Anda di halaman 1dari 13

Evaluasi Potensi Hidrokarbon

Sumur Itebe-1
Cekungan Natuna Barat
SARI

Analisis geokimia dilakukan terhadap 60 perconto serbuk bor yang mewakili semua
formasi batuan di sumur Itebe-1, Cekungan Natuna Barat
Hasil analisis pirolisia menunjukkan bahwa batuan yang berpotensi bagus sebagai
pembentuk hidrokarbon yaitu sebagian besar sedimen yang diendapkan sebelum
formasi Barat. Kandungan organik di masing-masing formasi didominasi oleh jenis
kerogen tipe II, yang pada tingkat kematangan termal yang cukup berpotensi
membentuk minyak dan gas bumi. Awal pembentukan minyak bumi mulai terjadi di
kedalaman 7000 feet pada serpih hitam dari formasi Gabus, dengan puncak
kematangan termal berkisar 11500 feet. Tingginya nilai pantulan vitrinit (> 3.53 %)
di kedalaman > 11940 feet disebabkan oleh kesalahan dalam mengidentifikasi
vitrinit.
Nilai Indek Hidrogen yang tinggi di sebagian besar perconto teranalisis,
menunjukkan bahwa proses sedimentasi terjadi di lingkungan aquatik antara delta
dan laut dangkal.

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Geologi daerah Natuna telah banyak ditulis oleh beberapa ahli diantaranya: Pupili
(1973), Daines (1985), Mc.Clay (1998), Wongsosantiko & Wirojudo (1984), Ginger
dkk (1993), Fahman dkk (1991), Sutoto (1991) dan sebagainya. Tetapi studi yang
dititikberatkan pada penelitian geokimia ter-integrasi, khususnya analisis mengenai
potensi batuan induk di cekungan Natuna masih terbatas. Umumnya informasi
penelitian geokimia di Cekungan Natuna umumnya dijumpai dalam bentuk laporan
hasil analis sumur dari masing-masing perusahaan minyak.
Evaluasi potensi minyak dan gas bumi suatu daerah tergantung pada tiga faktor
yakni; kuantitas, kualitas dan tingkat kematangan termal kerogen batuan induk.
Secara bersamaan ketiga faktor tersebut berada dalam batuan induk dan dianggap
prospek apabila melewati nilai batas tertentu untuk mampu menghasilkan minyak
dan gas bumi secara ekonomis.
I.2. Maksud dan Tujuan
Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salahsatu syarat ujian akhir mata
kuliah Geokimia Batuan Induk di departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi
Bandung. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi batuan induk dan
kematangan termal hidrokarbon di sumur Itebe-1, Cekungan Natuna Barat.

I.3 Ruang Lingkup


Evaluasi potensi minyak dan gas bumi yang dilakukan di sumur Itebe-1,
dititikberatkan pada estimasi kualitas, kuantitas, kematangann termal dan perkiraan
asal-usul / lingkungan pengendapa batuan sumber. Studi ini dilakukan dengan
metode geokimia organik dari hasil analisis oil-show analyzer dan mikroskop
petrologi organik. Kualitas dan kuantitas kandungan organik perconto batuan

diinterpretasi dari nilai TOC, S1, S2 yang diperoleh dari alat Rock Eval,
sedangkan tingkat kematangan termal batuan sumber di analisis dari nilai Tmax
(Rock Eval) dan pantulan vitrinit (Ro). Adapun ulasan kecil mengenai analisis
sidik jari Gas Chromatograph (GC) dalam bab III, hanya digunakan untuk menunjang
analisa hasil pengamatan dari pirolisis Rock-Eval.

