Anda di halaman 1dari 31

RESPONSI KASUS DOKTER MUDA

TOPIK NEONATOLOGI

Oleh :
Rofida Lathifah
Ayu Nasiroh
Hari D Pagehgiri

010810560
010810561
010810562

Pembimbing :
Risa Etika, dr., Sp.A(K)

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
2012
BAYI PREMATUR
A.

Bayi Prematur dengan Berat Lahir Rendah (BBLR)

I.

Definisi
Prematuritas adalah kelahiran bayi pada saat masa kehamilan kurang dari 37
minggu atau kurang dari 259 hari, dihitung dari hari pertama haid terakhir
(Lee,2008), atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (YBP-SP, 2002). Bayi
prematur adalah bayi yang lahir belum cukup bulan. Berdasarkan kesepakatan
WHO, belum cukup bulan ini dibagi lagi menjadi 3, yaitu :
1. Kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 37 minggu.
2. Sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 34 minggu.

3. Amat sangat kurang bulan adalah bayi yang lahir pada usia kurang dari 28
minggu. (Martono, Hari. 2007)
II.

Etiologi
Penyebab terjadinya kelahiran prematur biasanya tidak diketahui. 15% dari
kelahiran prematur ditemukan pada kehamilan ganda (di dalam rahim terdapat lebih
dari 1 janin). Di negeri maju angka kejadian kelahiran bayi prematur ialah sekitar
6% - 7%, sedangkan di negeri yang sedang berkembang angka kejadian ini kurang
lebih 3X lipat.
Sebagian besar penyebab kelahiran prematur adalah akibat komplikasi
medis dan obstetris, antara lain preeklampsia (43 persen), gawat janin (27 persen),
pertumbuhan janin terhambat (10 persen), ablasio plasenta (7 persen), dan 72
persen sisanya disebabkan oleh persalinan preterm spontan dengan atau tanpa
pecah ketuban (Meis dkk., 1998). Faktor gaya hidup: perilaku seperti merokok, gizi
buruk dan penambahan berat badan yang kurang baik selama kehamilan, serta
penggunaan obat seperti kokain dan alkohol.Faktor genetik, serta Infeksi cairan
amnion dan korioamnion oleh mikroorganisme akibat ketuban pecah preterm juga
dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur (Cunningham dkk., 2006).
Secara garis besar, penyebab terjadinya kelahiran prematur dapat
dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu:
1. Faktor ibu
a. Ras (wanita keturunan afrika amerika memilki resiko lebih tinggi).
b. Ibu hamil kurang dari 18 tahun (kehamilan usia muda)
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun
dan pada multigravida yang jarak antara kelahirannya terlalu dekat. Kejadian
terendah adalah pada usia ibu antara 26 35 tahun.
c. Ibu menderita hipertensi dan atau kelainan jantung
d. Ibu mengalami pendarahan yang jika tidak ditangani dengan mengakhiri
kehamilan dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi
e. Ibu mengalami trauma akibat aktivitas fisik berlebihan
f. Ibu perokok, mengkonsumsi alkohol, penyalahgunaan obat
g. Ibu menderita diabetes
h. Keadaan sosial ekonomi (keadaan gizi yang buruk)
i. Stress
j. Ibu pernah mengalami keguguran (abortus) atau melahirkan bayi prematur
pada riwayat kehamilan sebelumnya. (Hassan, Delina. 2006)
k. Kelainan anatomi pada rahim atau leher rahim
Lemahnya bagian bawah rahim atau disekitar mulut rahim (serviks) sehingga
rahim akan terbuka sebelum usia kehamilan mencapai 38 minggu.
2. Faktor uterus

Kelainan bentuk rahim, misalnya uterus lebih berbentuk seperti buah pear,
atau uterus terpisah menjadi dua ruang (Uterus Bifidus)
- Ketuban pecah sebelum waktunya
- Adanya infeksi seperti saluran kemih yang tidak diobati
- Pemeriksaan kehamilan
3. Faktor janin / bayi
a. Kehamilan ganda
b. Hidramnion (kelebihan cairan ketuban)
c. Bayi memiliki kelainan bawaan
d. Gawat janin
e. Infeksi
f. Bayi memiliki pertumbuhan yang sangat lambat saat di dalam kandungan.
III.

Patofisiologi
Kelahiran prematur secara fisiologis merupakan sindrom heterogonous.
Prosesnya meliputi empat cara, yaitu overdistensi yang berlebihan dari membran
myometrium dan fetus, perdarahan desidual, aktivasi hormon fetus sebelum
waktunya, dan infeksi atau inflamasi intrauterus. Proses ini dapat berlangsung
beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum gejala klinik kelahiran prematur
tampak. Proses pastinya mungkin berasal dari satu atau lebih proses di atas,
misalnya infeksi atau inflamasi intrauterus dan abrupsi plasenta seringkali
bersamaan dengan kelahiran prematur. Perdarahan desidual dan infeksi intrauterine
menyebabkan mekanisme inflamasi molekuler yang berperan dalam kelahiran.
Etiologi heterogenitas dari kelahiran prematur menambah kompleksitas pendekatan
terapeutik. Meskipun akhirnya

gambaran klinik seorang wanita dengan

prematuritas mungkin tampak sebagai homogenitas, faktor yang mendahului dapat


berbeda antara satu wanita dengan wanita yang lain. Gambaran klinik yang pasti
dan faktor risiko mempengaruhi ibu dan janin pada kelahiran prematur dalam jalur
yang spesifik atau biasa. Misalnya, wanita dengan kehamilan multifetal lebih
berisiko mengalami kelahiran prematur, sepertinya memperlihatkan overdistensi
uterus yang patologis. Wanita yang menglami ruptur membran prematur pada usia
kehamilan yang sangat muda (24 - 28 minggu) akan meningkatkan risiko tejadinya

infeksi intrauterus yang pengaruhnya belum diketahui sampai saat ini (Simhan and
Caritis, 2007).
IV.

