1.
PENGERTIAN
Mata adalah Organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks, menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral (Brunner & Suddarth, 2001)
Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan
(Quigley dan Broman, 2006).
Cacat Netra dalah Seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan maupun
penyakit (Marjuki, 2009)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud
dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan serta
tidak berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011).
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses
penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada
pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva
akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning
dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan
lansia pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu
dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.
2. ANATOMI FISIOLOGI MATA
mata adalah organ sensori yang menstranmisikan rangsang memalui saraf pada otak ke lobus oksipital, dimana rasa penglihatan ini diterima.
a.
mata eksternal
Kelopak mata adalah lipatan-lipatan kulit denga pelekatan otot yang memungkinkannya untuk bergerak. Kelopak mata melindungi bola mata yang berkedip secara reflektif dan
menggerakan cairan yang melumasi diatas permukaan mata.
Fisura palpebra adalah lubang diantara kelopak mata bagian atas dan bagian bawah. Bulu mata pada tepi kelopak mencegah objek dari udara masuk kemata. Intropion dimana
kelopak mata terlipat kedalam sehingga bulu mata menggesek mata menyebabkan abrasi kornea. Ektropion dimana kelopak mata terbalik keluar, mencegah penutupan, dan
menyebabkan kemerahan dan kongesti bola mata.
Alis mata
Terletak secara transpersal diatas kedua mata sepanjang puncak orbital superior tulang tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini mencegah keringat masuk kemata. sesuai proses
penuaan alis berubah kelabu.
Konjugtiva
Suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi dalah dua bagian : konjungtiva palpebra yang membatasi permukaan interior dari masing-masing kelopak mata dan
tampak merah muda berkilauan hingga merah dan konjungtiva bulbaris yang membatasi permukaan anterior bola mata sampai tembus dan tampak jelas. Sesuai dengan proses
penuaan, konjungtivca menipis dan bewarna kakuningan.
Apratus Lakrimalis
Terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrmalis. Kelnjar lakrimalis terletak pada bagian superolateral pada orbit dan dipersarafi oleh saraf kranialis VII ( fasialis ).
Kelenjar ini yang melembabkan konjungtiva dan kornea
b.
Mata internal
Sklera
Sclera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringa elastis dan kolagen yang memberi bentuk dan melindungi struktur-struktur bagian dalam dari bola mata. Beberapa
lansia dapat terjadi bintik-bintik coklat pada sklera.
Lensa
Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang anterior dan posterior. Ruang anterior terlatak didepan iris dan dibelakang kornea. Ruang posterior diantara iris dan
lensa. Glokoma suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses penuaan.
Iris
Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat otot polos. Kontraksi serat otot ini mengatur diameter pupil, lubang ditengah iris. Sesuai dengan proses penuaan
pulpil menurun dalam ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada respon dan cahaya akomodasi.
Retina
Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan diproyeksikan. Struktur retina tampak dengan optalmokopis meliputi piringan optic atau saraf utama pada saraf
optic. Saraf optic : pembuluh-pembuluh darah retina yang timbulm dari piringan optic : macula, dimana penglihatan pusat dan persepsi warna dikonsentrasikan dan latara
belakang retina jingga kemerahan itu sendiri.
c.
otot-otot ekstraokuler
gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik : otot rektusuporior, inferior, radial, dan median dan otot-otot obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak dalam
arah yang sama karena otot pada satu mata bekerja dengan otot yang berhubungan dengan mata yang lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial, saraf inferior dan
otot oblique superior dan inferior. Saraf troklear ( SK IV ) mempersarafi otot oblique superior dan otot abdusen ( SK VI ) mempersarafi otot rektus lateral.
lensa
Implikasi Klinis
Kesukaran dalam membaca huruf-huruf yang
kecil
Penyempitan lapang pandang
dengan Sensitivitas terhadap cahaya
Perubahan Morfologis
Penurunan jaringan lemak sekitar mata
Perubahan Fisiologis
Penurunan penglihatan jarak dekat
Distorsi bayangan
Pandangaan biru-merah
Low vision (Penglihatan Sisa) adalah seseorang yang mengalami kesulitan/ gangguan jika dalam jarak minimal 30 cm dengan penerangan yang cukup tidak dapat melihat
dengan jelas baik bentuk, ukuran, dan warna. Jika responden memakai kacamata maka yang ditanyakan adalah kesulitan melihat ketika melihat tanpa kacamata (sumber:
modifikasi Susenas 2000 dan ICF) (tidak termasuk orang yang menggunakan kacamata plus, minus ataupun silinder).
b.
