Kortikosteroid Sistemik Banyak Digunakan Dalam Bidang Dermatologi Karena Obat Tersebut Mempunyai Efek Imunosupresen Dan Anti Inflamasi
Kortikosteroid Sistemik Banyak Digunakan Dalam Bidang Dermatologi Karena Obat Tersebut Mempunyai Efek Imunosupresen Dan Anti Inflamasi
Tempat
Saluran cerna
2
3
Otot
Susunan saraf pusat
Kulit
6
7
8
9
Mata
Darah
Pembuluh darah
Kelenjar adrenal
10
korteks
Metabolisme
11
12
Elektrolit
hati
retensi Na/air, kehilangan K (astenia, paralisis, tetani,
Sistem immunitas
aritmia kor
Menurun rentan
terhadap
infeksi,
reaktifitas
timbul
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat monopause.
Mengenai lama kerja, potensi glukokortikoid dosis ekuivalen, dan potensi mineralkortikoid
dicantumkan dalam tabel 2.
Tabel 2. Potensi relatif glukokortikoid
Macam
Potensi
Potensi
kortikosteroid
Kerja singkat
glukokortikoid
Hidrokortison
20.0
2+
Kortison
Kerja sedang
0.8
25.0
2+
Meprednison
4-5
4.0
Metilprednisolon
4.0
prednisolon
5.0
1+
Prednison
5.0
1+
Triamsinolon
Kerja lama
4.0
Betametason
20-30
0.60
Deksametason
20-30
0.75
Parametason
Keterangan:
10
2.0
mineralokortikoid
Cara pengobatan:
Pada pengobatan dengan kortikosteroid sistemik hendaknya jangan lupa mencari
penyebabnya.
Kortikosteroid sistemik yang banyak dipakai ialah prednison karena telah lama digunakan
dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan prednisolon karena prednison
dimetabolisme di hepar menjadi prednisolon.
Pada penderita dengan hipertensi, gangguan cor, atau keadaan lain yang retensi garam
merupakan masalah, maka dipilih kortikosteroid yang efek mineralkortikoidnya sedikit atau
tidak ada, terlebih-lebih bila diperlukan dosis kortikosteroid yang tinggi.
Kortikosteroid sistemik yang memberi banyak efek minralokortikoid jangan dipakai pada
pemberian long term (lebih dalam sebulan). Triamsinolon lebih sering memebri efek samping
berupa miopati dan anoreksia sehingga berat badan menurun.
Pada penyakit berat berat dan sukar menalan, misalnya toksik epidermal nekrolisis dan
sindrom steven jhonson harus diberikan
biasanya kami menggunakan deksametason secara intravena karena lebih praktis. Jika masa
kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti dengan tablet prednison.
Jika terjadi supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat melawan stres, supresi
terjadi kalau dosis prednison melebihi 5 mg per hari dan lebih dari sebulan. Pada sindrom
putus obat terdapat keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan yang jarang melebihi
39 C.
Pada penyakit autoimun diperlukan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dicari
pemeliharaan. Dosis pemeliharaan ditentukan dengan menurunkan dosisnya berangsurangsur. Untuk mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid sistemik
dapat diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Keburukan pemberian
dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit dapat kambuh.
Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan kortikosteroid
sistemik dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat. Kemudian
perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapai 7,5 mg prednison, selanjutnya
pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid sistemik lagi. Alasannya
ialah, bila diiturinkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan
dosis fisiologik.
Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhadap efek samping, hendaknya diperiksa
tensi dan berat badan (seminggu sekali) EKG (sebulan sekali) terutama pada usia diatas 40
tahun, dan pemeriksaan laboratorium: Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin lengkap,
kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto thoraks, apakah ada
tuberkulosis paru (3 bulan sekali).
Efek samping yang juga berat ialah osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur. Pada
pemberian kortikosteroid yang diperkirakan long term, misalnya pada penyakit autoimun
hendaknya sejak semula diusahakan pencegahannya. Penderita dikonsultasikan ke sub bagian
ortopedi. Pada wanita saat monopouse dikonsultasikan ke bagian kebidanan untuk
kemungkinan terapi hormonal, karena pada masa tersebut rentan mendapat osteoporosis.
