Anda di halaman 1dari 19

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

STUDI KASUS
TEMA : CINTA KASIH

diajukan guna melengkapi tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Mata Kuliah Umum Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

oleh
Utiya Listy Biyumna
NIM 121710101119

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR


MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perjalanan hidup manusia, tidak akan pernah lepas dari yang
namanya cinta. Manusia diciptakan di jagad bumi mengembangan cinta dari tuhan
sebagai khalifah di muka bumi. Pada hakikatnya manusia diciptakan Tuhan
dengan mempunyai perasaan, diantaranya cinta kasih, kasih sayang, kemesraan,
pemujaan, belas kasih, cinta kasih erotis. Semua itu ada dalam setiap diri manusia.
Tidak ada manusia yang tidak mempunyai rasa cinta kasih. Contoh cinta kasih
adlah cinta kepada Tuhan, cinta orang tua terhadap anaknya, cinta kakak terhadap
adiknya, cinta Negara, dan lain-lain.
Cinta memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebab
cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga
dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat di masyarakat dan hubungan
manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara
manusia dengan Tuhannya, sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas,
mengikuti perintah-Nya dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Definisi cinta kasih yang salah, akan mengantarkan pada suatu substansi
yang dikaburkan oleh ego, bahkan nafsu seseorang. Pemaknaan yang salah
sebagai sebuah aktualisasi dari cinta, seperti pacaran, akan mengantarkan pada
suatu upaya untuk mendeskreditkan cinta yang luhur sebagai fitrah kemanusiaan.
Disamping itu, pemaknaan akan cinta dengan rasa suka, harus berani dibedakan.
Cinta adalah fitrah yang sifatnya abstrak sehingga perwujudannya berada dalam
area metafisik (inmaterial), sedangkan rasa suka adalah wujud rasa ketertarikan
kepada hal yang bersifat materi.

1.2 Tujuan

Mengetahui pengertian cinta kasih.

Membuat studi kasus cinta kasih, penyebab dan solusi dari studi kasus.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Cinta
Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta,
cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) saying (kepada), ataupun (rasa)
sangat kasih atau sangat tertarik hatinya, sedangkan kata kasih artinya perasaan
saying atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta
dan kasih hampir bersamaan, sehinga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena
itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka kepada seseorang yang
disertai dengan menaruh belas kasih. Cinta lebih mengandung pengertian
mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya. Dengan kata lain, bersumber
dari cinta yang mendalam itulah, kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Cinta memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sebab cinta
merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan
pemeliharaan anak, hubungan yang erat di masyarakat dan hubungan manusiawi
yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia
dengan Tuhannya, sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas, mengikuti
perintah-Nya, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Dalam bukunya seni mencinta, Erich Fromm menyebutkan, bahwa cinta itu
terutama memberi, bukan menerima. Dan memberi merupakan ungkapan yang
paling tinggi dari kemampuan. Yang paling penting dalam memberi ialah hal-hal
yang sifatnya manusiawi, bukan materi. Cinta selalu menyatakan unsur-unsur
dasar tertentu, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian dan pengenalan. Pada
pengasuhan contoh yang paling menonjol adalah cinta seorang ibu pada anaknya;
bagaimana seorang ibu dengan rasa cinta kasihnya mengasuh anaknya dengan
sepenuh hati, sedangkan tanggung jawab dalam arti benar adalah sesuatu tindakan
yang sama sekali suka rela yang dalam kasus ibu dan anak, bayinya menunjukkan
penyelenggaraan atas hubungan fisik. Unsur yang ketiga adalah perhatian diri
sebagaimana adanya. Yang ke empat adalah pengenalan yang merupakan
keinginan untuk mengetahui rahasia manusia. Dengan keempat unsur tersebut,

yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian dan pengenalan, suatu cinta dapat
dibina secara lebih baik.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito W.Sarwono.
Dikatakannya bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterikatan, keintiman, dan
kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan padalah adanya perasaan untuk
hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain
kecuali dengan dia. Unsur yang kedua adalah keintiman, yaitu adanya kebiasaankebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara anda dengan dia
sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti bapak, ibu, saudara
digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan sayang dan sebagainya.
Unsur yang ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai atau
dibelai, rasa kangen kalu jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan
yang mengungkapkan rasa sayang, dan seterusnya..
Selanjutnya Dr. Sarlito W. Sarwona mengemukakan, bahwa tidak semua
unsur cinta itu sama kuatnya. Kadang-kadang ada keterikatan sangat kuat, tetapi
keintiman atau kemesraan kurang. Cinta seperti itu mengandung kesetiaan yang
amat kuat, kecemburan besar, tetapi dirasakan oleh pasangannya sebagai dingin
atau hambar karena tidak ada kehangatan yang ditimbulkan kemesraan atau
keintiman. Misalnya cinta sahabat karib atau saudara kandung yang penuh dengan
keakraban, tetapi tidak ada gejolak-gejolak mesra dan orang yang bersangkutan
masih lebih setia kepada hal-hal lain dari pada partnernya.
Selain pengertian yang dikemukakan oleh Sarlito, lain halnya pengertian
cinta yang dikemukakan oleh Dr, Abdullah Nasih Ulwan, dalam bukunya
manajemen cinta. Cinta adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong
seseorang untuk mencintai kekasihnya penuh gairah, lembut, dan kasih sayang.
Cinta adalah fitrah manusia yang murni, yang tidak dapat terpisahkan dengan
kehidupannya. Ia selalu dibutuhkan. Jika seseorang ingin menikmatinya dengan
cara terhormat dan mulia, suci dan penuh taqwa, tentu ia akan mepergunakan
cinta itu untuk mencapai keinginannya yang suci dan mulia pula.

Banyak ilmuan yang mendefiniskan apa itu cinta, begitu banyak definisi
tentang cinta, tetapi satu yang harus diketahui dan diyakini adalah cinta tidak bisa
didefinisikan oleh apapun. Cinta itu beragam, cinta terhadap manusia, cinta
kepada orang tua, cinta kepada teman, cinta kepada hewan peliharaan, cinta
kepada diri sendiri dan tentunya cinta kepada Tuhan dan Rasul. Cinta memiliki
tingkatan yang berbeda-beda. Satu hal yang pasti, cinta itu dirasakan diresapi dan
diaplikasikan dengan perbuatan. Cinta itu soft, tidak nampak, tetapi dapat kita
rasakan keberadaannya.

2.2 Tingkatan Cinta


Di dalam kitab suci Alquran, ditemukan adanya fenomena cinta yang
bersembunyi di dalam jiwa manusia. Cinta memiliki tiga tingkatan-tingkatan yaitu
tingkatan tinggi, menengah dan rendah. Tingkatan cinta tersebut berdasarkan
firman Allah SWT dalam surah at-Taubah ayat 24 yang artinya sebagai berikut :
Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai;
adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalanNya,
maka tunggulah sampai Allah mendantangkan keputusanNya. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada Allah, Rasulullah dan berjihad
di jalan Allah. Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orang tua, anak,
saudara, istri/suami dan kerabat harta dan tempat tinggal. Hakekat cinta menengah
adalah suatu energi yang datang dari perasaan hati dan jiwa. Ia timbul dari
perasaan seseorang yang dicintainya, aqidah, keluarga, kekerabatan, atau
persahabatan. Karenanya hubungan cinta, kasih sayang dan kesetiaan diantara
mereka, semakin akrab.
Cinta tingkat rendah adalah cinta yang paling keji, hina dan merusak rasa
kemanusiaan. Bentuknya beraneka ragam, misalnya:

