Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi dan Klasifikasi
Diabetes melitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolisme
dengan karakteristik kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.1,2
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 1997 dan 2003,
diabetes diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan terbagi dalam empat
kategori utama (tabel 1).2 DM tipe 2 sering disebut sebagai non-insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau adult onset diabetes mellitus
(AODM).1 DM tipe 2 lebih sering terjadi pada middle-aged dan orang yang
lebih tua, dengan puncak onset terjadi pada usia 60 tahun.22 DM tipe 2 lebih
sering terjadi daripada DM tipe 1, yakni 90% - 95% dari kasus diabetes
merupakan DM tipe 2.1 Lima puluh persen kasus DM tipe 2 seringkali tidak
terdiagnosis, hal ini dikarenakan gejalanya seringkali tidak disadari dan fase
preklinisnya berlangsung selama 5 10 tahun. Kasus DM tipe 2 biasanya
terdiagnosis melalui pemeriksaan rutin.22

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Tabel 1. Klasifikasi etiologi diabetes melitus menurut American Diabetes Association


2003
a. DM Tipe 1
destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
Melalui proses imunologik
Idiopatik
b. DM Tipe 2
bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin
c. DM Tipe Lain
Defek genetik fungsi sel :
Kromosom 12, HNF- (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)
DNA mitokondria
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas:
Pankreatitis
Trauma/pankreatektomi
Neoplasma
Cystic fibrosis
Hemoshromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
Endokrinopati:
Akromegali
Sindroma cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
Karena obat/zat kimia:
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazis,
dilantin, interferon
Infeksi:
Rubella kongenital dan CMV
Imunologi (jarang):
Antibodi anti reseptor insulin
Sindroma genetik lain:
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea, Sindrom Prader
Willi
d. DM Gestasional (kehamilan)
Sumber: Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini Dalam: Soegondo
S, Soewondo P, Subekti I. (ed). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan IV.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004: 25.2

2. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab terjadinya DM tipe 2 ialah resistensi insulin, kenaikan
produksi glukosa di hati, dan sekresi insulin yang kurang. DM tipe 2 biasanya
disebabkan oleh kelainan berupa resistensi insulin. Pada awalnya, resistensi
insulin belum menyebabkan DM. Sel pankreas masih dapat mengompensasi,
sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, maka


terjadi DM secara klinis yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa
darah yang memenuhi kriteria diagnosis DM.23 Hal ini dapat dilihat pada
diagram 1.
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu
jelas, tetapi beberapa faktor banyak berperan, seperti obesitas, terutama yang
bersifat sentral, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan,
dan faktor keturunan (herediter).24

Diagram 1. Etiologi terjadinya DM tipe 2


Defek reseptor
& post reseptor
Glukosa

Hati

Sel

Pankreas
Genetik
Hiperinsulinemia

Resistensi Insulin

Resistensi insulin
terkompensasi
(normal atau TGT)

Didapat

Didapat
- toksisitas glukosa
- asam lemak, dll

Genetik

Kelelahan sel

DM tipe 2
resistensi insulin
produksi glukosa hati
sekresi insulin kurang

Sumber: Waspadji S. Diabetes Melitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang


Rasional Dalam: Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. (ed). Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Cetakan IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004: 30.23

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel khusus (sel )


di pankreas. Insulin merupakan hormon anabolisme, yang diperlukan untuk
transpor transmembran glukosa dan asam amino, pembentukan glikogen di
hati dan sel otot, pengubahan glukosa menjadi trigliserida, sintesis asam
nukleat, dan sintesis protein.25
Insulin berinteraksi dengan sel target melalui ikatan dengan reseptor
insulin yang terdiri atas 2 sub-unit glikoprotein (sub-unit dan ). Insulin
berikatan dengan sub-unit dan mengaktivasi tyrosin-spesific kinase
autophosphorylation dari sub-unit . Kemudian terjadi respon intraselular,
yaitu sintesis protein, sintesis DNA, aktivasi maupun inhibisi enzim di
mitokondria, dan translokasi glucose transport protein units (GLUTs) dari
apparatus golgi ke membran plasma sehingga memfasilitasi pengambilan
glukosa oleh sel.25
Pada penyandang DM, insulin mungkin tidak dihasilkan atau relatif
tidak mencukupi kebutuhan tubuh atau tidak dapat digunakan secara tepat
oleh sel tubuh. Semua kondisi ini menyebabkan hiperglikemia.1 Selain sel ,
terdapat pula sel yang memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dari
insulin, yaitu meningkatkan kadar glukosa darah. Pada DM tipe 2 jumlah sel
berkurang sampai 50 60% dari normal sedangkan jumlah sel
meningkat.24

