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pn
826
834
842
850
858
867
875
883
891
899

Pn-Po
0
-2.1954441
-4.5219487
-6.9811652
-9.5747656
-12.304443
-15.171913
-18.17891
-21.327194
-24.618544
(Pn-Po)^2

(Pn-Po)^2
0
4.819974896
20.44802027
48.73666713
91.67613678
151.3993257
230.1869398
330.4727829
454.8492026
606.0726992
1938.661749

Metode Geometrik
Jumlah Penduduk
(Jiwa) (Po)
826
836
846
857
868
879
890
901
913
924
8739.410733
728.2842277

Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Po
Pr
2

3968903.353

r^2

2411094.026
0.392503719

Standar
Deviasi

429.1628987

(Pn-Pr)

(Pn-Po)

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
r
r

Rasio Pertambahan
Penduduk
1
0.012443215
0.012443215
0.012443215
0.012443215
0.012443215
0.012443215
0.012443215
0.012443215
0.012443215
1.111988939
0.092665745

Pn

Pn-Pr

Pn-Po

825.53
902.02
985.61
1076.9
1176.7
1285.8
1404.9
1535.1
1677.4
1832.8

97.2416
173.74
257.326
348.659
448.454
557.498
676.646
806.834
949.087
1104.52

0
66.09634
139.1504
219.8173
308.8132
406.9207
514.995
633.9707
764.8691
908.8065

Metode Regresi Linear


Tahun (x)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Po
Pr
(Pn-Po)
StDev
a
b

Tn-To

Jumlah
Penduduk (Jiwa)
826
836
846
857
868
879
890
901
913
924
8739.410733
728.2842277
330720.5588
158.944569
420.9161451
67.06212712

Metode Eksponensial

x^2

x*y

Pn (Jiwa)

Pn-Po

(Pn-Po)^2

1
4
9
16
25
36
49
64
81
100
x
y

825.5258
1671.855
2539.38
3428.502
4339.627
5273.167
6229.544
7209.184
8212.522
9240
55
8739.411

488
555
622
689
756
823
890
957
1024
1092
3025

-337.548
-280.887
-224.358
-167.961
-111.699
-55.5723
0.41621
56.26516
111.9728
167.5374

113938.4
78897.54
50336.34
28210.86
12476.56
3088.277
0.173231
3165.768
12537.91
28068.79

x^2
x*y

385
48969.31

(Pn-Pr)^2 (Pn-Po)^2
9455.9282
30185.436
66216.809
121562.82
201111.27
310803.64
457849.27
650981.86
900766.87
1219969.5

0
4368.726
19362.82
48319.64
95365.61
165584.5
265219.9
401918.8
585024.8
825929.3

Tahun (x)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Po
Pr
(Pn-Po)
St. Dev
b
ln a
a

Jumlah Penduduk
(Jiwa) (Po=y)
826
836
846
857
868
879
890
901
913
924
8739.410733
728.2842277
12372045.55
972.1557554
0.474831575
3.467327207
32.05096226

ln y

x^2

x ln y

Pn

6.7160205
6.7285418
6.7410631
6.7535844
6.7661057
6.7786269
6.7911482
6.8036695
6.8161908
6.8287121
x
x^2

1
4
9
16
25
36
49
64
81
100
55
385

6.71602
13.4571
20.2232
27.0143
33.8305
40.6718
47.538
54.4294
61.3457
68.2871

51.5297
82.8466
133.196
214.145
344.29
553.53
889.935
1430.79
2300.34
3698.35

ln y
x ln y

67.72366
373.5132

Pn-Po (Pn-Po)^2
-774
-753.08
-713.26
-642.98
-523.64
-325.33
0
529.639
1387.84
2774.35

599069.97
567130.81
508745.69
413423.93
274193.67
105840.12
0
280517.29
1926087.7
7697036.4

Metode Logaritmik
Jumlah
Tahun (x) Penduduk (Jiwa)
(Po=y)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Po
Pr
(Pn-Pr)

826
0
836
0.69315
846
1.09861
857
1.38629
868
1.60944
879
1.79176
890
1.94591
901
2.07944
913
2.19722
924
2.30259
8739.410733
ln x
728.2842277 (lnx)^2
2

424684.9377

327029.2323

(Pn-Po)
2

ln x

R
Std. Deviasi
b
a

y ln x

(ln x)^2

y ln x

Pn (Jiwa)