1. Cinta kepada syetan, atau sesuatu yang disembah selain Tuhan.


2. Cinta berdasarkan hawa nafsu.
3. Cinta yang lebih mengutamakan kecintaan pada orang tua, anak,
istri/suami, perniagaan dan tempat tinggal.
Cinta mempunyai hikmah yang sangat besar, diantaranya adalah:
1. Sesungguhnya cinta itu adalah ujian yang berat dan pahit dalam kehidupan
manusia karena setiap cinta akan mengalami berbagai macam rintangan,
tetapi manusia yang telah melewati rintangan tersebut maka manusia itu
telah menang, manusia itu telah menagkap hikmah dari cinta itu sendiri.
2. Cinta telah memberikan pengaruh yang besar terhadap pola berfikirnya
manusia. Cinta telah membuat manusia menjadi lebih bersemangat dalam
menggapai cita-citanya. Cinta seperti power, yang berpengaruh besar
terhadap semangat juang seseorang.
Selain itu, tingkatan cinta juga dapat dibedakan seperti berikut.
Pertama, cinta atas dasar harapan mendapat sesuatu. Yaitu ketika seorang
yang mencintai kekasihnya karena menginginkan sesuatu dari kekasihnya itu. Dan
sesuatu yang diinginkannya itu biasanya berujud materi.
Kedua, cinta atas dasar mengharap ridho kekasih. Cinta seperti ini lebih
tinggi tingkatannya dari yang pertama. Yaitu mencintai kekasih karena semata
mengharap ridhonya. Orang yang memiliki cinta tingkat kedua ini akan
melakukan apapun secara sukarela dengan tujuan agar kekasih mendapatkan
kebahagiaan. Agar kekasih memperoleh kesenangan. Agar kekasih terhindar dari
marabahaya, dll. Terkadang ada dia berani mengambil resiko besar dalam
melakukan hal-hal tersebut. Terkadang dia bersedia melakukan sesuatu yang
konyol dan memalukan. Terkadang dia mau melakukan sesuatu yang tidak masuk
akal.
Ketiga, cinta atas dasar mengharap Ridho Allah sekaligus ridho kekasih.
Inilah cinta sejati. Inilah cinta tertinggi. Pada cinta jenis kedua (mengharap ridho
kekasih), adakalanya orang tersebut melakukan sesuatu dengan tulus namun apa
yang dilakukannya itu tidak diridhoi oleh Allah, Sang Pencipta Cinta. Artinya apa

yang dilakukannya itu menyimpang dari aturan-aturan agama. Jika demikian


adanya, maka dia dan kekasihnya tidak akan merasakan kebahagiaan sejati. Yang
dirasakannya hanyalah kesenangan jangka pendek dan bersifat semu.
Dalam kehidupan manusia, cinta menampakan diri dalam berbagai bentuk.
Kadang kadang seseorang mencintai dirinya sendiri. Kadang kadang
mencintai orang lain. Atau juga mencintai anak dan istrinya, hartanya, Allah dan
rasulnya. Ada berbagai bentuk cinta yaitu:
1. Cinta

Persaudaraan,

diwujudkan

manusia

dalam

tingkah

atau

perbuatannya. Cinta persaudraan tidak mengenal adanya batas batas


manusia berdasarkan SARA.
2. Cinta Keibuan, kasih sayang yang bersumber pada cinta seorang ibu
terhadap anaknya.
3. Cinta Erotis, kasih sayang yang bersumber dai cinta erotis (birahi)
merupakan sesuatu yang sifatnya khusus sehingga memperdayakan cinta
yang sesunguhnya. Namun, bila orang yang melakukan hubungan erotis
tanpa disadari rasa cinta, di dalamnya sama sekali tidak mungkin timbul
rasa kasih sayang.
4. Cinta Diri Sendiri, yaitu bersumber dai diri sendiri. CInta diri sendiri
bernilai positif jika mengandung makna bahwa seseorang dapat mengurus
dirinya dalam kebutuhan jasmani dan rohani.
5. Cinta Terhadap Allah

2.3 Definisi Kasih Sayang


Pengertian kasih sayang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan
W.J.S.Porwadarminta adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka
kepada seseorang. Dalam kehidupan berumah tangga, kasih sayang merupakan
kunci kebahagiaan. Kasih sayang ini merupakan pertumbuhan dari cinta.
Percintaan muda-mudi (pria-wanita) bila diakhiri dengan perkawinan, maka di

