Soal
Soal
Soal
Asas Pemungutan Pajak Terdiri dari Asas Pemungutan Pajak menurut Adam Smith dan Asas
Pemungutan Pajak Menurut Falsafah Hukum, Yuridis dan Ekonomis. Asas Pemungutan Pajak
menurut Adam Smith dikemukakan sebagai berikut :
1) Equality
Pemungutan pajak harus bersifat final, adil, dan merata. Pajak dikenakan kepada orang
pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan
sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak
menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan
manfaatnya.
2) Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus
mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar serta batas
waktu pembayaran.
3) Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya disesuaikan dengan saat-saat yang
tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan.
Sistem ini disebut Pay as you earn
4) Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak
diharapkan seminimal mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak
5) Asas Keadilan
Asas keadilan dalam prinsip perundang-undangan pajak maupun dalam pelaksanaannya
harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat relatif.
a. Benefit Principle & Ability Principle
Benefit Principle. Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap wajib pajak harus
membayar sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. pendekatan ini
disebut Revenue and Expenditure Approach
Ability principle. Pajak sebaiknya dibebankan kepada Wajib Pajak berdasarkan
kemampuan membayar.
b. Keadilan Horizontal dan Keadilan Vertikal
Perbedaan lainnya masalah keadilan dalam pemungutan pajak adalah :
Keadilan Horizontal. Yaitu bila beban pajaknya sama untuk semua wajib pajak yang
memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa
membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan
Keadilan vertikal. Yaitu bila orang dalam keadaan ekonomis yang sama dikenakan pajak
yang sama.
Sedangkan, Asas Pemungutan menurut Falsafah Hukum, Yuridis dan Ekonomis adalah sebagai
berikut :
1) Asas Menurut Falsafah Hukum
Hukum Pajak harus berdasarkan pada keadilan. Selanjutnya keadilan inilah sebagai azas
pemungutan pajak. Beberapa Teori dasar yang mendukung hak negara untuk memungut
pajak :
a. Teori Asuransi
Teori ini menyamakan pembayaran pajak dengan pembayaran premi asuransi. Premi
tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala
kepentingannya (Misalnya keselamatan dan keamanan).
b. Teori Kepentingan
Teori ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan
ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang dalam tugas pemerintah, termasuk
perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu pengeluaran negara untuk
melindunginya dibebankan kepada masyarakat melalui pajak
c. Teori Gaya Pikul
Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam
jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiawa dan
harta bendanya. Oleh karena itu untuk kepentingan perlindungan, masyarakat akan
membayar pajak menurut gaya pikul seseorang.
d. Teori Bhakti
Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Menurut teori ini, negara
mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak masyarakat menyadari
bahwa membayar pajak sebagai kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap
negara. Sehingga dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.
e. Teori Asas Daya Beli
Teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap
sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang buakan kepentingan individu atau negara,
sehingga menitikberatkan pada fungsi mengatur.
2) Asas Yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada
negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undangundang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah UUD 1945.
3) Asas Ekonomis
Asas Ekonomis ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar
kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus
diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi.
2. Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu negara.
Pajak antara lain memiliki fungsi berikut :
a. Fungsi penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperlukan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Dalam APBN pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri.
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Kolam renang
Pagar mewah
Tempat olahraga
Galangan kapal, dermaga
Taman mewah
Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Perhitungan PBB:
1) Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak(NJOP). NJOP ditentukan per
wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan
terlebih dahulu memperhatikan :
Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar
Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan telah
diketahui harga jualnya
Nilai perolehan baru
Penentuan nilai jual objek pengganti
2) Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP atas bumi dan/atau
bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota
setinggi-tingginya rp.12.000.000,-(dua belas juta rupiah) yang akan berlaku hingga
Desember 2011. Mulai tanggal 1 Januari 2012 berdasarkan PMK No.67/PMK.03/2011
NJOPTKP diberikan sebesar Rp.24.000.000,-(dua puluh juta rupiah).
