Anda di halaman 1dari 2

PATOFISIOLOGI

Ada pengaruh kompleks dari lingkungan dan genetik yang mendasari imunopatologis alergi
makanan dan dimanifestasi berbagai tanda dan gejala food-induced allergic disorder.5
Alergi makanan adalah reaksi imunologis melawan allergen dari makanan dan biasanya
dimediasi oleh IgE atau yang bukan dimediasi oleh IgE atau keduanya.1
Reaksi alergi makanan klasik yang dimediasi IgE merupakan reaksi cepat, dapat berkembang
dan dapat di diagnosis dengan deteksi IgE spesifik makanan. Pada alergi makanan, kebanyakan
individu mengalami reaksi akut alergi pada makanan dikarenakan perlekatan alergen spesifik
antigen IgE dengan reseptornya yang memiliki afinitas tinggi (FcRI), yang ditemukan pada sel
mast dan basofil, dan reseptor dengan afinitas rendah (FcRII), yang ditemukan pada makrofag,
monisit, limfosit dan platelet. Ketika antigen spesifik berikatan dengan IgE yang telah terikat
dengan reseptor FcRI, terjadi pelepasan sejumlah mediator. Meskipun selama ini diduga bahwa
sel mast yang berperan dalam melepaskan mediator penyebab sejumlah reaksi alergi, penelitian
baru-baru ini menunjukkan bahwa basofil juga ikut berperan dalam peristiwa tersebut.1
Pasien dengan dermatitis atopic dan hipersensitivitas terhadap makanan memiliki angka lebih
tinggi dalam pelepasan secara spontan dari histamine dari basofil yang kembali normal setelah
reaksi terhadap makanan sudah dihilangkan. Level serum tryptase normal (tanda spesifik aktivasi
sel mast) pada pasien dengan food-induced Anaphylaxis sudah dilaporkan normal, sehingga
diduga histamin dilepaskan oleh sel yang tidak memiliki triptase seperti basofil.1
Kandungan di dalam makanan memegang peranan dalam timbulnya alergi. Alergen yang
terkandung didalam makanan sebagian besar merupakan glikoprotein larut air berukuran 10 70
kD, dan relatif stabil terhadap panas, asam, dan protease. Di samping itu terdapat faktor
imunostimulan di dalam makanan yang berperan dalam sensitasi. Sebagai contoh, glikoprotein
yang terkandung di dalam kacang yang berperan sebagai alergen, Ara h 1, tidak hanya stabil dan
resisten terhadap panas atau enzim pencernaan tetapi juga mampu memicu TH2. Meskipun
demikian, karakteristik biokimia dari alergen tidak dapat dijelaskan sepenuhnya karena hanya
sejumlah orang yang terpapar dengan alergen menimbulkan reaksi alergi.1
Alergi makanan yang tidak dimediasi IgE menunjukkan reaksi imunologis yang lebih rendah
dan terjadi ketika tidak terdapat antibody spesifik IgE pada kulit ataupun serum. Karakteristik
alergi ini lebih sedikit, namun secara khas adallah dapat menyebabkan inflamasi akut ataupun
kronis pada GI tract, dimana eosinofil dan sel T terlihat memainkan peran yang besar. Untuk
pasien dengan enterokolitis food-protein induce, TNF memiliki peran penting. TNF dapat
dikultur secara in vitro dari monosit darah perifer pada infant dengan sindrom enterokolitis food-

protein induce. Biasanya ditemukan peningkatan TNF pada biopsy duodenal infant dengan
sindrom enterokolitis food-protein induce. Untuk eosinofilik esofagitis, eosinofil dan factor
pertumbuhan dan kemotaksiknya memegang peranan kunci. Eotaxin-3 mengalami peningkatan
regulasi 50x pada jaringan esophageal dibandingkan pada esofagitis kronis. Juga IL3 dan IL5
memegang peran kunci dalam

patogenesis alergi dan peningkatan VCAM-1, TGF- pada

sampel jaringan menunjukkan adanya fibrosis jaringan.1


Alergi makanan sedikitnya ditentukan oleh factor genetic. Alergi kacang misalnya berisiko
terkena alergi 10x lipat pada anak dengan keluarga yang memiliki riwayat alergi kacang
dibanding populasi umum. Bagaimanapun, gen spesifik belum bisa diidentifikasi. Sama halnya
dengan alergi yang tidak dimediasi IgE.1

Anda mungkin juga menyukai