Anda di halaman 1dari 16

PPRESENTASI KASUS

ANESTESI UMUM PADA PASIEN PENYAKIT HIRSCPRUNG

Pembimbing :
Dr. H. Sabur Nugraha, Sp. An
Dr. Ucu Nurhadiat, Sp. An

Disusun oleh :
Nurfira Fatimah 030.07.195
Thio F. Marcheline Sipahutar 030.07.257

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 14 MEI 15 JUNI 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2012

BAB I
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS
No. Catatan medis
: 419999
Nama
: Heru Setiawan
Umur
: 8 bulan
Alamat
: cikulu, pangkalan
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Tanggal masuk ruangan
: 19 May 2012
B. PEMERIKSAAN PREOPERASI
I.
Anamnesis
a. Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal
22 mei 2012 pada jam 09.00
b. Keluhan utama : ibu pasien mengatakan os tidak BAB sejak 2 hari setelah
lahir
c. Riwayat penyakit sekarang
Seorang ibu membawa anaknya berumur 8 bulan untuk dilakukan operasi
lanjutan pasca operasi kolostomi pada 6 bulan yang lalu. Sebelum di operasi
os tidak BAB sejak 2 hari setelah lahir, selain itu os juga muntah berwarna
kekuningan. Demam, gelisah tidak dirasakan oleh ibu os. beberapa hari
kemudian, ibu os mengatakan perut os terasa keras dan kembung. Os sempat
dibawa ke RS. Dewi Sri, tetapi pihak rs mengatakan os harus dilakukan
operasi. Kemudian ibu os membawa ke RSUD karawang, dan dokter
mengatakan os harus dilakukan operasi pembuatan usus sementara.
Kemudian tanggal 19 mei os masuk RSUD karawang untuk dilakukan operasi
lanjutan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Os tidak mempunyai sakit bawaan, hepatitis, asma, sakit paru-paru, jantung,
dll. Os mempunyai riwayat Op 6 bulan yang lalu dengan anestesi umum.
Tidak ada riwayat alergi
e. Riwayat penyakit keluarga
Dikeluarga tidak aad yang seperti ini

f. Riwayat kelahiran
Os lahir secara normal, ditolong oleh bidan di rumah. Saat hamil, ibu os rajin
kontrol ke dokter.
g. Riwayat vaksin
Riwayat vaksinasi os lengkap sejak lahir.
II.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi: TB
BB
BMI
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernafasan

: tampak sakit ringan


: compos mentis
:: 8,6 kg
: gizi baik
:: 110 x/menit
: 36,8o C
: 30 x/menit

a. Status generalis
Kepala
Mata
Mulut
Leher

: normocephali
: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
: mukosa bibir dan mulut tampak kering
: jantung: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : buncit, supel, kaku, keras, timpani, hepar-lien tidak

dinilai, NT (-), defanse muskular (-), bising usus (+)


Ekstremitas : akral hangat ++/++, oedem --/--, turgor kulit baik

b. Status lokalis (regio abdomen)


Inspeksi : buncit, sudah dilakukan kolostomi yang tertutup

III.

balutan, rembesan darah (-)


Palpasi
: supel, turgor baik, NT (-)
Perkusi
: timpani
Auskultasi : bising usus (+)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21/5/2012
Hematologi
Hb
: 15,8 g%
Ht
: 48%
Trombosit : 312.000
Leukosit : 8600
Serologi
HbsAg : Gol. Darah: 0
Rhesus : +

Pemeriksaan hasil patologi anatomi tanggal 30 mei 2012:


Tidak tampak sel ganglion pada colon
IV.
V.
VI.

Diagnosis kerja
Hirsprung disease
Tatalaksana
Pro op definitif (hirsprung disease)
SIO
Konsultasi dokter spesialis anestesi, dokter menyetujui tindakan dilakukan
operasi pada tanggal 22 mei 2012 dengan saran pasien puasa 3-4 jam sebelum
operasi.

VII.

Perencanaan anestesi
Pasien direncanakan untuk anestesi umum.

VIII.

Kesimpulan
ASA I

C. PEMERIKSAAN INTRAOPERASI
I.
Status anestesi
a. Diagnosis pre operasi: hirsprung disease
b. Jenis operasi
: pro operatif definitif
c. Teknik anestesi
: anestesi umum
d. Status fisik
: ASA I
II.