dalam rumah tangga keluarga muda itu bukan lagi bercinta-cintaan, tetapi sudah
bersifat kasih mengasihi atau saling menumpahkan kasih sayang. Dalam kasih
saying, sadar atau tidak sadar dari masing-masing pihak dituntut tanggung jawab,
pengorbanan, kejujuran, saling percaya, saling pengertian, saling terbuka,
sehingga keduanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Bila salah satu
unsur kasih sayang hilang, misalnya unsur tanggung jawab, maka retaklah
keutuhan rumah tangga itu. Kasih sayang yang tidak disertai kejujuran,
terancamlah kebahagian rumah tangga itu.
Kasih sayang merupakan sesuatu paling mendasar, yang harus diterima oleh
setiap manusia, kasih sayang bisa disebut juga sebagai suatu hak yang harus kita
terima karena peran kasih sayang secara psikologi sangat berpengaruh terhadap
tumbuh kembangnya seorang individu. Tentu seorang individu yang dididik
dengan kasih sayang, bisa menjadi individu yang lebih baik dibandingkan mereka
yang kekurangan kasih sayang karena dewasa ini banyak sekali orang yang
berpandangan bahwa uang adalah segala-galanya, sehingga banyak orang tua
yang lebih mementingkan mencari uang untuk anak dan menomorduakan kasih
sayang, sehingga tidak sedikit anak yang bertindak negatif yang biasa disebut
kenakalan remaja, umumnya hal itu terjadi dikarenakan si anak merasa kurang
diperhatikan oleh orang tuanya dan dia melakukan hal-hal negatif agar orang
tuanya terganggu dan mulai memperhatikan anak tersebut. Tentu kurangnya kasih
sayang harus dihindari oleh setiap orang tua. Tanpa kasih saying, seorang anak
bisa berubah menjadi individu yang brutal, kurang peduli dengan lingkungan
sekitar dan bertindak sesuai dengan kemauan dirinya sendiri. Hal ini terbukti dari
banyaknya penelitian, bahwa kenakalan remaja, paling banyak dikarenakan faktor
didikan dan kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tua tersebut.
Kasih sayang mengajarkan banyak hal terhadap manusia, kasih sayang
memberikan kepekaan bagi kita semua, untuk berbagi kasih terhadap sesama,
kasih sayang yang mampu merubah banyak individu yang umumnya perubahan
terjadi kearah yang lebih baik, baik itu terhadap sahabat, orang yang kita cintai,
atau siapa pun yang kita lihat karena begitu banyak orang di dunia ini yang
membutuhkan kasih sayang dari orang lain. Tidak semua orang beruntung

memiliki orang tua, memiliki orang-orang yang dikasihinya karena begitu banyak
anak yang lahir tanpa kasih sayang orang tua, begitu banyak anak yang
kelahirannya, bahkan tidak diinginkan oleh orang tuanya, sehingga patutlah kita
memberikan kasih sayang lebih terhadap anak-anak yatim piatu dan kita harus
bersyukur karena kita jauh lebih beruntung dari pada mereka, bahkan keutamaan
mengasihi anak yatim sangat ditekankan oleh Rosulullah SAW. Oleh karena itu,
rasa kasih sayang harus ditanamkan kepada siapa pun, tanpa mengenal siapa dia,
dari mana asal usulnya dan kita utamakan mereka yang jauh lebih membutuhkan,
semampu kita untuk mengasihi mereka.

BAB 3. STUDI KASUS


Peranan Guru Dalam Menciptakan Generasi Terbaik Bangsa
Jakarta - Maraknya tindakan kekerasan seperti bullying dan tawuran serta
berbagai penyimpangan perilaku yang dilakukan di kalangan pelajar akhir-akhir
ini menimbulkan kekhawatiran banyak pihak, termasuk dunia pendidikan.
Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), sepanjang
enam bulan pertama tahun 2012 terdapat 139 kasus tawuran pelajar. Fenomena
memprihatikan ini sudah semestinya menjadi cambuk dan momen penting bagi
keluarga, sekolah dan negara untuk melakukan evaluasi terhadap pola pendidikan
generasi muda (Al-Waie 2012: 18).
Generasi muda dan pelajar adalah bagian dari anggota masyarakat yang
akan menjadi pemimpin di masa depan dan pelaku pembangunan pada masa yang
akan datang. Peranan guru dalam menciptakan generasi terbaik sangat
berpengaruh karena lembaga sekolah dan guru berfungsi mengarahkan,
membimbing dan membina potensi dasar yang ada pada manusia. Seharusnya
kompetensi kepribadian yang melekat pada figur seorang guru diantaranya
berkepribadian islam, berakhlak mulia dan berjiwa pemimpin serta menjadi
teladan bagi anak didiknya. Perilaku guru akan menjadi tauladan bagi siswa atau
pelajarnya.
Akan tetapi, fenomena yang terjadi justru sebaliknya, ada berbagai macam
kasus perilaku guru yang tidak mencerminkan sosok guru bahkan berprilaku yang
semena-mena pada murid atau mencontohkan sikap yang sangat tidak baik, seperti
pelecehan dan lain sebagainya.
Riana Magasing detikNews
Jumat, 07/12/2012 10:37 WIB

