PEMBAHASAN
2.1 Sabun
2.1.1 Sejarah Penggunaan Sabun
Catatan pertama mengenai penggunaan sabun berasal dari sumeria, bangsa semit,4500
tahun yang lalu yang menggunakan lemak tumbuhan dan bubuk kayu sebagai pembersih kulit
dan baju. Inilah sabun konvensional pertama dalam sejarah peradaban manusia.
Seorang tabib yunani (Galen, 2 SM) menulis tentang bahan pembersih yang disebut sapo
yang berkhasiat pembersih dan menyembuh luka. Sejak itu penggunaan sabun meluas keseluruh
pelosok dunia melalui perdagangan dan penyebaran agama. Penggunaan sabun sehari-hari lebih
ditujukan untuk kesehatan daripada kemewahan. Sangat menarik untuk dicatat bahwa formula
sabun sekarang ternyata tidak jauh berbeda dari formula tempo doeloe.
Penggunaan sabun dikamar mandi menjadikan sabun sebagai salah satu kosmetika toilet
soap. Dikemudian hari ternyata sabun bukan pembersih yang ideal. Pertama, sabun cenderung
mengendapkan ion K dan Mg yang kadang terdapat di dalam air (disebut sebagai air berat/ hard
water) yang akan mengurangi daya pembersih sabun. Endapan garam K atau Mg di dasar bathtub
berbentuk cincin (bathring). Kedua, sabun terdiri atas substansi alkalis kuat (NaOH dan KOH)
dan asam lemah (asam lemak jenuh dan tidak jenuh), yang dpat mengiritasi kulit. Utuk
menanggulangi hal tersebut, pada awal abad ke-19 dicoba penggunaan sulfoleat (dibuat dari
asam sulfat dan minyak zaitun), alkil naftalen sulfonat, fatty alkohol sulfat,alkil benzene sulfonat
dan akilfenol poliglikol ester.
Untuk menanggulangi masalah kedua, secara sintetik dibuat bahan sulfat alcohol baru
dan minyak sulfonat. Blank (1939) membuat formula yang terdiri atas 25% sulfonat olive oil dan
tea seed oil i25% petroleum liquid, dan 50% air. Dalam bentuk larutan 2%, formula ini
mempunyai pH antara 6-7 dan penggunaannya pada kulit eksematosa berhasil dengan baik.
Kemudian dibuat berbagai macam sintetk lain. Bahan yang semula diproduksi untuk mencuci
pakaian dicoba dalam konsentrasi berbeda untuk membuat sabun sintetik dari lemak dibuat
asam lemak , dari asam lemak dibuat fatty alcohol, dan akhirnya alcohol sulfa dari fatty alcohol,
dan berbagai jenis lainnya.
Secara kimia fisik , bahan pembersih ini bersifat surface active substance (surfaktan),
sehingga berdaya larut baik terhadap kotoran maupun lemak. Tidak semua jenis surfaktan
sintetik dapat digunakan untuk pembersih kulit. Pengalaman dari ahli kimia, ahli kosmetika, dan
dokter kulit untuk membentuk formula optimal sangat diperlukan. Berbagai substansi lain
diperlukan, misalnya protector terhadap kulit, antiiritasi, dan
Pengalaman teknis fasilitas pengujian dan asupan klinis para dokter kulit diperlukan untuk
membuat sabun/ deterjen yang sempurna.
Terminologi
Umumnya masyarakat berpendapat terutama ibu rumah
merupakan hal yang berbeda, bahkan banyak yang mengatakan bahwa sabun adalah lawan dari
deterjen. Berbeda dengan pendapat ahli kimia, sabun atau berbagai macam sediaan pembersih
kulit modern, baik berbentuk batang (bar), cair (liquid), atau bubuk (powder), adalah deterjen.
