Anda di halaman 1dari 11

Catatan Kuliah Absorpsi dan Distribusi Obat

By MARS
Departemen Farmakologi
Knowledge to illuminate your world and your soul
Obat harus melalui proses absorpsi dan distribusi agar dapat menimbulkan efek pada tempat
kerja yang dipengaruhi oleh banyak faktor.

1. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian (per oral, intravena,
sublingual, intramuskular, sub kutan, dsb) ke dalam darah.
a. Faktor penting dalam absorpsi obat
Kecepatan absorpsi
Terkait karakteristik obat dan karakteistik pasien (usia, malnutrisi, penyakit bawaan,
pengosongan lambung, dsb)
Luasnya daerah absorpsi
Tempat absorpsi yang sempurna dan lengkap obat ada di usus halus
Kemampuan obat mencapai peredaran darah
Berhubungan dengan karakteristik obat
b. Jalur pemberian obat
Enteral
Melalui saluran pencernaan, seperti per oral, per rektal, sublingual, dsb.
Parenteral
Lainnya, seperti injeksi, topikal, inhalasi.
c. Berdasarkan absorbsinya, obat dibedakan menjadi
Efek lokal, yang mana obat tidak memerlukan intervensi sistem vaskuler.

Efek sistemik, yang mana obat memerlukan sirkulasi vasku

d. Mekanisme absorbsi
Barier absorbsi adalah membran sel epitel saluran cerna yang bersifat lipid bilayer.
Terdapat 4 macam mekanisme absorbsi, di antaranya adalah:
1. Difusi pasif (sebagian besar)
2. Transpor aktif
3. Filtrasi melalui pori
4. Pinositosis
e. Kelarutan dalam lipid
Kelarutan dalam lipid merupakan faktor yang mempengaruhi absorbsi
Molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak (setelah terlebih dahulu larut dalam
air).
Kecepatan difusi berbanding lurus dengan kelarutan lemak molekul obat.
f. Absorbsi obat berdasarkan pH
Absorpsi asam lemah sangat baik dalam lambung per area absorpsi, walaupun
absorpsi yang sempurna tetap terjadi di usus halus karena luasnya area di usus halus.
Untuk asam lemah, pH tinggi (suasana basa (usus halus)) ionisasi akan meningkat,
bentuk nonion kurang
Sebaliknya basa lemah, pH rendah (suasana asam (lambung) ) ionisasi meningkat,
bentuk nonion kurang
Hanya bentuk nonion yang memiliki kelarutan lemak sehingga hanya bentuk nonion
yang dapat diabsorpsi
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat di Gastrointestinal:
1. Karakteristik obat
Kecepatan pelepasan obat
Kecepatan kelarutan obat (ukuran partikel, bentuk kristal, bentuk garam, bahan

tambahan)
Kelarutan dalam air dan lemak
Derajat ionisasi dalam GUT

Stabilitas kimia pada kandungan saluran cerna (seperti efek asam, bacteri pada

GUT)
2. Karakteristik pasien
Kecepatan pengosongan lambung
Motilitas usus dan saluran cerna lainnya (terkait usia juga)
Interaksi dengan obat lain dalam GUT
Interaksi dengan makanan
Penyakit saluran cerna
Penyakit hati
h. Bentuk sediaan oral khusus
1. Enteric coated tablet
Tablet kempa dengan material yang yang tidak larut pada pH asam di lambung namun
larut pada pH di usus.
2. Sustained release tablet
Merupakan tablet yang diformulasi khusus agar melepaskan zat aktif secara
perlahan dari sediaan. Absorpsi terjadi pada waktu yang lama (prolonged period)
untuk menghasilkan konsentrasi plasma yang dipertahankan dengan baik. Obat ini
digunakan untuk:
obat dengan waktu paruh eliminasi pendek (Contoh: quinidine) sehingga

tidak diberikan dengan frekuensi yang tinggi (sering).


