Anda di halaman 1dari 8

Kortikosteroid sistemik banyak digunakan dalam bidang dermatologi karena obat tersebut

mempunyai efek imunosupresen dan anti inflamasi.


Sejak kortikosteroid sistemik digunakan dalam bidang dematologi, obat tersebut sangat
menolong penderita. Bebagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat
dipersingkat, misalnya dermatitis. Penyakit berat yang dahulu dapat menyebabkan kematian,
misalnya pemfigus angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan
kortikosteroid sistemik. Demikian pula sindrom Steven Jonhson yang berat dan nekrolisis
epidermal toksik.
Efek samping:
Efek samping dari kortikosteroid icantumkan dalam tabel
Tabel1. Efek samping kortikosteroid sistemik
No
1

Tempat
Saluran cerna

Macam efek samping


Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi
gaster, ulkus peptikum/ perforasi, pankreatitis, ileitis

2
3

regional, kolitis ulseratif.


Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu
Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,

Otot
Susunan saraf pusat

mudah tersingggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,


Tulang

kecenderungan bunuh diri), nafsu makan bertambah


Osteoporosis, fraktur, kompresi vetebra, skoliosis,

Kulit

fraktur tulang talangiektasis.


Hirsutisme, hipotrofi, striae atrofise, dermatosis

6
7
8
9

Mata
Darah
Pembuluh darah
Kelenjar adrenal

10

korteks
Metabolisme

11
12

ekneformis, purpura talangiektasis


Katarak subkapsular posterior, glaukoma
Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit, limfosit
Kenaikan tekanan darah
bagian Atrofi, tidak dapat melawan stres
protein, Kehilangan protein (efek ketabolik), hiperlipidemia,

karbohidrat dan lemak

gula meninggi), obesitas, buffalo hump, perlemakan

Elektrolit

hati
retensi Na/air, kehilangan K (astenia, paralisis, tetani,

Sistem immunitas

aritmia kor
Menurun rentan

terhadap

infeksi,

reaktifitas

tuberkulosis dan herpes simpleks, keganasan dapat

timbul

Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat monopause.
Mengenai lama kerja, potensi glukokortikoid dosis ekuivalen, dan potensi mineralkortikoid
dicantumkan dalam tabel 2.
Tabel 2. Potensi relatif glukokortikoid
Macam

Potensi

Dosis ekuivalen (mg)

Potensi

kortikosteroid
Kerja singkat

glukokortikoid

Hidrokortison

20.0

2+

Kortison
Kerja sedang

0.8

25.0

2+

Meprednison

4-5

4.0

Metilprednisolon

4.0

prednisolon

5.0

1+

Prednison

5.0

1+

Triamsinolon
Kerja lama

4.0

Betametason

20-30

0.60

Deksametason

20-30

0.75

Parametason
Keterangan:

10

2.0

mineralokortikoid

Masa paruh biologik kortikokosteroid sistemik


Kerja singkat: 8-12 jam
Kerja sedang : 12-36 jam
Kerja lama : 36-72 jam
Efek samping lain ialah sindrom Caushing yang terdiri atas muka, buffalo hump, penebalan
lemak supraklavikula, obesitas sentral, striaeatrofise, purpura, dermatosis aknefomis, dan
hirsutisme. Selain itu juga gangguan mensturasi, nyeri kepala, pseudotumor serebri, impetigo,
hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali, dankeadaan arterosklerosis dipercepat. Pada
anak memperlambat pertumbuhan.

Cara pengobatan:
Pada pengobatan dengan kortikosteroid sistemik hendaknya jangan lupa mencari
penyebabnya.
Kortikosteroid sistemik yang banyak dipakai ialah prednison karena telah lama digunakan
dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan prednisolon karena prednison
dimetabolisme di hepar menjadi prednisolon.
Pada penderita dengan hipertensi, gangguan cor, atau keadaan lain yang retensi garam
merupakan masalah, maka dipilih kortikosteroid yang efek mineralkortikoidnya sedikit atau
tidak ada, terlebih-lebih bila diperlukan dosis kortikosteroid yang tinggi.
Kortikosteroid sistemik yang memberi banyak efek minralokortikoid jangan dipakai pada
pemberian long term (lebih dalam sebulan). Triamsinolon lebih sering memebri efek samping
berupa miopati dan anoreksia sehingga berat badan menurun.
Pada penyakit berat berat dan sukar menalan, misalnya toksik epidermal nekrolisis dan
sindrom steven jhonson harus diberikan

kortikosteroid sistemik, dengan dosis tinggi,

biasanya kami menggunakan deksametason secara intravena karena lebih praktis. Jika masa
kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet prednison.
Jika terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat melawan stres, supresi
terjadi kalau dosis prednison melebihi 5 mg per hari dan lebih dari sebulan. Pada sindrom
putus obat terdapat keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan yang jarang melebihi
39 C.
Pada penyakit autoimun diperlukan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dicari
pemeliharaan. Dosis pemeliharaan ditentukan dengan menurunkan dosisnya berangsurangsur. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid sistemik
dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Keburukan pemberian
dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh.
Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan kortikosteroid
sistemik dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat. Kemudian
perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapai 7,5 mg prednison, selanjutnya

pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid sistemik lagi. Alasannya
ialah, bila diiturinkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan

dosis fisiologik.

Sehrusnya dapat diberikan selang sehari.


Terjadinya efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan jangka pendek (bebeberapa
hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan
jangka panjang (beberapa bulan atau tahun) harus diadakan tinndakan untuk mecegah
terjadinya efek tersebut, yaitu:

Diet tinggi protein dan rendah garam


Pemberian KCL 3x500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defesiensi K
Obat anabolik
ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH sintetik,
yaitu dynacthen depot sebanyak 1 mg (100 IU); pada pemberian kortikosteroid dosis

tinggi dapat diberikan seminggu sekali.


Antibiotik perlu diberikan, jika dosis prednison melebihi 40 mg perhari
Antasida

Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhadap efek samping, hendaknya diperiksa
tensi dan berat badan (seminggu sekali) EKG (sebulan sekali) terutama pada usia diatas 40
tahun, dan pemeriksaan laboratorium: Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin lengkap,
kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto thoraks, apakah ada
tuberkulosis paru (3 bulan sekali).
Efek samping yang juga berat ialah osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur. Pada
pemberian kortikosteroid yang diperkirakan long term, misalnya pada penyakit autoimun
hendaknya sejak semula diusahakan pencegahannya. Penderita dikonsultasikan ke sub bagian
ortopedi. Pada wanita saat monopouse dikonsultasikan ke bagian kebidanan untuk
kemungkinan terapi hormonal, karena pada masa tersebut rentan mendapat osteoporosis.
Indikasi dan dosis
Indikasi kortikosteroid ialah dermatosis alergik atau yang dianggap mempunyai dasar alergik.
Pada tabel 3. Dicantumkan berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid
sistemik serta dosisnya.

Tabel3. Dosis inisial kortikosteroid sistemik untuk orang dewasa pada berbagai dermatosis
Nama penyakit
Jenis kortikosteroid dan dosisnya sehari
Dermatitis
Prednison 4x5mg atau 3x10mg
Erupsi alergi obat ringan
Prednisolom 3x10mg atau 4x10mg
Sindrom Steven-Jonhson dan NET
Dexametason 6x 5 mg
Eritroderma
Prednison 3x10mg atau 4x10mg
Reaksi lepra
Prednison 3x10mg
Lupus eritematosa diskoid
Prednison 3x10mg
Pemfigoid bulosa
Prednison 40-80mg
Pemfigus vulgaris
Prednison 60-150mg
Pemfigus foliaseus
Prednison 3x20mg
Pemfigus eritomatosa
Prednison 3x20mg
Psoriasis pustulosa
Prednison 4x10mg
Reaksi Jarish-Herxheimer
Prednison20-40mg
Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa, dan tidak mutlak karena
bergantung pada respon penderita. Dosis untuk anak disesuaikan dengan berat badan/umur.
Jika setelah beberapa hari belum tampak perbaikan, dosis ditinggikan sampai ada perbaikan.