Manifestasi Klinis
Gambaran bayi premature sangat bervariasi tergantung dari umur kehamilan
saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan saat
dilahirkan maka makin besar pula perbedaannya dengan bayi cukup bulan.
Sehingga dapat digambarkan bayi prematur mempunyai karakteristik:
a.
Ukuran kecil, Berat badan kurang dari 2.500 gram, panjang badan kurang
dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30
b.
c.
d.
e.

cm
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
Kepala relatif lebih besar dari badannya
Sering tampak peristaltik usus
Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya), Vena di bawah
kulit terlihat (kulitnya transparan), rambut lanugo banyak, lemak bawah
kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput

f.

Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung
belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan).
Telinga tipis dan lembek

g.

Tangisnya lebih lemah dan jarang

h.

Pernafasannya tidak teratur

i.

Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang,
testis belum turun ke dalam skorum

j.

Untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum menutupi


labia mayora

k.

Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks isap,
menelan, dan batuk masih lemah atau tidak efektif, dan tangisnya lemah

l.

Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan


jaringan lemak masih kurang

(Medical UGM, 2005) (Budjang,2006)


V.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang lahir prematur antara lain:
1. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin). Paru-paru yang matang
sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas dengan bebas, ketika

lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka.
Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang disebut surfaktan,
yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan
permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam
jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka. Diantara saatsaat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya terjadi Sindroma
Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada
beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika
penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator
dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah
selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).
2. Bronkopulmoner Displasia (BPD)
Infant dengan BPD memiliki resiko 2x lebih tinggi untuk mengalami penyakit
saluran nafas, terutama infeksi karena virus saluran pernapasan. Infant dengan
BPD yang parah memerlukan terapi trakeostomi dan bantuan ventilator jangka
panjang. Infant dengan BPD yang tidak terlalu parah memerlukan tambahan
oksigen saat perawatan di rumah disertai bronkodilator dan pemberian diuretik.
Infant dengan BPD juga terdapat peningkatan resiko terjadinya kesulitan
pemberian makanan, gastroesophageal reflux, poor weight gain, and delays in
achieving early developmental milestones.
3. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin

belum matang. Untuk mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan


obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. Selain itu, otak
yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler).atau cedera .
4. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental).
6. Penyakit jantung.
7. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang
dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi karena
fungsi hatinya masih belum matang dan karena kemampuan makan dan
kemampuan mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan
bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi
pencernaan bayi.
8. Infeksi atau septikemia.
Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta
(ari-ari). Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur

lebih tinggi. Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi
(peradangan pada usus).
9. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa
tinggi (hiperglikemia) maupun rendah (hipoglikemia).
10. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
11. Keterbelakangan mental dan motorik.
12. Anemia.
(Medical UGM, 2005)
VI.

Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di
luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah
kekurangan vitamin dan zat besi.
a. Pengaturan suhu
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi
yang relative lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit dan kekurangan lemak coklat (brown flat). Untuk mencegah
hipotermia perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam
keadaan istirahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap
normal. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, bayi dapat diletakkan di infant
warmer
Metode lain yang dapat digunakan yaitu metode kangguru. Metode kanguru
adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus menerus dan
dikombinasi dengan pemberian ASI ekslusif ( UKK Perinatologi IDAI. 1999, hlm
108). Perawatan Metode Kanguru merupakan alternatif perawatan bayi berat lahir
rendah (< 2000 gr) oleh karena kurangnya sarana dan prasarana.
Cara merawatnya adalah bayi dalam keadaan telanjang (hanya memakai
popok & topi) diletakkan secara tegak/vertikal di dada antara ke 2 payudara ibu
(ibu telanjang dada) kemudian diselimuti.
Manfaat Perawatan Metode Kangguru (PMK) ini tidak saja untuk bayi,
tetapi juga untuk bayi ibu, keluarga, dan institusi dimana MK ini diterapkan.

Adapun manfaat metode kanguru adalah sebagai berikut : (PERINASIA, 2003,


hlm.3)
a. Bayi
Manfaat metode kanguru pada bayi adalah:
(1) Suhu tubuh stabil (36.5-37 oC);
(2) Detak jantung relatif stabil sekitar 140-160/ menit, fluktuasi 5- 10 kali.
(3) Tidur lebih lelap;
(4) Kenaikan berat badan lebih cepat;
(5) Lebih jarang timbul infeksi yang serius;
(6) Lebih jarang apnu;
(7) Bayi lebih diperlakukan manusiawi selama dalam perawatan intensif (humazing
neonatal care).
b. Ibu
Manfaat metode kanguru pada ibu adalah:
(1) Berkurangnya stess;
(2) Merasa lebih percaya diri; mampu merawat bayi kecil;
(3) Merasa diberdayakan dalam perawatan bayinya;
(4) Terjalinya ikatan batin yang kuat antara ibu dan bayi (bonding);
(5) Menigkatnya pemberian ASI.
Sedangkan pelaksanaan metode kanguru adalah Segera setelah lahir; Sangat
awal, sebelum umur 24 jam; Awal, setelah umur 24 jam; Menengah, setelah 7 hari
perwatan; atau Setelah keluar dari perawatan inkubator.
b. Bantuan Pernafasan
- Pemberian alat bantu nafas ( ventilasi mekanik)
Alat bantu napas diperlukan bayi prematur bila dalam keadaan sesak berat
-

karena paru-paru belum berkembang sempurna atau karena henti napas.