3.1 Faktor-faktor Penyebab


Penyebab dari masalah ini adalah diterapkannya sekulerisme (pemisahan
agama dengan kehidupan) dalam setiap ranah dengan salah satunya menjadikan
pendidikan agama hanya formalitas belaka dalam pendidikan, sehingga generasi
yang akan dilahirkan akan jauh dari nilai-nilai islam, seperti maraknya tawuran,
pergaulan bebas, narkoba dan lain sebagainya. Generasi yang berkualitas tidak
akan terwujud jika masih menggunakan sistem sekulerisme dalam mengatur
kehidupan.
Berbeda halnya dengan Islam. Sistem pendidikan dalam Islam bertujuan
untuk membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam Islam, profil guru diantaranya penghafal AlQuran dan hadits, berkepribadian islam, faqih fiddin, menguasai keterampilan dan
IPTEK, berakhlak mulia, ahli ibadah, memahami tumbuh kembang anak, berjiwa
pendidik dan menjadi teladan, sehingga generasi yang akan dihasilkan adalah
generasi yang berkualitas, unggul dan cemerlang. Hanya dengan sistem islamlah
akan terlahir generasi unggulan. Sistem islam hanya bisa terterapkan dalam
naungan khilafah. Oleh karena itu, kita selaku kaum muslim harus istiqomah
memperjuangkan penerapan syariah islam dalam bingkai khilafah.
Selain itu, kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terjadi
karena beberapa faktor, yaitu:
1. Dari Guru
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru melakukan kekerasan pada
siswanya, yaitu:

Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak


efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko
menimbulkan trauma psikologis dan melukai harga diri siswa.

Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Bagaimana pun juga, setiap
anak punya konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap kata
dan tindakan yang terlihat saat ini, termasuk tindakan siswa yang dianggap
melanggar batas. Apa yang terlihat di permukaan, merupakan sebuah tanda /
sign dari masalah yang tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan sebatas

menangani tindakan siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang
melandasi tindakan/sikap siswa.

Adanya masalah psikologis yang menyebabkan hambatan dalam


mengelola emosi hingga guru yang bersangkutan menjadi lebih sensitif dan
reaktif.

Adanya tekanan kerja, seperti target yang harus dipenuhi oleh guru, baik
dari segi kurikulum, materi maupun prestasi yang harus dicapai siswa didiknya
sementara kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil yang ideal dan
maksimal cukup besar.

Pola authoritarian masih umum digunakan dalam pola pengajaran di


Indonesia. Pola authoritarian mengedepankan faktor kepatuhan dan ketaatan
pada figure otoritas sehingga pola belajar mengajar bersifat satu arah (dari guru
ke murid). Implikasinya, murid kurang punya kesempatan untuk berpendapat
dan berekspresi. Dan, pola ini bisa berdampak negatif jika dalam diri sang guru
terdapatinsecurity yang berusaha di kompensasi lewat penerapan kekuasaan.

Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan


cenderung mengabaikan kemampuan afektif (Rini, 2008). Tidak menutup
kemungkinan suasana belajar jadi kering dan stressful dan pihak guru pun
kesulitan dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menarik, padahal
mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi.
2. Dari siswa
Salah satu factor yang bisa ikut mempengaruhi terjadinya kekerasan, adalah
dari sikap siswa tersebut. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi
psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri. Kecenderungan sadomasochism
tanpa sadar bisa melandasi interaksi antara siswa dengan pihak guru, teman atau
kakak kelas atau adik kelas. Perasaan bahwa dirinya lemah, tidak pandai, tidak
berguna, tidak berharga, tidak dicintai, kurang diperhatikan, rasa takut diabaikan,
bisa saja membuat seorang siswa clinging pada powerful/ authority figure dan
malah memancing orang tersebut untuk actively responding to his/ her need,

meskipun dengan cara yang tidak sehat. Contohnya, tidak heran jika anak
berusaha mencari perhatian dengan bertingkah yang memancing amarah,
agresifitas, atau pun hukuman. Tapi, dengan demikian, tujuannya tercapai, yakni
mendapat perhatian. Sebaliknya, bisa juga perasaan inferioritas dan tidak
berharga di kompensasikan dengan menindas pihak lain yang lebih lemah
supaya dirinya merasa hebat.
3. Dari Keluarga
Kekerasan yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, perlu juga dilihat
dari factor kesejarahan mereka.
a. Pola Asuh