Compounds (contoh: kalium) yang dapat merusak mukosa lambun apabila

diberikan pada konsentrasi yang besar.


i. Saluran Gastrointestinal terkait penyerapan obat
1. Rongga mulut
Tidak banyak terjadi absorpsi di mulut karena kontak dengan mukosa mulut

tidak lama
Pemberian sub lingual memberikan kontak yang lebih lama, teapi obat tsb

harus cepat dan mudah terlarut dalam saliva


Pemberian sublingual memberikan keuntungan, yakni obat tidak perlu ikut ke

dalam hati, karena dapat langsung terabsorpsi ke dalam aliran darah


Contoh : pada pemberian nitrogliserin : 2 menit menghilangkan sakit.
Kekurangannya: rasa yang tidak enak pada sediaan , perlu dibiarkan pada
suatu tempat tertentu dan tidak boleh dikunyah atau ditelan. Contoh: nitrat,

buprenorphin, morphine.
2. Lambung
Bukan alat absorpsi utama, tetapi dapat mengabsorpsi berbagai obat oleh karena
adanya lipatan, pembuluh darah, dan kontak yang lama.

Penurunan motilitas lambung akan menurunkan laju absorpsi, tetapi tidak

mengubah jumlah obat yang diabsorpsi.


Perbedaan laju absorpsi akan penting apabila terjadi pada obat yang
diinginkan efek terjadi yang cepat seperti pada obat hipnotik dan analgesik
tetapi kurang begitu penting pada obat yang diberikan jangka panjang (steady

state tidak berubah).


Beberapa obat dapat meningkatkan laju pengosongan lambung seperti:
metoclopramide yang merupakan obat anti muntah yang akan mempercepat
waktu pengosongan lambung dan jika diberikan bersama obat lain, maka obat
tersebut akan lebih cepat diabsorpsi. Obat ini diberikan untuk meringankan

(mengurangi simptom diabetik gastroparesis akut dan yang kambuh kembali) ,


menanggulangi mual, muntah metabolik karena obat sesudah operasi , rasa
terbakar yang berhubungan dengan refluks esofagitis (GERD). Dan tidak

untuk mencegah motion sickness.


Dengan adanya makanan pada lambung akan memperlama pengosongan

lambung sehingga memperlama absorpsi.


Total absopsi pada beberapa antibiotik menurun dengan adanya makanan
sehingga sebaiknya digunakan 1 jam sebelum makan atau 3 jam setelah

makan.
Penicillin dan erythromycin merupakan obat yang tidak tahan asam dengan
lamanya waktu pengosongan lambung maka banyak obat yang terdegradasi

sehingga terjadi penurunan absorsi.


Tetrasiklin juga dapat membentuk chelating agent dengan ion logam pada
makanan atau bahan lainnya sehingga dapat terganggu absorpsinya.
Contohnya pada pemberian bersama antara obat antacid (Mg2+) dan tetrasiklin
yang akan menyebabkan absorpsi dari tetrasiklin terhambat sehingga pada
dosis yang diberikan tidak menimbulkan efek kerja.
3. Usus kecil
Duodenum, bagian dekat lambung, ph 4-5. tetapi dengan adanya sekresi dari
pankreas ph menjadi alkali pada bagain akhir usus kecil sampai ke usus besar. Pada
keadaan ini : alkohol lebih mudah 6 x diserap di usus dibandingkan lambung. Untuk
basa lemah (fenobarbital) 12 x
4. Usus besar
Obat yang tidak terabsorpsi di usus halus, pada perjalanan untuk diekskresi,
terabsorpsi di sini. Pada bagian akhir (rektum) tempat yang baik untuk absorpsi obat
perektal sekitar 50% yang terabsopsi, karena aliran darahnya membypass aliran ke
hati.
j. Absorbsi subkutaneus
Sesuai untuk senyawa yang tidak menyebabkan kerusakan jaringan dan ulcerasi pada