Deterjen berasal dari kata detergere yang berarti membersihkan, yang sesuai dengan tujuan
semula pembuatan campuran itu. Tidak diketahui apa sebutan yang digunakan oleh oran sumeria
untuk bahan pembersih badanya zaman dulu. Orang yunani menamakanya sapo, yang
merupakan asal kata proses pembuatannya saponifikasi (penyabunan) dan dekat dengan kata
soap. Pada awal abad ke-19 di jerman ditemukan bahan sintetik, semula sebagai bahan pencuci
pakaian, dan dipakai sebagai pengganti bahan konvensional yang disebut sebagai deterjen
sintetik. Untuk membedakannya, bahan lama (sabun) disebut sabun konvesional atau klasik,
sedangkan syndet disebut juga sebagai deterjen bebas / tanpa sabun. Namun tidak semua ahli
sepakat dengan terminology ini. Di jerman istilah syndet digunakan baik untuk bahan asal (bahan
baku)
yaitu
deterjen,
maupun
hasil
produksinya
batang,bubuk,cair)
yaitu
pembersihnya.Sedangkan dibagian lain eropa istilah syndet hanya digunakan untuk hasil
produksi pembersih kulit nosabun, sedangkan yang dipakai mandi dan shower tidak termasuk
syndet.
Terdapat barbagai nama lain syndet, yaitu cleanser bar, detergent bar, synthetic toilet
soap. Berbagai usaha mencari bentuk terbaik bahan pembersih menyebabkan dicobanya
bentuk kombinasi antara yang konvensional dan sintetik, dan ini disebut combar (combo
bar). Istilah tenside yang popular di eropa merupakan istilah yang semula lebih bersifat
teknis untuk menamai mekanisme kerja bahan-bahan ini, yaitu aktif di tegangan permukan
(tenside) namun di Negara lain lebih sering disebut sebagai surfaktan (surface active
substance).
Prinsip Kerja
Surfaktan adalah prinsip kerja dari setiap deterjen, yang jika dilakukan kedalam cairan
cenderung memekat pada permukaan cairan tersebut. Kesanggupan ini disebabkan sifat
fisiokimia yang dualistic (ambifilik), yaitu mempunyai bagian yang senang pada pelarut
(filik) dan bagian yang tidak senang pada pelarut (fobik). Jika pelarutnya air, maka surfaktan
akan barada di batas tersebut dengan bagian yang bersifat filik berada dalam air.
Besarnya bagian yang fobik dan filik menentukan potensi surfaktan. Bila salah satu
bagian (filik atau fobik) terlalu dominan maka surfaktan tidak dapat bekerja karena akan larut
pada salah stu bahan pelarut atau yang dilarutkan. Keseimbangan hidrofilik liofilk (KHL)
surfaktan untuk air dan minyak dapat dihitung, baik dengan cara Griffin meupun dengan cara
Davies, dan dari KHL. Ini dapat dicari bahan apa yang cocok untuk kosmetika. Dua jenis
yang dikenal yaitu :
1. Surfatan ionic, yakni surfaktan yang bila terlarut dalam pelarut (air) akan terurai
menjadi ion negative dan positif.
2. Surfatan nonionic (tidak berionisasi), misalnya fatty alcohol, poliglikol ester
Selain sebagai pelarut, surfaktan dapat bekerja sebagai pembasah, pembentuk busa dan
pengemulsi. Pada sabun, surfaktan bekerja sebagai pelarut (kotoran dan lemak). Pengemulsi
dan pembentuk busa. Meskipun banyaknya busa tidak mempengaruhi daya larut dan daya
bersih sabun, namun masih banyak orang yang menyukai busa sabun dalam penucian.
Pemilihan surfaktan untuk berbagai kepentingan dapat dilakukan dengan perhitungan kimia
fifik factor KHL tersebut diatas.
Komposisi sabun
Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali serta
sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung surfaktan,
pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan
khusus.
Surfaktan
Surfaktan adalah bahan terpnting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun
berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16- C18), atau
lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik
maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapu terasa airnya kasar dan tidak stabil.
Jenis bahan surfaktan pasa syndet dewasa ini mencapai angka ribuan.
Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit
tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal : asam lemak bebas, fatty
alcohol, gliserol,lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik
ester asam sulfosuksinat, asam lemak ( polimer akrilat). Bahan-bahan tersebut selain
meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas ( plasticizers).
Antioksidan dan Sequestering Agents
Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat
oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02% - 0,01% ). Sequestering
agent dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalisis oksidasi EDTA, EHDP
(ethanehidroxy-1-diphosphonate).
