Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman kebutuhan makhluk hidup semakin
meningkat terutama terkait sumber daya alam seperti minyak, mineral ekonomis
dan juga gas bumi serta batubara. Hal ini membuat tuntutan terhadap pengetahuan
mengenai eksplorasi sumber daya alam semakin meningkat pesat. Kemajuan
teknologi demi tercapainya target-target eksplorasi juga semakin meningkat
dilihat dengan semakin menjamurnya alat-alat bantu untuk mencari keberadaan
cekungan-cekungan minyak dan gas bumi yang potensial, seperti well log, cutting
core dan lain sebagainya.
Penelitian mengenai sumber daya alam ini dirasa semakin krusial
mengingat kondisi bumi yang sebagian besar merupakan lautan lepas. Hal inilah
yang terus mendorong sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan pengetahuan
eksplorasi khususnya didaerah lepas pantai. Untuk memahami secara menyeluruh
perlu dilakukan beberapa penekatan-pendekatan, seperti mempelajari mengenai
sedimentasi yang terjadi disekitar pantai.
Pantai kita ketahui bersama merupakan tempat bertemunya antara laut dan
daratan. Hal inilah yang mendorong saya merasa perlu untuk meneliti terkait
sedimentasi yang terjadi di pantai. sehingga permasalahan yang diangkat pada
penelitian ini adalah Studi sebaran sedimen berdasarkan analisis ukuran butir
pantai Marina Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Provinsi
Sulawesi Selatan.

1.2 Lokasi Penelitian


Objek dari penelitian ini adalah Pantai Marina, Dusun Korong Batu, Desa
Baruga, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng. Berjarak sekitar tujuh
kilometer dari Bulukumba, atau kurang lebih 12 kilometer dari kota Bantaeng.
Menurut Peta Rupa Bumi Indonesia Edisi 1-1991 yang dikeluarkan oleh
Bakosurtanal, termasuk ke dalam lembar Bulukumba nomor 2110-13 dengan
skala 1 : 50.000

Gambar. Peta Rupa Bumi Indonesia Edisi 1-1991 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, termasuk
ke dalam lembar Bulukumba nomor 2110-13 dengan skala 1 : 50.000

1.3 Manfaat dan Tujuan Penelitian


Penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengetahui sebaran sedimen yang
ada di daerah Pantai Marina, Dusun Korong Batu, Desa Baruga, Kecamatan
Pajukukang, Kabupaten Bantaeng
Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain :
1. Menentukan arah penyebaran sedimentasi dari batuan gunungapi
bawakaraeng yang terdiri dari breksi, endapan lahar dan tufa.
2. Mengetahui permodelan fasies pada batuan gunungapi bawakaraeng
khususnya

daerah

Kecamatan

Pajukukang,

Kabupaten

Bantaeng,

Sulawesi Selatan
1.4 Hipotesis
Secara umum diperkirakan sedimen permukaan daerah penelitian disusun
oleh semua populasi kelas ukuran sedimen. Populasi kerikil merupakan fraksi
sedimen dengan proporsi yang terbanyak diantara populasi lainnya, hal ini diduga
disebabkan oleh banyaksnya sumber sedimen yang berfraksi kasar akibat karakter
dasar perairan daerah studi secara dominan disusun oleh breksi, endapan lahar dan
tufa. Selain disebabkan oleh karakter dasar perairan, gelombang dan arus juga
berperan penting dalam mentranspor sedimen lumpur ini.
Pada kawasan pantai diperkirakan terdapat dua arah transportasi sedimen.
Pertama, pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport) atau boleh
juga disebut dengan pergerakan sedimen menuju dan meninggalkan pantai
(onshore-offshore transport). Kedua, pergerakan sedimen sepanjang pantai atau

sejajar pantai yang biasa diistilahkan dengan longshore transport. Kedua model
transpor sedimen di atas juga terjadi di daerah studi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Geologi Regional
Pemaparan tinjauan geologi regional daerah penelitian dan sekitarnya

didasarkan pada laporan hasil pemetaan Geologi Lembar Pangkajene dan


Watampone Bagian Barat, Sulawesi yang disusun oleh Rab Sukamto dan S.
Supriatna (1982), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat
Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi RI,
Bandung, sebagai berikut :
2.1.1 Geomorfologi Regional
Bentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar Ujung Pandang,
Benteng dan Sinjai adalah kerucut gunungapi Lompobatang, yang menjulang
mencapai ketinggian 2876 m di atas muka laut. Kerucut gunungapi ini dari
kejauhan masih memperlihatkan bentuk aslinya, dan menempati lebih kurang 1/3
daerah lembar. Pada potret udara terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut
parasit, yang kelihatannya lebih muda dari kerucut induknya, bersebaran di
sepanjang jalur utara-selatan melewati puncak Gunung Lompobatang. Kerucut
gunungapi Lompobatang ini tersusun oleh batuan gunungapi berumur Plistosen.
Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapat di
sebelah barat dan sebelah utara Gunung Lompobatang. Di sebelah barat terdapat
Gunung Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara terdapat
Gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. kedua bentuk kerucut tererosi ini
disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.

Di bagian utara lembar terdapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi


kars, yang dibentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah
bertopografi kars ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan
gunungapi berumur Miosen sampai Pliosen.
Daerah sebelah barat Gunung Cindako dan sebelah utara Gunung Baturape
merupakan daerah berbukit, kasar di bagian timur dan halus di bagian barat.
Bagian timur mencapai ketinggian kira-kira 500 m, sedangkan bagian barat
kurang dari 50 m di atas muka laut dan hampir merupakan suatu dataran. Bentuk
morfologi ini disusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen. Bukitbukit memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah Gunung Cindako dan
Gunung Baturape berupa retas-retas basal.
Pesisir barat merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri dari
daerah rawa dan daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah
banjir di dataran ini. Bagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun
oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen dan Pliosen.
Pesisir baratdaya ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah
dengan

arah

umum

kira-kira

baratlaut-tenggara.