BAB II

METODE STUDI
Informasi tentang potensi hidrokarbon yang terbentuk dalam suatu cekungan,
didasarkan pada dua parameter yang dianggap sebagai screenong analysis, yaitu
kandungan bahan organik yang cukup serta kondisi temperatur yang memungkinkan
terubahnya bahan organik tersebut menjadi hidrokarbon. Kedua parameter tersebut
secara mudah ditentukan dengan analisis pirolisa.
Metode standar yang biasa digunakan untuk menentukan potensi suatu batuan induk
adalah sebagai berikut :
II.1 Analisis TOC
Tahap awal analisis adalah menentukan kandungan karbon organik total (TOC)
dengan menggunakan alat LECO Carbon Determinator. Sebelum analisis dilakukan,
perconto batuan harus dicuci, dikeringkan, digerus halus dan ditimbang seberat + 500
mg. Untuk menghilangkan kandungan karbonat dalam batuan, perconto batuan dicuci
dengan asam khlorida (HCl).
Suatu batuan sedimen klastik halus dapat berfungsi sebagai batuan sumber minyak
bumi secara komersil apabila jumlah kandungan organik dalam perconto (TOC) > 0.5
dan > 1.2 % untuk batuan karbonat. Selanjutnya, perconto batuan dengan nilai TOC
antara 1.0 % - 2 % berpotensi bagus dan nilai TOC > 2 sangat berpotensi membentuk
minyak bumi secara ekonomis (Welte, 1965, Philippi,1969). Parameter standar yang
digunakan (tabel 1) untuk menentukan potensi kandungan organik suatu batuan
sumber dapat dilihat pada tabel 1. Walaupun demikian, penggunaan parameter batuan
sumber (TOC) ini dapat berbeda-beda pada masing-masing perusahaan Sebagian
perusahaan menggunakan indikator TOC > 1 % sebagai batuan sumber untuk
memperkecil resiko eksplorasi,.

II.2 Analisis Pirolisis


Analisis pirolisis dilakukan terhadap perconto batuan yang mempunyai kandungan
TOC > 0.5 %. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan alat Oil show analyze
terhadap perconto batuan yang telah digerus halus seberat kurang lebih 100 mgr.
Hasil analisis pirilisa berupa kuantitas minyak bumi atau hidrokarbon bebas (S1),
kuantitas kerogen (S2) yang keduanya dinyatakan dalam kg/ton dan temperatur
maksimum pada saat S2 pecah (Tmax C). Dari data ini dapat diketahui potensi (PY)
yaitu perjumlahan dari S1 + S2, Indeks Produksi total (TPI) dengan perhitungan
S1/S1+S2 dan Indeks Hidrogen (HI) dengan perhitungan S2/TOC x 100%. Apabila
data HI diplot terhadap Tmax (pada diagram Van Kravelen), akan menunjukan tipe
kerogen dan memberikan gambaran apakah minyak atau gas yang akan terbentuk.
Tabel parameter potensi batuan sumber dapat dilihat pada tabel 1, sedangkan
hubungan antara nilai HI dan Tmax pada diagram VanKravelen dapat dilihat pada
gambar 2
1.

Analisis Pantulan Vitrinit


Perconto yang sudah dihancurkan sampai halus diberi larutan asam hlorida (HCL)
untuk menghilangkan kandungan karbonat dan larutan asam florida (HF) untuk
menghilangkan kandungan silika dalam batuan. Dengan menggunakan larutan
ZnBr2, diseparasi untuk mendapatkan residu.kerogen, dikeringkan dan dicetak dalam
resin, kemudian dipoles. Selanjutnya di-determinasi dengan menggunakan mikroskop
yang telah dilengkapi dengan digital counter untuk mengukur nilai pantulan vitrinit
yang ada. Data analisis ini ditampilkan dalam bentuk diagram batang (gambar 3).
Nilai yang diarsir dipakai untuk menentukan kematangan dan yang tidak diarsir
sebagai vitrinit yang telah teroksidasi dan mengalami daur ulang atau mungkin
karena material yang tidak jelas identitasnya, seperti bitumen padat, pseudo-vitrinit
atau semi fusinit, Kadang-kadang perconto batuan yang dianalisis tidak mengandung
vitrinit atau tidak mempunyai nilai kematangan yang dapat diyakini.
Parameter yang digunakan dalam analisis kematangan termal dari pantulan vitrinit
dapat dilihat pada tabel 3.