Deodoran
Deodaran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir
efek samping, penggunaanya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro
carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4- trichlodiphenyl ester (irgasan PP 300).
Warna
Kebanyakan sabun toilet berwarna coklat,hijau,biru,putih,atau krem. Perwarnaan sabun
diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat daperaturan yang ada, pigmen yang digunakkan
biasanya setabil dan konsentrasinnya kecil sekali (o,o1-0,5%).titannium dioksida 0,01%
ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat
sabun tanpa warna transparan.
Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahan parfum sebagai pewangiini harus berada dalam
pH dan warna sabun bergantung pada permintaan pada permintaan pasar atau masyarakat
pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan
produk masing-masing.
Pengontrol Ph
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun.
bahwa sifat iritasi sabun tidak bergantung pada pH sabun tetapi pada lamanya sabun berada
di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun. Wortzman dkk. (1986)
membuktikan bahwa daya lekat sabun setelah dicuci (rinsability) yang berperan dalam efek
iritasi sabun ini.
Daya pembekakan dan pengeringan kulit
Kontak air (pH 7) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk kulit
membekak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang menggandung sabun
dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulitpermukaan
sehingga pembengkakan kulit akan jadi lebih cepat. Marchionini dan schade (1928) yang
meneliti hal tersebut menyatakan bahwa kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk
keasaman kulit dengan membentuk lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Seperti
air dan sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit dalam
kapasitas yang lebih kecil. Besarnya kerusakkanlapisan lemak pada kulit yang terjadi
bergantung pada: temperatur, konsenterasi, waktu kontak, dan tipe kulit pemakai.
Kerusakkan lapisan lemak kulit dapat meninggkat
permeabilitas
kulit sehingga
mempermudah benda asing menembus kedalamnya. Bergantung kepada lama kontak dan
intensitas pembilasan, maka cairan sabun dapat diabsorsi oleh lapisan luar kulit sehingga
dapat tetap berada di dalam kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat
menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Pembengkakan kulit
inisial akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehingga kemudian terjadi
pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit.
Kulit tampak berskuama, kasar dan tidak elastis. Terjadi pula peningkatan permeabilitas
stratum korneum terhadap larutan kimia yang iritan. Inilah yang sering dirasakan pada kulit
oleh mereka yang sering dan lama berhubungan dengan deterjen (rasa deterjen). Penambahan
sabun / deterjen dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini.
Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi
Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan magnesium (Mg) di
lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk, pengendapan K+ dan Mg+
akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K+ dan Mg+ diatas lapisan epidermis akan
menutup folikel rambut dan kelenjar palit sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang
larut dalam minyak. Berbeda dengan sabun, deterjen sintetik tidak menimbulkan
pengendapan itu, namun iritasi kulit dapat terjadi karena adanya gugus SH akibat denaturasi
keratin. Pada keratin normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas, dan adanya deterjen
dapat melepas gugus ini dari sistein dan sistin.
Daya Antinikrobial
Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya antimikroba,
apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikoba ini terjadi pula akibat kekeringan
kulit,pembersihan kulit,oksidasi di dalam sel keratin, daya pemisah surfaktan dan kerja
mekanis air
.
Daya Antiperspirasi
Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perpirasi. Pada percobaan dengan larutan
natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat antara 25-75%.
Lain-lain
Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau
kombinasi keduanya.
Sabun merupakan iritan lemah. Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan
iritasi, biasanya mulai di bawah cincin yang tidak dicuci bersih, dan terjadi di dalam rumah
tangga,bartender, hairdresser, sehingga disebut sebagai soap atau housewifw contact
dermatitis. Pembuktian efek iritan sering kontroversial. Uji tempel konfensional dengan
larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan reaksi eritema monomorfik dengan
intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih
mungkin terjadi secara kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitive.
Derajat risiko pemakaian sabun di Amerika Serikat tergolong risiko rendah (1:3.300.000)
sedangkan menurut FDA termasuk risiko sedang (1:1.600). Pada dasarnya sabun bukan
bahan sensitizer,tetapi berbagai bahan aditif, misalnya parfum, lanolin, antibacterial, apricot,
monosulfiram, dan lainnya dapat menyebabkan timbulnya efek samping.