Pemberian Terapi Surfaktan
Pada keadaan paru-paru yang belum berkembang dalam keadaan parah
maka seringkali diperlukan pemberian surfaktan. Terapi surfaktan diberikan
pada bayi dengan RDS yang bernafas dengan mean airway pressure kurang
lebih 7cm H2O dan konsentrasi oksigen saat inspirasi (FIO2) 0.3 atau lebih

pada 2 jam pertama setelah kelahiran.


Suplemen Vitamin A .
Pada bayi dengan berat badan kurang dari 1,000 g akan diberikan 5,000 IU
vitamin A intramuscularly 3x dalam satu minggu yang diberikan selama 4

minggu. Pemberian vitamin ini terbukti dapat menurunkan resiko kejadian


-

bronchopulmonary dysplasia (BPD).


Caffeine citrate diberikan pada 10 hari pertama setelah kelahiran, pemberian
sesuai dosis stamdart. Caffein ini dapat menurunkan resiko terjadi
bronchopulmonary dysplasia (BPD).

c. Pemberian Cairan dan Minum


Pada bayi prematur, reflek hisap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang
disamping itu kebutuhan protein 3 5 gram/ hari dan tinggi kalori (110 kal/ kg/
hari), agar berat badan bertambah sebaik baiknya. Jumlah ini lebih tinggi dari
yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi
berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia.
Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan penghisapan cairan
lambung. Hal ini perlu untuk mengetahui ada tidaknya atresia esophagus dan
mencegah muntah. Penghisapan cairan lambung juga dilakukan setiap sebelum
pemberian minum berikutnya. Pemberian minum pada bayi prematur dinaikkan
secara bertahap dan harus cermat diamati perkembangannya. Bila keadaan
pencernaan bayi belum optimal awalnya pemberian minum dilakukan melalui
Continous Drip. Atau memberi minum melalui selang yang dimasukan mulut
dengan menggunakan alat pompa tekan yang dapat diatur kecepatan minum secara
minimal dan teratur. Pada lebih usia kehamilan 32 minggu biasanya reflek
menghisap bayi sudah mulai timbul. Sehingga sangat baik bila dapat diberikan ASI
secara langsung. Dalam pemberian cairan pada bayi prematur perlu di monitoring
berat badan, tekanan darah, produksi urin dan frekuensi serum elektrolit.
d. Mencegah Infeksi
Bayi prematur mudah sekali terserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena
daya tahan tubuh terhadap infeksi kurang, relatif belum sanggup membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik, oleh
karena itu prinsip terapi bayi prematur berupa minimal handling untuk mencegah
terjadinya infeksi. Infeksi pada bayi prematur dapat berasal dari pemakaian
ventilasi mekanik yang terlalau lama, umbilical and central venous lines dan
bantuan nutrisi

parenteral. Antibiotic profilaksis yang dapat diberikan yaitu

ampicillin dan gentamicin. Untuk mencegah infeksi dapat berupa:

Diadakan pemisahan antara bayi yang terkena infeksi dengan bayi yang

tidak terkena infeksi


Mencuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah memegang bayi
Membersihkan temapat tidur bayi segera setelah tidak dipakai lagi
Setiap petugas di bangsal bayi harus menggunakan pakaian yang telah

disediakan
Petugas yang mempunyai penyakit menular dilarang merawat bayi.
Kulit dan tali pusat bayi harus dibersihkan sebaik baiknya

(Steven A. Ringer, 2011)


e. Immunisasi
Vaksinasi pada bayi prematur dan BBLR tetap menggunakan dosis penuh,
dengan jadwal seperti bayi yang lahir tepat bulan (sesuai jadwal vaksinasi yang
ditetapkan menurut umur kronologis), kecuali untuk vaksin hepatitis B. Bayi yang
stabil secara medis, harus mendapat vaksin Hepatitis B sejak usia 30 hari terlepas
dari usia gestasional ataupun berat badan lahir. Jika bayi cukup sehat secara medis
dan dapat pulang ke rumah sebelum usia 30 hari, vaksin dapat diberikan saat pasien
dipulangkan. Walaupun beberapa studi menyatakan respon imun jangka panjang
pada imunisasi rutin menunjukkan titer antibodi yang lebih rendah pada bayi
preterm, namun sebagian besar mencapai titer pada kadar terapeutik. (Rusmil,
2012)
Komposisi ASI dari ibu yang melahirkan bayi prematur
ASI dari ibu yang melahirkan bayi prematur berbeda dengan ASI dari ibu
yang melahirkan bayi cukup bulan.Hal ini disebabkan karena ASI merupakan
cairan tubuh yang dinamis, dan komposisi ASI senantiasa berubah untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayi baru lahir. ASI pertama yang dikonsumsi bayi, disebut foremilk (ASI awal), mengandung kadar lemak yang lebih rendah, yang secara konstan
meningkat kadarnya dalam hind-milk (ASI akhir), dan hal ini diduga yang
mendasari timbulnya rasa puas atau kenyang pada bayi.
Selain itu, ASI bayi prematur ternyata mengandung lebih banyak sistein,
taurin, lipase yang meningkatkan absorbsi lemak, asam lemak tak jenuh rantai
panjang (long chain polyunsaturated fatty acids), nukleotida, dan gangliosida, selain
juga memiliki bioavailabilitas yang lebih besar terhadap beberapa jenis elemen
mineral.