Keadaan selama pembedahan


a. Lama operasi
: 2 jam 20 menit (09.50- 11.10)
b. Lama anestesi
: 2 jam 30 menit (09.50- 11.20)
c. Jenis anestesi
: anestesi umum dengan teknik intubasi ETT no. 4
d. Posisi
: supine
e. Infus
: ringer laktat tangan kanan
f. Premedikasi
:g. Induksi
: propofol 20 mg, fentanyl 10mg, notrixum 5 mg
h. Medikasi
: fentanyl 15 g
i. Cairan masuk
: 500 mL NaCl, RL 500 mL, 500 mL widahes
j. Cairan keluar
: 350 mL perdarahan

III.

Monitoring saat operasi

Jam
09.50

Tindakan
- pasien masuk ke kamar operasi dan dipindahkan ke meja
operasi
- pemasangan monitoring nadi, saturasi oksigen.
- infus RL terpasang pada tangan kanan dan Widahes pada

10.05

tangan kiri
- premedikasi

Nadi (x/menit)
98
SPO2 = 95%

104

- induksi propofol 20 mg, fentanyl 10 g, notrixum 5 mg


SPO2 = 98%
TD = 110/75
10.10

- medikasi fentanyl 15 g
- melakukan pemasangan ETT no.4 dengan pack untuk fiksasi
- pemberian Oksigen 2L/menit.
- Isoflurane 0,7 vol %

104
SPO2 = 98%
TD = 110/75

10.20

- dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi


- operasi dimulai

125
SPO2 = 98%
TD = 107/59

10.35

-pasien masih dalam keadaan dioperasi

110
SPO2 = 99%
TD = 110/70

11.05

-penggantian cairan infus NaCl pada tangan kanan

121
SPO2 = 100%
TD = 113/65

11.50

-operasi selesai

108
SPO2 = 98%
TD = 100/55

12.05

-dilakukan tindakan ekstubasi, pemberian N2O dan Isoflurane

110
SPO2 = 98%
TD = 100/55

di hentikan, pemberian oksigenmurni 6 L/menit


12.10

-pasien dipindahkan ke ruang RR, oksigen dilepas

113
SPO2 = 100%
TD = 100/55

IV. Keadaan setelah pembedahan


Nadi : 113x/menit, Saturasi O2 =10 %
Penilaian Pemulihan Kesadaran ( Berdasarkan Skor Aldrete)
Nilai
Kesadaran

2
Sadar, orientasi baik

1
Dapat dibangunkan

0
Tak dapat
dibangunkan

Warna

Merah muda (pink), Pucat atau kehitaman

Sianosis dengan O2,

tanpa O2. Saturasi

perlu O2 agar

Saturasi O2 tetap

O2 > 92 %

saturasi O2 agar

<90%

Saturasi O2 > 90 %
Aktivitas

4 ekstremitas

2 ekstremitas

Tidak ada ekstremitas

Respirasi

Kardiovaskular

bergerak

bergerak

bergerak

Dapat napas dalam,

Napas dangkal, sesak

Apnu atau obstruksi

Batuk

napas

TD berubah 20%

Berubah 20-30%

Berubah > 50%

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANESTESI UMUM
A. Definisi
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anasthesia yang ideal terdiri
dari :
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot
Keadaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap tidak sadar
induksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respon refleks autonom. Jadi
pasien tidak boleh memberikan gerak volunter, tetap perubahan kecepatan pernapasan dan
kardiovaskular dapat dilihat.
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai tidak
adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika yang dapat menghilangkan
nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak
menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Banyak teori telah dikemukakakan, tetapi sampai sekarang belum ada keterangan
yang memuaskan bagaimana kerja obat anestesika. Ditinjau dari vaskularisasi, jaringan
terbagi atas :
1. Kaya pembuluh darah, contoh : otak dan organ lainnya, misalnya jantung, ginjal, hati,
dsb.
2. Miskin pembuluh darah, contoh jaringan lemak, tulang, dsb.
Obat anestesika yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke
jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesika ialah jaringan yang kaya
akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang,
hilangnya rasa sakit, dsb.
B. Teknik Anestesi Umum
Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :

1. Parenteral
Obat anestesi masuk ke dalam darah dengan cara suntikan IV atau IM. Untuk
selanjutnya dibawa darah ke otak dan menimbulkan keadaan narkose.
Obat anestesi yang sering digunakan adalah :
a. Pentothal
Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-6mg/kgBB dan
selanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram.
Penggunaan :
1. Untuk induksi, selanjtnta diteruskan dengan inhalasi.
2. Operasi-operasi yang singkat seperti : curretage, reposisi, insisi abses.
Cara Pemberian :
Larutan 2,5% dimasukkan IV pelan-pelan 4-8cc sampai penderita tidur, pernpasan
lambat dan dalam. Apabila penderita dicubit tidak bereaksi, operasi dapat dimulai.

Selanjutnya suntikan dapat ditambah secukupnya apabila perlu sampai 1 gram/


Komplikasi :
1. Lokal : ditempat suntikan, apabila keluar dari pembuluh darah sakit sekali,
merah dan bengkak. Tindakan : infiltrasi dengan anestesi likal dan kompres.
2. Menekan pusat pernafasan : kecepatan menyuntik harus hati-hati jangan
sampai pernafasan berhenti.
3. Menekan jantung : tekanan darah turun sampai nadi tak teraba.
4. Larynx Spasme : diberi O2 murni, bila diberi succinyl choline IV 25-50 mg

a.
b.
c.
d.
e.
f.

untuk melemaskan spasme sambil dibuat pernafasan buatan.


Kontraindikasi :
Anak-anak dibawah 4 tahun
Shock, anemia, uremia dan penderita-penderita yang lemah
Gangguan pernafasan : asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas
Penyakit jantung
Penyakit hati
Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang baik.

b. Ketalar (Ketamine)
Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10mg/cc
Dosis IV 1-3 mg/kgBB
Dosis IM 8-13 mg/kgBB
1-3 menit setelah penyuntikan operasi dapat dimulai.

Komplikasi :
Menekan pusat pernafasan, tetapi lebih kurang daripada pentothal.
Merangsang jantung : tekanan darah naik.
Sekresi kelenjar ludah dan saluran pernafasan bertambah
Penggunaan :

Operasi-operasi yang singkat


Untuk indikasi penderita tekanan darah rendah
Kontraindikasi :
Penyakit jantung, kelainan pembuluh darah otak dan hipertensi.

Catatan :
Oleh karena komplikasi utama dari anestesi secara parenteral adalah menekan pusat
pernafasan, maka kita harus siap dengan peralatan dan tindakan pernafasan buatan terutama
bila ada sianosis.

2.Perrectal
Obat anestesi diserap lewat mukosa rektum kedalam darah dan selanjutnya sampai ke
otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostik (kateterisasi jantung, rontgen foto,
pemeriksaan mata, telinga, oesophagoscopi, penyinaran, dsb) terutama pada bayi-bayi dan
anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi dan anak-anak.
Syaratnya adalah :

Rectum benar-benar kosong


Tidak ada infeksi di dalam rektum

Lama narkose 20-30 menit. Obat-obat yang digunakan :

Pentothal 10% dosis 40mg/kgBB


Tribromentothal (avertin) 80mg/kgBB

3.Inhalasi
Obat anestesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah
sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
Obat-obat yang dipakai :
a. Induksi halotan
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2, induksi dimulai
dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3 : 1. Aliran > 4 liter/menit. Kalau

pasien batuk, konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan
lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
b. Induksi Sevofluran
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung
diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotan, konsentrasi
dipertahankan sesuai kebutuhan.
c. Induksi dengan Enfluran (ethran), Isofluran (foran, aeran) atau Desfluran
Jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
2. HIRSPRUNG DISEASE
A. Definisi
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan sistem saraf enterik dan
ditandai oleh tidak adanya sel ganglion pada kolon distal sehingga menyebabkan
obstruksi fungsional. Sebagian kasus sekarang didiagnosis pada masa neonatus.
Penyakit Hirschsprung sebaiknya dipertimbangkan pada neonatus yang gagal
mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah dilahirkan.
B. Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap 5.000 bayi yang lahir dan ini
berhubungan pada 1 sampai dengan 4 dari obstruksi usus pada bayi baru lahir.
Referensi lain mengatakan bahwa penyakit ini terjadi pada 1 dari 1500 hingga 7000
bayi baru lahir.
C. Gejala dan tanda
Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi.
Kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain mereka
mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa.
Pada kelahiran baru, tanda dapat mencakup:
Kegagalan dalam mengeluarkan mekonium dalam hari pertama atau kedua

kelahiran
Muntah, mencakup muntahan hijau yang disebut bile- cairan pencernaan

yang diproduksi di empedu


Konstipasi
Perut kembung
Diare dehidrasi

Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup:


Perut yang buncit

Letargi
Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah penurunan berat badan,

diare atau kedua nya dan penundaan atau pertubuhan yang lambat.
Infeksi colon, khususnya anak baru lahir atau yang masih sangat muda, yang
dapat mencakup enterokolitis, infeksi serius dengan diare, demam, dan
muntah dan kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya.

