1. Pengertian
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di
ginjal. Batu ginjal terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum , pelvis
ginjal dan bahkan bias mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum
dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga
disebut batu sthagon kelainan atau obstruksi pada system pelvikasises ginjal (penyempitan
invudibulum dan stenosis uretropelvik) mempermudah timbulmnya batu saluran kemih. Jika
disertai dengan infeksi skunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses
perinefrik, abses paraneprik ataupun pielunefritis.
2. Etiologi
Ada beberapa factor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran kemih yaitu
sebagai berikut:
a. Hiferkalseuria adalah kelainan metabolic yang paling umum. Bebrapa kasus
hiperkalseuria berhubungan dengan gangguan usus meningkatakn penyerapan kalsium
(dikaitkan dengan kelebihan diet kalsium dan/ atau mekanisme penyerapan kalsium
terlalu aktif), beberapa kelebihan terkait dengan resorbsi kalsium dari tulang (yaitu
hiperparatiroidisme), dan beberapa yang berhubungan dengan ketidakmampuan dari
tubulus ginjal untuk merebut kembali kalsium dalam filtrate glomerulus
(ginjal+kebocoran hiperkalseuria).
b. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan dan pH urin.
c. Lamanya Kristal terbentuk didalam urin dipengaruhi mobilisasi rutin.
d. Gangguan reabsorbsi ginjal dan gangguan aliran urin.
e. Infeksi saluran kemih.
f. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil batu.
g. Idiopatik.
3. Menifestasi klinik
Disamping adanya serangan sakit hebat yang timbul secara mendadak yang berlangsung
sebentar dan kemudian hilang tiba-tiba untuk kemudian, timbul lagi, disertai nadi cepat,
muka pucat, berkeringat dingin dan tekanan darah turun atau yang disebut kolik, dapat pula
disertai rasa nyeri yang kabur berulang-ulang di daerah ginjal dan rasa panas atau terbakar di
pinggang yang dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Hematuri dapat
juga terjadi apabila terdapat luka pada saluran kemih akibat pergeseran batu.
Bila terjadi hydronefrosis dapat diraba pembesaran ginjal. Urin yang keruh dan demam
akan juga dialami penderita batu ginjal. Demam menandakan infeksi penyerta. Jika terjadi
penyumbatan saluran kemih menyeluruh, suhu tubuh bias mendadak tinggi berulang-ulang.
Anuria akan terjadi jika ada batu bilateral atau jika hanya ada satu ginjal penderita.
4. Patofisiologi
1
Zat pembentuk batu terendap di urin jika ambang kelarutaqnnya terlampaui. Pada
rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan Kristal mungkin tidak terjadi sama
sekali atau hanya berjalan dengan sangat terlambat, meskipun larutan sangat jenuh. Namun,
jika konsentrasinya meningkat melebihi rentang metastabil, maka terjadilah kristalisasi.
Pelarutan Kristal yang telah terbentuk hanya dapat terjadi dengan menurunkan konsentrasi
dibawah rentan metastabil.
Menurut silber nagl (2007), senyawa yang sering ditemukan dalam batu ginjal adalah
kalsium oksalaf ( sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium+ammonium posfat ( sekitar
30%), asam urat atau garam asam urat (30%), serta xantin atau sistin ( < dari 5%). Beberapa
zat bias terdapat didalam satu batu karena Kristal yang telah terbentuk sebelumnya berperan
sebagai inti kristalisasi dan memudahkan pengendapatn bagi zat metastabil terlarut lainnya
(oleh karena itu, totalnya adalh > 100%). Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil
batu akan membuat peningkatan konsentrasi didalam flasma.
Jadi, hiperkalseuria dan posfaturia terjadi akibat peningkatan absorbs di usus dan
mobilisasi dari tulang, contohnya jika terdapat kelebihan PTH atau kalsitriol.
Hiperkalsalemia dapat disebabkan oleh kelainan metabolic oleh pemecahan asam amino atau
melalui peningkatan absorbsinya di usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang berlebih,
sintesis baru yang meningkat, atau peningkatan pemecahan purin. Batu xantin dapat terjadi
jika pembentukan purin sangat meningkat dari pemecahan purin xantin menjadi asam urat di
hambat. Namun, xantin lebih mudah larut daripada asam urat sehingga batu xantin lebih
jarang ditemukan.
Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan dari
ekskresi ginjal pada hiperkalseuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria.
Konsentrasi Ca2+ didalam darah dipertahankan melalui absorpsi di usus dan mobilisasi
mineral tulang, sementara konsentrasi sistin dipertahankan dengan mengurangi
pemecahannya.