Pantainya

berliku-liku

membentuk beberapa teluk, yang mudah dibedakan dari pantai daerah lain pada
lembar ini. Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa.
Secara fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah
Walanae di utara, dan Pulau Selayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit
rendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di utara
(Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat), dan menerus di sepanjang

pesisir timur Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah
timur dari Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat berakhir di bagian
utara pesisir timur lembar ini.
Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu tanjung yang ditempati
sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kars. Bentuk
morfologi semacam ini ditemukan ini ditemukan pula di bagian baratlaut Pulau
Selayar. Teras pantai dapat diamati di daerah ini sejumlah anatara 3 dan 5 buah.
Bentuk morfologi ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.
Pulau Selayar mempunyai bentuk memanjang utara-selatan, yang secara
fisiografi merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar
Pangkajene dan watampone bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongkak lebih
tinggi dengan puncak tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur
rata-rata terjal dan pantai barat landai; secara garis besar membentuk morfologi
lereng-miring ke arah barat.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Tatanan Stratigrafi
Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen
flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan malihan
(S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda dari pada Formasi
Marada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19
2 juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda,

yaitu Formasi Salo Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu
jelas, kemungkinan tak selaras.
Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen AwalOligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur
dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di
sebelah timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.
Satuan batuan berumur Eosen Akhir sampai Miosen Tengah menindih tak
selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya,
diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt)
terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak
Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat
yang tebalnya tidak kurang dari 1750 m. Pada kala Miosen Awal rupanya terjadi
endapan batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun Batuan Gunungapi
Kalamiseng (Tmkv).
Satuan batuan berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun Formasi
Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4250 m dan menindih tak selaras batuanbatuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan
dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan
gunungapi. (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai
diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae (Tmpw) dan
Anggota Selayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang

termuda adalah yang menyusun Batuan Gunungapi Lompobatang (Qlv), berumur


Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).
Perian Satuan Peta
Endapan Permukaan
Qac

ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: kerikil, pasir, lempung,


lumpur dan batugamping koral; terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa,
pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan Sungai Berang
endapan aluviumnya terutama terdiri dari rombakan batuan gunungapi
Gunung Lompobatang; di dataran pantai barat terdapat endapan rawa
yang sangat luas.

Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi


Km

FORMASI MARADA (T.M. VAN LEEUWEN, 1974): batuan sedimen


bersifat flysch; perselingan batupasir, batulanau, arkose, grewake, serpih
dan konglomerat; bersisipan batupasir dan batulanau gampingan, tufa,
lava dan breksi yang bersusunan basal, andesit dan trakit. Batupasir dan
batulanau berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna
kelabu tua sampai coklat tua; konglomerat tersusun oleh andesit dan
basal; lava dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa
karbonat, silikat, serisit, klorit dan epidot.
Fosil Globotruncana dari batupasir gampingan yang dikenali
oleh PT Shell menunjukkan umur Kapur Akhir, dan diendapkan di
lingkungan neritik dalam (T.M. Van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).
Formasi ini diduga tebalnya tidak kurang 1000 m.

Temt

FORMASI TONASA: batugamping, sebagian berlapis dan sebagian


pejal; koral, bioklastika, dan kalkarenit, dengan sisipan napal globigerina,
batugamping kaya foram besar, batugamping pasiran, setempat dengan
moluska; kebanyakan putih dan kelabu muda, sebagian kelabu tua dan
coklat. Perlapisan baik setebal anatara 10 cm dan 30 cm, terlipat lemah
dengan kemiringan lapisan rata-rata kurang dari 25o; di daerah Jeneponto
batugamping berlapis berselingan dengan napal globigerina.
Fosil dari Formasi Tonasa dikenali oleh D. Kadar (hubungan
tertulis, 1973, 1974, 1975), dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis,
1974). Contoh-contoh yang dianalisa fosilnya adalah: La.8, La.35, Lb.1,
Lb.49, Lb.83, Lc.44, Lc.97, Lc.114, Td.37, Td.161, dan Td.167. Fosilfosil yang dikenali termasuk: Discocyclina sp., Nummulites sp.,
Heterostegina sp., Flosculinella sp., Spiroclypeus sp., S. orbitoides
DOUVILLE, Lepidocyclina sp., L. ephippoides JONES & CHAPMAN,
L. verbeeki NEWTON & HOLLAND, L. cf. sumatrensis JONES &
CHAPMAN, Miogypsina sp., Globigerina sp., Gn. Tripartite COCH,
Globoquadrina altispira (CHUSMAN & JARVIS), Amphistegina sp.,
Cycloclypeus sp., dan Operculina sp. Gabungan fosil tersebut
menunjukkan umur berkisar dari Eosen sampai Miosen Tengah (Ta-Tf),
dan lingkungan pengendapan neritik dangkal sampai dalam dan sebagian
laguna.
Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750 m, tak selaras
menindih batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan ditindih oleh

Formasi Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan
stok bersusunan basal dan diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di
daerah Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat, sebelah
utaranya.
Tmc

FORMASI CAMBA: batuan sedimen laut berselingan dengan batuan


gunungapi, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan
batulempung; bersisipan napal, batugamping, konglomerat dan breksi
gunungapi, dan batubara; warna beraneka dari putih, coklat, merah,
kelabu muda sampai kehitaman, umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis
dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus hingga lapili;
tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit;
konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal
dengan ukuran antara 2 cm dan 30 cm; batugamping pasiran mengandung
koral dan moluska; batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil
foram kecil; sisipan batubara setebal 40 cm ditemukan di Sungai Maros.
Fosil dari Formasi Camba yang dikenali oleh D. Kadar
(hubungan tertulis, 1974, 1975) dan Purnamaningsih (hubungan tertulis,
1975), pada contoh batuan La.3, La.24, La.125, dan La.448/4, terdiri dari:
Goloborotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. Praefoksi BLOW &
MANNER,

Gl.

