Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP

DENGAN KLIEN DISPEPSIA DI ZAAL INTERNE PRIA


RUMAH SAKIT RADEN MATTAHER JAMBI

OLEH:
BAYU SEGARA
2011-21-109
PSIK A1/ SEMESTER.V
PEMBIMBING AKADEMIK : Ns.RAHMI DWI YANTI, S.kep
PEMBIMBING KLINIK : RATNA, S.kep
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
JAMBI
2012

LAPORAN PENDAHULUAN
DISPEPSIA
1.1 Pengertian
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2000 hal : 488).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri
dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh
atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola
makan yang tidak teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obatobatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit di perut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain,
perasaan panas didada di daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut
terasa penuh, cepat kenyang, bersendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa
keluhan lainnya. (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26).
Pengertian dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat keluhan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, endoskopi (teropong saluran pencernaan).

1.2 Anatomi dan Fisiologi

a. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung.
Panjang sekitar 25 cm mulai dari faring sampai pintu masuk cardiac
lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar lapisan mukosa, submukosa,
lapisan otot melingkar esofagus terletak dibelakang trakhea dan depan tulang
belakang setelah melalui torak menembus difragma masuk .kedalam
abdomen menyambung dengan lambung.
b. Gaster (lambung)
Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang melebar
seperti kantong, terletak didalam rongga perut terutama didaerah epigastrik.
Sebagian terletak dibagian kiri daerah hipokondriak dan umbilikal. Dalam
keadaan kosong lambung berbentuk g dan dalam keadaan penuh lambung
berbentuk seperti buah dengan kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.
Lambung terbagi atas cardiac gaster, fundus gaster, corpus gaster, antrum
pylorus, spinkter kedua pada ujung lambung untuk mengatur pengeluaran

dan pemasukkan, mengalirkan makanan masuk ke duodenum dan ketika


berkontraksi spinkter ini akan mencegah terjadinya aliran balik dari usus ke
lambung.

Persyaratan lambung sepenuhnya otonomi, suplai saraf parasimpatis


untuk lambung dan duodenum dihantarkan dari ke abdomen melalui nervus
vagus. Serabut aferen mengantarkan infuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan kontraksi-kontraksi otot dan peradangan dan dirasakan pada
daerah epigastrium, serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan
sekresi lambung.
Didalam lambung makanan ditampung, dilancarkan, digiling, dan
beberapa fungsi, antara lain:
1) Fungsi motorik terdiri atas:
a. Fungsi reservoir, menyimpan makanan sehingga sedkit demi
sedikit akan dicerna dan akan masuk kedalam saluran cerna.
b. Fungsi pencampuran, memecahkan makanan menjadi partikel
- partikel kecil dan bercampur dengan getah lambung melalui
kontraksi

otot

yang

mengelilingi

lambung.

Kontraksi

peristaltik diatur oleh satu irama listrik intrinsik dasar.


c. Fungsi pengosongan lambung, diatur pembukaan spinkter
pilorus dan dipengaruhi oleh viskositas (kekentalan), volume,

keasaman, aktifitas motorik, keadaan fisik serta emosi, dan


obat-obatan. Lambung biasanya kosong dalam waktu empat
jam setelah makan dapat lebih cepat atau lebih lambat
tergantung dari banyak makanan yang masuk.
2) Fungsi pencernaan dan sekresi
a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam
lambung.
b. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, perenggangan dan alkalinase antrum dan rangsangan
vagus.
c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12
dari usus halus bagian distal.
d. Sekresi muskulus berbentuk selubung yang melindungi
lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan
mudah diangkut.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi:
a) Fase sefalik
Yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikirkan atau
mengecap makanan. Menyebabkan fase sefalik berasal dari
korteks serebri atau pusat nafsu makan, impuls eferen
kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung.
Hasilnya kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan asam
HCL.
b) Fase gastrik
Dimulai antrum pilorus, distensi di antrum menyebabkan
terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada
dinding lambung, gastrik dilepaskan dari antrum kemudian
dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung untuk
merangsang sekresi pelepasan HCL.

c) Fase intestinal
Dimulai dari gerakan kimus dari lambung ke duodenum.
Adanya protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum
tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon
yang menyebabkan lambung terus-menerus mensekresi cairan
lambung.
1.3 Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses
penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar lambung
lansia biasanya mengalami penurunan hingga 85%. Dispepsia disebabkan karena
kelainan organik, yaitu:
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa Jenis
antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis,
pankreatitis, kolesistisis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit
jantung koroner.
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual,
cepat kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia
mirip ulkus dan dispepsia mirip dismotilitas.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasuskasus dengan kelainan organic (Panchmatia, 2010).

1.4 Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.

1.5 Patoflow
Faktor resiko

Faktor pemicu

Perubahan pola makan, stress

Aspirin (OAINS), biometosin

Lambung kosong lama

Memblok prostaglandin

Makanan masuk

Sekresi mukus

Peregangan di perut

Permeabilitas dinding lambung

Merangsang syaraf lambung

HCL

di kirim ke hipotalamus

Mengikis dinding lambung

Nausea
Regurgitasi HCL

HCL mengiritasi dinding esofagus (esofagitis)

Ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi

Disfagia, anorexia

merusak flora
infeksi bakteri E.Coli

pengeluaran BPH

bakteri sisa masuk ke usus


Diare
Kurang cairan

Merangsang reseptor nyeri


Iritasi dinding lambung
perasaan tidak nyaman
dibagian epigastrium

Medulla spinalis
Thalamus
Korteks serebri

anorexia
respon nyeri

anorexia dalam waktu lama (hipermatabolik)


penurunan pembentukan ATP

Nyeri

kelelahan
intoleransi aktivitas
1.6 Manifestasi Klinik
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan,
membagi dyspepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan
gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility),
dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas) (Mansjoer,
et al, 2007)
Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan dapat
memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala
lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut
kembung).
Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksan.

1.7 Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka
didinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung
terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan
semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang
ditandai dengan terjadinya muntah darah, dimana merupakan pertanda yang timbul
belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam
terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling
dikuwatirkan adalah terjadinya kangker lambung yang mengharuskan penderitanya
melakukan operasi. Adapun komplikasi dari didpepsia antara lain:
a. Perdarahan
b. Kangker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikum
1.8 Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat
karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.
1.9 Pemeriksaan penujang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Dari hasil pemeriksaan
darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. pada
pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak
berarti kemungkinan menderta malabsorbsi. Seseorang diduga menderita

dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada


karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor,

misalnya

dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas


perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, 2002).
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus
dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,
penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk
bila penderita makan (Mansjoer, 2007).

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau


usus kecil untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan
lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk
mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic sekaligus
terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu OMD dengan
kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum
tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan
terhadap saluran makan bagian atas sebaiknya dengan kontras ganda. Pada
refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun
terutama di bagian distal, tampak anti peristaltik di antrum yang meninggi
serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke
intestine (hadi, 2002). Pada tukak baik dilambung, maupun di duodenum akan
terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi
kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular,
semisirkuler, dengan dasar licin. Kangker dilambung secara radiologis, akan
10

tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kangker, bentuk
dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen,
yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cuf off sign),
atau tampak dilatasi dari intestine terutama di jejunum yang disebut sentinel
loops.
5. Kadang

dilakukan

pemeriksaan

lain,

seperti

pengukuran

kontraksi

kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.


1.10 Penatalaksanaan Medik
Berdasarkan konsensus nasional penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/ hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menertalisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al
(OH)3, Mg(OH)2, dan MG trisiklat. Pemberian antasid jangan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg
trisiklat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
adsorben sehingga bersifat non toksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa Mgcl2.
2. Antikolenergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat mensenkresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

11

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik


atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asamm lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
Obat
Omeperazol

Indikasi
Tukak peptik

Dosis
1x20

Pemberian
Efek samping
Setiap
pagi, Sakit kepala,

mg/hari

selam

1-2 nausea, diare

minggu, oral
Mabuk, lemas,
Tukak

1x20-

Selama 2-4 hari, nyeri

duodenum

50mg/hari

oral

epigastrik,

4 minggu, oral

banyak gas
Idem

oral

idem

Lansoprazol Tukak peptik


Pantoprazol

Tukak

1x30mg/har

i
peptik, 1x40mg/har

inhibitor pompa
proton

yang

reversibel
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seprti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung
oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi protoglandin
endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan
produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta
membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan
protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA)

6. Golongan prokinetik

12

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan


metaklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
7. Kadangkala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak
jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi.
Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu
memuaskan. Hasil peneliitian controlled trials secara umum masih mengecewakan dan
hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai placebo dengan histamin
antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam (proton pump inhibitors), dan
pemberantasan Helicobacter pylori. Walaupun sejumlah penelitian acak (randomized),
controlled trials, dan meta-analisis telah menunkukkan keunggulan ssisaprid
dibandngkan placebo, sekarang kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara
karena mengakibatkan efek samping pada jantung. (Holtman et al 2006)
Di Jepang, itoprid yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja
menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia fungsional .
walaupun obat ini tlah menunjukkan merangsang kemampuan gerak spontan (motality)
lambung, penelitian yang dirancang secara tepat, acak dan controlled trials terahadap
pasien dispepsia fungsional masih lemah. Di jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga
kali sehari. Bagaimanapun, respon kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari
populasi lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Holtman dkk membandingkan antara pasien
dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia fungsional
secara acak menerima pengobatan itoprid (50, 100, atau 200 untuk tiga kali sehari) atau
placebo. Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin efikasi untuk di analisa:
perubahan dasar berbagai gejala

13

TEORI KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

IDENTITAS
1. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
2. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
PENGKAJIAN

Alasan utama datang ke rumah sakit

Keluhan utama (saat pengkajian)

Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat pengobatan dan alergi

PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lainlain.
2. Data sistemik
a. Sistem

persepsi

sensori:

pendengaran,

penglihatan,

pengecap/penghidu, peraba, dan lain-lain


b. Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan
mata, alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil,
respon cahaya, dan lain-lain.
c. Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan
napas, dan lain-lain.
d. Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
e. Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu,
orientasi tempat, orientasi orang, dan lain-lain.

14

f. Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan,


bibir,

mual

dan

tenggorokan,

kemampuan

mengunyah,

kemampuan menelan, perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan


lain-lain.
g. Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara
jalan, kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman
tangan, otot kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.
h. Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan,
dan lain-lain.
i. Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis,
prostat, payudara, dan lain-lain.
j. Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK,
vesika urinaria.
3. Data penunjang
4. Terapi yang diberikan
5. Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
a. Psikologi

Perasaan klien setelah mengalami masalah ini

Cara mengatasi perasaan tersebut

Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan

Jika rencana ini tidak terselesaikan

Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada

b. Sosial

Aktivitas atau peran klien di masyarakat

Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai

Cara mengatasinya

Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya

c. Budaya

Budaya yang diikuti oleh klien

Aktivitas budaya tersebut

15

Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut

Cara mengatasi keberatan tersebut

d. Spiritual

Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari

Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan

Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan

Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal


tersebut

Upaya klien mengatasi perasaan tersebut

Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan


yang sekarang sedang dialami

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan
mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia,
esofagitis dan anorexia.
3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Rencana Keperawatan
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri,
Kriteria hasil: klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya rasa
nyeri
INTERVENSI

RASIONAL

1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 1. Berguna


0 10)
2. Berikan istirahat dengan posisi
semifowler
3. Anjurkan klien untuk menghindari

dalam

kefektifan

pengawasan

obat,

kemajuan

penyembuhan
2. Dengan

posisi

menghilangkan

16

semi-fowler
tegangan

dapat

abdomen

makanan yang dapat meningkatkan

yang

kerja asam lambung.

telentang

4. Anjurkan

klien

untuk

bertambah

dengan

posisi

tetap 3. dapat menghilangkan nyeri akut/hebat

mengatur waktu makannya.

dan menurunkan aktivitas peristaltik

5. Observasi TTV

4. mencegah terjadinya perih pada ulu

6. Diskusikan dan ajarkan teknik


relaksasi

hati/epigastrium
5. sebagai indikator untuk melanjutkan

7. Kolaborasi dengan pemberian obat


analgesik

intervensi berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat
terkontrol
7.

Menghilangkan
mempermudah

rasa

nyeri

kerjasama

dan

dengan

intervensi terapi lain


b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, esofagitis dan anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu
Kriteria hasil: klien menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
INTERVENSI

RASIONAL

1. Pantau dan dokumentasikan dan 1. Untuk


haluaran tiap jam secara adekuat

mengidentifikasi

perkembangan

2. Timbang BB klien

dari

2. Membantu

4. Catat status nutrisi paasien: turgor

menelan,

adanya

keseimbangan cairan yang tepat

kemampuan
bising

pola

diet

klien

anoreksia,

dan

mengurangi iritasi gaster

usus, 4. Berguna

riwayat mual/rnuntah atau diare.


5. Kaji

yang

menentukan

kulit, timbang berat badan, integritas 3. Meminimalkan


mulut,

hasil

diharapkan

3. Berikan makanan sedikit tapi sering

mukosa

indikasi/

dalam

mendefinisikan

derajat masalah dan intervensi yang

yang

disukai/tidak disukai.

tepat Berguna

dalam

kefektifan

obat,

penyembuhan.

6. Monitor intake dan output secara


17

pengawasan
kemajuan

periodik.
7. Catat

5. Membantu

adanya

anoreksia,

hubungannya

dengan

medikasi. Awasi frekuensi, volume,


konsistensi Buang Air Besar (BAB).

kebutuhan

yang spesifik, meningkatkan intake

mual,

muntah, dan tetapkan jika ada

intervensi

diet klien.
6. Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
7. Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi.

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,


muntah dan diare
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu
untuk memperbaiki defisit cairan.
kriteria hasil: klien mempertahankan/menunjukkan perubahan keseimbangan
cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI

RASIONAL

1. Awasi tekanan darah dan nadi, 1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi


pengisian kapiler, status membran
mukosa, turgor kulit.

2. Klien tidak mengkomsumsi cairan

2. Awasi jumlah dan tipe masukan


cairan,

ukur

haluaran

urine

dengan akurat.
3. Diskusikan
menghentikan

strategi

untuk

muntah

atau mengganti cairan untuk masukan

rencana
cairan

yang

berdampak

pada

keseimbangan elektrolit.

dan 3. Membantu klien menerima perasaan


untuk

meningkatkan/mempertahankan
keseimbangan

sama sekali mengakibatkan dehidrasi


kalori

penggunaan laksatif/diuretik.
4. Identifikasi

perifer dan hidrasi seluler.

bahwa

akibat

muntah

dan

atau

penggunaan laksatif/diuretik mencegah


kehilangan cairan lanjut.

optimal 4. Melibatkan klien dalam rencana untuk

misalnya : jadwal masukan cairan.


5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV

memperbaiki

keseimbangan

untuk

berhasil.
5. Tindakan daruat untuk memperbaiki
ketidak seimbangan cairan elektroli

18

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : menunjukkan kemampuan beraktivitas
kriteria hasil: klien menyatakan mampu menggerakkan tubuh
INTERVENSI

RASIONAL

1. kaji kemampuan klien untuk melakukan 1.


aktivitas dan catat laporan kelelahan.
2. awasi vital sign: TD, nadi, pernapasan 2.
sebelum dan sesudah aktivitas.
3. beri bantuan dalam melakukan aktivitas
3.

19

Untuk melakukan intervensi


selanjutnya
Untuk mengetahui kondisi
klien
Menjaga keamanan klien, dan
menghemat energi klien

DAFTAR PUSTAKA
www.scribd.com ASUHAN KEPERAWATAN DAN LAPORAN PENDAHULUAN
DISPEPSIA DIAKSES 14 NOVEMBER 2013 14:00 WIB
Gianto

Widijanto

Dkk,Nursing:Menafsirkan

Tanda

Tanda

Dan

Gejala

Penyakit,Nursing Interpreting Sign And Symtoms Lippincott&Wilkins PT INDEKS


2011

20

Anda mungkin juga menyukai