Pn-Pr

Pn-Po

0
0.48045
1.20695
1.92181
2.59029
3.2104
3.78657
4.32408
4.8278
5.3019
15.1044
27.6502

0
579.421
929.932
1188.23
1396.87
1574.71
1731.73
1873.88
2004.97
2127.59

377.551
570.695
683.676
763.838
826.016
876.819
919.773
956.981
989.801
1019.16

-350.73
-157.59
-44.608
35.5534
97.7316
148.535
191.488
228.697
261.516
290.875

-447.97
-265.23
-162.78
-93.288
-41.909
-2.042
29.838
55.833
77.298
95.159

(Pn-Pr)^2 (Pn-Po)^2

123013.5
24834.5
1989.891
1264.047
9551.473
22062.62
36667.84
52302.12
68390.83
84608.12

200681
70348.49
26498.66
8702.625
1756.402
4.169855
890.2998
3117.3
5975.006
9055.232

13407.3

0.229948597
158.0550527
278.6466146
377.551442

Hasil rekapitulasi nilai r2 dan standar deviasi dari masing masing meode
adalah sebagai berikut :

Metode
Aritmatik
Geometrik
Regresi Linear
Eksponensial
Logaritmik

r^2
1
0.9877
1
0.7651
0.9057

STDEV
12.16931456
429.1628987
158.944569
972.1557554
158.0550527

Dari data diatas metode aritmatik sangat sesuai digunakan pada perhitungan
proyeksi di daerah Cisitu Baru dikarenakan jumlah penduduknya yang tidak terlalu
banyak dan juga pertumbuhan penduduknya dari tahun ke tahun tidak terlalu pesat.
Berikut contoh dan hasil perhitungan dengan menggunakan metode aritmatik :
Contoh Perhitungan Data
1. Proyeksi penduduk metode aritmatik
Perhitungan untuk tahun 2015
Pn = P0 + (r x t)

P0

= jumlah penduduk tahun 2006


= 826 jiwa

= pertambahan penduduk
= P2015-P2014 = 924-913
= 11

= x = 98,474

= R/12 = 98,474/12
= 8,206

= tahun ke- x
= Tn-T0 = 9

sehingga, nilai Pn untuk t = 2015


Pn

= P0 + (r x t)
= 826 + (8,206 x 9)
= 899 jiwa

2. Proyeksi jumlah penduduk 20 tahun ke depan


Berikut dilampirkan hasil proyeksi penduduk sampai dengan tahun 2035
:

Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035

Pn
826
834
842
850
858
867
875
883
891
899
908
916
924
932
940
949
957
965
973
981
990
998
1006
1014
1022
1031
1039
1047
1055
1064

4.3 Perkiraan Debit Air Buangan


4.3.1 Perhitungan kebutuhan air bersih untuk tahun 2035
Kebutuhan air domestik
Dari hasil survey didapatkan rumah yang ada pada daerah Cisitu Baru
merupakan rumah yang tergolong permanen, dari data survey dan hasil
proyeksi didapat jumlah penduduk tahun 2035 yaitu 1064 jiwa.
Kebutuhan air per orang per hari sesuai literature adalah 150 l/0/h dan
persen pelayanan kebutuhan air sebesar 70%. Maka total kebutuhan air
adalah jumlah penduduk x standar kebutuhan air x persen pelayanan yaitu
111668,034 l/hari.

Kebutuhan air non domestik.


Fasilitas umum yang terdapat pada daerah survey adalah satu sekolah
dengan perkiraan jumlah murid pada tahun 2035 sebanyak 350 siswa dan
standar kebutuhan air 10 l/o/hari maka kebutuhan air sebesar 3500 l/h dan
satu masjid dengan perkiraan luas masjid adalah 200 m2 pada tahun 2035
dan standar kebutuhan air sebesar 20 l/m2/h maka kebutuhan air sebesar
4000 l/h

4.3.2 Perhitungan Jumlah Air Buangan pada Tahun 2035


Jumlah air buangan untuk tahun 2035 dihitung dengan mengasumsikan
produksi air buangan sebesar 80% dari kebutuhan air total pada tahun 2035.
kebutuhan air domestik tahun 2035 (l/h)

111668

kebutuhan air non domestik tahun 2035 (l/h)

7500

kebutuhan air total 2035 (l/h)

119168

perkiraan air buangan tahun 2035 (l/h)