BAB III
HASIL DAN DISKUSI
III.1 Tinjauan Umum
Daerah Natuna dicirikan oleh adanya tinggian batuan dasar (basement high) yang
ber-arah Utara Selatan, dan sekaligus sebagai pemisah anatara Cekungan Natuna
Barat dan Natuna Timur.
Daerah penelitian yang terletak di Cekungan Natuna Barat, berarah umum Timurlaut
Baratdaya, menyempit ke arah Utara dan selanjutnya berhubungan dengan
kedalaman bathial di bagian Utara.
Cekungan Natuna Barat terbentuk dari hasil rifting yang menghasilkan sesar-sesar
graben atau setengah graben yang diisi oleh sedimen-sedimen darat yang berasal dari
paparan kontinen di sekitarnya. Proses sedimentasi diikuti oleh penurunan dasar
cekungan melalui jalur-jalur lemah bidang sesar membentuk Formasi A, Formasi B,
Formasi C, Formasi D, Formasi E, Formasi F dan Formasi G.
Formasi Gabus terdiri dari batulempung lanauan, serpih yang berselang seling
dengan batupasir. Batulempung berwarna abu-abu kecoklatan, mengandung bahan
organik dan sedikit karbonat. Sisipan batugamping klastik dan lapisan tipis batubara
dijumpai secara lokal di bagian Selatan. Penyebaran lateral Formasi Gabus sangat
luas dengan ketebalan bervariasi. Di bagian Selatan, ketebalan formasi ini berkisar
3000 feet dan berkembang ke arah Utara mencapai ketebalan 4000 feet. Pada daerah
graben ketebalan formasi ini bisa mencapai 12.000 feet dan menipis ke arah batasbatas sesar.
Serpih hitam diendapkan secara lokal membentuk Formasi Keras (Anggota?) dengan
ketebalan berkisar 1000 meter.
Selanjutnya, di atasnya diendapkan serpih organik secara lokal pada Miosen Awal
membentuk Formasi Barat dengan ketebalan berkisar 1000 feet. Ke arah atas serpih
ini berangsur berubah menjadi klastik arenaceous.

Formasi Arang terdiri dari serpih dan lanau, berselang-seling dengan batupasir
dengan ketebalan 4000 feet. Ditemukannya sisipan batubara dan batugamping klastik
di bagian Selatan menunjukkan bahwa batuan ini berada dalam lingkungan flufial
atau deltaik. Kearah vertikal Formasi Arang berubah secara tajam menjadi
batulempung, lanau dan sisipan tipis batubara. Satuan litologi ini membentuk
Formasi Muda dengan ketebalan 3000 feet.
III.2 Laboratorium
Dari 104 perconto serbuk bor yang dianalisis untuk mengetahui kandungan organik
di sumur Itebe-1, hanya 45 perconto batuan yang memenuhi syarat (TOC > 0.7 %)
untuk dilakukan analisis lanjut berupa pirolisis Rock-Eval. Batuan yang di-pirolisis,
yaitu 3 peconto Formasi A, 3 perconto Formasi B, 5 perconto Formasi D, 16 perconto
Formasi E, 7 perconto Formasi F dan 11 perconto batuan dari Formasi G. Jenis
analisis geokimia yang termasuk dalam lingkup studi adalah sebagai berikut :

No
1
2
3

JENIS ANALISIS
Total Organik Carbon (TOC)
Pirolisis Rock-Eval
Pantulan vitrinit

JUMLAH PERCONTO
104
45
74

Hasil analisis ditampilkan pada tabel 1 - 5 dan gambar 2 - 6 dan didiskusikan dalam
3 kategori pembahasan, meliputi potensi batuan sumber, kematangan termal serta
karakter dan lingkungan pengendapan batuan sumber.
Dari data yang tersedia pada tabel 1 dapat diinterpretasi bahwa pada umumnya serpih
terseleksi memiliki kekayaan material organik pada tingkat sedang hingga sangat
bagus (0.5 %<TOC >2.0 %). Kandungan organik yang sangat rendah (TOC < 0.5
%). terlihat pada perconto yang mewakili Formasi Intra gabus (d) pada kedalaman
9330 - 10350 feet dan Formasi Lama pada kedalaman 11970 12660 feet.
Pirolisis rock-Eval yang dilakukan terhadap 45 perconto terseleksi ditampilkan pada
tabel 1. Data pirolisis ini disederhanakan dalam bentuk ringkasan yang ditampilkan
pada gambar 1. Pada gambar ini terlihat bahwa batuan sumber terbaik dijumpai pada
kedalaman 12690 1390 feet dari Formasi G. Walaupun terdapat pengecualian nilai
7

S2 rendah pada kedalaman 12850 feet, tetapi nilai kerogen (S2) rata-rata pada
formasi G cukup tinggi (S2 > 2 kg/ton, tabel 1), sedangkan kandungan hidrokarbon
bebas (S!) termasuk dalam kategori sedang (gambar 1). Data tersebut menunjukkan
bahwa kerogen masih terikat dalam perconto dan pada kedalaman / kematangan
termal yang cukup akan membentuk minyak bumi (Tissot dan Welte, 1984;
Bordenave, 1993).
Distribusi indek hidrogen yang tinggi pada sebagian besar perconto (HI >200)
menunjukkan bahwa material organik yang dianalisis mengandung kerogen tipe II
yang mempunyai kecenderungan membentuk minyak. Hal ini dapat dilihat dari
diagram plot Indek Hidrogen dan Tmax pada gambar1. Kecenderungan membentuk
minyak ini lebih jelas terlihat pada Formasi Keras (E) dengan kandungan HI berkisar
300 600. Sedangkan material organik lainnya dengan kandungan HI lebih kecil dari
200, digolongkan pada kerogen tipe III yang berpotensi membentuk gas. Potensi
pembentukan gas ini dapat dilihat pada perconto dari Formasi Gabus di zona
kedalaman 6450 6510 ( HI = 158) dan Zona kedalaman 7650 7710 (HI=138).
Begitu pula yang terjadi pada perconto formasi Benua di kedalaman 11797, 11860,
11933 dan zona kedalaman 11940 11970 yang masing-masing mempunyai nilai HI
sebesar 177, 77, 185 dan 140. Sedangkan kandungan HI pada Formasi Lama lebih
didominasi oleh kerogen III dengan nilai HI berkisar 9 200.
Hasil analisis TOC dan pirolisis dapat dilihat pada tabel 1 dan data mikroskopis atau
data kematangan termal (pantulan vitrinit, Ro) ditampilkan pada tabel III.2.1 Potensi
Batuan Sumber
III.3 Kematangan Termal
Estimasi kematangan termal material organik yang terkandung dalam perconto
didasarkan pada data Tmax sebanyak 45 perconto dan pantulan vitrinit (Ro) sebanyak
74 perconto. Diagram plot nilai Tmax dan pantulan vitrinit (Ro) terhadap kedalaman
dapat dilihat pada tabel 5. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa kematangan
termal batuan sumber di sumur Itebe-1 terjadi pada kedalaman berkisar 7500 feet,
sesuai dengan nilai Tmax sebesar 437 C dan nilai Ro sebesar 0.5.

Walaupun secara umum data kematangan termal yang tersedia dapat menerangkan
kedalaman awal pematangan hidrokarbon di sumur Itebe-1, namun pada zona
kedakaman tertentu, terdapat data yang saling kontradiksi satu sama lain Data invalid
(diragukan) tersebut terdapat pada data pengukuran Tmax maupun data pantulan
vitrinit. Ro.
Diagram plot Tmax terhadap kedalaman memperlihatkan pola kurva yang acak dan
tidak linier sehingga pada zona kedalaman tertentu, data ini dianggap invalid (tidak
bisa digunakan dalam interpretasi). Nilai Tmax yang seharusnya meningkat seiring
dengan meningkatnya kedalaman, ternyata memberikan hasil yang berbeda/acak.
Kerancuan data Tmax ini terdapat pada zona kedalaman antara 10.500 13.000 feet.
Data invalid ditemukan pula pada pengukuran pantulan vitrinit Ro di zona kedalaman
11940- 13096, dengan nilai antara 3.59 4.99. Dengan nilai pantulan vitrinite sebesar
3.59 pada kedalaman 11940 menunjukkan bahwa batuan berada dalam tingkat lewat
matang (over-mature, Ro>1.3). Dalam kondisi demikian semua material organik
telah terbakar habis (berubah menjadi gas), sedangkan data material organik
terekstraksi (EOM) menunjukkan masih terdapat minyak yang terekstraksi dalam
jumlah yang cukup besar, yaitu sebesar 49.135 ppm. Hal ini diperkuat oleh
kromatogram sidik jari pada gambar ?, yang masih memperlihatkan pola
pembentukan minyak (puncak 4 dan 6) Namun demikian, nilai EOM sebesar 49.135
ppm, dapat disebabkan karena perconto telah terccemar oleh oilstane. Hasil plot
EOM terhadap TOC pada gambar ?, menunjukkan adanya kontaminasi oilstane pada
perconto batuan. Oilstane dapat disebabkan oleh bahan untuk pemboran yang
mengandung hidrokarbon (oil basemud) atau karena migrasi minyak dari formasi lain
Yang menjadi permasalahan adalah apakah nilai Ro yang diukur mewaklili kondisi
termal di kedalaman tersebut (indegenius) atau nilai Ro sudah teroksidasi, misalnya
karena intrusi
.
Alternatif 2 : pengukuran pantulan vitrinit yang dianggap salah
Data EOM tidak sesuai dengan Nilai VR,
Kesalahan nilai vitrinit dapat disebabkan oleh beberapa faktor :

Kesalahan dalam mengidentifikasi vitrinit

Ro yang diukur tidak mewaklili kondisi termal di kedalaman tersebut (Ro


indegenius) atau reworked

Altirnatif I :
Data VR yang melemahkan : - EOM cukup tinggi
- GC tidak menunjukkan kondensat gas karena pada
tingkat kematangan VR >3 kondensat gas sudah
terbentuk
Alterntif 2 :
Apabila pengukuran VR diyakini benar :
Oleh karena itu dalam batas-batas tertentu, diperlukan koreksi silang antara kedua
parameter tersebut.

Perconto batuan yang berasal dari formasi Gabus di zona kedalaman 5640 6990,
memperlihatkan kematangan termal Tmax, antara 432 - 434 C. Hal ini menunjukkan
bahwa perconto dari formasi Gabus digolongkan sebagai batuan sumber belum
matang (Tmax < 435 C). Hasil ini sesuai dengan nilai pantulan vitrinit antara 0.32 %
- 0.41 % (Ro < 0.5).
Analisis pirolisa terhadap Formasi Brown shale pada zona kedalaman 7410 8190
feet, menunjukkan nilai Tmax antara 437 - 446C dan nilai pantulan vitrinit, Ro
berkisar 0.49 0,61. Kondisi ini menunjukkan bahwa serpih formasi Brrown yang
dianalisis berada dalam keadaan awal matang.
Selanjutnya kematangan termal Formasi SB90 yang berasal dari beberapa lintasan
yang berbeda memperlihatkan harga Tmax yang bervariasi. Perconto yang berasal
dari sampel pada serpih di kedalaman ? mempunyai Tmax yang rendah (422-442 C)
R0 0.68-0.73 atau belum matang sedangkan perconto lainnya telah menunjukkan
tingkat kematangan termal yang matang (Tmax >435). Pantulan vitrinit telah

10

dilakukan pada 6 perconto, hasilnya menunjukkan bahwa 3 perconto yaitu x.y.z


belum matang.
Berdasarkan data kematangan tersebut disimpulkan bahwa gormasi Gabus telah
mencapai kondisi matang untuk membentuk hidrokarbon.
Keras Tmax 411-444 Ro 0.62-0.70
Benua Tmax 437-462 Ro0.76-0.91
Lama Tmax 457-429 Ro 0.3.53-4.99
Dari data di atas terdapat kontradiksi nilai VR > dengan data EOM, Tmax dan pola
sidik-jari kromatogram.
1.