Siakensis

(LEROY),

Flosculinella

bontangensis

(RUTTEN), Globigerina venezuelana HEDBERG, Globoquadrina


altispira (CUSHMAN & JARVIS), Orbulina universa DORBIGNY, O.
suturalis BRONNIMANN, Cellanthus cratuculatus FICHTEL & MOLL,

dan Elphidium advenum (CHUSMAN). Gabungan fosil tersebut


menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf). Lagi pula ditemukan fosil
foraminifera jenis yang lain, ostrakoda dan moluska dalam formasi ini.
Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini berumur sama dengan yang
di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat yaitu Miosen Tengah
sampai Miosen Akhir.
Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi Camba yang terletak di
Lembar Pangkajene dan bagian Barat Watampone sebelah utaranya, kirakira 4250 m tebalnya; diterobos oleh retas basal piroksen setebal antara
-30 m, dan membentuk bukit-bukit memanjang. Lapisan batupasir
kompak (10-75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1-2 cm) dan
konglomerat berkomponen basal dan andesit, yang tersingkap di Pulau
Selayar diperkirakan termasuk satuan Tmc.
Tmcv, Batuan Gunungapi Formasi Camba: breksi gunungapi,
lava, konglomerat dan tufa berbutir halus hingga lapili, bersisipan batuan
sedimen laut berupa batupasir tufaan, batupasir gampingan dan
batulempung yang mengandung sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih
banyak mengandung breksi gunungapi dan lava yang berkomposisi
andesit dan basal; konglomerat juga berkomponen andesit dan basal
dengan ukuran 3-50 cm; tufa berlapis baik, terdiri tufa litik, tufa kristal
dan tufa vitrik. Bagian atasnya mengandung ignimbrit bersifat trakit dan
tefrit leusit; ignimbrite berstruktur kekar maniang, berwarna kelabu
kecoklatan dan coklat tua, tefrit lusit berstruktur aliran dengan permukaan

berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv ini termasuk yang dipetakan
oleh T.M. Van Leeuwen (hubungan tertulis, 1978) sebagai Batuan
Gunungapi Soppo, Batuan Gunungapi Pamusureng

dan Batuan

Gunungapi Lemo. Breksi gunungapi yang tersingkap di Pulau Selayar


mungkin termasuk formasi ini; breksinya sangat kompak, sebagian
gampingan, berkomponen basal amfibol, basal piroksen dan andesit (0,530 cm), bermasa dasar tufa yang mengandung biotit dan piroksen.
Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971) dari
A. 75 dan A.76.b termasuk: Amphistegina s., Globigerinids, Operculina
sp., Orbulina universa DORBIGNY, Rotalia sp., dan Gastropoda.
Penarikan jejak belah dari contoh ignimbrit menghasilkan umur 13 2
juta tahun dan K-Ar dari contoh lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun
(T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Data paleontologi dan
radiometri tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen
Akhir.
Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2500 m dan merupakan fasies
gunungapi dari pada Formasi Camba yang berkembang baik di daerah
sebelah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat);
lapisannya kebanyakan terlipat lemah, dengan kemiringan kurang dari
20o; menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan batuan
yang lebih tua.
Tmpw FORMASI WALANAE: perselingan batupasir, konglomerat, dan tufa,
dengan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit;

batupasir berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agak


kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak
mengandung kuarsa; tufanya berkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa
kristal yang banyak mengandung biotit; konglomerat berkomponen
andesit, trakit dan basal, dengan ukuran -70 cm, rata-rata 10 cm.
Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai lanjutan dari
lembah Sungai Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone bagian
Barat sebelah utaranya. Di daerah utara banyak mengandung tufa, di
bagian tengah banyak mengandung batupasir, dan di bagian selatan
sampai di Pulau Selayar batuannya berjemari dengan batugamping
Anggota Selayar (Tmps); kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat
lemah dengan kemiringan antara 10o-20o, dan membentuk perbukitan
dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas muka laut; tebal formasi ini
sekitar 2500 m. Di Pulau Selayar formasi ini terutama terdiri dari lapisanlapisan batupasir tufaan (10-65 cm) dengan sisipan napal; batupasirnya
mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksen.
Fosil dari Formasi Walanae yang dikenali oleh Purnamaningsih
(hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457 dan La.468, terdiri
dari: Globigerina sp., Globorotalia menardii (DORBIGNY), Gl. tumida
(BRADY),

Globoquadrina

altispira

(CUSHMAN

&

JARVIS),

Globigerinoides immaturus LEROY, Gl. obliquus BOLLI, dan Orbulina


universa DORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur
berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen (N18-N20). Lagi pula

ditemukan jenis foraminifera yang lain, ganggang, dan koral dalam


formasi ini.
Tmps, Anggota Selayar Formasi Walanae: batugamping pejal,
batugamping koral dan kalkarenit, dengan sisipan napal dan batupasir
gampingan; umumnya putih, sebagian coklat dan merah; setempat
mengandung moluska. Di sebelah timur Bulukumba dan di Pulau Selayar
terlihat batugamping ini relatif lebih muda dari pada batupasir Formasi
Walanae, tetapi di beberapa tempat terlihat adanya hubungan menjemari.
Fosil dari Anggota Selayar yang dikenali oleh Purnamaningsih
(hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.437, La.438 dan La.479,
terdiri dari: Globigerina nephentes TODD, Globorotalia acostaensis
BLOW, Gl. dutertrei (DORBIGNY), Gl. margaritae BOLLI &
BERMUDEZ, Gl. menardii (DORBIGNY), Gl. scitula (BRADY), Gl.
tumida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS),
Gn.

dehiscens

(CHAPMANN-PARR-COLLINS),

Globigerinoides

extremus BOLLI & BERMUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Gd. obliquus


BOLLI, Gd. ruber (DORBIGNY), Gd. sacculifer (BRADY), Gd.
trilobus (REUSS), Biorbulina bilobata (DORBIGNY), Orbulina
universa

(DORBIGNY),

Pulleniatina

primalis

Hastigerina

BANNER

&

aequilateralis
BLOW,

(BRADY),

Sphaeroidinellopsis

seminulina SCHWAGER, dan Sphaeroidinella Subdehiscens BLOW.


Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen Akhir
sampai Pliosen Awal (N16-N19).

Tebal satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di Kepulauan Ara dan


di ujung utara Pulau Selayar ditemukan undak-undak pantai pada
batugamping; paling sedikit ada 3 atau 4 undak pantai. Daerah
batugamping ini membentuk perbukitan rendah dengan ketinggian ratarata 150 m, dan yang paling tinggi 400 m di Pulau Selayar.
Batuan Gunungapi
Tpv

BATUAN GUNUNGAPI TERPROPILITKAN: breksi, lava dan tufa,


mengandung lebih banyak tufa di bagian atasnya dan lebih banyak lava di
bagian bawahnya, kebanyakan bersifat andesit dan sebagian trakit;
bersisipan serpih dan batugamping di bagian atasnya; komponen breksi
beraneka ukuran dari beberapa cm sampai lebih dari 50 cm, tersemen
oleh tufa yang kurang dari 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua
sampai kelabu kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan,
mengandung barik-barik karbonat dan silikat.
Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, ditindih tak selaras oleh
batugamping Eosen Formasi Tonasa, dan diterobos oleh batuan
granodiorit gd; disebut Batuan Gunungapi Langi oleh van Leeuwen
(1974). Penarikan jejak belah sebuah contoh tufa dari bagian bawah
satuan menghasilkan umur 63 juta tahun atau Paleosen (T.M. van
Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).

Tmkv

BATUAN GUNUNGAPI KALIMISENG: lava dan breksi, dengan


sisipan tufa, batupasir, batulempung dan napal; kebanyakan bersusunan

basal dan sebagian andesit, kelabu tua hingga kelabu kehijauan,


umumnya kasat mata, kebanyakan terubah, amigdaloidal dengan mineral
sekunder karbonat dan silikat; sebagian lavanya menunjukkan struktur
bantal.
Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang daerah pegunungan
sebelah timur Lembah Walanae, sebagai lanjutan dari Tmkv yang
tersingkap bagus di daerah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone
bagian Barat); terpisahkan oleh jalur sesar dari batuan sedimen dan
karbonat Formasi Salo Kalupang (Eosen-Oligosen) di bagian baratnya;
diterobos oleh retas dan stok bersusunan basal, andesit dan diorit. Satuan
batuan ini diperkirakan berumur Miosen Awal; tebal satuan di lembar
Pangkajene dan Watampone bagian Barat tidak kurang dari 4250 m.
Tpbv BATUAN GUNUNGAPI BATURAPECINDAKO : lava dan breksi,
dengan sisipan sedikit tufa dan konglomerat, bersusunan basal, sebagian
besar porfiri dengan fenokris piroksen besar-besar sampai 1 cm dan
sebagian kecil kasatmata, kelabu tua kehijauan hingga hitam warnanya;
lava sebagian berkekar maniang dan sebagian berkekar lapis, pada
umumnya breksi berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60 cm, terutama
basal dan sedikit andesit, dengan semen tufa berbutir kasar sampai lapili,
banyak mengandung pecahan piroksen.
Komplek terobosan diorite berupa stok dan retas di Baturape dan
Cindako diperkirakan merupakan bekas pusat erupsi (Tpbc); batuan di
sekitarnya terubah kuat, amygdaloidal dengan mineral sekunder zeolit dan

kalsit; mineral galena di Baturape kemungkinan berhubungan dengan


terobosan diorite itu; daerah sekitar Baturape dan Cindako batuannya
didominasi oleh lava Tpbl. Satuan ini tidak kurang dari 1250 m tebalnya
dan berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira berumur Pliosen Akhir.
Qlv

BATUAN GUNUNGAPI LOMPOBATANG: aglomerat, lava, breksi,


endapan lahar dan tufa, membentuk kerucut gunungapi strato dengan
puncak tertinggi 2950 m di atas muka laut; batuannya sebagian besar
berkomposisi andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang berlubanglubang seperti yang disebelah barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang
terdapat kira-kira 2 km sebelah utara Bantaeng berstruktur bantal;
setempat breksi dan tufanya mengandung banyak biotit.
Bentuk morfologi tubuh gunungapi masih jelas dapat dilihat pada
potret udara; (Qlvc) adalah pusat erupsi yang memperlihatkan bentuk
kubah lava; bentuk kerucut parasit memperlihatkan paling sedikit ada 2
perioda kegiatan erupsi, yaitu Qlvpl dan Qlvp2. Di daerah sekitar pusat
erupsi batuannya terutama terdiri dari lava dan aglomerat (Qlv), dan di
daerah yang agak jauh terdiri terutama dari breksi, endapan lahar dan tufa
(Qlvb). Berdasarkan posisi stratigrafinya diperkirakan batuan gunungapi
ini berumur Plistosen.