95334

4.3.3 Perhitungan Jumlah Air Buangan Periode 5 Tahunan Sampai dengan Tahun
2035

Sistem perencanaan 5 tahunan dibuat jika akan dilakukan penekanan terhadap


jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendesain sistem untuk 20 tahun
sekaligus. Dengan perencanaan 5 tahunan maka pembangunan sistem air
buangan akan berlangsung secara bertahap namun masih tetap melayani dengan
baik.
Persen pelayanan air bersih juga akan meningkat sehingga akan menyebabkan
produksi air buangan yang lebih banyak. Peningkatan persen pelayanan air
bersih diasumsikan meningkat 5% setiap tahunnya. Pengambilan angka tersebut
didasarkan pada program walikota bandung yang sedang dijalankan pada saat
ini yaitu Bandung Juara dimana tujuannya untuk meningkatkan pelayanan air
bersih di seluruh kota bandung Berikut dilampirkan hasil perhitungan debit air
buangan dalam periode 5 tahunan :
Untuk memudahkan perencanaan sistem maka daerah tersebut dibagi menjadi
beberapa blok sebagai berikut :

Air Buangan Domestik

Tahun 2020
Jumlah Penduduk Total (Jiwa)
Blok

jenis rumah

presentase
(%)

Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen

940

100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%

Standar
Penduduk
Kebutuhan
Kebutuhan Air
(jiwa)
Air (L/hari)
(L/orang/hari)
135
0
0
257
0
0
235
0
0
313
0
0

150
90
30
150
90
30
150
90
30
150
90
30

20250
0
0
38550
0
0
35250
0
0
46950
0
0

Persen
Pelayanan
(%)
70%
0%
0%
70%
0%
0%
70%
0%
0%
70%
0%
0%

Kebutuhan
Terlayani
(L/hari)

Total
kebutuhan
Air (L/hari)

14175
0
0
26985
0
0
24675
0
0
32865
0
0

14175

26985

24675

32865
Total

Timbulan Air
Buangan
(L/hari)
11340
0
0
21588
0
0
19740
0
0
26292
0
0
78960

Tahun 2025
Jumlah Penduduk Total (Jiwa)
Blok

jenis rumah

981

presentase
(%)

Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen

100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%

Standar
Persen
Kebutuhan
Total
Timbulan Air
Penduduk
Kebutuhan
Kebutuhan Air
Pelayanan
Terlayani
kebutuhan
Buangan
(jiwa)
Air (L/hari)
(L/orang/hari)
(%)
(L/hari)
Air (L/hari)
(L/hari)
140
150
21000
80%
16800
13440
0
90
0
0%
0
16800
0
30
0
0%
0
269
150
40350
80%
32280
25824
0
90
0
0%
0
32280
0
0
30
0
0%
0
0
245
150
36750
80%
29400
23520
0
90
0
0%
0
29400
0
0
30
0
0%
0
0
327
150
49050
80%
39240
31392
0
90
0
0%
0
39240
0
0
30
0
0%
0
0
Total
94176

Tahun 2030
Jumlah Penduduk Total (Jiwa)
jenis rumah
Blok
A

1022

presentase
(%)

Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen

100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%

Standar
Persen
Kebutuhan
Total
Timbulan Air
Penduduk
Kebutuhan
Kebutuhan Air
Pelayanan
Terlayani
kebutuhan
Buangan
(jiwa)
Air (L/hari)
(L/orang/hari)
(%)
(L/hari)
Air (L/hari)
(L/hari)
146
150
21900
90%
19710
17520
0
90
0
0%
0
19710
0
30
0
0%
0
280
150
42000
90%
37800
30240
0
90
0
0%
0
37800
0
0
30
0
0%
0
0
255
150
38250
90%
34425
27540
0
90
0
0%
0
34425
0
0
30
0
0%
0
0
341
150
51150
90%
46035
36828
0
90
0
0%
0
46035
0
0
30
0
0%
0
0
Total
112128

Tahun 2035
Jumlah Penduduk Total (Jiwa)
jenis rumah
Blok
A

Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen
Permanen
Semi-Permanen
Non-Permanen

1063

presentase
(%)
100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%
100%
0%
0%

Standar
Persen
Kebutuhan
Total
Timbulan Air
Penduduk
Kebutuhan
Kebutuhan Air
Pelayanan
Terlayani
kebutuhan
Buangan
(jiwa)
Air (L/hari)
(L/orang/hari)
(%)
(L/hari)
Air (L/hari)
(L/hari)
152
150
22800
95%
21660
17328
0
90
0
0%
0
21660
0
30
0
0%
0
292
150
43800
95%
41610
33288
0
90
0
0%
0
41610
0
0
30
0
0%
0
0
265
150
39750
95%
37762,5
30210
0
90
0
0%
0
37762,5
0
0
30
0
0%
0
0
354
150
53100
95%
50445
40356
0
90
0
0%
0
50445
0
0
30
0
0%
0
0
Total
121182

Contoh Perhitungan :
Kebutuhan Air (L/hari) tahun 2035 (Blok A rumah permanen)
=penduduk*standar kebutuhan air
=152*150=22800 L/hari
Kebutuhan Terlayani (L/hari) tahun 2035 (Blok A Rumah Permanen)
=persen pelayanan*Kebutuhan air
=95%*22800=21660L/hari
Total Kebutuhan air (L/hari) tahun 2035 Blok A
=keburuhan terlayani (L/hari)(permanen+semi-permanen+non-permanen)
=21660+0+0=21660 L/hari
Timbulan Air Buangan (L/hari) Tahun 2035 Blok A
=0.8*Kebutuhan Air Terpenuhi
=0.8*21660=17328L/haru
Total Air Buangan (L/hari) Tahun 2035
= Total Air Buangan (Blok A+B+C+D) (L/Hari)
=17328+33288+30210+40356=121182 L/hari

Air buangan non domestik

Penggunaan Lahan
Sekolah
Masjid/Sarana Ibadah

Penggunaan Lahan
Sekolah
Masjid/Sarana Ibadah

Penggunaan Lahan
Sekolah
Masjid/Sarana Ibadah

Penggunaan Lahan
Sekolah
Masjid/Sarana Ibadah

Jumlah

Unit

350 Murid
200 m2

Jumlah

Unit

350 Murid
200 m2

Jumlah

Unit

350 Murid
200 m2

Jumlah

Unit

350 Murid
200 m2

Tahun 2020
Standar Kebutuhan Kebutuhan
Persen
Kebutuhan
Total Kebutuhan
Timbulan Air
Air (L/unit/hari)
Air (L/hari) Pelayanan (%) Terpenuhi (L/hari) Terpenuhi (L/hari) Buangan (L/hari)
10
3500
70%
2450
2450
1960
20
4000
70%
2800
2800
2240
Tahun 2025
Standar Kebutuhan Kebutuhan
Persen
Kebutuhan
Total Kebutuhan
Timbulan Air
Air (L/unit/hari)
Air (L/hari) Pelayanan (%) Terpenuhi (L/hari) Terpenuhi (L/hari) Buangan (L/hari)
10
3500
75%
2625
2625
2100
20
75%
3000
4000
3000
2400
Tahun 2030
Standar Kebutuhan Kebutuhan
Persen
Kebutuhan
Total Kebutuhan
Timbulan Air
Air (L/unit/hari)
Air (L/hari) Pelayanan (%) Terpenuhi (L/hari) Terpenuhi (L/hari) Buangan (L/hari)
10
3500
80%
2800
2800
2240
20
80%
3200
4000
3200
2560
Tahun 2035
Standar Kebutuhan Kebutuhan
Persen
Kebutuhan
Total Kebutuhan
Timbulan Air
Air (L/unit/hari)
Air (L/hari) Pelayanan (%) Terpenuhi (L/hari) Terpenuhi (L/hari) Buangan (L/hari)
10
3500
85%
2975
2975
2380
20
85%
3400
4000
3400
2720

Contoh Perhitungan :
Kebutuhan Air (L/hari) Tahun 2035 Sekolah
=Jumlah murid*standar kebutuhan air sekolah
=3500*10=35000L/hari
Kebutuhan Air (L/hari) Tahun 2035 Masjid
=Luas masjid*standar kebutuhan air masjid
=200*20=4000L/hari
Kebutuhan Terpenuhi (L/hari) Tahun 2035 Sekolah
=Kebutuhan air (L/hari)*Persen Pelayanan (%)
=3500*85%=2975L/hari
Kebutuhan Terpenuhi (L/hari) Tahun 2035 Masjid
=Kebutuhan air (L/hari)*Persen Pelayanan (%)
=4000*85%=3400L/hari
Timbulan Air Buangan (L/hari) Tahun 2035 Sekolah
=80%*Total Kebutuhan Air Terpenuhi
=0.8*2975=2380L/hari

Timbulan Air Buangan (L/hari) Tahun 2035 Masjid


=80%*Total Kebutuhan Air Terpenuhi
=0.8*3400=2720L/hari

Anda mungkin juga menyukai