Kandungan gizi ASI bayi prematur lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
matur (cukup bulan), sehingga pertumbuhan bayi prematur pada awalnya seringkali
cukup baik. Komposisi ASI bayi prematur akan berubah menjadi serupa ASI bayi
matur dalam waktu 3-4 minggu, namun pada saat itu masa kehamilan bayi juga
sudah cukup bulan sehingga ASI-nya sesuai dengan kebutuhannya. Untuk bayi
yang pada usia kronologis 4 minggu masa kehamilan belum mencapai 37 minggu
selain ASI perlu ditambahkan Human Milk Fortifier (fortifikasi ASI).
Fortifikasi ASI mengandung protein bovine whey-predominant atau
hidrolisat, karbohidrat yang khususnya terdiri atas polimer glukosa/maltodekstrin,
mengandung natrium, kalsium, fosfor, magnesium, beberapa mikronutrien serta
vitamin. Dari Cochrane Reviews, didapatkan bahwa fortifikasi multikomponen ASI
meningkatkan retensi nitrogen, memperbaiki pertumbuhan, serta kandunganmineral
tulang. Fortifikasi dimulai jika toleransi minum >100 mL/kgbb/hari atau bayi sudah
mencapai pemberian minum secara penuh. Untuk nutrisi yang optimal, bayi
prematur membutuhkan asupan nutrisi 180 mL/kgbb/hari. Pemberian Human milk
fortifier atau ASI yang difortifikasi umumnya dihentikan saat bayi akan pulang dari
perawatan rumah sakit (Primadi, 2009).

B.

Respiratory distress sindrome


1. Definisi
RDS merupakan penyakit pernapasan yang terutama mempengaruhi bayi
kurang bulan. Keadaan ini terjadi pada sekitar seperempat bayi yang lahir pada usia
kehamilan 32 minggu dan insidennya meningkat sejalan dengan memendeknya
periode kehamilan. Semua faktor yang terlibat dalam perubahan fisiologis yang
terjadi pada RDS tidak sepenuhnya dipahami tetapi disfungsi primer yang terjadi
adalah surfaktan yang berkurang.
Faktor resiko yang meningkatkan atau menurunkan resiko RDS adalah:
Peningkatan resiko:
- kelahiran kurang bulan
- bayi laki-laki
- predisposisi familial
- seksio sesarea tanpa didahului proses persalinan

- asfiksia perinatal
- korioamnionitis
- neonatus dari ibu diabetes
- hydrops fetalis
Menurunkan resiko:
- stress intrauterine yang kronis: ketuban pecah dini dalam jangka panjang,
hipertensi ibu, pemakaian narkotik, pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil
masa kehamilan (KMK)
- Kortikosteroid-prenatal
- Agen tokolitik
2. Gejala Klinis
Biasa ditemui pada saat lahir tetapi mungkin muncul pada waktu hingga 12
jam setelah kelahiran. Ditemui dengan gawat pernapasan yang semakin parah.
Peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas. Sianosis pada udara kamar
yang terus bertahan atau melaju selama 48 jam pertama kehidupan. Peningkatan
takipnea (>60 per menit). Merintih pada saat ekspirasi dan retraksi dinding dada.
Pemeriksaan laboratorium: gas darah mengungkap adanya hipoksia,hiperkapnia,
dan asidosis; gambaran darah lengkap menyisihkan kemungkinan infeksi; kadar
glukosa darah biasanya rendah. Foto polos dada mengungkap kepadatan
retikulogranular bilateral (penampilan seperti serpihan kaca) dan paru opak (udarabronkogram)

Gambar-1. Gambaran foto thorax paru dengan RDS


3. Tatalaksana RDS

Umum
- Dukungan dasar yaitu pengaturan suhu dan cairan parenteral serta obat-obatan
(antibiotik)
- Pemberian oksigen, lebih disukai O2 40% yang telah dipanaskan dan
dilembabkan dengan menggunakan head box
- Dukungan pernapasan diperlukan jika pasien terus melemah di bawah kondisi
FiO2 lebih dari 60% dan/atau jika PaO2 kurang dari 50mmHg. Continuous
Positive Airway Pressure (CPAP) kemudian dicoba.
- Tindakan CPAP bila:
o pH<7,2
o atau PO2 < 40mmHg
o atau PCO2 > 60mmHg
o Defisit basa > - 10
poin 2,3,4 FiO2>60%
*Catatan: jika dua analisis gas darah berurutan yang terpisah 20 menit mengungkap
adanya nilai seperti yang tercatat di atas, lanjutkan tindakan dengan intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanik
Spesifik: Terapi penggantian surfaktan
C.