Light Perception (Persepsi Cahaya) yaitu seseorang hanya dapat membedakan terang dan gelap namun tidak dapat melihat benda didepannya.
c.
Totally blind (Buta Total) yaitu seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui/ membedakan adanya sinar kuat yang ada langsung di depan matanya.
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini:
a.
1)
Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
2)
Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3)
Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan
pribadi.
4)
Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5)
Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
b.
1)
Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program
pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
2)
Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti
pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
3)
Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
5. PENYEBAB KETUNANETRAAN
Ada berbagai faktor yang menyebabkan kelainan penglihatan (ketunanetraan) seperti kelainan struktur mata atau penyakit yang menyerang cornea, lensa, retina, saraf
mata dan lain sebagainya. Di samping itu kelainan penglihatan juga dapat diperoleh karena faktor keturunan misalnya perkawinan antar saudara dekat dapat meningkatkan
kemungkinan diturunkannya kondisi kelainan penglihatan. Secara garis besar kelainan penglihatan dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu:
a.
Kelainan Refraksi
Bagi seseorang yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan cahaya) tanpa disertai gangguan lain, biasanya dapat diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal dengan
menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Bagi penyandang kelainan refraksi yang telah dikoreksi dengan kaca mata biasanya tidak ada masalah dengan penglihatannya
kecuali jika kaca mata atau lensa kontak yang diresepkan baginya tidak dipakai. Beberapa kelainan refraksi meliputi:
1)
hyperopia atau penglihatan jauh (farsightedness). Penderita hyperopia mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan penglihatan pada jarak dekat
tetapi normal pada jarak jauh.
Dalam kasus hyperopia yang parah penglihatan menjadi tidak efektif. Hyperopia sederhana dapat dikoreksi hingga ke penglihatan normal dengan mengunakan lensa cembung
(lensa plus) sehingga berkas cahaya terfokus pada retina. Permasalahan biasanya timbul hanya apabila kondisi ini disertai kondisi penglihatan lain seperti katarak. Dalam kasus
seperti ini, meskipun kaca mata akan diresepkan, tetapi ketajaman penglihatan tetap akan berkurang dan kondisi ini dapat disertai dengan keadaan juling.
2)
Presbyopia
Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan fungsi akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan lensa yang mengeras.
Oleh karena gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan meningkatnya usia maka, keadaan ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi pada usia 40-an dan
penderita mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca. Seseorang yang mengalami presbyopia dapat dibantu dengan sepasang kaca
mata yang memiliki dua lensa. Lensa semacam ini disebut lensa bifocals, satu lensa untuk membantu menyebarkan (diverge) cahaya dan yang lain untuk memfokuskan
(converge) cahaya.
3)
Astigmatism
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau lensa akibat kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada image
yang terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat dikoreksi dengan memakai kaca mata dengan lensa silindris, tetapi permasalahan menjadi lebih berat
bila kondisi ini disertai myopia dan hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain, koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya
ketajaman penglihatan bahkan kebutaan.
4)
KATARAK
Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana cairan dalam lensa menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh, lensa mata kelihatan putih dan cahaya tidak
dapat menmbusnya. Orang yang mengidap katarak melihat seperti melalui kaca jendela yang kotor karena keruhnya lensa menghalangi masuknya cahaya ke retina. Katarak
merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama baik pada anak-anak maupun orang tua.
a) Definisi Katarak
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh, menyebabkan gangguan pada penglihatan (Klinik mata nusantara, 2008)
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mataberselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya, bervariasi sesuai
tingkatannya dari sedikit sampai keburaman total dan menghalangi jalan cahaya (Wikipedia, 2012)
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua- duanya.Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif.(kapita selekta. jilid satu.2001)
b)
Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
Faktor keturunan.
Cacat bawaan sejak lahir.
Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
gangguan pertumbuhan,
Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
Rokok dan Alkohol
Operasi mata sebelumnya.
Trauma (kecelakaan) pada mata.
Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
c) Klasifikasi
(1) Katarak primer
Katarak primer, menurut umur ada tiga golognan yaitu :
(a) Katarak juvenilis (umur <20 tahun ),
(b) Katarak presenilis (umur sampai 50tahun)
(c) katarak senilis (umur sampai 50tahun )
Katarak primer dibagi menjadi 4 stadium (Yasin, 2009):
(a) Stadium Insipien
Stadium paling dini
Kekeruhan lensa terdapat pada bagian perifer berbentuk bercak-bercak yang tidak teratur
Pasien mengeluh gangguan penglihatan melihat ganda dengan satu mata
Tajam penglihatan belum terganggu
Proses degenerasi belum menyerap cairan mata yang kedalam lensa sehingga terlihat bilik mata depan yang kedalaman normal.
(b) Stadium Imatur
Proses degenerasi mulai menyerap cairan mata kedalam lensa sehingga lensa
Menjadi cembung.
Terjadi pembengkakan lensa yang dapat menjadi katarak intumesen.
Terjadi miopisasi
Dapat terjadi glaucoma sekunder
Shadow test positif
(c) Stadium Matur
Terjadi kekeruhan seluruh lensa
Tekanan dalam seimbang dengan cairan dalam mata dengan ukuran lensa normal Kembali.
Tajam penglihatan sangat menurun dan hanya tinggal proyeksi sinar positif
Di pupil tampak lensa seperti mutiara
(d) Stadium Hypermatur
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus lensa turun karena daya beratnya.
Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah dengan warna berbeda dari atasnya yaitu kecoklatan
Terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih permeabel dsehingga isi korteks dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus lensa (Katarak
Morgagni)
(2) Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakir lain. Penyebab katarak jenis ini adalah :
Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa glaucoma, ablasio retinayang sudah lama, uveitis, myopia maligna.
Penyakit sistemik, Diabetes Mellitus, hipoparatiroid, sindrom down, dermatitis atopik.
Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas yang berlebihan, sinar X, radioaktif, terpajan sinar matahari, toksik kimia.
(3) Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang :
menderita rubella
diabetes mellitus
toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme
galaktosemia
Ada pula yang menyertai kelainan bawaan pada mata itu sendiri seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma , ektopia lentis, keratokonus, megalokornea, heterokornea
iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten, katarak polaris anterior-posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak stelata, katarak totalis
dan katarak congenital membranasea.
d)
(-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi (Julianto, 2009) :
Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
Peka terhadap sinar atau cahaya.
Dapat melihat dobel pada satu mata.
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e) Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis: Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.
Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
traansparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan: koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan
pasien
yang
menderita
katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang
paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu
yang lama.
Pathway
f) Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
retina.
Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
Pengukuran Tonografi : TIO (12 25 mmHg)
Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
Komplikasi
Komplikasi preoperasi katarak antara lain glaukoma sekunder, uveitis, dan dislokasi lensa.
Komplikasi postoperasi katarak
o Afakia (iris tremulans, +10 sampai +13 diopter dengan adisi 3 diopter untuk penglihatan dekat).
o Pseudofakia (dengan pemasangan IOL).
h)
Penatalaksanaan Medis
Lensa kontak
Keuntungan pilihan ini adalah ukuran bayangan hanya 7% lebih besar dari pada ukuran normal, sehingga kedua mata berfungsi bersama. Lapang pandang tidak berubah/
konstriksi. Kerugiannya dapat terjadi lakrimasi, risiko tinggi komplikasi, kemungkinan penolakan lensa dan biaya mahal.
b.
c.
Kelainan Lain
1)
Buta Warna
Seseorang yang tidak dapat membedakan warna disebabkan karena mengalami kerusakan atau kelainan pada sel receptor di retina yang berbentuk kerucut yang disebut cone.
Seseorang yang buta warna biasanya ketajaman penglihatannya (visus) normal. Buta warna lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
2)
Strabismus (juling)
Istilah strabismus digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi dimana image obyek yang dilihat tidak diterima secara baik oleh mata kanan dan mata kiri. Dengan kata lain
kedua mata tidak bekerja secara bersama-sama karena tidak ada koordinasi yang baik antara otot-otot mata. Akibatnya dalam retina terdapat dua image terhadap satu obyek
yang sedang dilihat. Kondisi ini disebut diplopia. Untuk menolong penderita strabismus dapat dilakukan operasi pada otot mata.