Batuan Terobosan
gd

GRANODIORIT : terobosan granodiorit, batuannya berwarna kelabu


muda, di bawah mikroskop terlihat adanya feldspar, kuarsa, biotit, sedikit

piroksen dan hornblende, dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan


magnetit; mengandung senolit bersifat diorite, diterobos retas aplit,
sebagian yang lebih bersifat diorite mengalami kaolinisasi.
Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar Birru, menerobos batuan
dari Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv),
tetapi tidak ada kontak dengan batugamping Formasi Tonasa (Temt).
Penarikan jejak belah dari contoh granodioritnya yang menghasilkan umur
19 2 juta tahun memberikan dugaan bahwa penerobosan batuan ini
berlangsung di kala Miosen Awal (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis,
1987).
d

DIORIT : terobosan diorite, kebanyakan berupa stok dan sebagian retas


atau sil; singkapannya ditemukan di sebelah ditemukan di sebelah timur
Maros, menerobos batugamping Formasi Tonasa (Temt); umumnya
berwarna kelabu, berteksur porfir, dengan fenokris amfibol dan biotit,
sebagian berkekar meniang.
Penearikan Kalium / Argon pada biotit dari aplit (lokasi 2) dan
diorite (lokasi 3) menunjukkan umur masing-masing 9,21 dan 7,74 juta
tahun atau Miosen Akhir (J.D. Obradovich hubungan tertulis, 1974).

t/a

TRAKIT DAN ANDESIT : terobosan trakit dan andesit berupa retas dan
stok; trakit berwarna putih, bertekstur porfir dengan fenokris sanidin
sampai sepanjang 1 cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur porfir
dengan fenokris amfibol dan biotit. Batuan ini tersingkap di daerah

sebelah baratdaya Sinjai, dan menerobos batuan gunungapi Formasi


Camba (Tmcv).
BASAL

terobosan basal berupa retas, sil dan stok, bertekstur porfir

dengan fenokris piroksen kasar mencapai ukuran lebih dari 1 cm,


berwarna kelabu tua kehitaman dan kehijauan; sebagian dicirikan oleh
struktur kekar meniang, beberapa di antaranya mempunyai tekstur gabro.
Terobosan basal di sekitar Jene Berang berupa kelompok retas yang
mempunyai arah kira-kira radier memusat ke Baturape dan Cindako;
sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto berupa stok.
Semua terobosan basal menerobos batuan dari Formasi Camba
(Tmc). Penarikan Kalium/Argon pada batuan basal, dari lokasi 1 dan 4,
dan gabro dari lokasi 5 menunjukkan umur masing-masing 7,5, 6,99 dan
7,36 juta tahun, atau Miosen Akhir (Indonesi Gulf Oil Co., hubungan
tertulis, 1972; J.D. Obradovich, hubungan tertulis, 1974). Ini menandakan
bahwa kemungkinan besar penerobosan basal berlangsung sejak Miosen
Akhir sampai Pliosen Akhir.
Batuan Malihan
s

BATUAN MALIHAN KONTAK : batutanduk yang berkomposisi


mineral-mineral antofilit, kordiorit, epidotit, garnet, kuarsa, feldspar,
muscovite dan karbonat; berwarna kelabu kehijauan sampai hijau tua,
tersingkap di daerah yang sempit ( 2 km 2), pada kontak dengan
granodiorit (gd) dan dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi Tmcv.
Batutanduk ini mengandung banyak lensa magnetit.

2.1.3 Struktur Geologi Regional


Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi
Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu
endepan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu.
Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunungapi pada waktu kira-kira 63
juta tahun, dan menghasilkan Batuan Gunungapi Terpropilitkan.
Lembah Walanae di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat
sebelah utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, melalui
Sinjai di pesisir timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen, yaitu
sedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah timur dari sedimen karbonat
Formasi Tonasa di sebelah baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah
barat Lembah Walanae merupakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah sebelah
timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.
Paparan laut dangkal Eosen meluas hamper ke seluruh daerah lembar peta,
yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru,
sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama
Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur Lembah
Walanae rupanya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan
gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.
Akhir daripada kegiatan gunungapi Miosen Awal diikuti oleh tektonik
yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae, yang kemudian menjadi
cekungan di mana Formasi walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar

berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama


sedimentasi sampai kala Pliosen.
Menurunnya cekungan Walanae dibarengi oleh kegiatan gunungapi yang
terjadi secara luas di sebelah baratnya dan mungkin secara local di sebelah
timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula
gunungapinya terjadi di bawah laut, dan kemungkinan sebagian muncul di
permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen menghasilkan
Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan Gunungapi BaturapeCindako. Kelompok retas basal berbentuk berbentuk radier memusat ke G.
Cindako dan G. Baturape, terjadinya gerakan mengkubah pada kala Pliosen.
Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai kala
Plistosen, menghasilkan Batuan Gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan
magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesarsesar en echelon (merencong) yang melalui G. Lompobattang berarah utaraselatan. Sesar-sesar en echelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan
mendatar dekstral daripada batuan alas pesisir barat Lembah Walanae. Sejak kala
Pliosen pesisir barat ujung lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil,
yang pada kala Holosen hanya terjadi endapan aluvium dan rawa-rawa.

2.2 Sedimentologi
Tujuh puluh persen batuan yang menutupi permukaan bumi ini terdiri dari
batuan sedimen. Yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi,

konglomerat, dan batuan sedimen lainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses
fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan
pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Pembelajaran tentang batuan
sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran batuan
batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang
kemudian mengalami pembatuan (Pettjohn, 1975 )
Sedimen alamiah batuan sedimen mempunyai suatu rentang ukuran
partikel. Penyebaran ukuran di sekitar ukuran rata-ratanya disebut sorting.
Sedimen dengan well-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang sempit, dan
sedimen dengan poorly-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang lebar.
Dalam praktek teknik sipil, istilah-istilah ini memiliki arti yang berlawanan.
Sedimen dengan well- sorted adalah bergradasi jelek, dan sedimen dengan poorlysorted adalah bergradasi baik. Sedimen dengan well-sorted cenderung makin
seragam, sedangkan sedimen dengan poorly-sorted cenderung makin tidak
seragam.