Anak yang dididik dalam pola auih yang indulgent, highly privilege
(orang tua sangat memanjakan anak dan memmenuhi semua keinginan
anak), tumbuh dengan lack of internal control and lack of sense of
responsibility. Mengapa? Dengan memenuhi semua keinginan dan
tuntutan mereka, anak tidak belajar mengendalikan impulse,
menyeleksi dan menyusun skala prioritas kebutuhan, dan bahkan tidak
belajar mengelola emosi. Ini jadi bahaya karena anak merasa jadi raja
dan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dan bahkan menuntut
orang lain melakukan keinginannya. Jadi anak akan memaksa orang
lain untuk memenuhi kebutuhannya, dengan cara apapun juga asalkan
tujuannya tercapai. Anak juga tak memiliki sense of responsibility
karena kemudahan yang ia dapatkan, membuat

anak tidak

berpikir action-consequences, aksi reaksi, kalau mau sesuatu ya harus


berusaha. Anak di sekolah ingin dapat nilai bagus tapi tidak mau
belajar, akhirnya mencontek, atau memaksa siswa lain memberi
contekan dengan ancaman.

Orang tua yang emotionally or physically uninvolved

bias

menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki,


jelek, bodoh, tidak baik, dsb. Kalau situasi ini tidak sempat diperbaiki,
bisa menimbulkan dampak psikologi, yakni munculnya perasaan

inferior, rejected, dsb. Unresolved feeling of emotionally physically


rejected, membuat anak memilih untuk jadi bayang-bayang orang
lain, clinging to strong identity meskipun sering jadi bahan tertawaan
atau hinaan, disuruh-suruh. Atau, anak cenderung menarik diri dari
pergaulan, jadi pendiam, pemurung atau penakut hingga memancing
pihak aggressor untuk menindas mereka. Sebaliknya, orang tua yang
terlalu rigid dan authoritarian, tidak memberikan kesempatan pada
anaknya untuk berekspresi, dan lebih banyak mengkritik, membuat
anak merasa dirinya not good enough person, hingga dalam diri
mereka bisa tumbuh inferioritas, dependensi, sikapnya penuh
keraguan, tidak percaya diri, rasa takut pada pihak yang lebih kuat,
sikap taat dan patuh yang irrasional, dsb. Atau, anak jadi tertekan,
karena harus menahan semua gejolak emosi, rasa marah, kecewa,
sedih, sakit hati tanpa ada jalan keluar yang sehat. Lambat laun
tekanan emosi itu bisa keluar dalam bentuk agresivitas yang diarahkan
pada orang lain.
b. Orangtua mengalami masalah psikologis
Jika orangtua mengalami masalah psikologis yang berlarut-larut, bisa
mempengaruhi pola hubungan dengan anak. Misalnya, orang tua
yangstress berkepanjangan, jadi sensitif, kurang sabar dan mudah marah
pada anak, atau melampiaskan kekesalan pada anak. Lama kelamaan
kondisi ini mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Ia bisa kehilangan
semangat, daya konsentrasi, jadi sensitif, reaktif, cepat marah, dsb.
c. Keluarga disfungsional
Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan
terhadap sang anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul,
atau menyiksa fisik atau emosi, intimidasi anggota keluarga lain; atau
keluarga yang sering konflik terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah
berkepanjangan yang dialami oleh keluarga hingga menyita energy psikis
dan fisik, hingga mempengaruhi interaksi, komunikasi dan bahkan
kemampuan belajar, kemampuan kerja beberapa anggota keluarga yang

lain. Situasi demikian mempengaruhi kondisi emosi anak dan lebih jauh
mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Sering dijumpai siswa
bermasalah, setelah diteliti ternyata memiliki latar belakang keluarga
yang disfungsional.
4. Dari Lingkungan
Tak dapat dipungkiri bahwa kekerasan yang terjadi selama ini juga terjadi
karena adanya faktor lingkungan, yaitu:

Adanya budaya kekerasan : seseorang melakukan kekerasan karena dirinya


berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan
kekerasan. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang
kekerasan hal yang biasa / wajar.

Mengalami sindrom Stockholm : Sindrom Stockholm merupakan suatu


kondisi psikologis dimana antara pihak korban dengan pihak aggressor
terbangun hubungan yang positif dan later on korban membantu aggressor
mewujudkan keinginan mereka. Contoh, kekerasan yang terjadi ketika
mahasiswa senior melakukan kekerasan pada mahasiswa baru pada masa
orientasi bersama terjadi karena mahasiswa senior meniru sikap seniornya
dulu dan dimasa lalunya juga pernah mengalami kekerasan pada masa
orientasi.