3. Penegakan Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang khas dan
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Keluhan-keluhan khas DM
antara lain poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Gejala awal DM ialah peningkatan kadar glukosa
darah dan kehilangan glukosa melalui urin. Sejumlah besar glukosa di dalam
urin dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran urin dan memicu
terjadinya dehidrasi. Dehidrasi menyebabkan peingkatan rasa haus dan
konsumsi air. Ketidakmampuan untuk menggunakan energi glukosa akhirnya
memicu kehilangan berat badan. Keluhan lain yang mungkin terjadi yaitu

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

lemah, kesemutan, gatal, penglihatan kabur, disfungsi ereksi, dan pruritus


vulva.2
Menurut PERKENI, diagnosis DM dipastikan bila keluhan-keluhan
diatas disertai hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai glukosa darah
sewaktu (GDS) 200 mg/dL dan atau gula darah puasa (GDN) 126 mg/dL.
Bila ada keraguan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan
mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum 75 gr glukosa darah.
Sampel darah untuk pemeriksaan glukosa darah dapat diambil dari darah
vena atau kapiler.2 Sebagai patokan, untuk pemeriksaan darah dalam
menegakkan diagnosis DM dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
GDS (mg/dL)
Plasma vena
100 199
< 100
200
Darah kapiler
90 199
< 90
200
GDS (mg/dL)
Plasma vena
100 125
< 100
126
Darah kapiler
90 99
< 90
110
GDS : kadar gula darah sewaktu
GDN : kadar gula darah puasa
Sumber: Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2006.26

Karena keadaan kadar gula darah dapat berubah-ubah, maka terdapat


pemeriksaan untuk mengontrol kadar gula darah dalam periode 3 bulan
sebelumnya dengan pemeriksaan kadar HbA1c.1,23 Kriteria pengendalian DM
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kriteria pengendalian DM
Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dL)
80-100
100-125
126
Glukosa darah 2 jam (mg/dL)
80-144
145-179
180
A1c
< 6,5
6,5-8
>8
Kolesterol total (mg/dL)
< 200
200-239
240
Kolesterol LDL (mg/dL)
< 100
100-129
130
Kolesterol HDL (mg/dL)
> 45
Trigliserida (mg/dL)
< 150
150-199
200
IMT (kg/m2)
18,5 -23
23-25
> 25
Tekanan darah (mmHg)
< 130/80
130-140/80-90
> 140/90
Sumber : Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 200626

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

4. Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibedakan atas komplikasi akut dan kronik.
Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, peningkatan osmolalitas
darah, dan hipoglikemia. Sedangkan komplikasi kronik meliputi kelainan
mikrovaskular

(retinopati,

nefropati,

dan

neuropati),

dan

kelainan

makrovaskular yang melibatkan jantung dan pembuluh darah.1,22 Diabetes


mempercepat pengerasan arteri (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar
sehingga memicu terjadinya kelainan jantung koroner (angina atau serangan
jantung), strok, dan nyeri pada ekstrimitas bawah karena kurangnya suplai
darah.1,24 Selain itu, DM juga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi oral
seperti gingivitis dan periodontitis, karies gigi, lesi pada mukosa mulut,
kandidiasis, gangguan pada saliva, dan sindroma mulut terbakar.7,8
Pada penyandang DM terdapat peningkatan kerentanan terhadap
infeksi yang mungkin berkaitan dengan efek hiperglikemia terhadap respon
peradangan dan respon imun humoral, yakni dengan rusaknya kemotaksis
dan fagositosis. Perubahan pada aliran dan komposisi saliva pada penyandang
DM dapat menjadi predisposisi terhadap infeksi oral. Rusaknya fungsi fagosit
dan makrofag tampak pada penyandang DM terkontrol buruk. Hal ini
mengakibatkan tertundanya proses penyembuhan. Perubahan aliran dan
komposisi saliva mengurangi faktor-faktor tersebut dalam meningkatkan
proses penyembuhan di dalam rongga mulut.22 Peningkatan keparahan
periodontitis pada penyandang DM mungkin disebabkan oleh kerusakan
kontrol metabolisme sehingga menurunkan resistensi jaringan periodontal
dalam melawan bakteri.17
Serostomia dapat juga terjadi sebagai salah satu manifestasi dalam
rongga mulut yang timbul pada penyandang DM, dengan gejala mulut terasa
kering dan seperti terbakar serta mukosa terlihat kemerahan. Gejala seperti ini
sering timbul pada penyandang DM yang tidak terkontrol. Pada serostomia
laju alir salivanya rendah, bahkan bila terjadi nekrosis kelenjar liur maka
hasil sekresi tidak ada.27 Selain itu, neuropati sistem otonom juga dapat
menyebabkan perubahan sekresi saliva karena aliran saliva dikontrol oleh

