Anda di halaman 1dari 24

Pengertian Apresiasi

Apakah arti kata apresiasi sebenarnya ?.


Apakah ia termasuk dalam kritik sastrakah ?.

Secara leksikal, Appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman


dan pengenalan yang tepat, pertimbangan,penilaian, dan pernyataan yang
memberikan penilaian. ( Hornby,1973 ). Apresiasi sastra ialah kegiatan
menggauli karya sastra dengan sungguh sungguh sehingga tumbuh pengertian,
penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap
karya sastra. ( Effendi,1973 ). Dengan kata lain apresiasi sastra adalah upaya
memahami karya sastra, yaitu upaya bagaimanakah caranya untuk dapat
mengerti sebuah karya sastra yang kita baca baik fiksi maupun puisi, mengerti
maknanya, baik yang intensional maupun yang faktual, dan mengerti seluk
beluk strukturnya. Pendek kata apresiasi sastra itu merupakan upaya merebut
makna karya sastra sebagai tugas utama seorang pembaca.
Untuk dapat memahami struktur karya sastra dan dapat merebut makna
dengan setepat tepatnya,seorang pembaca perlu mengerti bagian bagian atau
elemen elemen karya sastra. Karena, karya sastra merupakan sebuah struktur
yang rumit. Sebagai sebuah struktur, karya sastra mengandung gagasan
keseluruhan, gagasan tranformasional, dan gagasan kaidah yang mandiri. Oleh
karena itu, untuk mengerti karya sastra diperlukan analisis terhadap bagian
bagian struktur tersebut. Dengan demikian, nyatalah bahwa apresiasi sastra
merupakan satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan kritik sastra.
Bahkan, dapat dikatakan bahwa apresiasi sastra merupakan salah satu jenis
kritik sastra terapan.
Kegiatan kegiatan atau langkah langkah yang dapat dilakukan untuk
memahami karya sastra paling tidak meliputi 3 hal yaitu : Interpretasi, Analisis
atau Penguraian, dan Evaluasi atau Penilaian.

A. Penafsiran

Penafsiran adalah upaya memahami karya sastra dengan memberikan


tafsiran berdasarkan sifat sifat karya sastra itu sendiri. Dalam hubungan ini,
Abrams-1981 membedakan tafsiran menjadi dua hal, yakni dalam artinya yang
sempit, penafsiran merupakan upaya untuk memperjelas arti bahasa dengan
sarana analisis, parafrase dan komentar. Lazimnya penafsiran difokuskan pada
kegelapan, ambiguitas, parafrase, dan komentar. Dalam arti luas, penafsiran atau
menafsirkan ialah membuat jelas arti karya sastra yang bermediakan bahasa
yaitu meliputi penjelasan aspek aspek seperti jenis karya,unsur
unsur,struktur,tema dan efek efeknya.

B. Analisis
Analisis merupakan penguraian karya sastra atas bagian bagian atau norma
normanya. Secara lebih khusus, analisis karya sastra dibedakan menjadi
analisis fiksi dan anlisis puisi. Analisis fiksi meliputi analisis terhadap semua
elemen pembangun fiksi itu, yang mencakup fakta cerita, sarana cerita, dan
tema. Fakta cerita meliputi plot, tokoh, dan latar. Sarana cerita meliputi hal hal
yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detil detil
cerita sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsur judul,sudut pandang,
gaya dan nada,dan sebagainya.
Penafsiran dan analisis memungkinkan pembaca untuk memberikan penilaian
kepada karya sastra secara tepat sesuai dengan hakikatnya. Hakikat karya sastra
adalah karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai unsur estetik
yang dominan.

C. Penilaian
Penilaian adalah usaha menentukan kadar keberhasilan atau keindahan suatu
karya sastra. Dengan adanya penilaian dimungkinkan untuk membuat pemilihan
antar karya sastra yang baik dan yang jelek, yang berhasil dan yang gagl, yang
bermutu tinggi,rendah, dan sedang. Jika penilaian dapat dilakukan sebaik
baiknya, penghargaan kepada sebuah karya sastrapun dapat dilakukan secara
wajar dan sepantasnya. Untuk itu diperlukan suatu kriteria, yakni kriteria
keindahan atau keberhasilab suatu karya sastra.