tempat penyuntikan.
Absorpsi pada depot penyuntikan bergantung pada aliran darah ke lokasi.
Tujuan subkutan adalah untu kobat-obat yang ditujukan dilepas perlahan-lahan.
Injeksi subkutan akan mem bypass barier epidermismudah menembus dinding

kapiler pembuluh darah mudah ikut ke aliran darah


Lebih banyak vaskularisasi pada daerah subkutan, lebih mudah terjadi absorpsi
Abbsorpsi melalui aliran limfe sangat kecil, kecuali untuk protein
Untuk tujuan anestesi lokal, diameter kapiler darah dikecilkan dengan dikonstriksi

tujuan: anestesi gigi


Untuk tujuan pemberian insulin 1 x sehari, direleased sedikit sedikit dan tujuannya

adalah sistemik
Untuk meningkatkan absorpsi : pijatan kontak dengan banyak kapiler
Dengan menambahkan enzim hyaluronidase, mariks jaringan ditembus absorpsi

lebih mudah
k. Absorbsi intramuskular
Absorpsi sangat lama dan tidak sempurna. Contohnya adalah phenytoin, digoxin,
CPZ, dan diazepam => tidak boleh diberikan. Karena obat ini batas keamanannya
sangat sempit sehingga jika tidak cepat dikeluarkan akan mengakibatkan sifat toksik.

Menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan. Karena konsentrasi tinggi dan

penggunaan larutan non fisiologis.


Digunakan untuk obat yang diformulasi agar lambat dilepas dari tempat penyuntikan

IM sehingga diperoleh efek jangka panjang


Injeksi dilakukan pada buttock, lengan atas, dan samping, samping paha atas
Untuk obat yang lebih banyak volumenya dan untuk yang lebih iritatif
Barrirnya adalah dinding kapiler
Absorpsi kecepatan hampir sama dengan subkutaneus, tapi pada saat aktifitas, otot

lebih cepat
Ada sediaan dalam bentuk depot, contoh penisilin dalam suspensi mikrostalin
Obat diberikan secara IM karena:
- Obat dihancurkan di lambung (contoh: benzylpenicillin)
- Obat mengalami FPM (contoh: lidocaine)
- Menjamin kepatuhan terapi
- Menjamin mula kerja yang cepat
Obat yang sulit larut dalam air (diazepam) atau yang larut dalam air pada pH non
fisiologis (phenytoin, chlordiaxepoxide) akan sulit diberikan secara IM.
l. Pemberian intravena
Pada obat yang sangat iritatif bila diberikan dengan cara lain
Jumlah pemberian obat lebih mudah dikontrol, karena tidak melalui proses panjang
Obat-obat yang akan rusak dengan proses kimia sebelum mencapai aliran darah, juga
diberikan lewat intravena
m. Absorbsi rektal
Rute ini dipilih untuk menghindari iritasi lambung, adanya konsidi mual muntah atau
karena therapeutik custom pada negara yang berbeda.

Absorpsi secara rektal ditentukan oleh hal yang sama dengan di saluran cerna.
Luas permukaan rektal lebih sempit sehingga absorpsi tidak secepat dan selengkap

penggunaan oral.
Metronidazol per rektal diabsorpsi setara dengan parenteral.
Contoh lain: Penggunaan diazepam pada anak dengan kejang akibat demam
n. Absorbsi konjugtival
Contohnya adalah pilocarpine untuk mata (Ocusert).
2. Distribusi

Obat terikat dengan protein plasma membentuk kompleks obat-protein dengan ikatan
lemah seperti ikatan hidrofobik, van der waals, hidrogen dan ionik yang bersifat reversibel
sehingga kedudukan obat dari protein dapat digeser.
a. Protein plasma

1. Albumin
Mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral (mis. Steroid) serta bilirubin dan as.
Lemak. Albumin memiliki 2 situs pengikatan, yaitu:
Site I mengikat warfarin, fenilbutazon, fenitoin, asam valproat, tolbutamid,

sulfonamid, dan bilirubin (warfarin site)