2.2
Shampoo
Kata shampoo berasal dari bahasa Hindi champo, bentuk imperatif dari champna,
"memijat". Di Indonesia dulu shampoo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan
dicampur dengan air.Shampoo adalah suatu zat yang terdiri dari surfaktan, pelembut,
pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna untuk membersihkan kotoran
yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat, sehingga rambut akan kelihatan lebih
bersih, indah dan mudah ditata.
Shampo adalah salah satu hal yang penting bagi kehidupan manusia, baik pria
maupun wanita, Fungsi utama dari shampo adalah membersihkan rambut dan kulit kepala,
kotoran rambut termasuk sekresi alami dari kulit, penumpukan kotoran dari lingkungan dan
sisa dari produk perawatan rambut yang digunakan oleh konsumen. Setelah pembersihan
sempurna maka dapat memberikan kepuasan bagi pemakai / konsumen. Shampo akan
menghasilkan rambut yang lembut, berkilau, dan mudah diatur. Formulasi dari shampo
dapat pula berupa campuran yang ditekankan untuk beberapa kemampuan khusus seperti
meminimalkan rasa perih pada mata, mengontrol ketombe atau memberikan keharuman
yang menarik untuk bau wangi yang dapat diterima.
Shampoo juga di lengkapi dengan conditioner yang gunanya untuk melembutkan /
menghaluskan rambut. Shampoo banyak tersedia dalam berbagai macam versi, ada yang
berbentuk cairan, gel, dll.. jika dalam bentuk cairan maka warnanya akan bermacammacam, ada warna kuning, hitam, dan beragai macam warna lainnya,. Tapi sahmpo
sekarang sudah banyak yang tidak jelas atau istilahnya sekarang shampoo abal-abal, maka
qt sebagai konsumen harus pintar-pintar memilah milih shampoo mana yang terbaik untuk
kita pakai, agar rambut kita pun tidak rusak dan rambut tetap sehat. Jika shampoo yang kita
pakai tidak cocok dengan keadaan rambut kita, misalnya rambut kita rontok stau gatalgatal, maka kita jangan teruskan memakai shampoo tersebut, karena itu akan lebih
membahayakan rambut kita, dan lebih baiknya lagi kita segera ke dokter untuk konsultasi
masalah yang kita hadapi.
Pada awalnya shampoo dibuat dari berbagai jenis bahan yang diperoleh dari sumber
alam, seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, sari abu merang ( sekam padi). Shampoo
yang menggunakan bahan alam sudah banyak ditinggalkan, dan diganti dengan shampo
yang dibuat dari detergen.
Agar shampo berfungsi sebagaimana disebutkan diatas, shampoo harus memiliki sifat
sebagai berikut :
1. Shampoo harus dapat membentuk busa yang berlebih, yang terbentuk dengan cepat,
lembut dan mudah dihilangkan dengan membilas dengan air.
2. Shampoo harus mempunyai sifat detergensi yang baik tetapi tidak berlebihan, karena
jika tidak kulit kepala menjadi kering.
3. Shampoo harus dapat menghilangkan segala kotoran pada rambut, tetapi dapat
mengganti lemak natural yang ikut tercuci dengan zat lipid yang ada didalam komposisi
shampo. Kotoran rambut yang dimaksud tentunya sangat kompleks yaitu : sekret dari
kulit, sel kulit yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh lingkungan dan sisa sediaan
kosmetik.
4. Tidak mengiritasi kulit kepala dan juga mata.
5. Shampoo harus tetap stabil. Shampo yang dibuat transparan tidak boleh menjadi keruh
dalam penyimpanan. Viskositas dan pHnya juga harus tetap konstan, shampo harus
tidak terpengaruh oleh wadahnya ataupun jasadrenik dan dapat mempertahankan bau
parfum yang ditambahkan kedalamnya.
Detergen yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan shampo memiliki
sifat fisikokimia tersendiri yang umumnya tidak sepenuhnya searah dengan ciri sifat yang
dikehendaki untuk shampo. Umumnya, detergen dapat melarutkan lemak dan daya
pembersihnya kuat, sehingga jika digunakan untuk keramas rambut, lemak rambut dapat
hilang, rambut menjadi kering, kusam dan mudah menjadi kusut, menyebabkan sukar
diatur.