Kortikosteroid topikal
Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan hidrokortison dan
hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dari golongan kortikosteroid. Hal ini
merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan penyakit kulit topikal karena
kosrtikosteroid mempunyai khasiat yang sangat luas, yaitu: antiinflamasi, anti alergi, anti
pruritus, anti mitotik dan vasokontriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison dan
adreno-cortico-trophic hormone (A.C.T.H) tidak efektif sebagai obat topikal.
Pada perkembangan selanjutnya pada tahun 1960 diperkenalkan kortikosteroid yang lebih
poten daripada hidrokortison, yaitu kortikosteroid yang bersenyawa halogen yang dikenal
sebagai flourinade corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 16 dan 17, menghasilkan
bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1%
memberikan pengaruh antiinflamasi yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah,
antara lain: betametason, betametason valerat, betametason benzoat, fluosinolon asetenoid,
dan triamsinolon.
Penggolongan

Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan anti


inflamasi dan atimitotik (lihat tabel selanjutnya). Golongan 1 yang paling kuat daya inflamasi
dan antimitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).
Tabel 4. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis
Klasifikasi
Nama dagang
Golongan I: (Super Diprolene ointmen
Poten)

Nama generik
0.05% bethametasone dipropionate

Diprolene AF cream
Psorcon ointment

0,05% diflorasone diacetate

Temovate ointment

0,05% clobetasol propionate

Temovate cream
Ultravate ointment

0,05% halobetasol propionate

Ultravate cream
Golongan II : (Potensi Cyclocort ointment

0,1% amcinonide

Tinggi)

Diprosone ointment

0,05% bethametasone diproprionate

Elocone ointment

0,01% mometasone fuorate

Florone ointment

0,05% diflorasone diacetate

Halog ointment

0,01 % halcinonide

Halog cream
Halog solution
Lidex ointment

0,05% fluocinonide

Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment

0,05% diflorasone diacetate

Maxivate ointment

0,05% bethametasone dipropinate

Maxivate cream
Topicort ointment

0,25% desoximetasone

Topicort cream
Golongan

III

(potensi tinggi)

Topicort gel
: Aristocort A oitment

0,05% desoximetasone
0,1% triamcinolon acetonide

Cutivate ointment

0,005% fluticasone propionate

Cyclocort cream

0,1% amcinonide

Cyclocort lotion
Diprosone cream

0,05% betamethasone dipropionate

Flurone cream

0,05% diflorosone diacetate

Lidex E cream

0,05% fluocinonide

Maxiflor cream

0,05% diflorosone diacetate

Maxivate lotion

0,05% bethametasone dipropionate

Topicort LP cream

0,05% desoximetsone

Golongan IV :

Valisone oitment
Aristocort ointment

0,01% bethametsone valerate


0,1% triamcinolone acetoninide

Potensi medium

Cordran ointment

0,05% flurandrenolide

Elocon cream

0,1% mometsone furoate

Elocon lotion
Kenalog ointment

0,1% triamcinolone acetonide

Kenalog cream
Synalar ointment

0,025% fluocinolone acetonide

Westcort ointment
Golongan V : potensi Cordran cream

0,2% hydrocortison valerate


0,05% flurandrenolide

medium

Cutivate cream

0,05% fluticasone propionate

Dermatop cream

0,1% predincarbate

Diprosone lotion

0,05% betamethasone dipropionate

Kenalog lotion

0,1% triamcinolone acetonide

Locoid oitment

0,1% hidrocortisone butyrate

Locoid cream
Synalar cream

0,025% fluocinolone acetonide

Tridesilon ointment

0,05% desonide

Valisone cream

0,1% betamethasone valerate

Westcort cream
Golongan VI : Potensi Aclovate ointment
medium

0,2% hydrocotisone valerate


0,05% aclometasone

Aclovate cream
Ristocort cream

0,1% triamcinolone acetonid

DesOwen cream

0,05% desonide

Kenalog cream

0,025% triamcinolone acetonide

Kenalog lotion
Locoid solution

0,1% hydrocortisone butyrate

Synalar cream

0,01% flucinolone acetonide

Synalar solution
Tridesilon cream
Golongan

VIII

potensi lemah

Valisone lotion
: Obat topikal

0,05% desonide
0,1% betamethasone valerate
dengan hidrokortison, deksametason,

glumetalone, prednisolon, metilprednison

Anda mungkin juga menyukai