Site II mengikat diazepam dan benzodiazepin lainnya dan asam karboksilat

(kebanyakan AINS), penisilin dan derivatnya (diazepam site)


2. -glikoprotein mengikat obat-obat basa
3. CBG (corticosteroid-binding globulin) khusus mengikat kortikosteroid
4. SSBG (sex steroid-binding globulin) khusus mengikat hormon kelamin
Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh.
Sedangkan obat bebas akan ke luar ke jaringan, yaitu ke tempat kerja obat, ke jaringan
tempat depotnya, ke hati (metabolisme) dan ke ginjal (diekskresikan ke dalam urin).
Dalam pendistribusiannya, obat yang larut air akan tetap berada di luar sel (di
cairan interstitial), obat larut lemak akan berdifusi melintasi membran sel masuk ke
dalam sel. Karena ada perbedaan pH di dalam sel (pH=7) dan di luar sel (pH=7,4),
sehingga obat asam lebih banyak di luar sel dan obat basa lebih banyak di dalam sel.
b. Ikatan Protein-Obat
Ikatan protein-obat adalah interaksi reversibel antara obat-obat dengan protein di
dalam plasma agar suatu saat ikatan itu bisa terlepas atau tergeser. Hal ini termasuk
interaksi reversibel dari obat-obat dengan sel darah merah dan membran jaringan
atau komponen

darah yang lain. Ikatan (kesetimbangan dinamis) ini dapat

digambarkan sebagai berikut :


Obat bebas + obat terikat membentuk kompleks obat-protein
Ikatan obat protein dapat juga merupakan ikatan irreversible yang merupakan
hasil aktivasi kimia obat yg berikatan kuat dengan protein dengan ikatan kovalen
sehingga terjadi toksisitas obat jangka panjang. Contohnya, karsinogenik kimia dari
hepatotoksik acetaminofen yang berasal dari metabolit antara yang reaktif
berinteraksi dgn protein hati. Jadi pada tempat tertentu obat ini dapat berikatan secara
irreversibel.
Ikatan obat protein akan distribusi obat ke seluruh tubuh. Transport obat melalui
aliran darah dengan cara berikatan dengan albumin membantu obat mencapai tempat
yang terpencil dan jauh dari tempat pemberian obat. Obat yang terikat tidak dapat
meninggalkan kapiler sehingga kecepatan distribusi obat ke jaringan dapat dikontrol
melalui gradien konsentrasi yang dihasilkan oleh konsentrasi obat yang tidak terikat.
c. Interaksi pendesakan ikatan protein
Proses pengikatan obat-protein terjadi melaui proses saturasi dalam ikatan pada
protein plasma yang terbatas. Obat pada dosis terapi dapat menyebabkan jenuhnya
ikatan protein sehingg dapat menggeser obat lain yang terikat pada protein plasma
yang sama sehingga kadar bebas obat yg digeser meningkat. Misalnya :
Obat-obat asam bersaing untuk berikatan dengan albumin
Obat-obat basa bersaing untuk berikatan dengan -glikoprotein
Jika obat yang menggantikan mempunyai ikatan protein yang tinggi maka hal
yang terjadi akibat interaksi tersebut:

1) Peningkatan sementara dari konsentrasi obat yang bebas.