2.3 Analisa Ukuran Butir


Ukuran butir merupakan bagian yang mendasar dalam batuan sedimen
klastik dan merupakan ciri-ciri yang harus ada dalam mendeterminasi batuan

sedimen. Ukuran butir berkisar dari beberapa micron sampai beberapa meter, yang
tersebar secara alami yang menunjukkan sebuah satu rangkaian yang saling
berkaitan. Dikarenakan banyaknya ukuran butir maka dibutuhkan sebuah skala
ukuran butir, dan yang umum digunakan adalah skala Udden-Wentworth. Skala
ini pertama kali dikenalkan oleh Udden pada tahun 1898 dan kemudian
dimodifikasi dan diperluas oleh Wentworth pada tahun 1922. Skala ini merupakan
sebuah skala geometris yang setiap nilanya pada skala dua kali lebih besar dari
nilai skala sebelumnya, atau satu setengah kali lebih besar. Skala Uddenwentworth berkisar dari <1/256 mm (0,0039 mm) hingga >256 mm dan dibagi
menjadi empat kategori ukuran (lempung, lanau, pasir dan kerikil) yang mana
dibagi menjadi sub-bagian ukuran butir.
Modifikasi yang dilakukan pada skala udden-wentworth yang paling
banyak digunakan adalah skala logaritma phi, yang mana data dapat memiliki
nilai yang sama untuk data grafik dan perhitungan statistik. Skala ini dikenalkan
oleh Krumbein pada tahun 1934, yang didasari pada hubungan :

dimana

adalah ukuran phi dan S adalah ukuran butir dalam millimeter. Ukuran

butir sebenarnya dinyatakan dalam millimeter dimana semakin menurun nilai


ukuran butir maka nilai phi (+) bertambah dan semakin meningkat nilai ukuran
butir maka nilai phi (-) bertambah, hal ini dikarenakan material sedimen
berukuran pasir, lanau dan lempung lebih melimpah pada batuan sedimen.
Table 1.1: Tabel ukuran butir material sedimen, menunjukkan kelas-kelas ukuran butir
wentworth, ekuivalen dengan phi () dan nomor sieve Sieve Standar U.S berhubungan
dengan ukuran phi () dan millimeter.

Catatan : nilai phi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-)
Ukuran butir material sedimen dapat diukur dengan beberapa metode.
Pemilihan metode didasarkan pada tujuan studi yang hendak dilakukan, jangkauan
ukuran butir yang akan diukur dan derajat konsolidasi sedimen atau batuan
sedimen. Partikel yang berukuran besar (kerakal, berakal, bongkah) baik material
lepas atau batuan sedimen dapat diukur manual dengan menggunakan sebuah
caliper. Ukuran butir biasanya dinyatakan dengan dimensi panjang atau dimensi
intermediet sebuah partikel.

Partikel berukuran lanau halus dan lempung dapat ditentukan dengan


metode sedimentasi dengan menggunakan hukum Stokes. Jika kecepatan
pengendapan partikel dapat diukur pada temperature tertentu, diameter partikel
dapat dihitung dengan hitungan matematika sederhana :

Dimana D adalah diameter partikel dalam cm, V adalah kecepatan pengendapan


partikel, dan C adalah konstanta tergantung dengan berat jenis partikel serta berat
jenis dan viskositas fluida (biasanya air).
Metode sedimentasi standar untuk mengukur partikel sedimen berukuran
kecil dengan menggunakan analisis pipet. Untuk melakukan analisis pipet partikel
sedimen berukuran halus diaduk hingga membentuk suspense dalam volume air
yang telah diukur dalam sebuah tabung pengendapan. Material sedimen yang
berukuran seragam dalam suspense akan tertarik ke pipet pada waktu tertentu dan
pada kedalaman tertentu, kemudian diuapkan untuk dikeringkan dalam oven dan
setelah itu ditimbang.
Ukuran butir partikel material lepas sedimen dapat diukur dengan
menggunakan analisis sieve atau analisis sedimentasi. Ukuran dan pemilahan
partikel berukuran pasir dan lanau dapat diperkirakan dengan menggunakan
pantulan cahaya mikroskop binokuler dalam sayatan tipis sebuah batuan dengan
menggunakan mikroskop petrografi dan disesuaikan dengan micrometer okuler.
Partikel berukuran lanau halus dan lempung dalam batuan sedimen dapat
dipelajari dengan menggunakan mikroskop electron.

Secara metematis terdapat tiga pengukuran rata-rata ukuran butir yang


umum digunakan, yaitu :
1. Modus, yang merupakan frekuensi ukuran partikel yang paling sering muncul
pada populasi butiran. Diameter ukuran butir ditunjukkan oleh titik yang paling
tajam (titik potong) pada kurva kumulatif. Material lepas klastik dan batuan
sedimen cenderung memiliki sebuah ukuran, tetapi beberapa material ada yang
memiliki dua ukuran yaitu kasar pada akhir kurva dan satunya lagi ukuran
halus, bahkan ada beberapa material memiliki banyak bentuk.
2. Median, yang merupakan ukuran titik tengah distribusi ukuran butir. Setengah
berat dari butiran lebih besar dari pada ukuran median dan setengahnya lebih
kecil. Median bernilai sekitar diameter presentil ke 50 pada kurva kumulatif
(gambar 5).
3. Rata-rata (Mean), yang merupakan rata-rata ukuran aritmatik semua partikel.

Sebenarnya mean tidak dapat dihitung karena kita tidak menghitung total
jumlah butiran atau menghitung setiap butiran, dan hanya yang paling
mendekati dengan mendapatkan nilai presentil.
4. dari kurva kumulatif dan menghitung nilai rata-ratanya.

Gambar 1.1 : Metode menghitung nilai presentil dari kurva kumulatif.


2.4 Sortasi

Keseragaman atau Sortasi dapat menunjukkan batas ukuran butir atau


keanekaragaman ukuran butir, tipe dan karakteristik serta lamanya waktu
sedimentasi dari suatu populasi sedimen (Folk, 1968). Menurut Friedman dan
Sanders (1978), sortasi atau pemilahan adalah penyebaran ukuran butir terhadap
ukuran butir rata-rata. Sortasi dikatakan baik jika batuan sedimen mempunyai
penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata pendek. Sebaliknya
apabila sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap rata-rata ukuran
butir panjang disebut sortasi jelek. Sortasi dihitung dengan menggunakan
jangkauan ukuran butir dan luasnya sebaran disekitar ukuran rata-rata.

Gambar 1.2: Sortasi ukuran butir material sedimen dengan derajat yang berbeda-beda.
(From Anstey, R.L. Chase, 1974, Environment through time : Burgess, Minneapolis,
Minn. Fig. 1.2, p. 2, reprinted by permission of Burgess Publishing Co.)

Sortasi dihitung dengan standar deviasi. Dalam statistik konvensional, satu


standar deviasi mencakup 68 persen pada area pusat pada kurva frekuensi.

Gambar 1.3: Kurva frekuensi distribusi normal, menunjukkan hubungan antara standar
deviasi dan mean (rata-rata). Satu standar deviasi (1 ) disetiap sisinya rata-rata bernilai
68 persen pada area dibawah kurva frekeunsi. (After Friedman, G. M., and J.E. Sanders,

Principle of sedimentology. 1978 by John Wiley & Sons, Inc. Fig. 3.12, p.70, reprinted
by permission of John Wiley & Sons, Inc., New York.)

Rumus untuk menghitung standar deviasi dengan metode statistic :

Perlu diperhatikan untuk menghitung standar deviasi dengan rumus ini


maka standar deviasi dinyatakan dengan nilai phi ( ) dan disebut juga standar
deviasi phi.
Tabel 1.3 : Tabel Standar Deviasi

2.5 Fasies Sedimen


Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi
memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di
bawah, atas dan di sekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana
fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini
memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau

dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan


yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya
(Walker dan James, 1992).
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang
dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,
litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen
merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis
lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat
dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi
dari berbagai data, diantaranya :
1.

Geometri :
a)

regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan
chanel)

b)

intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)

2.

Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi

3.
4.

dengan log sumur (GR dan SP)


Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
Struktur sedimen : dari core

Model Fasies (Facies Model)


Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model
fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus
(Walker , 1992).
Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan
diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan

sebagaio ukuran yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai


penunjuk observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi
geologi yang baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi
akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan,
menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh
secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga
dimensi, dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan
deposisi oleh waktu .
c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple,
analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk
mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi
respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon
model.
Facies Sequence
Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies
yang secara genetik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen
ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh
eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari
interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan

lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan


genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1.

membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.

2.

terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun).

3.

mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.

4.

selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.

5.

batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu
lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi,
geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.
Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies
didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk
suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini
mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu
terbentuk.
Sekelompok

asosiasi

fasies

endapan

fasies

digunakan

untuk

mendefinisikan lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies


ditemukan di sebuah fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama
untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.

Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari


bawah ke atas. Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi
oleh braided stream berenergi tinggi.
a.

Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi,

tinggi energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem
aluvial. Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti
depositional menggali organisme tidak dapat bertahan.
b.

Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-

kadang terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis,
planar dan disortir dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7
ft) unit "bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology
dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 ), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm
(19,7 inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki).
Arah arus di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat
interpretasi mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan
padat berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang
mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting
mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih
acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa

tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah aliran
kursus.
c.

Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic

terwakili dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padipadian terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas),
berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil
langka. Sheet-seperti sungai dikepang disimpulkan sebagai kontrol dominan pada
sedimentasi di fasies ini.
d.

Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah

lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki)
hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus
overlain oleh riak. Baik shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat
bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di
lingkungan laut.
Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi
oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah
kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat
mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai)
termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran
atau kerikilan di atas bar di dalam channel.

Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati
daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk
lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain.
Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir
atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh
pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis
batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa
pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan,
istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang
berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell
1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua
karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat
membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi
fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir
mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan
berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir
terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut
dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk
menentukan lingkungan pengendapan.
Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan
kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi.

Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :


1. Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang
menunjukkan sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein
dan Sloss, 1963].
3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan
biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4.

Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan
mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk
pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika,

kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik
sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa
disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit
stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang
terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang
memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri
metode lapangan dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:

Lapangan

Metode pengambilan sampel (sampling) yang digunakan di lapangan yaitu


dengan melakukan tes spit berukuran 2x2 m, yang kemudian di lakukan
pengambilan data-data seperti pengukuran tebal lapisan, deskripsi litologi, sketsa
dan pengambil sampel. Hal ini dilakukan dibeberapa spot sepanjang pantai Marina
Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan.