Hiperbilirubinemia Pada Neonatus


1. Definisi
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatorum
adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit
dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih (Sukadi, 2008).
Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (>17
mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL
(>86 mol/L) (Etika et al, 2006).
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2007). Hiperbilirubinemia fisiologis yang
memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excessive
Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non
Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus
>950/00 menurut Normogram Bhutani (Etika et al, 2006).

Gambar-2. Normogram Bhutani


Sumber: Risa Etika, Agus Harianto, Fatimah Indarso, Sylviati M. D. Hiperbilirubinemia
pada Neonatus. Divisi Neonatologi bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK Unair / RSU Dr.
Soetomo Surabaya. 2006: 3.

2. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85 sampai 90%)
terjadi dari penguaraian hemoglobin dan sebagian kecil (10 sampai 15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel
sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tetrapirol bilirubin,
yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air ( bilirubin tak
terkonjugasi, indirek ). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke
albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh
dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat ( bilirubin
terkonjugasi, direk ) (Sacher, 2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk
ke sistem empedu untuk di eksresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin
diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah
menjadi sterkobilin dan dieksresikan melalui feses. Sebagian urobilinogen
direabsorbsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya dieksresikan ke dalam

empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini dieksresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal, level serum bilirubin < 1 mg/dl. Ikterus akan muncul
pada dewasa bila level serum bilirubinnya > 2 mg/dl, dan pada bayi yang baru lahir
akan muncul ikterus bila kadarnya > 7 mg/dl (Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk mengeksresikannya, atau disebabkan oleh
kegagalan hati ( karena rusak ) untuk mengeksresikan bilirubin yang diproduksi
dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati
juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin
tertimbun di dalam darah, dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2
2,5 mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi
kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et al, 2009).
3. Penyebab
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, etiologi ikterus neonatorum
dapat dibagi:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom CrigglerNajjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin


indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Hassan et
al, 2005).
Secara umum, hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan
antara lain (Etika dkk, 2006) :
A. Penyebab yang sering:
1. Hiperbilirubinemia fisiologis
2. Inkompatibilitas golongan darah ABO
3. Breast Milk Jaundice
4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus
5. Infeksi
6. Hematoma sefal, hematoma subdural, excessive bruising
7. IDM (Infant of Diabetic Mother)
8. Polisitemia / hiperviskositas
9. Prematuritas / BBLR
10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi asidosis, hipoglikemia
11. Lain-lain
B. Penyebab yang jarang:
1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase)
2. Defisiensi piruvat kinase
3. Sferositosis kongenital
4. Lucey Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)
5. Hipotiroidism
6. Hemoglobinopathy
4. Ikterus Fisiologis vs Ikterus Patologis
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada
hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis
tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit
neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum
matangnya fungsi hepar (Etika et al, 2006).
Pada bayi yang baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu
pertama > 2 mg/dl. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar
bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan
dan kemudian akan menurun cepat selama 2 3 hari diikuti dengan penurunan
yang lambat sebesar 1 mg/dl selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan
yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (

7 14 mg/dl ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Pada bayi kurang bulan yang
mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang
lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan
fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10 12 mg/dl masih dalam kisaran
fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dl tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin
(Sukadi, 2008).
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:
1. Ikterus yang terjadi sebelum umur 24 jam.
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yamg memerlukan fototerapi.
3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
4. Adanya tanda tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea atau suhu yang tidak stabil).
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada
bayi kurang bulan (Sukadi, 2008).
6. Ikterus yang disertai :
Berat lahir < 2.000 g
Masa gestasi < 36 minggu
Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus
Infeksi
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolaritas darah
Proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD, atau
sepsis) (Mansjoer et al, 2007).
5. Gejala Klinis
Bayi baru lahir ( neonatus ) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya
kira kira 6 mg/dl (Mansjoer et al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan
bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning
muda atau jingga; sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan
warna kuning kehijau hijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat
ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).
Gambaran klinik ikterus fisiologis (Sarwono et al, 1994):

Tampak pada hari III IV

Bayi tampak sehat ( normal )

Kadar bilirubin total < 12 mg%

Menghilang paling lambat 10 14 hari

Tak ada faktor resiko

Sebab : proses fisiologis ( berlangsung dalam kondisi fisiologis )

Gambaran klinik ikterus patologis (Sarwono et al, 1994) :

Timbul pada umur < 36 jam

Cepat berkembang

Bisa disertai anemia

Menghilang lebih lama > 2 minggu

Ada faktor resiko

Dasar : proses patologis.

6. Diagnosis
Anamnesis
1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal).
2.

Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi.

3.

Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya.

4.

Riwayat inkompatibilitas darah.

5.

Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

(Etika et al, 2006)


Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi
sinar (Etika et al, 2006).
Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada neonatus secara klinis,
sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat tempat yang tulangnya menonjol

seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain lain. Tempat yang ditekan akan tampak
pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing masing tempat tersebut
disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer et
al, 2007).
Derajat Ikterus pada Neonatus Menurut Kramer
Zona

Bagian tubuh yang kuning

1
2
3
4

Kepala dan Leher


Pusat Leher
Pusat Paha
Lengan + Tungkai

Tangan + Kaki

Rata - rata serum bilirubin indirek


100
150
200
250
>250

Tabel-1 Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer


Sumber: Arif Mansjoer. Kapita selekta kedokteran jilid 2, edisi III. Media Aesculapius FKUI.
2007: 504