Pelepasan ADH (pada situasi volume yang berkurang pada saat dehidrasi, kondisi
stress, dan lainnya) menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu melalui
peningkatan konsentrasi urin. Kelarutan beberapa zat bergantung pada pH urin. Pospat
mudah larut pda urin yang asam, tapi sukar larut pada urin yang alkalis. Jadi, pospat baru
biasanya hanya ditemukan pada urin yang alkalis.
Sebaliknya, asam urat (garam asam urat) lebih mudah larut jika terdisosiasi daripada
yang tidak terdisosiasi, dan asam urat baru lebih cepat terbentuk pada urin yang asam. Jika
pembentukan NH3 berkurang, urin harus lebih asam untuk dapat mengeluarkan asam dan hal
ini meningkatkan pembentukan batu garam asam urat. Fakor lain yang juga pentinga adalah
berapa lama sekiranya krisstal yang telah terbentuk tetap berada didalam urin yang sangat
jenuh. Lama waktu bergantung pada diuresis dan kondisi aliran dari saluran kemih bagian
bawah misalnya dapat menyebabkan Kristal menjadi terperangkap. Batu ginjal terbentuk
pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, inpundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bias
mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks
ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn.
2
Kelainan atau obstruksi pada system pelikalises ginjal) )penyempitan inpudibulum dan
stianosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu ginjal.
Batu ginjal yang tidak terlalu besar didorong oleh pristaltik otot-otot system
pelvikalises dan turun ke ureter dan menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter mencoba
untuk mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (lebih
kecil 3 mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali
tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi jperadang, serta menimbulkan obstruksi
kronis berup hidroneprosis.
Batu yang terletak pada ureter maupun system pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur sebelah atas. Obstruksi di ureter
menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, yaitu di pielum dapat menimbulkan
hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis Pada kalieks yang
bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pienefrosis,
urosepsis, abses ginjal, abses perineprik, abses paraneprik, ataupun pielonefritis. Pada
keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai kedua sisi dapat
mengakibatkan gagal ginjal permanen.
Kondisi adanya batu pada ginjal memberikan masalah keperawatan pada pasien
dengan adanya berbagai respon obstruksi, infeksi, dan peradangan.
5. Phatofisiologi Nursing Pathway
Kelalinan metabolic
Pemecahan purin
Peningkatan absorpsi di
usus dan mobilisasi dari
tulang
Hiperkalsimea
Hiperuresemia
Peningkatan filtrasi
dan ekskresi zat
penghasil batu
Konsentrasi pembentuk
batu
Pelepasan ADH
Paratiroid
Hormone
kalsiterol
Larutan
metastabil
Konsentrasi dan
kelarutan pH
urine
Pemekatan urine
Perubahan pH
Proses
kristalisasi
Pengendapan batu
Factor mobiltas
rutin
Lamanya Kristal
terbentuk dalam urine
Stagnasi urine
Infeksi saluran
kemih
Pembentukan batu
ginjal
Respon obstruksi
Nyeri kolik
Hematuria,
piuria
Sering miksi
Respon infeksi
Respon edema
Peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi
piala ginjal, serta
ureter.
Nyeri kolik
Hematuria, piuria
Sering miksi
Respon sistemik akibat nyeri
kolik (mual muntah anoreksia)
Nyeri akut
Perubahan pola miksi
Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan
Pemeriksaan diagnostic
prognosis pembedahan
respon psikologis
Nyeri akut
Perubahan pola miksi
Pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Pemenuhan
informasi
kecemasan
6. Pengkajian Diagnostik
a. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya : leukosituria, hematuria, dan dijumpai
keristal-keristal pembentuk batu.
b. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah
urea.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi.
d. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah.
e. Pemeriksaan foto polos abdomen, PIV, urogram, dan USG untuk menilai posisi, besar,
serta bentuk batu pada saluran kemih.
7. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan infeksi saluran
kemih, pylonetritis, yang pada akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan
segala akibatnya yang jauh lebih parah.
8. Penatalaksanaan Medis dan Therapy
Tujuan dari penatalaksanaan adalah menurunkan komplikasi pada ginjal dan
menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan adalah sebagai berikut.
4
a.
b.
c.
d.
Medikamentosa
Dipecahkan dengan ESWL
Tindakan endourologi atau bedah laparaskopi.
Pembedahan terbuka.
Region,
Radiation,
Relief
Severity (Scale)
Time
Palpasi : palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa. Pada beberapa kasus
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
Perkusi : perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketokan pada sudut kostovertebrata dan didapatkan respon nyeri.
b. Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri kolik b/d aktivitas peristaltic otot polos system kalises, peregangan dari
terminal sarf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
2) Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi
saluran kemih.
3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual, muntah efek
sekunder dari nyeri kolik.
4) Kecemasan b/d prognosis pembedahan , tindakan invasif diagnostic.
5) Pemenuhan informasi b/d rencana pembedahan, tindakan diagnostic invasive
(ESWL), perencanaan pasien pulang.
c. Rencana Keperawatan
Nyeri kolik b/d aktivitas peristaltic otot polos system kalises, peregangan dari terminal
sarf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang /hilang atau teradaptasi.
Kriteria Evaluasi:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Scala nyeri 01 (0-4).
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- Ekspresi pasien relaks.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri akan
analgetik.
berkurang
Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi
saluran kemih
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi pasien.
Kriteria evaluasi:
- Frekuensi miksi dalam batas 5-8 x/24 jam
- Pasien mampu minum 2.000 cc/24 jam dan kooferatif untuk menghindari cairan yang
mengiritasi kandung kemih.
Intervensi
Rasional
kandung
Kolaborasi
8
Pemberian medikamentosa
Tindakan ESWL
Tindakan endourologi
Pembedahan terbuka
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual, muntah efek sekunder
dari nyeri kolik.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
- Klien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat
- Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi klien , turgor kulit, berat Memvalidasi dan menetapkan
badan dan derajat penurunan berat badan , masalah untuk menetapakan
integritas mukosa oral, kemampuan intervensi yang tepat
menelan, riwayat mual/muntah dan diare.
derajat
pilihan
Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang Memperhitungkan keinginan individu dapat
disukai klien ( sesuai indikasi ).
memperbaiki asupan nutrisi.
Pantau intake dan output, anjurkan untuk Berguna dalam mengukur
timbang berat badansecara periodic (sekali nutrisi dan dukungan cairan.
seminggu).
keefektifan
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan, serta sebelum makanan atau bau obat yang dapat
dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral merangsang pusat muntah.
Fasilitasi kllien memperoleh diet sesuai Intek minuman yang mengandung kafein
indikasi dan anjurkan menghindari asupan dihidari karena merupakan stimulan system
dengan agen iritan.
saraf pusat yang meningkatkan aktifitas
lambung dan sekresi pepsin.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Merencanakan diet dengan kandungan
menetapkan komposisi dan jenis diet yang nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
tepat.
peningkatan kebutuhan energy dan kalori
sehubungan dengan status hyper metabolic
9
klien.
Kolaborasi untuk pemberian anti muntah
Menuingkatkan
rasa
nyaman
gastrointestinal
dan
meningkatkan
kemampuan asupan nutrisi dan cairan
peroral.
Rasional
Hindari komfrontasi.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana Mengurangi ransangan eksternal yang tidak
penuh istirahat
perlu.
beri kepada pasien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
ansietasnya
kehawatiran yang tidak diekspresikan.
Kolaborasi:
Berikan anti cemas
contohnya diazepam
sesuai
Kaji
tingkat
pengetahuan,
informasi yang telah diterima.
Rasional
sumber Menjadi data dasar untuk memberikan
pendidikan kesehatan dan mengklarifikasi.
Diskusikan jadwal tindakan jadwal Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu
diagnostic
invasive
(ESWL)
dan dimulainya
tindakan
ESWL
dan
pembedahan.
pembedahan.
Diskusikan lamanya pembedahan.
Ajarkan latihan batuk efektif dan gunakan Tujuan dalam meningkatkan batuk adalah
bantal agar mengurangi respon nyeri.
untuk memobilisasi sekresi sehingga dapat
dikeluarkan.
Ajarkan aktivitas pada postoprasi meliputi:
- Latihan tungkai.
Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien Pasien akan mendapat manfaat bila
sudah bisa dikunjungi.
mengetahui kapan keluarganya dan
temannya dapat berkunjung setelah
pembedahan.
Evaluasi
1. Penurunan keluhan dan respon nyeri.
2. Terjadi perubahan pola miksi.
3. Peningkatan asupan nutrisi kurang.
4. Penurunan tingkat kecemasan.
5. Terpenuhinya informasi tentang rencana pembedahan, tindakan diagnostic invasive
(ESWL), dan perencanaan pasien pulang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin arif & Kumala Sari (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan.
Salemba Medika : Jakarta.
http://blogkugratis.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pada-pasiendengan_24.html
13