2. Perbedaan Antara Cerpen dan Novel


Sebelum dibicarakan elemen elemen yang membangun fiksi secara
struktural, ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembedaan jenis prosa fiksi,
yaitu cerita pendek dan novel. Ditinjau dari segi panjangnya cerpen relatif
lebih pendek dari novel. Walaupun didapatkan pula cerpen yang panjang dan
novel yang pendek. Secara lebih spesifik, istilah cerpen biasanya diterapkan
pada fiksi yang panjangnya antara seribu sampai lima ribu kata. Sedangakn
novel umumnya berisi empatpuluh lima ribu kata atau lebih. Karya fiksi yang
berkisar antara limabelas ribu sampai empatpuluh lima ribu kata bisanya disebut
sebagai novela.
Pertimbangan dari segi panjang cerita tersebut pada dasarnya terlampau
bersifat tekhnis dan mekanis, tetapi beberapa kualitas penting kedua jenis fiksi
tersebut memang berkaitan erat dengan panjang pendeknya.
Sebuah cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan
bagian darti novel yang belum ditul;iskan. Sebuah cerpen biasanya memiliki
plot yang diarahkan pada insiden atau peristiwa yang tunggal. Di samping itu,
tokoh dalam cerpen jarang dikembangkan karena pengembangan membutuhkan
waktu, karena tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditunjukkan karakternya.
Artinya, hanya ditentukan tahapan tertentu perkembangan karakter tokohnya.
Karakter dalam cerpen lebih merupakan revelation penunjukkan daripada
development perkembangan . Selanjutnya dimensiwaktu dalam cerpen
cenderung terbatas,walaupun dijumpai pula cerpen cerpen yang menunjukkan
dimensi waktu yang relatif luas.
Ringkasnya, cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat compression
pendataan ,concentration pemusatan dan intensity pendalaman, yang
kesemuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktural yang
diisyaratkan oleh panjang cerita itu.
Novel cenderung bersifat expands meluas , complexity kompleksitas .
Novel memungkinkan adanya penyajian tentang panjang lebar suatu
tempat/ruang. Oleh karena itu, tidaklah mengeherankan jika posisi manusia
dalam masyarakat menjadi pokok permasalahan yang selalu menjadi pusat
perhatoian para novelis. Masyarakat memilki dimensi ruang dan waktu.
Sebuah novel jelas tidak berarti dapat dibaca selesai dalam sekali duduk,
karena panjangnya sebuah novel secara khusus cukup untuk

mempermasalahkan karakter tokoh dalam sebuah perjalanan waktu dan hal ini
tidak mungkin dalam cerpen.
Akhirnya, novel mencapai keutuhannya secara inklusi ( inclusion ), yakni
bahwa novelis mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.

3. Jenis jenis Fiksi


Cerpen,novel, dan novel pada hakikatnya merupakan kategori- kategori fiksi
yang bersifat formal. Kita juga dapat membuat kategori yang lain berdasarkan
sudut pandangan tertentu, misalnya dari segi tekhnik kita mengenal adanya
alegori, dari segi jenis isinya kita mengenal fiksi sains, dari segi temanya kita
mengenal fiksi eksistensialis, atau dari segi kombinasi kesemuanya itu.

Beberapa Jenis Fiksi


JENIS FIKSI
PENGERTIAN
Fiksi Realistik

Fiksi Romantik

Fiksi Naturalis dan Proletarian

Fiksi Gotik

Fiksi Sains atau Utopian


Berkaitan dengan hal hal yang bersifat faktual dalam perilaku manusia.
Menyajikan masalah perjuangan emosi pribadi dan desakan desakan dari luar.

Mengutamakan pelukisan fakta fakta yang keji yang kurang dapat diterima
secara moral dan pelukisan tatanan material yang kurang dapat diterima oleh
akal sehat.
Melukiskan cerita cerita horor. Fakta fakta yang disajikan sedemikian rupa
sehingga memancing kengerian dan melahirkan mimpi yang menakutkan.
Menunjukkan kecendrungan tanan tatanan material dengan menggambarkan
sesuatu sedemikian rupa sehingga tampak benar benar terjadi.

BAB II
UNSUR UNSUR PEMBANGUN FIKSI

1. Tema

Memepertanyakan makna sebua karya karya sastra sebenarnya juga berarti


mempertanyakan tema. Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan atau
menawarkan tema.
Tema sebagai salah satu unsur karya sastra menurut Stanton, 1965 dan
Kenny, 1966 adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun ada
banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita.Tema dapat
dikatakan sebagai gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan
yang terkandung sebuah teks sebagai strukltur semantis yang menyangkut
persamaan persamaan atau perbedaan perbedaan. Tema di saring dari motif
motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan
hadirnya peristiwa peristiwa,konflik, dan situasi tertentu.

Tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran


peristiwa,konflik,situasi tertentu,termasuk berbagai unsur instrinsik yang lain,
karena hal hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang
disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun
bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi
umum,lebih luas, dan abstrak.
Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi,ia haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian bagian
tertentu cerita. Tema, walaupun sulit ditentukan secara pasti bukanlah makna
yang disembunyikan, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema
sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak secara sengaja disembunyikan
karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema
merupakan makna keseluruhan yang dudukung cerita, dengan sendirinya ia
akan tersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya.

A. Penggolongan Tema
Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda
tergantung dari segi mana penggolongan itu dilakukan. Pengkategorian tema
yang dimaksudkan dapat dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang yaitu,
Penggolongan Dikhotomis yang bersifat Tradisional dan Nontradisional,
Penggolongan dilihat dari tingkat Pengalaman Jiwa, dan Penggolongan dari
Tingkat Keutamaannya.

a. Tema Tradisional dan Nontradisional.


Tema Tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada tema yang
hanya itu itu saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan
dalam berbagai cerita,termasuk cerita lama. Pernyataan pernyataan tema yang
dapat dipandanf sebagai

tema yang bersifat tradisional,misalnya,berbunyi (I) Kebenaran dan keadilan


mengalahkan kejahatan. (ii) Tindak kejahatan walaupun ditutup tutupi akan
terbongkar juga. (iii) Tindak kebenaran atau kejahatn masing masing akan

memetik hasilnya.(iv) Cinta sejati menuntut pengorbanan. (v) Kawan sejati


adalah kawan adalah kawan di masa duka. Dan sebagainya.
Pada umumnya tema tema tradisional merupakan tema yang digemari
orang dengan status sosial apapun,di manapun dan kapanpun. Dapat dikatakan
bahwa tema tradisional adalah tema yang bersifat universal.
Selain hal hal yang bersifat tradisional,tema sebuah karya sastra
mengangkat sesuatu yang tidak lazim, atau yang berssifat nontradisional. Tema
yang demikian,mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca,bersifat melawan
arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan pembaca, mengecewakan
atau berbagai reaksi afektif yang lain.

b. Tingkatan Tema Menurut Shipley


Pertama, Tema tingkat fisik. Manusia sebagai molekul,man as molecul. Tema
karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh
banyaknya aktifitas fisik daripada kejiwaan. Ia lebih banyak menekankan
mobilitas fisik daripada
konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam novel
dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan.
Kedua, tema tingkat organik, manusia sebagai ( atau dalam tingkat
kejiwaan ) protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih
banyak menyangkut atau mempersoalkan masalah seksulitas. Suatu aktifitas
yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan
seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dengan tema tinfkat
ini,khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang.
Ketiga, tema tingkat sosial, man as socious. Kehidupan masyarakat yang
merupakan tempat aksi interaksinya manusia dengan sesama dan dengan
lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan,konflik, dan lain lain
yang menjadi obyek pencarian tema.
Keempat, tema tingkat egoik, manusia sebagai individu,man as
individualism. Manusia sebagai makhluk individu senantiasa menuntut
pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk

individu,manusiapun mempunyai banyak permasalahan,konflik yang


dihadapinya.
Kelima, tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi. Yang
belum tentu manusia lainnya bisa mengalami atau mencapainya. Masalah yang
menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan
sang pencipta, masalah religiositas atau berbagai masalah yang bersifat filosofis
lainnya seperti pandangan hidup,visi dan keyakinan.

c. Tema Utama dan Tema Tambahan


Tema utama atau tema mayor artinya, makna pokok cerita yang menjadi
dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Menentukan makna pokok cerita pada
hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai
diantara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang
bersangkutan.
Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak dikatakan
dalam keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian
bagian tertentu cerita saja. Makna yang hanya terdap[at pada bagian bagian
tertentu cerita dapat diidentifikasikan sebagai makna bagian bagian, makna
tambahan. Makna makna tambahan inilah yang di sebut sebagai tema tema
tambahan atau tema minor.

B. Penafsiran Tema

Kegitan menafsirkan sebuah tema karya fiksi secara lebih khusus dan
rinci,Stanton ( 1965 ) mengemukakan adanya sejumlah kriteria yang dapat
diikuti seperti berikut ini :
Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan setiap detil cerita
yang menonjol. Dengan kata lain, tokoh,masalah,konflik utama merupakan
tempat yang paling strategis untuk mengungkapkan tema utama sebuah novel.

Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan


tiap detil cerita. Jika hal yang demikian terjadi, cobalah diulangi sekali lagi hasil
penafsiran iotu barangkali terjadi kesalahpahaman.
Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti
bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung dalam
novel yang bersangkutan.
Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti bukti
yang secara langsung atau yang disarankan dalam cerita. Kriteria ini
mempertegas tentang kriteria ketiga.