D. Diagnosis
Pemeriksaan yang digunakan untuk membantu diagnosis penyakit hirsprung dapat
mencakup
1. Foto polos abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi merupakan
pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen
dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk
membedakan usus halus dan usus besar.
2. Barium enema

Tampak daerah penyempitan dibagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi
Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke

arah daerah dilatasi


Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

3. Anal manometri
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri mengukur
tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan
perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki
penyakit Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara normal. Selama
tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. Tekanan otot
spinkter anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan
otot spinkter seperti mencegah sesuatu keluar. Mendorong, seseorang seolah
mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang
kooperatif dan dewasa.
4. Biopsi rektum
Ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung. Dokter
mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop.
Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung akan tidak memiliki sel-sel ganglion
pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon

dengan menggunakan alat penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongan


jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi. Jika biopsi menunjukkan adanya
ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel
ganglion pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi diperlukan untuk
mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih banyak
jaringan dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk kemudian
diperiksai di bawah mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan
penyakit Hirschsprung.
E. Tata laksana
Pengobatan penyakit Hirschsprung menyangkut operasi pemindahan bagian abnormal
dari kolon. Ada dua langkah untuk mencapai tujuan ini.

Tingkat pertama biasanya kolostomi. Ketika kolostomi dimunculkan, usus besar


dipotong dan lubang dibuat melalui abdomen. Ini membiarkan isi dari usus

untuk mengisi kantong.


Kemudian, ketika berat badan, usia, dan kondisi anak telah tepat, dilakukan
prosedur pull-through
Prosedur pull-through memperbaiki kolon dengan menghubungkan bagian

yang berfungsi dari usus ke anus. Prosedur pull-through merupakan metode tipikal
untuk mengobati Hirschsprung pada pasien muda. Swenson menghasilkan prosedur
asli, tapi prosedur pull-through telah sering kali dimodifikasi. Sawin, seorang ahli
dalam operasi pull through, mencatat bahwa meskipun ada sekitar lima perbedaan
prosedur pull-through,mereka semua lebih atau kurang efektif dalam mengobati
kelainan.
F. Komplikasi
Setelah operasi, kebanyakan anak-anak melepasakan feses secara normal. Beberapa
dapat mengalami diare, tetapi setelah beberapa waktu feses akan menjadi lebih
padat. toilet training dapat mengambil waktu lama karena beberapa anak-anak
memiliki kesulitan mengkoordinasikan otot-otot yang digunakan untuk melepaskan
feses. Ini meningkat pada kebanyakan anak-anak seiring waktu. Konstipasi dapat
berlanjut pada beberapa anak-anak, meskipun laksatif seharusnya membantu. Makan
makanan tinggi serat juga dapat membantu pada diare dan konstipasi.

Anak juga berada pada resiko peningkatan enterokolitis dalam kolon atau usus halus
setelah operasi. Waspadalah pada gejala dan tanda dari enterocolitis, dan hubungi
dokter segera bila salah satu dari ini terjadi:
Demam
Perut kembung
Muntah
Diare
Perdarahan dari rektum
G. Prognosis
Akibat yang dihasilkan setelah perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitif
adalah sulit untuk ditentukan karena terjadi konflik pada laporan dalam literatur.
Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain
melaporkan kejadian yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia. Kurang
lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan kolostomi
permanen untuk memperbaiki inkontinensia. Umumnya, lebih dari 90% pasien
dengan penyakit Hirschsprung memiliki hasil memuaskan.

