Anda di halaman 1dari 13

BAB I

A. Latar Belakang
Secara umum Status Asmatikus adalah penyakit asma yang berat disebabkan oleh
peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli
yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang
berlebih lebihan dari kelenjar kelenjar di mukosa bronchus. Hal tersebut
dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi, baik dari faktor ekstrinsik dan
instrinsik.
Di dalam Faktor Ekstrinsik memperlihatkan Asma yang timbul karena reaksi
hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen
yang terdapat di udara ( antigen inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk serbuk dan
bulu binatang, sedangkan pada faktor instrinsik nya memperlihatkan bahwa asma
timbul akibat infeksi baik itu virus, bakteri dan jamur, cuaca iritan, bahan kimia,
emosional, dan aktifitas yang berlebihan. Penyakit asma ini berlangsung dalam
beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada
pengobatan yang lazim. Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat
berakibat

kematian.

Asma diklasifikasikan sebagai penyakit, intermiten reversibel, obstruktif dari paruparu. Ini adalah berkembang masalah kesehatan di Amerika Serikat, dengan sekitar 20
juta

orang

terkena

dampak.

Dalam 20 tahun terakhir, jumlah anak dengan asma telah meningkat nyata, dan tidak
terkemuka serius penyakit kronis pada anak-anak. Sayangnya, sekitar 75% anak
dengan asma terus memiliki masalah kronis di masa dewasa. Jumlah kematian setiap
tahunnya dari asma telah meningkat lebih dari 100% sejak tahun 1979 di Amerika
Serikat.

Asma adalah penyakit saluran udara yang ditandai oleh peradangan saluran napas dan
hyperreactivity (Meningkat tanggap terhadap berbagai pemicu). Hyper-reaktivitas
mengarah ke saluran napas karena onset akut kejang otot pada otot polos dari
tracheobronchial obstruksi pohon, sehingga mengarah ke lumen menyempit. Selain
kejang otot, terdapat pembengkakan mukosa, yang menyebabkan edema. Terakhir,
kelenjar lendir peningkatan jumlah, hipertrofi, dan mengeluarkan lendir tebal.
Pada asma, kapasitas total paru (TLC), kapasitas residu fungsional (FRC), dan sisa
volume (RV) meningkat, tetapi tanda penyumbatan saluran napas adalah pengurangan
rasio paksa expiratory volume dalam 1 detik (FEV1) dan FEV1 dengan kapasitas vital
paksa (FVC). Meskipun asma dapat disebabkan oleh infeksi (khususnya virus) dan
iritasi

dihirup,

hasil

hal

itu

sering

reaksi

terjadi
alergi.

Sebuah alergen (antigen) diperkenalkan untuk tubuh, dan kepekaan seperti antibodi
imunoglobulin E (IgE) terbentuk. LgE antibodi mengikat untuk sel mast jaringan dan
basofil di mukosa bronkiolus, jaringan paru-paru, dan nasofaring. Antigen-antibodi
reaksi melepaskan zat mediator primer seperti histamin dan zat bereaksi lambat dari
anaphylaxis (SRS-A) dan lain-lain. Ini menyebabkan mediator kontraksi kelancaran
otot dan edema jaringan. Selain itu, sel goblet mengeluarkan lendir tebal ke saluran
udara yang menyebabkan obstruksi. Asma intrinsik hasil dari semua penyebab lain
kecuali alergi, seperti infeksi (Khususnya virus), menghirup iritasi, dan penyebab
lainnya atau etiologi. The parasimpatis sistem saraf menjadi terangsang, yang
meningkatkan

nada

bronchomotor,

mengakibatkan

bronkokonstriksi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari makalah ini mahasiswa Keperawatan A6.1 Universitas Respati

yogyakarta dapat mengetahui tentang penyakit asma tikus dan asuhan keperawatan
terhadap klien dengan penyakit asmatikus.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui definisi penyakit asmatikus
b. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit asmatikus
c. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala penyakit asmatikus
d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit asmatikus
e. Mahasiswa dapat mengetahui pathway penyakit asmatikus
f. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan penyakit
asmatikus
BAB II
A. Pengertian Pujo
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang berhubungan dengan
hiperresponsif saluran nafas yang menyebabkan episode berulang wheezing, sesak
nafas, dada terasa sesak, dan batuk yang bersifat reversible secara spontan atau
dengan

terapi.

Asma berat, walaupun sulit untuk didefenisikan, termasuk semua kasus penyakit yang
sulit diberantas atau resistant terhadap terapi yang menyebabkan peningkatan resiko
mortalitas dan morbiditas. Penyempitan saluran nafas yang menyebabkan gangguan
ventilasi perfusi, hiperinflasi paru, dan peningkatan kerja pernafasan yang bisa
menyebabkan otot pernafasan menjadi lelah dan gagal pernafasan yang mengancam.
Status asmatikus didefenisikan sebagai asma akut berat yang ditandai dengan
serangan

serius

asma

yang

beresiko

berkembang

menjadi

gagal

nafas.