Sifat detergen yang terutama dikehendaki untuk shampo adalah kemampuan
membangkitkan busa. Jenis detergen yang paling lazim diedarkan tergolong alkil sulfat,
terutama laurilsulfat, juga alkohol monohidrat dengan rantai C10 18. Sifat detergen ini
tergantung pada panjang rantai alkohol lemak yang digunakan. Homolog rendah seperti
C12 ( lauril ) dan C14 ( miristil ) memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan dengan
homolog yang lebih tinggi seperti C16 ( palmitil ) dan C18 ( stearil ) dalam hal
memberikan busa dan basah dengan sifat pembersih yang baik, meskipun suhu rendah.
Detergen alkilsulfat yang dibuat dari alkohol lemak, kelarutannya menurun dengan
meningkatnya homolog rantai karbonnya, sehingga shampo yang dibuat dari detergen
alkilsulfat dengan atom C16-18 tidak dapat disimpan pada suhu rendah. Kelarutan
detergen alkilsulfat dalam air berkurang, sehingga tidak begitu berbusa, lagipula detergen
ini dipengaruhi oleh efek air sadah.
Detergen alkilsulfat dengan alkohol lemak dengan rantai karbon kurang dari 10 seperti
C8 ( kaprilil ) dan C10 ( kapril ) lebih condong menunjukkan sifat iritasi.
Detergen alkilsulfat dengan rantai karbon 12 14 adalah noniritan, memberikan cukup
busa pada suhu kamar, dan tidak mudah rusak dalam penyimpanan.
Trietanolamina ( TEA ) laurilsulfat dianggap paling luas dapat diterima untuk
digunakan dalam pembuatan shampo, disamping itu dalam penyimpanan tetap stabil.
Amonium alkilsulfat, meskipun memiliki keaktifan pembersih yang sedang, tetapi jarang
digunakan untuk pembuatan shampo, karena suhu padatnya tinggi. Biasanya senyawa ini
digunakan sebagai campuran detergen seperti nampak pada amonium monoetanolamina
atau amonium trietanolamina alkilsulfat. Shampo dengan formulasi tersebut memiliki
pembersih dan pembusa yang baik, rambut yang dikeramas dengan shampo ini masih
mudah diatur.
Di samping itu detergen yang digunakan untuk pembuatan shampo, harus memiliki sifat
berikut :
1. Harus bebas reaksi iritasi dan toksik, terutama pada kulit dan mata atau mukosa
tertentu.
2. Tidak boleh memberikan bau tidak enak, atau bau yang tidak mungkin ditutupi dengan
baik.
3. Warnanya tidak boleh menyolok.
2.2.1 Jenis-Jenis Shampo
1.
2.
Shampo emulsi
Shampo ini mudah dituang, karena konsistensinya tidak begitu kental. Tergantung dari
jenis zat tambahan yang digunakan, shampo ini diedarkan dengan berbagai nama
seperti shampo lanolin, shampo telur, shampo protein, shampo brendi, shampo lemon,
shampo susu atau bahkan shampo strawberry.
3.
4.
diperbesar dengan mikroskop, satu helai rambut tersusun atas kutikula yang bentuknya
menyerupai sisik ikan yang tersusun rapi. Saat Anda memakai shampo atau memakai
bahan kimia pada rambut, kutikula atau sisik rambut tersebut akan mencuat dan tidak
rapi. Ini akan membuat rambut terasa sangat kasar dan kusam. Pemakaian kondisioner
akan membuat kutikula rambut kembali tersusun rapi. Anda bisa merasakan bahwa
rambut akan semakin lembut dan mudah diatur jika memakai kondisioner, itu karena
kutikula di setiap helai rambut kembali rapi.
c. Rambut Mengembang dan Terlindungi.Beberapa kondisioner dirancang tidak hanya
untuk membuat rambut berkilau, tetapi juga memberikan volume sehingga rambut lebih
mengembang. Selain itu, beberapa produk kondisioner terkini menambahkan formula
untuk melindungi rambut dari terpaan panas dari peralatan rambut, melindungi rambut
dari paparan UV A dan B, juga melindungi rambut dari pengaruh radikal bebas.