BAB III
ANALISA KASUS

Seorang pasien anak laki-laki berusia 8 bulan datang ke IGD RSUD Karawang
dibawa oleh ibunya dengan keluhan tidak bisa BAB sejak 2 hari setelah lahir. selain itu os
juga muntah berwarna kekuningan. Demam, gelisah tidak dirasakan oleh ibu os. beberapa
hari kemudian, ibu os mengatakan perut os terasa keras dan kembung. Os sempat dibawa ke
RS. Dewi Sri, tetapi pihak rs mengatakan os harus dilakukan operasi. Kemudian ibu os
membawa ke RSUD karawang, dan dokter mengatakan os harus dilakukan operasi
pembuatan usus sementara. Kemudian tanggal 19 mei os masuk RSUD karawang untuk
dilakukan operasi lanjutan.
Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi, ijin operasi didapatkan dari pasien dan
disetujui oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA I. Menjelang operasi, pasien tampak
sehat, nadi teraba cepat, suhunya normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 22 mei 2012 pukul 09.50 sedangkan anestesi dimulai
pada pukul 09.55 di RSUD Karawang. Pasien diberikan obat induksi yaitu Propofol 20 mg,
notrixum 5 mg. kemudian obat medikasi selama berjalannya operasi yaitu fentanil 15 g,
serta diberikan anestesi inhalasi dengan pemasangan pipa ETT no.4, berupa campuran N2O
2L/menit dan O2 2L/menit serta Isoflurane 0,7 vol%. Anestesi dilakukan secara umum
dengan suntikan secara intravena dan inhalasi sesuai indikasinya.
Pada medikasi diberikan Propofol yang merupakan derivat fenol yang banyak
digunakan sebagai anestes intravena. Dosis sedasinya 2-3 mg/kgBB, sedangkan pada anak
dibawah 8 tahun diberikan dosis 2,5 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anestesi ini
pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri. Ketamin diberikan dengan dosis 1-2
mg/kgBB. Noveron merupakan golongan muscle relaxan (pelumpuh otot) non depolarisasi,
yaitu Rocuronium bromide kerja sedang (intermediate acting), pelumpuh otot non-

depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan


depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehinga asetilkolin tidak dapat
bekerja.
Isoflurane merupakan halogenasi eter, mempunyai efek terhadap depresi jantung dan
curah jantung minimal. Isoflurane sering dipakai pada anestesi inhalasi dikarenakan sifat
toksisitasnya yang rendah dan onset kerja cepat serta pasien cepat sadar.
Pada pasien, cairan diberikan sebanyak 1500 mL selama operasi, dengan
rincian 1000mL Ringer Laktat dan 500mL Widahes. Sedngkan menurut perhitungan,
cairan diberikan sebanyak :
Pemberian cairan

Kebutuhan cairan basal (BB = 8,6 kg)


4 x 8,6 kg = 34,4 cc
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi besar)
8 x 8,6 kg = 68,8 cc
Kebutuhan cairan saat puasa (4 jam)
4 x 34,4 cc = 137,6 cc
Pemberian cairan pada jam pertama operasi
Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa
34,4 + 51,6 + 68,8 = 154,8
Pemberian cairan pada jam kedua operasi
Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
34,4 + 51,6 + 34,4 = 120,4
Pemberian cairan pada jam ketiga operasi
Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
34,4 + 51,6 + 34,4 = 120,4
Kebutuhan cairan selama operasi : (2jam 20 menit)
154,8 + 120,8 + (1/3 x 120,4) = 315,7 cc

Cairan yang masuk selama operasi (2 jam 20 menit) = 1000cc NaCl + 500 cc widahes
Allowed Blood Loss
20% x EBV = 20% x ( 80 x 8,6 kg) = 137,6
Berdasarkan nilai Ht
Ht pasien Ht target x EBV
Ht pasien

48 (3 x 15,8) x (80 x 8,6) = 8,6 cc


48
Jumlah darah yang keluar
-

Darah di kassa besar 1 buah = 50 mL


Darah di kassa sedang 5 buah = 50 mL
Jumlah darah di tabung suction 250 mL

Total darah yang keluar 350 mL

Pada pasien perlu dilakukan transfusi darah untuk menggantikan jumlah perdarahan yang
keluar, karena kehilangan darah pada pasien melebihi EBL
Wholeblood: 6 x BB x Hb*
6 x 8,6 x (14-12) = 103,2 darah yang ahrus diberikan pada pasien sebanyak
100 mL
*Hb terakhir pasien setelah operasi adalah 12 g%

Anda mungkin juga menyukai