Laboratorium

Metode yang digunakan dalam laboratorium yaitu metode pengolahan


sampel berupa pengeringan sampai pengayakan dan terakhir penimbangan. Di
mana pengeringan untuk memudahkan pengayakan, dan pengayakan untuk
memisahkan ukuran butir yang sama dimana untuk mengetahui berat

Pengolahan Data

Data yang telah didapatkan di laboratoriun selanjutnya diolah untuk


menentukan mean, modus, median, kemudian menggunakan kurva semilog dan
perhitungan-perhitungan lainnya. Dari hasil pengolahan data-data inilah kemudian
dapat diketahui rata-rata ukuran butir dan persentase tiap lapisan. Dari semua data
yang diolah tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan ukuran

butir, kaitannya dengan prosesnya sampai fasiesnya. Kemudian dari kesimpulan


tersebut dapat kita analisis kemana arah sedimentasinya.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun daftar alat dan bahan yang digunakan selama praktikum ini
berlangsung diantaranya :

Palu geologi
Kompas geologi
Camera digital
Kantung sample
Papan clipboard
Buku lapangan
Kertas A4
Kertas kalkir
Spidol
Alat tulis
Pita meter

1.1 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja pada praktikum kali ini yaitu :Pertama, siapkan alat
dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum kali ini, khususnya untuk
sampel pasir agar diusahakan kering agar lebih mudah untuk diayak. Jika masih
belum kering sempurna maka digunakan alat pemanas untuk memanaskan pasir
tersebut. Selanjutnya pasir tersebut ditimbang di atas timbangan dengan
menggunakan gelas atau cawan ukur untuk mengetahui berat awal sampel
sebelum di saring. Kemudian sampel di masukkan ke dalam alat penyaring yang
telah disiapkan dan di ayak atau digoyangkan selama 10 menit. Setelah diayak
sampel dipisahkan sesuai dengan meshya kemudian ditimbang satu-persatu.

Setelah melakukan analisa data laboratorium kemudian dilanjutkan dengan


pengolahan data, yaitu menetukan berat komulatif, nilai mean, modus dan median.
Dan yang terakhir yaitu menetukan fasies sedimentasi. Apabila semua data telah
selesai maka kita dapat memulai analisa terhadap arah sedimentasinya.

BAB IV
PERENCANAAN WAKTU DAN BIAYA
4.1 Perencanaan Waktu
Adapun Waktu yang dibutuhkan dapat kita petakan menjadi tiga
pembagian, yaitu :

a. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan semua persiapan mulai dari pengurusan izin,
kelengkapan berkas, pengumpulan referensi, persiapan peralatan dan hal-hal lain
sebelum penelitian. Waktu yang dibutuhkan sekitar 2 minggu sebelum hari
penelitian kita laksanakan
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahapan ini kita akan menuju kelokasi penelitian dan kemudian
mengambil sampel sesuai dengan yang kita butuhkan. Waktu yang dibutuhkan
sekitar 1 minggu, hal ini dipertimbangkan dengan harapan dalam pengambilan
datanya nanti dapat sempurna.
c. Tahap Pasca Penelitian
Pada tahapan ini terbagi menjadi dua, yaitu Laboratorium dan Pengolahan
Data. Untuk laboratorium, kita akan menghitung dan menentukan seluruh data
yang berhubungan dengan laboratorium. Waktu yang dibutuhkan diperkirakan
sekitar 1 minggu.
Kemudian kita akan masuk pada tahap selanjutnya yaitu Pengolahan Data,
dimana data tadi akan kita susun sedemikian rupa beserta analisisnya kemudian
dijadikan padu menjadi Laporan Hasil Penelitian yang selanjutnya akan
diseminarkan. Waktu yang dibutuhkan sekitar 2 minggu, hal ini dipertimbangkan
dengan harapan dalam penyusunan laporannya nanti dapat sempurna.
4.1 Perencanaan Biaya

a. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
Pengurusan Izin melakukan penelitian (termasuk transport) Rp. 200.000, Persiapan peralatan penelitian
1. Palu geologi sewa 1 minggu (Rp. 70.000,-)
2. Kompas geologi sewa 1 minggu (Rp. 70.000,-)
3. Camera digital (milik pribadi)
4. Kantung sample (Rp. 10.000,-)
5. Papan clipboard (milik pribadi)
6. Buku lapangan (milik pribadi)
7. Kertas A4 satu rim (Rp. 40.000,-)
8. Kertas kalkir (milik pribadi)
9. Spidol (milik pribadi)
10. Alat tulis (milik pribadi)
11. Pita meter (milik pribadi)
Hal-hal lain yang dianggap perlu (Rp. 200.000,-)
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahapan ini anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

Biaya transportasi (Rp. 100.000,-)


Biaya penginapan selama 1 minggu (Rp. 350.000)
Biaya makan 1 minggu (Rp. 200.000)
Hal-hal lain yang dianggap perlu (Rp. 100.000,-)

c. Tahap Pasca Penelitian


Pada tahapan ini anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

Biaya foto copy (Rp. 200.000,-)


Biaya jilid (Rp. 30.000)
Biaya persentasi hasil (Rp. 200.000)
Hal-hal lain yang dianggap perlu (Rp. 100.000,-)

Total Anggaran Biaya


Tahap Persiapan

Rp. 590.000,-

Tahap Pelaksanaan Penelitian

Rp. 750,000,-

Tahap Pasca Penelitian

Rp. 530.000,Rp. 1.870.000,-

BAB V
PENUTUP
5.1

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian ini

adalah :
1. Menentukan arah penyebaran sedimentasi dari batuan gunungapi
bawakaraeng yang terdiri dari breksi, endapan lahar dan tufa. Diketahui
apabila penelitian telah dilakukan
2. Mengetahui permodelan fasies pada batuan gunungapi bawakaraeng
khususnya

daerah

Kecamatan

Pajukukang,

Kabupaten

Sulawesi Selatan. Diketahui apabila penelitian telah dilakukan


5.2

SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu

Bantaeng,

Apabila saudara ingin mengambil sa sampel dilapangan sebaiknya


benar-benar memperhatikan cara menyampling karena jika tidak maka
setiap lapisan akan terkontaminasi, sehingga data yang dihasilkan tidak
akurat.

Anda mungkin juga menyukai