Ketentuan mengenai NJOPTKP adalah sebagai berikut :
Setiap WP memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun
Pajak (Per WP)
Diberikan untuk bumi dan Bangunan
Apabila WP mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan
NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan
dengan Objek Pajak lainnya
3) asar Perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP ditentukan
serendah-rendahnya adalah 20% dan setinggi-tingginya 100%. Besarnya NJKP adalah
sebagai berikut (PP 25 Tahun 2002):
- Objek pajak perkebunan adalah 40%
- Objek Pajak Kehutanan adalah 40%
- Objek Pajak Pertambangan adalah 40%
- Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) : apabila NJOP-nya >
Rp.1.000.000.000,00 adalah 40 % dan apabila NJOP-nya < Rp.1.000.000.000,00 adalah
20%
4) Tarif dan Cara Menghitung PBB
Tarif PBB => 0.5 %
Cara Menghitung PBB :
PBB
=> Tarif x NJKP
NJKP
=> NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN NJOPTKP
Rumus Perhitungan PBB = Tarif x NJKP
Jika NJKP
= 40% x (NJOP - NJOPTKP)
PBB
= 0,5% x 40 % x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2 % x (NJOP - NJOPTKP)
Jika NJKP
= 20% x (NJOP - NJOPTKP)
PBB
= 0,5% x 20 % x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP - NJOPTKP)
Contoh Perhitungan
Tuan Prima seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2014, objek
pertama terletak di Desa Lawata, Kendari dan Objek kedua terletak di Malang. Diketahui
bahwa untuk objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dan NJOP Bangunan
Sebesar Rp.7.500.000 untuk objek yang kedua diketahu NJOP bumi sebesar Rp.9.000.00,dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 6.000.000. berapa PBB terhutang Tahun 2014 tuan Prima
atas kedua objek tersebut :
Jawab :
PBB Terhutang = Tarif (0,5%) x NJKP
NJKP = NJOP NJOPTKP
Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan
Rp.8.000.000
Rp.7.500.000
Rp.15.500.000 (Merupakan NJOP terbesar)
Rp.12.000.000
Rp.3.500.000
Malang
NJOP Bumi
NJOP Bangunan
NJOP sbg dasar pengenaan PBB
NJOP utk Perhitungan PBB
Perhitungan PBB
Rp.9.000.000
Rp.6.000.000
Rp.15.000.000
Rp.0.,
Rp.15.000.000
PBB Terhutang
= Tarif x NJKP
= 0,5% x 20 % x Rp.18.500.000
= Rp.18.500
5. perbedaan antara pengusaha, Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha Kecil dan Pengusaha yang
memilih menjadi PKP (PMPKP) dalam ruang lingkup peraturan PPN yang berlaku di Indonesia
ialah
Dalam UU PPN pengertian pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apapun yang dalam kegiatan usaha atay pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatklan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Yang dimaksud menghasilkan adalah kegiatan
mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya
menjadi barang baru atau mempuyai daya guna baru atau kegiatan mengolah sumber daya
alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN.
Pengusaha Kecil dan Pengusaha yang memilih menjadi PKP.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 yang berlaku efektif
sejak 1 Januari 2014, Pengusaha kecil Merupakan pengusaha yang selama 1 (satu ) Tahun
buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,00 (Empat
miliar delapan ratus juta rupiah). Peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana
dimaksud adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya. Atas penyerahan
BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha kecil tidak dikenakan PPN, kecuali jika
Pengusaha Kecli tersebut untuk memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha kecil
diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha Kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diwajibkan
terhadap PKP pada umumnya. Ketentuan tidak dikenakan PPN tidak berlaku apabila
Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha kecil yang omsetnya
telah melampaui batasan peredaran bruto (omzet) Rp.4,8 miliar sampai dengan suatu bulan
atau suatu tahun buku, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP paling
lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan
brutonya melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
6. Bea Materai dikenakan atas dokumen yang menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun
1985 adalah sebagai berikut :
1) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai
alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata
2) Akta-akta notaris termasuk salinannya
3) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya
4) Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) :
a. Yang menyebutkan penerimaan uang
b. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank
c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d. Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagaiaannya telah dilunasi
atau diperhitungkan
5) Surat Berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek yang harga nominalnya lebih dari
Rp.1.000.000 (Satu Juta Rupiah)
6) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp.1.000.000 (Satu Juta Rupiah)
Bea Materai sebesar Rp.6.000 yang dibayarkan oleh Penjual atau pembeli
BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan) :
NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak)
Rp.500.000.000.,
NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
Rp.60.000.000
NPOPKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak)
Rp440.000.000
Tarif BPHTB :
0,5% x NPOPKP
0,5 % x Rp440.000.000 = Rp.2.200.000
BPHTB yang harus dibayarkan oleh pembeli
PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) Bangunan
NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
NJOP utk Perhitungan PBB
PBB Terhutang
= Tarif x NJKP
= 0,5% x 20 % x Rp.388.000.000
= Rp.0,1% x Rp.388.000.000
= Rp.388.000
PBB yang harus dibayarkan oleh penjual
Rp.400.000.000
Rp.12.000.000
Rp.388.000.000