Indikasi dan dosis
Indikasi kortikosteroid ialah dermatosis alergik atau yang dianggap mempunyai dasar alergik.
Pada tabel 3. Dicantumkan berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid
sistemik serta dosisnya.
Tabel3. Dosis inisial kortikosteroid sistemik untuk orang dewasa pada berbagai dermatosis
Nama penyakit
Jenis kortikosteroid dan dosisnya sehari
Dermatitis
Prednison 4x5mg atau 3x10mg
Erupsi alergi obat ringan
Prednisolom 3x10mg atau 4x10mg
Sindrom Steven-Jonhson dan NET
Dexametason 6x 5 mg
Eritroderma
Prednison 3x10mg atau 4x10mg
Reaksi lepra
Prednison 3x10mg
Lupus eritematosa diskoid
Prednison 3x10mg
Pemfigoid bulosa
Prednison 40-80mg
Pemfigus vulgaris
Prednison 60-150mg
Pemfigus foliaseus
Prednison 3x20mg
Pemfigus eritomatosa
Prednison 3x20mg
Psoriasis pustulosa
Prednison 4x10mg
Reaksi Jarish-Herxheimer
Prednison20-40mg
Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa, dan tidak mutlak karena
bergantung pada respon penderita. Dosis untuk anak disesuaikan dengan berat badan/umur.
Jika setelah beberapa hari belum tampak perbaikan, dosis ditinggikan sampai ada perbaikan.
Kortikosteroid topikal
Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan hidrokortison dan
hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dari golongan kortikosteroid. Hal ini
merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan penyakit kulit topikal karena
kosrtikosteroid mempunyai khasiat yang sangat luas, yaitu: antiinflamasi, anti alergi, anti
pruritus, anti mitotik dan vasokontriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison dan
adreno-cortico-trophic hormone (A.C.T.H) tidak efektif sebagai obat topikal.
Pada perkembangan selanjutnya pada tahun 1960 diperkenalkan kortikosteroid yang lebih
poten daripada hidrokortison, yaitu kortikosteroid yang bersenyawa halogen yang dikenal
sebagai flourinade corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 16 dan 17, menghasilkan
bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1%
memberikan pengaruh antiinflamasi yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah,
antara lain: betametason, betametason valerat, betametason benzoat, fluosinolon asetenoid,
dan triamsinolon.
Penggolongan
Nama generik
0.05% bethametasone dipropionate
Diprolene AF cream
Psorcon ointment
Temovate ointment
Temovate cream
Ultravate ointment
Ultravate cream
Golongan II : (Potensi Cyclocort ointment
0,1% amcinonide
Tinggi)
Diprosone ointment
Elocone ointment
Florone ointment
Halog ointment
0,01 % halcinonide
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment
0,05% fluocinonide
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment
Maxivate ointment
Maxivate cream
Topicort ointment
0,25% desoximetasone
Topicort cream
Golongan
III
(potensi tinggi)
Topicort gel
: Aristocort A oitment
0,05% desoximetasone
0,1% triamcinolon acetonide
Cutivate ointment
Cyclocort cream
0,1% amcinonide
Cyclocort lotion
Diprosone cream
Flurone cream
Lidex E cream
0,05% fluocinonide
Maxiflor cream
Maxivate lotion
Topicort LP cream
0,05% desoximetsone
Golongan IV :
Valisone oitment
Aristocort ointment
Potensi medium
Cordran ointment
0,05% flurandrenolide
Elocon cream
Elocon lotion
Kenalog ointment
Kenalog cream
Synalar ointment
Westcort ointment
Golongan V : potensi Cordran cream
medium
Cutivate cream
Dermatop cream
0,1% predincarbate
Diprosone lotion
Kenalog lotion
Locoid oitment
Locoid cream
Synalar cream
Tridesilon ointment
0,05% desonide
Valisone cream
Westcort cream
Golongan VI : Potensi Aclovate ointment
medium
Aclovate cream
Ristocort cream
DesOwen cream
0,05% desonide
Kenalog cream
Kenalog lotion
Locoid solution
Synalar cream
Synalar solution
Tridesilon cream
Golongan
VIII
potensi lemah
Valisone lotion
: Obat topikal
0,05% desonide
0,1% betamethasone valerate
dengan hidrokortison, deksametason,