B. Etiologi Desi
Etiologi asma belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Namun suatu hal yang
seringkali terjadi pada penderita asma addalah fenomena hiperaktivitas bronkhus.
Bronkhus penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun
nonimunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai
rangsang baik fisik, metabolisme, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Faktor
penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin
dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Alergen utama: debu rumah, spora jamur dan tepung sari dan polutan
Iritan seperti asap, bau-bauan dan polutan
Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
Perubahan cuaca yang ekstrem
Aktivitas fisik yang berlebihan
Lingkungan kerja
Obat-obatan
Emosi
Lain-lain seperti refluks gastro esofagus

Somantri, Irman.2007. Keperawatan medikal: bedah asuhan keperawatan pada pasien


dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba medika
C. Penatalaksanaan Medis panggih
Dalam lingkungan kedaruratan, pasien mula-mula diobati dengan agonis beta
(mis,metaproterenol,terbutalin dan albuterol) dan kortekosteroid. Pasien mungkin juga
membutuhkan oksigen suplementel dan cairan intravena untuk hidrasi.
Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dipsnea, sianosis, dan hipoksemia. Oksigen
aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker venturi atau kateter hidung
diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai-nilai gas darah. PAO2
dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedatif merupakan kontraindikasi.
Jika tidak terdapat respon terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan
dirumah sakit.
Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah (respirasi
asidosis), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan
ventilasi mekanis, adalah kriteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan

dirumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis,


tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal nafas atau pada mereka yang
kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernafas atau mereka yang kondisinya
tidak berespon terhadap pengobatan awal.
D. Pemeriksaan Penunjang danang
A. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma
akan didapati :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
B. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
C. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
D. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
E. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
F. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G

Pemeriksaan gas darah arteri

Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi
berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis
( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2
( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan
tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH
darah rendah.
E. Komplikasi prisca
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang mengancam
jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus ini, kerja pernapasan
sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen juga
meningkat. Karna individu yang mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan
oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan
spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat
menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila
individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.
(Corwin, Elizabeth J.2009. Buku saku : Patofisiologi.ed.3.Jakarta : EGC)
Tanpa pengobatan yang adekuat, status asmatikus dapat berlanjut ke gagal napas dengan
hipoksemia, hipercapnea, dan acidosis respiratorik.
F. Kegawatdaruratan ogi

AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan
nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin
sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :

a. Amankan pasien ke tempat yang aman


R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk
pasien
b. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien
c. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih
intensif
d.

Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien


R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya

penumpukan sekret
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien
setengah telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha
napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status
asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising
mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh
frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :

Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas


Intervensi :
a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta
pipi ke mulut

pasien

R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien


c. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh
oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini
ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula
penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi ( APE )
kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari
120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji
pada tahap circulation ini.
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
jugularis

pantau tanda tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi

R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba

D.P

Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,
Trans Info Media, 2009.

G. Pathway
Status
Asmatikus
Penurunan Respon
Pernafasan

Kegagalan Pernafasan
Ventilasi
Ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi
Hipoventilasi
alveoli
Gangguan Difusi Dan
Retensi Co2
Hipoksia
Jaringan
Otak
Sel Otak
Mati
Tekanan
Intrakranial
Kejang, Pusing
Gelisah,
Penurunan
Kesadaran

Paru-Paru

Kardiovaskule
r
Mekanisme Kompensasi
(peningkatan Heart rate dan
Tekanan darah)
Kelemahan
Otot Jantung
( TD dan CO,
Brakikadi)
Curah
jantung
Gagal
Jantung

Pernafasa
n
Kelelahan,
diaporosis,
sianosis
Intoleransi
Aktivitas

Secret,
Edema
Wheezing
Gangguan
Pertukaran
Gas

PCO
Depresi
2
Pusat
pernafasan
hipoventil
asi
Bradipnea

H. Asuhan Keperawatan kamis jam 8 kampus


No

Diagnosa

Intervensi

Implementasi

Rasional

Ansietas berhubungan dengan faktor takut sulit bernapas disebabkan gagal napas yang berat, kurang pengetahhuan tentang rencana
pengobatan dan pemeriksaan.
Intervensi
1. Tetap berada disamping pasien atau minta seseorang untuk mendampinginya sampai gawat napas mulai berkurang. Pertahankan
pendekatan yang tenang dan percaya diri.
2. batasi pengunjung sampai gawat napas teratasi

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai