PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman kebutuhan makhluk hidup semakin
meningkat terutama terkait sumber daya alam seperti minyak, mineral ekonomis
dan juga gas bumi serta batubara. Hal ini membuat tuntutan terhadap pengetahuan
mengenai eksplorasi sumber daya alam semakin meningkat pesat. Kemajuan
teknologi demi tercapainya target-target eksplorasi juga semakin meningkat
dilihat dengan semakin menjamurnya alat-alat bantu untuk mencari keberadaan
cekungan-cekungan minyak dan gas bumi yang potensial, seperti well log, cutting
core dan lain sebagainya.
Penelitian mengenai sumber daya alam ini dirasa semakin krusial
mengingat kondisi bumi yang sebagian besar merupakan lautan lepas. Hal inilah
yang terus mendorong sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan pengetahuan
eksplorasi khususnya didaerah lepas pantai. Untuk memahami secara menyeluruh
perlu dilakukan beberapa penekatan-pendekatan, seperti mempelajari mengenai
sedimentasi yang terjadi disekitar pantai.
Pantai kita ketahui bersama merupakan tempat bertemunya antara laut dan
daratan. Hal inilah yang mendorong saya merasa perlu untuk meneliti terkait
sedimentasi yang terjadi di pantai. sehingga permasalahan yang diangkat pada
penelitian ini adalah Studi sebaran sedimen berdasarkan analisis ukuran butir
pantai Marina Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Gambar. Peta Rupa Bumi Indonesia Edisi 1-1991 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, termasuk
ke dalam lembar Bulukumba nomor 2110-13 dengan skala 1 : 50.000
daerah
Kecamatan
Pajukukang,
Kabupaten
Bantaeng,
Sulawesi Selatan
1.4 Hipotesis
Secara umum diperkirakan sedimen permukaan daerah penelitian disusun
oleh semua populasi kelas ukuran sedimen. Populasi kerikil merupakan fraksi
sedimen dengan proporsi yang terbanyak diantara populasi lainnya, hal ini diduga
disebabkan oleh banyaksnya sumber sedimen yang berfraksi kasar akibat karakter
dasar perairan daerah studi secara dominan disusun oleh breksi, endapan lahar dan
tufa. Selain disebabkan oleh karakter dasar perairan, gelombang dan arus juga
berperan penting dalam mentranspor sedimen lumpur ini.
Pada kawasan pantai diperkirakan terdapat dua arah transportasi sedimen.
Pertama, pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport) atau boleh
juga disebut dengan pergerakan sedimen menuju dan meninggalkan pantai
(onshore-offshore transport). Kedua, pergerakan sedimen sepanjang pantai atau
sejajar pantai yang biasa diistilahkan dengan longshore transport. Kedua model
transpor sedimen di atas juga terjadi di daerah studi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Geologi Regional
Pemaparan tinjauan geologi regional daerah penelitian dan sekitarnya
arah
umum
kira-kira
baratlaut-tenggara.
Pantainya
berliku-liku
membentuk beberapa teluk, yang mudah dibedakan dari pantai daerah lain pada
lembar ini. Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa.
Secara fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah
Walanae di utara, dan Pulau Selayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit
rendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di utara
(Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat), dan menerus di sepanjang
pesisir timur Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah
timur dari Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat berakhir di bagian
utara pesisir timur lembar ini.
Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu tanjung yang ditempati
sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kars. Bentuk
morfologi semacam ini ditemukan ini ditemukan pula di bagian baratlaut Pulau
Selayar. Teras pantai dapat diamati di daerah ini sejumlah anatara 3 dan 5 buah.
Bentuk morfologi ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.
Pulau Selayar mempunyai bentuk memanjang utara-selatan, yang secara
fisiografi merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar
Pangkajene dan watampone bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongkak lebih
tinggi dengan puncak tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur
rata-rata terjal dan pantai barat landai; secara garis besar membentuk morfologi
lereng-miring ke arah barat.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Tatanan Stratigrafi
Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen
flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan malihan
(S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda dari pada Formasi
Marada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19
2 juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda,
yaitu Formasi Salo Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu
jelas, kemungkinan tak selaras.
Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen AwalOligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur
dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di
sebelah timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.
Satuan batuan berumur Eosen Akhir sampai Miosen Tengah menindih tak
selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya,
diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt)
terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak
Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat
yang tebalnya tidak kurang dari 1750 m. Pada kala Miosen Awal rupanya terjadi
endapan batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun Batuan Gunungapi
Kalamiseng (Tmkv).
Satuan batuan berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun Formasi
Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4250 m dan menindih tak selaras batuanbatuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan
dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan
gunungapi. (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai
diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae (Tmpw) dan
Anggota Selayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang
Temt
Formasi Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan
stok bersusunan basal dan diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di
daerah Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat, sebelah
utaranya.
Tmc
Gl.
Siakensis
(LEROY),
Flosculinella
bontangensis
berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv ini termasuk yang dipetakan
oleh T.M. Van Leeuwen (hubungan tertulis, 1978) sebagai Batuan
Gunungapi Soppo, Batuan Gunungapi Pamusureng
dan Batuan
Globoquadrina
altispira
(CUSHMAN
&
JARVIS),
dehiscens
(CHAPMANN-PARR-COLLINS),
Globigerinoides
(DORBIGNY),
Pulleniatina
primalis
Hastigerina
BANNER
&
aequilateralis
BLOW,
(BRADY),
Sphaeroidinellopsis
Tmkv
Batuan Terobosan
gd
t/a
TRAKIT DAN ANDESIT : terobosan trakit dan andesit berupa retas dan
stok; trakit berwarna putih, bertekstur porfir dengan fenokris sanidin
sampai sepanjang 1 cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur porfir
dengan fenokris amfibol dan biotit. Batuan ini tersingkap di daerah
2.2 Sedimentologi
Tujuh puluh persen batuan yang menutupi permukaan bumi ini terdiri dari
batuan sedimen. Yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi,
konglomerat, dan batuan sedimen lainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses
fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan
pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Pembelajaran tentang batuan
sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran batuan
batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang
kemudian mengalami pembatuan (Pettjohn, 1975 )
Sedimen alamiah batuan sedimen mempunyai suatu rentang ukuran
partikel. Penyebaran ukuran di sekitar ukuran rata-ratanya disebut sorting.
Sedimen dengan well-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang sempit, dan
sedimen dengan poorly-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang lebar.
Dalam praktek teknik sipil, istilah-istilah ini memiliki arti yang berlawanan.
Sedimen dengan well- sorted adalah bergradasi jelek, dan sedimen dengan poorlysorted adalah bergradasi baik. Sedimen dengan well-sorted cenderung makin
seragam, sedangkan sedimen dengan poorly-sorted cenderung makin tidak
seragam.
sedimen. Ukuran butir berkisar dari beberapa micron sampai beberapa meter, yang
tersebar secara alami yang menunjukkan sebuah satu rangkaian yang saling
berkaitan. Dikarenakan banyaknya ukuran butir maka dibutuhkan sebuah skala
ukuran butir, dan yang umum digunakan adalah skala Udden-Wentworth. Skala
ini pertama kali dikenalkan oleh Udden pada tahun 1898 dan kemudian
dimodifikasi dan diperluas oleh Wentworth pada tahun 1922. Skala ini merupakan
sebuah skala geometris yang setiap nilanya pada skala dua kali lebih besar dari
nilai skala sebelumnya, atau satu setengah kali lebih besar. Skala Uddenwentworth berkisar dari <1/256 mm (0,0039 mm) hingga >256 mm dan dibagi
menjadi empat kategori ukuran (lempung, lanau, pasir dan kerikil) yang mana
dibagi menjadi sub-bagian ukuran butir.
Modifikasi yang dilakukan pada skala udden-wentworth yang paling
banyak digunakan adalah skala logaritma phi, yang mana data dapat memiliki
nilai yang sama untuk data grafik dan perhitungan statistik. Skala ini dikenalkan
oleh Krumbein pada tahun 1934, yang didasari pada hubungan :
dimana
adalah ukuran phi dan S adalah ukuran butir dalam millimeter. Ukuran
Catatan : nilai phi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-)
Ukuran butir material sedimen dapat diukur dengan beberapa metode.
Pemilihan metode didasarkan pada tujuan studi yang hendak dilakukan, jangkauan
ukuran butir yang akan diukur dan derajat konsolidasi sedimen atau batuan
sedimen. Partikel yang berukuran besar (kerakal, berakal, bongkah) baik material
lepas atau batuan sedimen dapat diukur manual dengan menggunakan sebuah
caliper. Ukuran butir biasanya dinyatakan dengan dimensi panjang atau dimensi
intermediet sebuah partikel.
Sebenarnya mean tidak dapat dihitung karena kita tidak menghitung total
jumlah butiran atau menghitung setiap butiran, dan hanya yang paling
mendekati dengan mendapatkan nilai presentil.
4. dari kurva kumulatif dan menghitung nilai rata-ratanya.
Gambar 1.2: Sortasi ukuran butir material sedimen dengan derajat yang berbeda-beda.
(From Anstey, R.L. Chase, 1974, Environment through time : Burgess, Minneapolis,
Minn. Fig. 1.2, p. 2, reprinted by permission of Burgess Publishing Co.)
Gambar 1.3: Kurva frekuensi distribusi normal, menunjukkan hubungan antara standar
deviasi dan mean (rata-rata). Satu standar deviasi (1 ) disetiap sisinya rata-rata bernilai
68 persen pada area dibawah kurva frekeunsi. (After Friedman, G. M., and J.E. Sanders,
Principle of sedimentology. 1978 by John Wiley & Sons, Inc. Fig. 3.12, p.70, reprinted
by permission of John Wiley & Sons, Inc., New York.)
Geometri :
a)
regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan
chanel)
b)
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu
lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi,
geometri dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.
Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies
didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk
suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini
mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu
terbentuk.
Sekelompok
asosiasi
fasies
endapan
fasies
digunakan
untuk
Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi,
tinggi energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem
aluvial. Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti
depositional menggali organisme tidak dapat bertahan.
b.
Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-
kadang terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis,
planar dan disortir dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7
ft) unit "bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology
dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 ), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm
(19,7 inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki).
Arah arus di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat
interpretasi mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan
padat berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang
mungkin terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting
mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih
acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa
tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah aliran
kursus.
c.
Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic
terwakili dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padipadian terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas),
berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil
langka. Sheet-seperti sungai dikepang disimpulkan sebagai kontrol dominan pada
sedimentasi di fasies ini.
d.
Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah
lingkungan di pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki)
hingga 2 meter (7 kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus
overlain oleh riak. Baik shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat
bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di
lingkungan laut.
Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi
oleh proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah
kondisi itu pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat
mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai)
termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran
atau kerikilan di atas bar di dalam channel.
Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati
daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk
lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain.
Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir
atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh
pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis
batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa
pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan,
istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang
berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell
1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua
karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat
membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi
fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir
mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan
berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir
terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut
dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk
menentukan lingkungan pengendapan.
Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan
kondisi lingkungan ketika sedimen terakumulasi.
Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan
mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk
pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika,
kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik
sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa
disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit
stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang
terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang
memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri
metode lapangan dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:
Lapangan
Laboratorium
Pengolahan Data
Palu geologi
Kompas geologi
Camera digital
Kantung sample
Papan clipboard
Buku lapangan
Kertas A4
Kertas kalkir
Spidol
Alat tulis
Pita meter
BAB IV
PERENCANAAN WAKTU DAN BIAYA
4.1 Perencanaan Waktu
Adapun Waktu yang dibutuhkan dapat kita petakan menjadi tiga
pembagian, yaitu :
a. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini dilakukan semua persiapan mulai dari pengurusan izin,
kelengkapan berkas, pengumpulan referensi, persiapan peralatan dan hal-hal lain
sebelum penelitian. Waktu yang dibutuhkan sekitar 2 minggu sebelum hari
penelitian kita laksanakan
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahapan ini kita akan menuju kelokasi penelitian dan kemudian
mengambil sampel sesuai dengan yang kita butuhkan. Waktu yang dibutuhkan
sekitar 1 minggu, hal ini dipertimbangkan dengan harapan dalam pengambilan
datanya nanti dapat sempurna.
c. Tahap Pasca Penelitian
Pada tahapan ini terbagi menjadi dua, yaitu Laboratorium dan Pengolahan
Data. Untuk laboratorium, kita akan menghitung dan menentukan seluruh data
yang berhubungan dengan laboratorium. Waktu yang dibutuhkan diperkirakan
sekitar 1 minggu.
Kemudian kita akan masuk pada tahap selanjutnya yaitu Pengolahan Data,
dimana data tadi akan kita susun sedemikian rupa beserta analisisnya kemudian
dijadikan padu menjadi Laporan Hasil Penelitian yang selanjutnya akan
diseminarkan. Waktu yang dibutuhkan sekitar 2 minggu, hal ini dipertimbangkan
dengan harapan dalam penyusunan laporannya nanti dapat sempurna.
4.1 Perencanaan Biaya
a. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
Pengurusan Izin melakukan penelitian (termasuk transport) Rp. 200.000, Persiapan peralatan penelitian
1. Palu geologi sewa 1 minggu (Rp. 70.000,-)
2. Kompas geologi sewa 1 minggu (Rp. 70.000,-)
3. Camera digital (milik pribadi)
4. Kantung sample (Rp. 10.000,-)
5. Papan clipboard (milik pribadi)
6. Buku lapangan (milik pribadi)
7. Kertas A4 satu rim (Rp. 40.000,-)
8. Kertas kalkir (milik pribadi)
9. Spidol (milik pribadi)
10. Alat tulis (milik pribadi)
11. Pita meter (milik pribadi)
Hal-hal lain yang dianggap perlu (Rp. 200.000,-)
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahapan ini anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
Rp. 590.000,-
Rp. 750,000,-
BAB V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian ini
adalah :
1. Menentukan arah penyebaran sedimentasi dari batuan gunungapi
bawakaraeng yang terdiri dari breksi, endapan lahar dan tufa. Diketahui
apabila penelitian telah dilakukan
2. Mengetahui permodelan fasies pada batuan gunungapi bawakaraeng
khususnya
daerah
Kecamatan
Pajukukang,
Kabupaten
SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu
Bantaeng,