2) Peningkatan laju eliminasi
3) Penurunan konsentrasi total obat dalam plasma (kadar obat terikat lebih
rendah, sedang kadar bebas kembali normal)
4) Waktu paruh yang lebih pendek (karena eliminasi meningkat)
Pendesakan protein akan bermakna klinis jika obat yg digeser memenuhi syarat:
a. Ikatan protein tinggi sekitar 85%, sehingga kadar bebas yang rendah
dengan pergeseran sedikit saja dapat meningkatkan jumlah obat bebas secara
bermakna.
b. Volume distribusi kecil ( 0.15 L/kg) sehingga perubahan sedikit saja
peningkatan distribusi obat maka akan terjadi peningkatan kadar obat bebas di
dalam plasma yang bermakna.
c. Margin of safety sempit dimana dengan peningkatan kadar yang kecil
sudah bermakna klinis .
Yang memenuhi syarat sebagai obat penggeser adalah obat-obat yang pada
kadar terapi telah menjenuhkan tempat ikatannya pada protein. Misalnya
fenilbutazon, asam valproat, dan sulfonamid untuk albumin site I, ibuprofen dan
ketoprofen untuk albumin site II, sedangkan asam salisilat dan naproksen untuk
albumin site I maupun II
Beberapa obat penggeser seperti fenilbutazon, asam valproat, sulfonamid,
ibuprofen, asam salisilat. Misalnya pada Fenilbutazon diberikan bersama
warfarin. Fenilbutazon ( obat

asam, penggeser ikatan protein), sedangkan

warfarin (terikat kuat pada albumin) sehingga fenilbutazon akan menggeser


warfarin dari ikatannya dgn albumin akibatnya warfarin bebas meningkat
mengakibatkan pendarahan. Fenilbutazon juga akan menggeser tolbutamid dari
ikatannya dengan albumin plasma (96%), dan tolbutamid bebas yang meningkat
(Vd 0,12 L/kg) akan menimbulkan hipoglikemia. (*penggeser *digeser *efek)
Tabel interaksi obat (digeser) dan penggesernya

Sumber:Buku Farmakologi dan Terapi FKUI edisis 5 hal 867-872


Protein Plasma
Beberapa contoh diantara makromolekul plasma, yaitu :

albumin,

globulin,

transferrin, ceruloplasmin, glikoprotein, dan lipoprotein. Albumin dan -AGP secara


struktural memiliki situs ikatan yang selektif terhadap obat-obat, sama seperti situs aktif
pada enzim yang secara struktural aktif terhadap substrat.
Albumin

BM 69.000, disintesis oleh hati


Waktu paruh eliminasi = 17 -18 hari
Kadar dlm kompartemen plasma = 3.5 4.5% (b/v)
Mengikat kuat obat asam lemah salisilat, fenilbutazon, penisilin
Mengikat juga obat netral (steroid), bilirubin dan asam lemak
Bilirubin yang berikatan dengan protein ini baik karena dapat mencegah terjadinya

kern icterus pada bayi yang baru lahir (menurunkan bilirubin yang berdifusi ke otak).
BBB masih belum utuh juga dapat meningkatkan resiko ini.
Albumin adalah protein plasma paling penting yang berikatan dengan obat.
Albumin bermuatan negatif pada pH serum tapi albumin dapat berinteraksi dengan
obat yang bermuatan negatif dan positif. Ikatan albumin-obat yang sangat kuat
memiliki kelarutan yang kecil di dalam air.
Pengikatan terjadi pada situs I yaitu yang mengikat warfarin, fenilbutazon,
fenitoin, asam valproat, tolbutamid, sulfonamid, bilirubin.sedangkan pada situs II
mengikat diazepam, ibuprofen, AINS, penisilin