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat
dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut (Etika et al, 2006).
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayibayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada
bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan
menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain :
Golongan darah dan Coombs test.
Darah lengkap dan hapusan darah.
Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc.
Bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung
usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur
untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar (Etika et al, 2006).
penegakan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu kejadiannya
Waktu

Diagnosis Banding

Anjuran Pemeriksaan

Hari ke-1

penyakit hemolitik (bilirubin indirek)


inkompatibilitas darah (Rh, ABO)
Sferositosis
anemia hemolitik non sferositosis (misal: def
G6PD)
ikterus obstruktif (bilirubindirek)

kadar bilirubin serum berkala Hb,


Ht,retikulosit,sediaan apus darah
golongan darah ibu/bayi, uji
Coomb
uji tapis def enzim
uji serologi TORCH

hepatitis neonatal o.k TORCH


Hari ke-2 s.d ke-5

kuning pada bayi premature

hitung jenis darah lengkap

kuning fisiologik

urin mikroskopik & biakan urin

Sepsis

pemeriksaan thd inf bakteri


golongan darah ibu/bayi, uji
Coomb

darah ekstravaskular
Polisitemia
sferositosis congenital
Hari ke-5 s.d ke10

Sepsis

uji fungsi tiroid

kuning karena ASI

uji tapis enzim G6PD

def G6PD

gula dalam urin

Hipotiroidisme

pemeriksaan thd sepsis

Galaktosemia
obat obatan
Hari ke-10 atau
lebih

atresia biliaris

urin mikroskopik & biakan urin

hepatitis neonatal

uji serologi TORCH

kista koledokus

alfa fetoprotein, alfa-1 antitripsin

sepsis (terutama infeksi saluran kemih)

biopsi hati

stenosis pilorik

kolesistografi
uji Rose- Bengal

sumber: Levine MI, Tudehope D, Thearle J. Essentials of Neonatal medicine. Brookes-Waterloo.1990:165

Tabel-2 Penegakan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu kejadiannya


Sumber: Arif Mansjoer. Kapita selekta kedokteran jilid 2, edisi III. Media Aesculapius FKUI. 2007: 505

7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital.
Obat ini bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar
bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh
proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
2. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau
menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya
albumin). Penambahan albumin boleh dilakukan walaupun tidak terdapat
hipoalbuminemia. Tetapi perlu diingat adanya zat zat yang merupakan
kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (mis.

Sulfonamida atau obat obatan lainnya). Penambahan albumin juga


dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma.
Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak
berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin.
Albumin diberikan dalam dosis yang tidak lebih dari 1 g/KgBB, sebelum
maupun sesudah tindakan transfusi tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini.
4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto
yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut
dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer
et al, 2007). Pada umumnya transfusi tukar dilakukan dengan indikasi
sebagai berikut:
a)

Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%.

b)

Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3 1 mg%/jam.

c)

Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

d) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs
direk positif (Hassan et al, 2005).
6. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin (mis. timah dan
seng-protoporfirin) merupakan kompetitif inhibitor terhadap heme
oksigenase.

Keduanya

telah

digunakan

dalam

penatalaksanaan

hiperbilirubinemia pada inkompatibilitas ABO dengan Coombs-positif


dan pada pasien dengan Crigler-Najjar tipe I. Akan tetapi, cara ini masih
dalam taraf penelitian dan belum digunakan secara rutin.
7. Menghambat hemolisis. Imunoglobulin dosis tinggi secara intravena
(500-1000 mg/Kg IV >2 sampai 4 jam) telah digunakan untuk
mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik
isoimun.

Mekanismenya

belum

diketahui,

tetapi

secara

teori

immunoglobulin menempati Fc reseptor pada sel retikuloendotel dengan


demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang telah dilapisi
oleh antibodi (Cloherty et al, 2008).
Bilirubin
< 5 mg%

< 24 jam

24 - 48 jam
pemberian makanan yang dini

49 - 72
jam

> 72
jam

5 - 9 mg%

terapi sinar bila hemolisis

fenobarbital + kalori cukup

10 - 14 mg
%
15 - 19 mg
%

transfusi tukar bila


hemolisis

terapi sinar

transfusi tukar

> 20 mg%

transfusi tukar bila


hemolisis

terapi
sinar*

transfusi tukar

sebelum dan sesudah transfusi tukar beri terapi sinar


*bila tak berhasil transfusi tukar

Tabel-3 Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar


bilirubin (modifikasi dari MAISELS.1972)
Sumber: Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Keshatan Anak 3.
2007: 1109.

D. Sepsis Neonatorum
1. Definisi
Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi
sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.18 Dalam
sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi
sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences
(ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses
berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik,
disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian (Sitompul, 2010).

2. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan
menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal
sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera
dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat
proses kelahiran atau in utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini
adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72
jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial).
Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal.

Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. SAD
sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan
dengan infeksi postnatal terutama nosokomial.20 Tabel di bawah ini mencoba
menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi
(Sitompul, 2010).
3. Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion,
khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.Infeksi pada neonatus
dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi perinatal dapat
digolongkan sebagai berikut:
Infeksi Antenatal.
Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari
ibu, kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi
melalui sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus
Group B. Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria
dan sifilis. Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis,
juga dilakukan skrining terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus
dan Herpes) (Monintja, 1997).
Infeksi Intranatal
Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi
yang berasal dari vagina dan serviks.Karena ketuban pecah dini maka kuman dari
serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis.Akibat
korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke
bayi.Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang
terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga
menyebabkan infeksi disana.
Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat
melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya
infeksi ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan
warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases
Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina

atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi
bayi selama melahirkan (Monintja, 1997).
Infeksi Pascanatal
Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh
bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana
perawatan dan oleh yang merawatnya.Kuman penyebabnya terutama bakteri,
yangsebagian besar adalah bakteri Gram negatif.Infeksi oleh karena kuman Gram
negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal
(Monintja, 1997).
4. Gejala Klinik
Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada
bayi cukup bulan.Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia.Leukosit
pada neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 4.000 s/d 30.000 per
mm3.
Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemukan
karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi.Karena itu,
dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat
ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai:
Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau minum,
kenaikan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh dan sclerema. Gejala gastrointestinal:
muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung Gejala saluran pernafasan:
dispnea, takipne dan sianosis.
Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi. Gejala
susunan saraf pusat: letargi, irritable, dan kejang. Gejala hematologik: ikterus,
splenomegali, petekie, dan perdarahan lain (Monintja, 1997).
5. Prematur dengan Sepsis Neunatorum
Prematur adalah faktor resiko yang signifikan berkorelasi dengan sepsis.
Risiko meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir. Bayi prematur adalah
bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.Bayi yang lahir
prematur mempunyai berat badan lahir rendah, namun bayi yang mempunyai berat
badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran prematur.

Bayi prematur rentan mengalami

infeksi/septikemia. Infeksi/septikemia

empat kali beresiko menyebabkan kematian bayi prematur. Umumnya imunitas


bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester
ketiga.

Setelah

lahir,

konsentrasi

imunoglobulin

serum

terus

menurun,

menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan


pertahanan kulit (Hasan, 1986).
Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8per
1.000 kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulandengan
berat badan lahir rendah.

PRESENTASI KASUS
I. Identitas
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Tempat/Tanggal lahir
Umur
Berat Badan
Panjang Badan
Alamat
Suku Bangsa
Agama
Tanggal pemeriksaan
MRS
No. RM
Identitas Ayah
Nama
Usia

: By.Ny. AN
: Laki-laki
: Surabaya , 14 Juli 2012
: 16 hari
: 1650 gram
: 44 cm
: Dupak Pasar Baru I/25 Surabaya
: Jawa
: Islam
: 30 Juli 2012
: 14 Juli 2012
: 12.16.50.01

: Yogi
: 22 tahun

Pendidikan
Pekerjaan
Identitas Ibu
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaan

: tamat SMA
: Swasta
: Ana
: 21 tahun
: tamat SMA
: Karyawan pabrik ardilles bagian pengepakan

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Bayi kecil
Riwayat Penyakit Sekarang
Heteroanamnesis : Ibu pasien
Bayi lahir di VK bersalin RS Dr.Soetomo tanggal 14 Agustus 2012 pukul 15.12.
Lahir secara pervaginam spontan belakang kepala. Diagnosis ibu dengan GI P0-0
30/31minggu kembar hidup + KPP (>24 jam). Bayi lahir dengan riwayat ketuban
jernih. Beberapa saat setelah dibersihkan jalan nafas bayi tidak langsung menangis
hanya merintih. APGAR Score bayi ini 6-7.
.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada penyakit yang diderita pasien sebelumnya
Riwayat Keluarga
Riwayat kencing manis, hipertensi, penyakit jantung dan alergi disangkal oleh
keluarga pasien.
Riwayat Antenatal
Selama hamil pasien, ibu pasien mengaku tidak pernah sakit. Riwayat minum jamu
disangkal dan tidak pernah minum obat-obatan selama hamil. Selama hamil rutin
kontrol di bidan dan puskesmas.
Riwayat Natal
Pasien adalah anak pertama, kembar, lahir dengan usia kehamilan 8 bulan di RS Dr.
Soetomo, melahirkan normal. Berat badan lahir 1750 gram, panjang badan 42 cm.. Ibu
mengaku bayi tidak langsung menangis setelah lahir hanya merintih.
Riwayat Neonatal
Ada riwayat kuning. Riwayat biru atau kejang disangkal.
Riwayat Imunisasi
Pasien belum mendapatkan imunisasi sama sekali sampai saat ini
Riwayat Gizi

Untuk saat ini pasien mendapatkan makanan berupa ASI langsung disusui ibunya
2x per hari serta dari ASI yang diperas melalui botol 2x60cc per hari. Nafsu untuk
minum susu baik.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama. Lahir kembar akan tetapi saudara kembarnya
meninggal pada usia 7 hari karena distress nafas berat dan sepsis. Berat lahir saudara
kembarnya 1500 gram.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan 30 Juli 2012 (bayi di dalam inkubator)
Gerak dan tangis: cukup
Kesadaran : kompos mentis
Vital sign
Nadi

: 144 x/menit, kuat angkat, irama teratur

Frekuensi Nafas

: 40 x/menit

Suhu

: 36,4 C (axilla)

Status Anthropometri:
Lingkar kepala

: 30,5 cm

Panjang badan

: 44 cm

Berat badan

: 1650 g

Kepala/Leher
Rambut

: hitam

Kulit

: seperti kulit retak-retak, mengerut

Bentuk Kepala

: UUB dan UUK belum menutup, mongoloid face (-)

Mata

: anemis (-), ikterus (-), Mata cowong (-), Reflex cahaya (+)
epicantus (-)

Hidung

: pernafasan cuping hidung (-), deformitas (-), epistaksis (-)

Telinga

: bentuk normal lunak, mudah membalik, keluar cairan (-).