3)
Nystagmus
Nystagmus adalah suatu kondisi dimana mata bergerak secara cepat dan tidak teratur. Nystagmus dapat terjadi pada seseorang karena kelelahan atau stress dan juga dapat
terjadi karena adanya kerusakan pada otak atau gangguan medis lain yang kronis. Penderita nystagmus tidak dapat melihat suatu obyek dengan baik karena matanya sselalu
bergerak dan tidak dapat memfokuskan obyek yang sedang dilihat.
4)
Glaucoma
Glaucoma mengakibatkan meningginya tekanan di dalam bola mata yang dapat mempengaruhi suplai darah ke kepala syaraf optik. Terdapat beberapa jenis glaucoma: dapat
merupakan penyakit tersendiri, atau dapat juga terkait dengan kondisi-kondisi lain, misalnya aniridia. Satu jenis glaucoma yang terjadi pada anak-anak adalah buphthalmos
("mata sapi"), yang ditandai dengan membesarnya satu mata atau kedua belah mata. Ini merupakan kondisi yang berbahaya, yang jika tidak diberi perawatan dapat merusak
lensa, retina atau syaraf optik. Jenis-jenis glaucoma lainnya ditandai dengan berkurangnya bidang pandang dan kesulitan melihat di tempat yang gelap atau redup.
6.
a.
dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya
sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada
duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi
keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang
didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer,
Rose Bengal, Tear film break up time
b.
Perubahan refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya
cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa
cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan
keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena
perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan
perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
c.
d.
1)
M.orbicular
Perubahan pada m.orbicularis bisa menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut
disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion
muskulus tersebut relative stabil.
Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga
secara mekanik akan memperberat ektropionnya.
2)
3)
Tartus
Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
4)
5)
6)
Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya
diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan
disebut sebagai dermatokalis.
7.
sering sampai usia lima tahun pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan yang kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau
lebih dewasa biasanya masih memiliki pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak yang lebih buruk terhadap penerimaan diri.
a.
b.
c.
baginya. Kalaupun anak tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari ketunanetraannya melainkan terkait
dengan cara orang lain memperlakukannya. Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan informasi ataupun pemahaman kaidah-kaidah bahasa.
d.
9.
a.
Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari organ penerima,
b.
c.
d.
Resiko jatuh berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan
e.
Resiko Cedera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang ditandai dengan
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DX
1
DIANGOSA
KEPERAWATAN DAN
TUJUAN (NOC)
KOLABORASI
Gangguan persepsi sensori: NOC :
penglihatan
berhubungan Vision compensation behavior
dengan
gangguanKriteria hasil:
penerimaan sensori dari Memakai kaca mata atau lensa dengan benar
organ penerima,
Memakai huruf braile
INTERVENSI (NIC)
NIC
Pencapaian Komunikasi: Defisit Penglihatan
Kaji reaksi pasien terhadap penurunan penglihatan
Ajak pasien ntuk menentukan tujuan dan belajar melihat dengan cara yang lain
Deskripsikan lingkungan disekitar pasien
Jangan memindahkan sesuatu di ruangan pasien tanpa memberi informasi pada
pasien
Bacakan surat atau koran atau info lainnya
Sediakan huruf braile
Informasikan letak benda-benda yang sering diperlukan pasien
Manajemen Lingkungan
Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
Pindahkan benda-benda berbahaya dari lingkungan pasien
Pasang side rail
Sediakan tempat tidur yang rendah
Tempatkan benda +benda pada tempat yang dapat dijangkau pasien
Defisit
perawatan
diri NOC :
NIC :
berhubungan
dengan Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Self Care assistance : ADLs
kelemahan fisik
Kriteria Hasil :
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Klien terbebas dari bau badan
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
Menyatakan
kenyamanan
terhadap berpakaian, berhias, toileting dan makan.
kemampuan untuk melakukan ADLs
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
Kurang
Pengetahuan NOC :
NIC :
berhubungan
dengan
Kowlwdge : disease process
Teaching : disease Process
kurangnya
informasi
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
Kowledge : health Behavior
mengenai penyakit
yang spesifik
Kriteria Hasil :
Pasien
dan
keluarga
menyatakan Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
DAFTAR
PUSTAKA
Maryam RS,ekasari,MF,dkk .2008.mengenal usia lanjut dan perawatannya.Jakarta:salemba medika
Tamher,s,noorkasiani.2009.kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan
keperawatan.Jakarta:salemba medika
Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Stockslager, Jaime L . 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :EGC
Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC
Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC
Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba