Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap
strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.
Terpenuhinya pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat
penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam
jangka panjang. Undang-undang Pangan Nomor 7/1996 mengamanatkan bahwa
pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang pemenuhannya bagian dari hak
asasi manusia (Depkes RI, 2005).
Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan atau kelompok
pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun
relativ terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan,
yang mampu mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial,
ekonomi, budaya, agama dan cita rasa (Depkes RI, 2005).
Pola Pangan Harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk
hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan
berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh
ketersediaan pangan, yang pada tingkat makro ditunjukkan oleh tingkat produksi
nasional dan cadangan pangan yang mencukupi dan pada tingkat regional dan lokal
ditunjukkan oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan
sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau sangat menentukan
tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya pola konsumsi pangan

rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi konsumsi pangan (Depkes RI,
2005).
Persyaratan kecukupan untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan
adalah adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Aksesibilitas ini
tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Dengan
demikian data konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan kemampuan rumah
tangga dalam mengakses pangan dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan
dalam rumah tangga. Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implisit
juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan.
Perilaku konsumsi pangan merupakan perwujudan dari kebiasaan makan yang
tumbuh berkembang dalam proses sosialisasi keluarga dan dipengaruhi oleh faktorfaktor yang sedikit banyaknya memberi pengaruh (Baliwati, 2004).
Secara konseptual, penganekaragaman pangan dapat dilihat dari komponenkomponen sistem pangan, yaitu penganekaragaman produksi, distribusi dan
penyediaan serta konsumsi pangan. Dalam hal konsumsi pangan, permasalahan yang
dihadapi tidak hanya mencakup keseimbangan komposisi, namun juga masih belum
terpenuhinya kecukupan gizi. Selama ini pangan yang tersedia baru mencukupi dari
segi jumlah dan belum memenuhi keseimbangan yang sesuai dengan norma gizi.
Kontribusi berbagai kelompok sumber pangan terhadap total energi dan Pola
Pangan Harapan menunjukkan bahwa di masyarakat perkotaan mempunyai skor PPH
lebih baik (83,9) dibanding dengan pedesaan (78,1). Pola pangan masyarakat yang
mengacu pada pola pangan harapan dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan
pelaksanaan program diversifikasi pangan. Program diversifikasi bukan bertujuan

untuk mengganti bahan pangan pokok beras dengan sumber karbohidrat lain, tetapi
untuk mendorong peningkatan sumber zat gizi yang cukup kualitas dan kuantitas,
baik komponen gizi makro maupun gizi mikro (Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi VI, 1998).
Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan
suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang
pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat
besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan
pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia
memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah
lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.
Kekurangan pangan bukanlah merupakan hal yang baru, sejarah manusia
hampir selalu berkisar pada usaha mereka untuk memperoleh pangan dan mencegah
penyakit. Persoalan baru tentang kekurangan pangan berupa kecenderungan para
petani di negara-negara bukan industri beralih ke tanaman perdagangan dan pada saat
yang bersamaan jumlah pertambahan penduduk meningkat cepat. Petani yang khusus
memproduksi beberapa hasil petanian seperti beras, jagung atau ubi jalar untuk dijual
jumlahnya makin bertambah, sehingga untuk konsumsi keluarganya sendiri tidak
cukup. Masalah gizi sebagai akibat kurang pangan senantiasa menghantui masyarakat
petani yang justru sebagai penghasil pangan yang terkadang tidak cukup untuk
memenuhi penyediaan pangan keluarga yang disebabkan oleh berbagai faktor
(Suhardjo, 1996).

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa faktor gaya hidup dapat mempengaruhi
kebiasaan makan individu dalam mengkonsumsi aneka ragam makanan. Pada
penelusuran gaya hidup dalam upaya peningkatan gizi keluarga dalam aspek pola
makan, distribusi makanan serta pengolahan makanan terdapat kecenderungan masih
jauh dari pola makan yang sehat. Hal ini dilihat dari konsumsi pangan peduduk yang
masih belum seimbang. Rata-rata konsumsi energi penduduk Nanggroe Aceh
Darussalam adalah sebesar 1805 Kkal/kap/hari dan tingkat konsumsi protein 69,3
gram/kap/hari. Untuk konsumsi energi belum memenuhi anjuran 2000 Kkal/kap/hari
tetapi untuk protein sudah memenuhi anjuran 52 gram/kap/hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Irma (2007), di Kelurahan Namo Gajah
mengenai PPH diketahui bahwa dari 76 responden hanya 21 responden yang
mengkonsumsi jenis pangan yang sesuai dengan kelompok pangan dalam Pola
Pangan Harapan.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Ervina (2008), di Kompleks
Perumahan Dosen USU mengenai PPH diketahui bahwa PPH menunjukkan angka
90,8 hanya saja kelompok pangan yang dikonsumsi belum berimbang karena
tingginya konsumsi pangan hewani, minyak dan lemak serta sayur dan buah yang
memiliki bobot PPH cukup tinggi.
Desa Kampong Jeumpa merupakan lokasi Program Rintisan dan Akselerasi
Pemasyarakatan Teknologi Pertanian (Prima Tani). Hasil kegiatan Prima Tani tahun
2008 antara lain implementasi inovasi teknologi yang sesuai dengan kondisi
agroekosistem berupa teknologi budidaya tanaman padi, cabai dan ternak itik petelur.

Kegiatan ini telah dilakukan sinkronisasi dengan instansi terkait Kabupaten Pidie
dalam rangka memberdayakan masyarakat tani di lokasi Prima Tani. Hampir semua
masyarakat yang tinggal di Desa Kampong Jeumpa adalah petani. Di Desa Kampong
Jeumpa juga terdapat Lumbung Desa Modern yang dikelola oleh Provinsi. Beras
yang tersedia di lumbung desa nantinya akan didisdribusi ke seluruh Aceh sebagai
bahan pangan pokok masyarakat Aceh.
Berdasarkan hal ini penulis ingin mengetahui konsumsi keluarga ditinjau dari
Pola Pangan Harapan (PPH) dan ketersediaan pangan di Desa kampong Jeumpa
Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana konsumsi pangan keluarga dan Pola Pangan Harapan
(PPH) di Desa Kampong Jeumpa Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsumsi pangan keluarga dan Pola Pangan Harapan di
Desa Kampong Jeumpa Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui jenis pangan yang dikonsumsi keluarga sehari-hari.
2. Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein.
3. Untuk mengetahui Skor Pola Pangan Harapan keluarga.
1.4. Manfaat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi aparat pemerintahan dan petugas kesehatan di Desa
kampong Jeumpa Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie dalam rangka
meningkatkan mutu keragaman konsumsi keluarga sehingga dapat memenuhi Pola
Pangan Harapan.

Anda mungkin juga menyukai