Ikatan obat dengan protein plasma biasanya bersifat nonspesifik; banyak obat
dapat berinteraksi dengan situs ikatan yang sama. Obat-obat yang berikatan pada situs
yang sama akan menggantikan satu sama lainnya secara kompetitif ketika diberikan
bersamaan. Obat-obat yang afinitasnya kuat dapat menggantikan obat-obat yang
afinitasnya lemah. Obat yang mempunyai ikatan tinggi, misalnya warfarin,
fenilbutazon mempunyai fraksi yang tidak terikat < 1 % dari total konsentrasi plasma
obat.
d. Beberapa penyakit yang mempengaruhi ikatan obat
1. Hipoalbuminemia (glomerulonefritis, sindrom nefrotik, penyakit hati). Contohnya
ESO dari fenoitoin dan prednison
2. Insufisiensi ginjal
Ikatan obat asam dan netral dengan albumin dihambat karena banyak asam lemak
akan mengikat albumin sehingga konformasi albumin berubah dan akhirnya
menurunkan ikatan obat dengan albumin).
3. Insufisiensi hati
Sintesis albumin menurun. Bilirubin seharusnya berikatan dengan albumin. Namun
karena albumin turun maka bilirubin banyak yang bebas sehingga jaundice terjadi.
4. Pasien uremia
Ikatan antara protein plasma dengan beberapa obat asam lemah (ex: penisilin,
sukfonamida, salisilat, barbiturat) akan menurun.
e. Barier fisiologis distribusi obat
1. Sawar darah otak
Membran kapiler antara plasma dan sel otak kurang permeabel terhadap obat
yang larut air dibandingkan dengan jaringan lain

Transfer obat ke otak diatur oleh sawar darah otak (blood brain barier). Hanya
obat-obat yang memiliki koefisien partisi lemak-air yang tinggi yang dapat

menembus sel kapiler endotelial


pH cairan serebrospinal = 7,35 sehingga ada kecenderungan obat basa lemah
akan terkonsentrasi di cairan serebrospinal , sementara obat-obat asam lemah

akan dikeluarkan.
Kondisi inflamasi

(ex:

meningitis,

ensefalitis)

dapat

meningkatkan

permeabilitas sawar darah otak obat yang terionisasi dan tidak larut dalam

lemak ( ex: penisilin dan ampisilin) dapat melewatinya.


Obat-obat melewati sawar darah otak melalui proses difusi pasif tetapi sistem
transporter di sawar darah otak akan memompa balik keluar obat-obat ke

sirkulasi sistemik.
Sistem transpoter Pgp adalah transporter utama yang aktif di sawar darah otak.
Sistem tranporter ini mengambil substrat yang telah melewati sel kapiler
endotelial dan membawa kembali substrat ke sistem sirkulasi. Sistem ini

membatasi penetrasi susbtrat ke sistem saraf pusat.


2. Sawar plasenta
Pembuluh darah janin dan ibu dipisahkan oleh sejumlah lapisan jaringan yang

dimiliki oleh sawar plasenta


Obat-obat yang dapat menembus sawar ini akan mencapai sirkulasi janin.
Sawar plasenta, sama seperti sawar darah otak, berkerja secara selektif dan
faktor yang mengatur obat untuk melewati membran berlaku disini (pKa,

kelarutan dalam lipid, ikatan protein)


Distribusi obat
Difusi obat pada membran fetal villus kapiler darah fetus didistribusikan

di fetus melalui vena umbilica distribusi ke organ dan jaringan.


Senyawa-senyawa yang larut dalam lemak dapat dengan mudah melewati

plasenta.
Obat-obat yang sangat polar atau terionisasi tidak dapat melewati plasenta.
Obat-obat yang dapat melewati plasenta umumnya adalah basa lemah dengan
nilai pKa 8 dan cenderung lebih terionisasi didalam aliran darah janin. Hal
ini karena pH darah janin = 7,3 sementara pH ibu hamil = 7,44. Perbedaan ini

menyebabkan perbedaan konsentrasi dari ionisasi obat di ibu dan janin.


3. Sawar darah testis
Keberadaan sawar antara darah dan testis ditandai oleh adanya pewarnaan pada
jaringan testikular setelah injeksi intravaskular suatu pewarna.
Studi morfologis menyebutkan sawar testis ada di sel kapiler endotelial dan
seperti yang ditemukan pada sel junction Sertoli-Sertoli.
Pgp juga berperan dalam sawar darah testis dengan cara mencegah agen
kemoterapi tertentu untuk mencapai area testis sehingga pengobatan neoplasma
menjadi sulit.

Knowledge to illuminate your world and your soul

Anda mungkin juga menyukai