Analisis Bitumen

Analisis sidik jari GC telah dilakukan terhadap 11 perconto inti bor. Tiga diantaranya
telah dilakukan analisis sidik jari biomarker dengan metoda GCMS. Gambar 2.2
memperlihatkan hasil analisis sidik GC_MS untuk perconto tersebut. Tabel 3-4
memperlihatkan data tabulasi perconto analisis.

Pembahasan
Dari data di atas terdapat kontradiksi nilai VR > dengan data EOM, Tmax dan pola
sidik-jari kromatogram. Dengan data VR > 3 pada kedalman 11940 menunjukkan
bahwa batuan berada dalam tingkat lewat matang (over-mature) bahkan lebih. Semua
bahan organik akan terbakar habis (telah berubah menjadi gas) dalam kondisi
demikian, sedangkan data EOM menunjukkan masih terdapat liquid cairan minyak
yang terekstraksi sebesar 49.135, yang mana nilai ini dirasakan terlalu besar. Hal ini
diperkuat oleh pola kromatogram yang memperlihatkan adanya puncak 4 dan 6 yang
mana merupakan indikasi minyak yang terbentuk (gambar).
Yang menjadi permasalahan adalah Apakah VR yang diukur merupakan VR
indegenius atau merupakan reworked atau sudah teroksidasi di kedalaman tersebut
misalnya karena intrusi.
Altirnatif I :

11

Data VR yang melemahkan : - EOM cukup tinggi


- GC tidak menunjukkan kondensat gaskarena pada
tingkat kematangan VR >3 kondensat gas sudah
terbentuk
Alterntif 2 :
Apabila pengukuran VR diyakini benar :
Apakah VR yang diukur mewaklili kondisi termal di kedalaman tersebut (1940 feet)
Data EOM tidak sesuai dengan Nilai VR, karena hasil ROM dibanding TOC
menunjukkan telah terjadi kontaminasi pada sedimen tersebut yang mungkin telah
tercampuri oleh oilstane. Hal ini diperkuat oleh kenampakan sidik-jari kromatograf
yang masih menunjukkan konfigurasi N alkana / HC yang telah berada pada level
over-mature bahkan lebih besar dari 3 %.
Oil stane dapat disebabkan oleh bahan untuk pemboran yang mengandung
hidrokarbon (oil basemud) atau petunjuk adanya migrasi minyak pada formasi
tersebut dari batuan sumber yang mempunyai tingkat kematangan lebih rendah dari
formasi lain.

2.

Analisis Indek warna Spora

Analisis Indek warna Spora (SCI) dan komposisi kerogen ditentukan di bawah
mikroskop Nikon Fluophot dimana gelas preparat berisi kerogen dibuat dengan
teknik palinologi. Nilai SCI dari spora dan polen yang ada ditetapkan dengan skala 1
sampai 10 dan data ditampilkan dengan penaksiran yang sama dengan yang
digunakan untuk analisis pantulan vitrinit.
Zona yang dihasilkan dari Nilai SCI adalah sevagai berikut :
< 3.50

belum matang

< 5.50

awal matang

5.50 8.50

pembentukan minyak

7.0 7.50

puncak pembentukan minyak

> 8.0

gas basah

> 8.5

gas kering

< 0.35 Ro

belum matang
12

< 0.60 Ro

awal matang

0.60 1.35

pembentukan minyak

0.80 1.00

puncak pembentukan minyak

1.00 2.00

gas basah

1.20 1.00

gas kering

Syarat utama suatu batuan sedimen dapat dianggap sebagai batuan induk, apabila
sedimen tersebut memenuhi kriteria berupa; kandungan organik yang cukup, tipe
kerogen yang sesuai dengan tingkat kematangan termalnya untuk membentuk
minyak dan gas bumi. (Tissot dan Welte, 1978)

13

Anda mungkin juga menyukai