Penunjukan tema sebuah novel haruslah dapat dibuktikan dengan data data
atau detil detil cerita yang terdapat dalam cerita itu, baik yang berupa bukti
bukti langsung, artinya kata kata itu dapat ditemukan dalam novel, maupun
tak langsung,artinya,berupa penafsiran terhadap kata kata yang ada. Dalam
sebuah novel, kadang kadang dapat ditemui adanya data data tertentu,
mungkin berupa kata kata,kalimat,alinea, atau bentuk dialog, yang dapat
dipandang sebagai bentuk yang berisi tema pokok cerita yang bersangkutan.
2. PEMPLOTAN

A. Hakikat Plot dan Pemplotan


Plot merupakan unsur fiksi yang dianggap sebagai yang terpenting diantara
unsur lainnya dalam fiksi.Hal itu kiranya beralasan sebab kejelasan plot,
kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier, akan
mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Untuk menyebut plot,secara tradisional orang juga sering mempergunakan
istilah alur atau jalan cerita. Sedangkan dalam teori teori yang berkembang
lebih dikenal dengan istilah struktur naratif, susunan. Plot memang mengandung
unsur jalan cerita atau tepatnya peristiwa demi peristiwa yang susul menyusul
namun ia lebih dari sekedar ja;lan cerita itu sendiri.
Stanton ( 1965 ) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun setiap kejadian itu dihubungkan dengan secara sebab akibat,

peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang


lain.
Penampilan peristiwa demi peristiwa yang mendasarkan diri pada urutan
waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa
peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif sehingga hasilnya
merupakan sesuatu yang indah dan meanrik. Kegiatan mengolah dan menyiasati
ini dilihat dari sisi pengarang merupakan kegitan pengembangan plot atau
pemplotan,pengaluran.

B. Peristiwa,Konflik, dan Klimaks

Peristiwa, konflik dan klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial
dalam pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi plot itu sendiri sangat
ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas
dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi. Ketiga unsur ini memiliki hubungan
yang mengerucut.
Peristiwa atau kejadian dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan
ke keadaan yang lain. Dengan pengertian tersebut tentunya kita dapat
membedakan natara kalimat kalimat tertentu yang menampilkan peristiwa
atau tidak.
Peristiwa dapat dibedakan ke dalam tiga jenis yakni :
Peristiwa fungsional adalah peristiwa peristiwa yang menentukan atau
mempengaruhi perkembangan plot.
Peristiwa kaitan adalah peristiwa peristiwa yang berfungsi mengaitkan
peristiwa peristiwa penting dalam pengurutan penyajian peristiwa.
Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan
atau berhubungan dengan perkembangan plot,melainkan mengacu pada unsur
unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana
yang melingkupi batin seorang tokoh.
Konflik yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting merupakan
unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah

karya naratif akan dipengaruhi oleh wujud dan isi konflik,bangunan konflik,
yang ditampilkan.
Konflik menyaran pada pengewrtian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan
yang terjadi dan atau yang dialami oleh tokoh cerita. Konflik adalah sesuatu
yang dramatik,mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang
dang menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.
Bentuk konflik dapat dibedakan kedalam dua kategori yakni, konflik fisik
dan konflik batin, konflik eksternal ( external conflict ) dan konflik internal
( internal conflict ).
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan
sesuatu yang di luar dirinya,mungkin dengan lingkungan alam atau lingkungan
manusia. Dengan demikian konflik eksternal dapat dibedakan kedalamdua
kategori yakni konflik fisik
( phsical conflict ) dan konflik sosial ( social konflict ). Konflik fisik yang
disebut juga dengan konflik elemental adalah konflik yang disebabkan adanya
perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Konflik sosial adalah konflik
yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah
masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.
Konflik internal atau disebut juga dengan konflik kejiwaan adalah konflik
yang terjadi di dalam hati,jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, lebih merupakan
permasalahan intern seorang manusia. Misalnya hal itu terjadi akbat adanya
pertentangan antara dua keinginan,keyakinan, pilihan yang berbeda,harapan
harapan,atau masalah masalah lainnya.
Klimaks adalah saat konflik telah mencapai intensitas tertinggi,dan saat itu
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kehajiannya. Klimaks sangat
menentukan arah perkembangan plot. Klimak s merupakan titik pertemuan
antara dua hal yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan
itu akan diselesaikan.