Mulut Tenggorok

: bibir sianosis (-), lidah kotor (-)

Leher

: pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan tekanan vena


jugularis (-),deviasi trakea (-), Lanugo (+) menipis

Thorax
Inspeksi

: areola datar tidak ada tonjolan

1. Jantung
Inspeksi

: impuls apex tidak nampak.

Palpasi

: tidak teraba ictus cordis dan thrill (-)

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-). Gallop (-)

2. Paru-Paru
Inspeksi

: simetris, retraksi (-)

Palpasi

: Fremitus suara sama

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: vesikuler/vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi

: soepel, peristaltik (+), tumor/massa (-), tali pusat belum lepas

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani, ascites (-) meteorismus (-)

Palpasi

: turgor kulit cukup. , hepar lien tidak besar

Urogenital
Ekstremitas

: testis turun dengan sedikit rugae


: Edema (-), akral hangat kering merah, CRT < 2, lipatan plantar
di seluruh telapak

Follow up
31 Juli 2012
BB: 1600 gram

01 Agustus 2012
BB: 1750 gram

02 Agustus 2012
BB: 1750 gram

03 Agustus
BB: 1800 gram

GT: lemah

GT: sedang

GT: cukup

GT: cukup

VS: HR: 130x/m

VS: HR: 140x/m

VS: HR: 152x/m

VS: HR: 144x/m

(regular, kuat

(regular, kuat

(regular, kuat

(regular, kuat

angkat)

angkat)

angkat)

angkat)

RR: 36x/m

RR:30x/m

RR:44x/m

RR:40x/m

Temp: 37,2C

Temp: 36,5C

Temp: 36,4C

Temp: 36,5C

(axilla)

(axilla)

(axilla)

(axilla)

K/L: a-/i-/c-/d-

K/L: a-/i-/c-/d-

K/L: a-/i-/c-/d-

K/L: a-/i-/c-/d-

Pch

Pch

Pch

thorax: simetris+,

thorax: simetris+,

thorax: simetris+,

PchThorax: simetris+,

retraksi-.

retraksi-.

retraksi -.

Cor : S1S2 tunggal,

Cor : S1S2 tunggal,

Cor : S1S2 tunggal, Cor : S1S2 tunggal,

murmur -, gallop

murmur -, gallop

murmur -, gallop

murmur -, gallop

Pulmo: ves/ves,

Pulmo: ves/ves,

Pulmo: ves/ves,

Pulmo: ves/ves,

rhonki-/-, whez-/-

rhonki-/-, whez-/-

rhonki-/-, whez-/-

rhonki-/-, whez-/-

Abdomen: soepel,

Abdomen: soepel,

Abdomen: soepel,

Abdomen: soepel,

BU +

BU +

BU+( N), hepar

BU+( N), hepar lien

( N), hepar lien tak

( N), hepar lien tak

lien tak teraba

tak teraba

teraba

teraba

Extrimitas: akral

Extrimitas: akral

Extrimitas: akral

Extrimitas: akral

hangat, CRT<2

hangat, CRT<2

dingin, CRT<2

hangat, CRT<2

detik, edem -/-

detik, edem -/-

detik, edem -/-

detik, edem -/-

Ballard score: 25
~34 minggu
LS: 10-25%

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium:
Tanggal 14 Juli 2012
Albumin

: 3,37

Glukosa

: 46

CRP

: 0,05

Tanggal 18 Juli 2012


Kulur darah

: steril

Kultur feses

: steril

Tanggal 23 Juli 2012


Bilirubin direct

= 0,8

Bilirubin total

= 13,01

Albumin

= 3,07

Cl

= 107

Kalium
Natrium

= 4,1
= 139

retraksi -.

CRP

= 102

Glukosa

= 42

Tanggal 26 Juli 2012


HgB

= 14,5

PLT

= 102.000

WBC

= 13.000

Bilirubin direk = 0,43

HCT

= 42,5

Bilirubin total = 8,68

Albumin

= 3,7

Pemeriksaan Imaging :
Tanggal 15 Juli 2012
Thorax foto: cord an pulmo tak tampak kelainan
Tanggal 19 Juli 2012
Echocardiography : PDA kecil, ASD secundum kecil
Tanggal 23 Juli 2012
Echocardiography : PDA kecil

PROBLEM LIST
- Bayi lahir pada usia kehamilan 30/31 minggu ( ballard score 25 ~34 minggu), Lubchenco
score 10-25%
- Berat badan lahir 1750 gram dan panjang badan 43 cm
- Lahir tidak langsung menangis, hanya merintih
- sesak +
- Riwayat dengan KPP (>24 jam)
- Trombositopenia : 102.000
ASSESMENT
Neonatal Prematur/BBLR/SMK + gemelli II + sepsis (membaik) + PDA kecil + ASD
sekundum kecil
PLANNING :
PDx : -

PTx : - inkubator
- O2 nasal 2 Lpm
- Injeksi vit K 1 mg im
- Injeksi vit A 5000 iu im
- Enistin 3x1 cc
- ASI/PASI 12x20 cc
- Thermoregulasi
Mx :

Vital sign

Ex :

Menjelaskan prinsip terapi minimal handling untuk mencegah infeksi nosokomial.

ANALISIS :

Anda mungkin juga menyukai