Tayangan televisi yang banyak berbau kekerasan : Jika seseorang terlalu


sering menonton tayangan kekerasan maka akan mengakibatkan dirinya
terdorong untuk mengimitasi perilaku kekerasan yang ada di televisi. Sebab,
dalam tayangan tersebut menampilkan kekerasan yang diasosiasikan dengan
kesuksesan, kekuatan dan kejayaan seseorang. Akibatnya, dalam pola
berpikir muncul premis bahwa jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan
kekerasan.

3.2 Dampak Kekerasan Pada Siswa

Dampak fisik : kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh


siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.

Dampak psikologis : trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman,


dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas,
hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa
percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini
bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap,

Dampak sosial : siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada


penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena
takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara temantemannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru
maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai
orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.

3.3 Solusi
1.

Bagi Sekolah

Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah.


Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang ditujukan pada
anak dengan mengatakan tidak pada kekerasan dan menentang segala
bentuk kekerasan. Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di
sekolah, guru dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang
efektif dengan siswa, mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa
sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk
berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki
siswa (Susilowati, 2007).
Hukuman yang diberikan berkorelasi dengan tindakan anak. Ada sebab, ada
akibat, ada kesalahan dan ada konsekuensi tanggung jawabnya. Dengan
menerapkan hukuman yang selaras dengan konsekuensi logis tindakan

siswa yang dianggap keliru, sudah mencegah pemilihan / tindakan hukuman


yang tidak rasional.
Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan wawasan/
pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman baru, kesempatan untuk
mengembangkan kreativitas mereka. Guru juga membutuhkan aktualisasi
diri, tidak hanya dalam bentuk materi, status, dsb. Guru juga senang jika
diberi kesempatan untuk menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencoba
mengembangkan metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip
dan nilai-nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan
pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami perkembangan anak
serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi,
diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk
menghadapi anak didik.
Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi guru pun
mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau
pun bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.
Segera memberikan pertolongan bagi siapapun yang mengalami tindakan
kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti kasus tersebut dengan cara
adekuat.
Sekolah yang ramah bagi siswa merupakan sekolah yang berbasis pada hak
asasi, kondisi belajar mengajar yang efektif dan berfokus pada siswa, dan
memfokuskan pada lingkungan yang ramah pada siswa. Menurut Rini
(2008), perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model
pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi
yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan berusaha
mengubah

suasana

belajar

menjadi

lebih

menyenangkan

dengan

memadukan potensi fisik dan psikis siswa.


2.

Bagi Orangtua atau keluarga

Perlu lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilihkan sekolah


untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah.

Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang tua murid
untuk memantau perkembangan anaknya.
Orangtua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan

daripada hukuman, agar anak-anaknya mampu bertanggung jawab secara


sosial.
Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung unsur
kekerasan. Kekerasan yang ditampilkan dalam film cenderung dikorelasikan
dengan heroisme, kehebatan, kekuatan dan kekuasaan.
Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya dan
jangan sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan, menghindari
konflik, malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan menyita energy.
Sikap terbuka satu sama lain dan saling mendukung, sangat diperlukan
untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan baik.
Carilah bantuan pihak professional jika persoalan dalam rumah tangga,
semakin menimbulkan tekanan hingga menyebabkan salah satu atau
beberapa anggota keluarga mengalami hambatan dalam menjalankan
kehidupan mereka sehari-hari.
3.

Bagi siswa yang mengalami kekerasan


Segera sharing pada orangtua atau guru atau orang yang dapat dipercaya

mengenai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera


mendapatkan pertolongan untuk pemulihan kondisi fisik dan psikisnya. Oleh
karena itu, sangat penting bagi semua pihak, baik guru, orang tua dan siswa
untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi atau aksi yang tepat,
namun semakin menambah masalah. Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat
dan mengurangi terjadinya kekerasan pada siswa. Perlu diingat, bahwa untuk
mengatasi masalah ini dibutuhkan kerjasama dari semua pihak.

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Cinta kasih adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong
seseorang untuk mencintai orang lain dengan penuh kasih saying.
2. Kasih sayang adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka
kepada seseorang.
3. Cinta dan kasih sayang adalah dua hal yang sebenarnya tidak dapat
dipisahkan, dimana ada cinta disitu pasti ada kasih sayang dan sebaliknya
dimana ada kasih sayang disitu ada cinta.

4.2 Saran

Diharapkan lebih perhatian dan memperhatikan lingkungan sekitar, saling


tolong-menolong dan lebih semangat lagi dalam menghadapi masalah.

Anda mungkin juga menyukai