C. Kaidah Pemplotan
Kaidah kaidah pemplotan meliputi :

Plausibilatas ( plausibility ) menyaran kepada pengertian suatu hal yang


dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Adanya sifat dapat dipercaya
merupakan hal yang esensial dalam karya fiksi,khususnya yang konvensional.
Pengembangan plot cerita yang tidak plausibel dapat membingungkan dan
meragukan pembaca,misalnyakarena tidak ada atau tidak jelasnya unsur
kausalitas.
Suspense ( rasa ingin tahu ). Artinya bahwa sebuah cerita yang baik pasti
memiliki kadar suspense yang tinggi dan terjaga. Atau lebih tepatnya mampu
membangkitkan rasa ingin tahu pembaca terhadap peristiwa peristiwa yang
akan terjadi,khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh
pembaca. Unsur suspense bagaimanapun akan mendorong,menggelitik, dan
memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita, mencari jawab rasa ingin
tahu terhadap kelanjutan dan akhir cerita.
Jika suspense dipandang mampu memotivasi,menarik, dan mengikat
pembaca ia haruslah dijaga terus menerus keberadaannya dalam sebuah cerita.
Salah satu cara untuk membangkitkan suspense sebuah cerita adalah dengan
menampilkan foreshadowing. Foreshadowing merupakan penampilan peristiwa
tertetu yang bersifat mendahului yang ditampilkan secara tidak langsung
terhadap peristiwa penting yang akan dikemukakan kemudian.
Surprise ( kejutan ). Plot sebuah karya fiksi dikatakan memberikan kejutan
jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian kejadian yang ditampilkan
menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca.
Dalam hal ini bisanya novel novel jenis detektif biasanya lebih sering
memberikan kejutan, khusunya yang berkaitan dengan isi cerita pada menjelang
akhir cerita.
Kesatupaduan ( unity ). Plot harus memiliki kesatupaduan,keutuhan.unity.
Kesatupaduan menyaran pada menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur
yang ditampilkan,khusunya peristiwa peristiwa fungsional,kaitan, dan
acuan,yang mengandung konflik ,atau seluruh pengalaman kehidupan yang
hendak dikomunikasikan,memilki kerkaitan satu dengan yang lainnya.

D. Penahapan Plot

Secara teoritis plot dapat di urutkan atau dikembangkan ke dalam tahaptahap tertentu secara kronologis. Secara kronologis-teoritis tahap tahap
pengembangan atau lengkapnya struktur plot dikemukakan sebagai berikut.
a. Penahapan plot : Awal Tengah - Akhir

Tahap awal. Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahjap
perkenalan. Tahap awal biasanya berisi informasi penting yang berkaitan
dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada thap tahap berikutnya.

Tahap tengah. Tahap tengah cerita dapat juga disebut sebagai tahap
pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada tahap sebelumnya,yang menjadi semakin meningkat dan
menegangkan.

Tahap akhir. Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut sebagai
tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi
bagian ini berisi kesudahan cerita, atau menyaran pada bagaimanakah akhir
cerita.

b. Tahapan Plot : Rincian lain


Tahap situation. Tahap pembukaan cerita,pemberian informasi awal. Terutama
berfungsi melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
Tahap Generating circumstances. Tahap pemunculan konflik, masalah
masalah yang menyulut terjadinya konflik yang dimunculkan.

Tahap rising action : Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah


dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan
kadar intensitasnya.
Tahap climax : Tahap klimaks,konflik dan atau pertentangan pertentangan
yang terjadi mencapai titik intensitas puncak.
Tahap denouement : Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks
diberi penyelesaian,ketegangan dikendorkan.

E. Pembedaan Plot
Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Plot Lurus ( Progresif )
Plot Sorot Balik ( Flash Back )
Plot Campuran
Peristiwa peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis.Peristiwa peristiwa
yang pertama diikuti oleh peristiwa peristiwa berikutnya.

Urutan kejadian yang dikisahkahkan dalam karya fiksi yang bersifat regresif
tidak bersifat kronologis
Merupakan perpaduan antara progresif dan regresif.

b.Perbedaan Plot Berdasarkan Kriteria Jumlah


Plot Tunggal
Plot Sub Sub Plot
Mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh Utama
sebagai hero

Merupakan bagian dari plot utama yang berisi cerita kedua yang ditambahkan
yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama
dan mendukung efek keseluruhan cerita.

c.Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan


Plot Padat

Plot Longgar
Peristiwa peristiwa fungsional terjadi susul menyusul dengan
cepat,hubungan antara peristiwa terjalin secara erat.Pembaca seolah olah selalu
dipaksa untuk terus menerus mengikutinya.

Pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat,dan hubungan


antar peristiwa tiodak terlalu erat.

d. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Isi


Plot Peruntungan
Plot Tokohan
Plot Pemikiran
Berhubungan dengan cerita yang menceritakan nasib,peruntungan,yang
menimpa tokoh utama cerita.
Plot Peruntungan di bedakan menjadi :
plot )
Plot Sedih (Plot Gerak ( action pathetic plot )
Plot Tragis ( tragic plot )
Plot Penghukuman ( punitive plot )
Plot Sentimental ( sentimental plot )
Plot Kekaguman ( admiration plot )
Menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh yang menjadi pusat perhatian.
Plot tokohan dibedakan ke dalam :
Plot Pendewasaan ( Maturing plot )
Plot Pembentukan ( Reform plot )
Plot Pengujian ( Testing Plot )

Plot Kemunduran ( Degeneraion plot )


Mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan
pemikiran,keinginan,perasaan,berbagai macam obsesi,dan lain-lain. Plot ini
dibedakan ke dalam :
Plot Pendidikan ( Education plot )
Plot Pembukaan Rahasia ( Relevation plot )
Plot Efektif ( Effektive plot )
Plot Kekecewaan ( Disillusionment plot )

3. PENOKOHAN

a. Pengertian dan Hakikat Penokohan

Istilah tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan
karakterisasi secara bergantian menunjuk pengertian yang sebenarnya tidak
menyaran pada pengertian yang hampir sama. Walau memang ada diantaranya
yang merupakan sinonim.
Istilah tokoh, menunjuk pada orangnya,pelaku cerita. Watak.Karakter,dan
Perwatakan menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang di tafsirkan
oleh pembaca dan lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.
Sedangakan penokohan dan karakter ( karakterisasi ) sering juga di samakan
artinya dengan karakter dan perwatakan yang sebenarnya menunjuk pada
penempatan tokoh tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita.
Atau dengan kata lain penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

b. Pembedaan Tokoh

Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis


Tokoh Sedrhana dan Tokoh Bulat
Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

c. Takhnik Pelukisan Tokoh

Tekhnik Ekspositori ( tekhnik analitis ) : Pelukisan tokoh cerita dilakukan


dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung.
Tekhnik Dramatik : Penampilan tokoh cerita dalam tekhnik ini lebih mirip
dengan yang ditampilkan pada drama,di lakukan secara tak langsung.
Wujud penggambaran tekhnik dramatik :
Tekhnik cakapan. ( Percakapan yang di lakukan oleh tokoh cerita )
Tekhnik Tingkah Laku ( Tindakan yang bersifat
nonverbal,fisik,reaksi,tanggapan,sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat
sifat seorang tokoh. )
Tekhnik Pikiran dan Perasaan ( Keadaan dan jalan pikiran serta perasaan yang
dirasakan oleh tokoh yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku baik verbal
maupun nonverbal.
Tekhnik Arus Kesadaran. ( stream of consciousness, berkaitan dengan tekhnik
pikiran dan perasaan yang keduanya tidak dapat dipilah.Bahkan mungkin dapat
dianggap sama karena sama sama menggambarkan tentang tingkah laku batin
tokoh ).
Tekhnik Reaksi Tokoh ( reaksi tokoh terhadap suatu kejadian,masalah, keadaan,
kata, dan sikap tingkah laku orang lain dan sebagainya yang merupakan
rangsanagan dari luar diri toko yang bersangkutan.)
Tekhnik Reaksi Tokoh Lain.( Reaksi yang di berikan oleh tokoh lain terhadap
tokoh utama.Penilaian kedirian tokoh utama cerita oleh tokoh tokoh lain
dalam sebuah karya.)

Tekhnik Pelukisan Latar ( Suasana latar sekitar tokoh untuk melukiskan


keberadaan tokoh yang bersangkutan.Pelukisan suasana latar dapat
mengintensifkan sifat tokoh,dan dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula
pada pembaca)
Tekhnik Pelukisan Fisik ( Keadaan fisik seseorang berkaitan dengan keadaan
kejiwaannya. Atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan
memperhubungkan adanya keterkaitan tersebut ).

4. PELATARAN
A. Pengertian dan Hakikat Latar
Lattar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu. Yang menyaran pada
pengertian
Tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa
peristiwa yang diceritakan. ( Abrams 1981 : 175 ).
Stanton ( 1965 ) mengelompokkan latar, bersama tokoh dan plot ke dalam tiga
fakta cerita. Sebab ketiga hal inilah yang akan di hadapi oleh pembaca yang
dapat diimajinasikan secara faktual jika membaca karya fiksi.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting
untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana
tertentu yang seolah olah sungguh sungguh ada dan terjadi.

a. Latar Fisik dan Latar Spiritual

Latar Fisik ( Physical setting )


Latar fisik bisa diartikan sebagai latar sebagai tempat atau lokasi tertentu,
hubungan waktu yang menyaran pada waktu tertentu.
Latar Spiritual ( Spiritual setting )
Latar spiritual bisa berwujud pada penceritaan tentang tat cara, adapt istiadat,
kepercayaan, dan nilai nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Jadi,

latar spiritual adalah nilai nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. (
Kenny 1966 : 39).

b. Latar Netral dan Latar Tipikal

Latar Netral.
Latar yang mendiskripsikan sebuah tempat secara umum. Artinya, latar ini
tidak memilki atau tidak mendiskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol
yang terdapat dalam sebuah latar.

Latar Tipikal
Latar ini memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu. Baik yang
menyangkut latar tempat,weaktu maupun sosial.
Jika dalam sebuah cerita mendiskripsikan tentang latar spiritual,maka latar
tersebut akan menjadi latar yang khas,spsifik,tipikal.

B. UNSUR LATAR

Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakandalam sebuah karya fiksi.Penggunaan latar tempat dengan nama
nama tertentu haruslah mencerminkan,atau paling tidak tak bertentangan
sdengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa
peristiwa yang diceritakan dalam sebuajh klarya fiksi.

Pengangkatan unsure sejarah ke dalam karya sastra / fiksi akan meyebabkan


waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat
fungsional sehingga tak dapat dig anti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi
perkembangan cerita.
Catatan tentang ANAKRONISME.
Anakronisme menyaran pada pengertian adanya ketidaksesuaian dengan urutan
( perkembangan ) waktu dalam sebauh cerita.
Waktu yang dimaksud adalah waktu yang berlaku dan ditunjuk dalam cerita,
waktu cerita,dengan waktu yang menjadi acuannya yang berupa waktu dalam
realitas sejarah,waktu sajarah.
Ketidaksesuaian antara waktu cerita dengan waktu sejarah bisanya
menggunakan dua waktu yang berbeda masa berlakunya dalam satu waktu
dalam sebuah karya fiksi.
Penyebab anakronisme mungkin berupa masuknya waktu lampau ke dalam ke
dalam cerita yang berlatar waktu kini, atau sebaliknya.
Kadang kadang,anakronisme dalam sebuah fiksi mempunyai unsur
kesengajaan dihadirkan dalam sebuah karya untuk menjembatani imajinasi
pembaca dengan cerita yang bersangkutan. Ia dipergunakan untuk memudahkan
pemahaman pembaca terhadap sesuatu yang sudah dikenal pada masa
lampaunya.
Namun tetntunya berbeda dengan anakronisme yang tidak disengaja,sebagai
sebuah ketidaktelitian yang justru akan melemahklan karya tersebut.

Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat.
Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan.Jadi dia berada dalam
kepaduannya dengan unsur latar yang lain.

FUNGSI LATAR

Latar sebagai salah satu unsur fiksi,sebagai fakta cerita, yang bersama unsur
unsur lain membentuk cerita. Latar berhubungan langsung dan mempengaruhi
pengaluran dan penokohan. Latar sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Di
samping itu, latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lain, yang lebih
menyaran pada fungsi latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu
dalam cerita. Fungsi latar yang di maksud adalah fungsi latar sebagai metafora
dan latar sebagai atmosfir.

1. Latar Sebagai Metaforik


Fungsi Metafora pada sebuah latar menyaran pada pengertian
menyampaikan pengertian atau pemahaman. Artinya, sifat metafora ini
menyaran pada suatu perbandingan yang mungkin berupa sifat keadaan,
suasana, ataupun sesuatu yang lain.
Novel sebagai sebuah karya kreatif tentu saja kaya bentuk bentuk
ungkapan metafora,khususnya sebagai sarana pendayagunaan stile,sesuai
dengan budaya bahasa bangsa yang bersangkutan. Latar yang berfungsi sebagai
metaforik ini selain mediskripsikan latar yang melukiskan suasana, sifat,
keadaan tertentu juga dijumpai adanya detil detil yang mendeskripsikan
cerminan keadaan batin tokoh. Deskripsi latar yang berupa awan kelabu
barangkali sekaligus melukiskan tentangkelamnya hati tokoh yang
bersangkutan.

2. Latar Atmosfir.
Fungsi latar ini berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan
suasana tertentu.Latar ini biasanya berupa latar penyituasian. Misalnya pada
awal cerita sebuah novel atau tahap awal,perkenalan, cerita sebuah novel pada
umunya berisi latar penyituasian. Walau hal ini juga bisa terdapat pada tahap
lain. Adanya situasi tertentu yang mampu menyeret pembaca ke dalam cerita
akan melibatkan pemabcar secara emosional. Hal ini penting sebab dari sinilah
pembaca akan tertarik,bersimpati, dan berempati, meresapi dan menghayati
secara intensif.
Latar yang berfungsi sebagai metaforik dan atmosfir, walau menyaran pada
pengertian dan fingsi yang berbeda pada kenyataannya erat berkaitan. Dalam

deskripsi sebuah latar misalnya, disamping terasa sebagai penciptaan sebuah


suasana tertentu sekaligus juga terdapat deskripsi tertentu yang bersufat
metaforik. Hal demikian justru akan menimbulkan kepadatan,sekaligus
memperkuat pandangan bahwa sastra dapat dipahami dalam berbagai tafsiran.

5. PENYUDUTPANDANGAN
Sudut pandang/point of view,merupakan salah satu unsur fiksi yang
digilingkan sebagai sarana cerita, literary device. Pemilihan sudut pandang akan
berpengaru pada penyajian cerita. Reaksi afektif pembaca terhadap sebuah
karya fiksi dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang.

a. Hakikat Sudut Pandang.


Sudut pandang/point of view,,menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan.
Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. ( Abrams,1981 ).
Dengan demikian, sudut pandang pada hakekatnya merupakan strategi, tekhnik,
siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi, memang milik
pengarang, pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun,
kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat
kacamata tokoh cerita.

Sebelum pengarang menulis cerita mau tak mau ia harus telah memutuskan
memilih sudut pandang tertentu sebagai sikap naratif antara mengemukakan
cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya atau oleh seorang narator yang
berada di luar cerita itu sendiri. Ia harus telah mengambil sikap menuliskan
ceritanya dengan sudut pandang orang pertama atau ketiga masing masing
dengan berbagai kemungkinannya, atau bahkan keduanya sekaligus.

b. Macam Sudut Pandang

Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan


pembedaan yang telah umum yang banyak dilakukan orang, yaitu bentuk
persona tokoh cerita : Persona ketiga dan Persona pertama.

1. Sudut pandang persona ketiga : DIA

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga,gaya


dia , narator adalah seorang yang berada diluar cerita yang menampilkan tokoh
tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya ; ia, dia, mereka.
DIA Mahatahu : Dalam sudut pandang ini cerita dikisahkan dari sudut dia
,namun pengarang,narator dapat menceritakan apa saja yang menyangkut
tokoh dia tersebut. Dalam hal ini narator mengetahui segalanya.Ia bersifat
mahatahu. Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh,peristiwa, dan tindakan,
termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.
DIA Terbatas, Dia sebagai pengamat : Dalam sudut pandang ini
pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar,dialami,dipikir, dan dirasakan
tokoh cerita. Namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja. Tokoh cerota
mungkin banyak,yang juga berupa tokoh dia,namun tidak diberi kesempatan
untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

2. Sudut Pandang Persona Pertama : AKU

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona


pertama,first person point of view,aku,jadi, gaya aku narator adalah
seseorang ikut terlibat dalam cerita.. Ia adalah si aku tokoh yang
berkisah,mengisahkan kesadarn dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan
tindakan yang dialaminya sendiri.
Aku tokoh utama
: Tekhnik ini mengisahkan berbagai peristiwa dan
tingkah laku yang dialaminya,baik yang bersifat batiniah,dalam dirinya
sendiri ,mauupn fisik. Dalam cerita tokoh aku dalam tekhnik ini disebut

sebagai tokoh utama,first-person central yang tentunya praktis akan menjadi


tokoh protagonis.

Aku tokoh tambahan : Dalam sudut pandang ini tokoh aku muncul
bukan sebagai tokoh utama,melainkan sebagai tokoh tambahan, First-person
peripheral. Tokoh aku hadir untuk membawakan cerita kepada
pembaca,sedang tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk
mengisahkan sendiri sebagai pengalamannya.
3. Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari
satu tekhnik. Pengarang dapat berganti ganti mulai tekhnik yang satu ke
tekhnik yang lainnya untuk sebuah cerita yang dilukiskannya. Kesemuanya itu
tergantung dari kemauan dan kreatifitas pengarang,bagaimana mereka
memanfaatkan berbagai tekhnik yang ada demi tercapainya efektifitas
penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk mencari variasi penceritaan agar
memberikan kesan lain. Pemanfaatan tekhnik tekhnik tersebut dalam sebuah
novel misalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan
keterbatasan masing masing tekhnik.

Anda mungkin juga menyukai