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

saraf simpatis dan parasimpatis. Penurunan laju alir saliva dapat


menyebabkan permukaan mukosa menjadi kering dan mudah teriritasi serta
dapat dihubungkan dengan sindroma mulut terbakar. Hal ini juga mendukung
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan organisme jamur. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan insiden kandidiasis pada
penyandang diabetes.28

B. Saliva
Saliva total merupakan cairan kompleks yang berasal dari kelenjar saliva
mayor dan minor, dan dari cairan yang terakumulasi di dalam krevis gingiva atau
poket gingiva.29 Saliva merupakan cairan encer yang terdiri atas 99% air dan
sisanya 1% terdiri atas molekul organik dan anorganik.30 Perubahan jumlah
maupun komposisi saliva akan mengubah kesehatan rongga mulut.31 Komposisi
cairan saliva total dapat dilihat pada tabel 4.
Kelenjar saliva dibagi atas 2 kelompok, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan
yang terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual.
Sedangkan kelenjar saliva minor terdiri atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis,
kelenjar palatinus (kelenjar Weber), kelenjar retromolar (kelenjar Carmalat), dan
kelenjar lingualis.32 Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar.32,33
Kelenjar parotis memberikan 60 65% dari total volume saliva. Sekresi utama
kelenjar parotis berupa serosa. Kelenjar submandibula memproduksi sekitar 20
30% dari total saliva. Sekresinya merupakan campuran cairan serosa dan mukus.
Kelenjar sublingual memproduksi sekitar 2 - 5% dari total saliva.34 Sekresinya
didominasi oleh cairan mukus. Kelenjar minor terletak di lidah, palatum, mukosa
bukal dan palatal. Kelenjar-kelenjar ini merupakan kelenjar mukosa kecil dengan
sekresi utamanya berupa mukus.33

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Tabel 4. Komposisi cairan mulut (saliva total)


Tanpa stimulasi
Laju alir (ml/min)
0,25 0,35
pH
6,0
5,7 6,2

Anorganik
Sodium
Potasium
Kalsium
Magnesium
Chloride
Hydrogen carbonate
Fosfat
Thiocynate
Iodide (mol/l)
Fluoride (mol/l)

Stimulasi
1,0 3,0
Hingga 8,0

Mean SD

Range

Mean SD

Range

7,7 3,0
21 4
1,35 0,45
0,31 0,22
24 8
2,9 24
55
2,5
5,5 4,2
1,5

2 26
13 40
0,5 2,8
0,15 0,6
8 40
0,1 8,0
2 22
0,4 5,0
2 22
0,2 2,8

32 20

13 80
13 38
0,2 -4,7
0,2 0,6
10 56
4 40
1,5 25
0,4 3,0
2 30
0,8 6,3

Organik
Protein (g/l)
Serum albumin(mg/l)
Gamma globulin (mg/l)
Mukoprotein (g/l)
MG1
MG2
Amilase (g/l)
Lisosim (g/l)
Proline-rich protein
(mg/l)
Histidine-rich protein
Laktoferin
Carbonic anhydrase
Fibronectin (mg/l)
Statherin (mg/l)
Karbohidrat (g/l)
Substansi kelompok
darah (mg/l)
Glukosa
Lipid (mg/l)
Kortisol (nmol/l)
Asam amino (mg/l)
Urea
Amonia

22 12
1,70 1,0
0,18 0,15
25 18
20 8
10
1,2
10 7

1,75
25
50
0,45

1,0 6,4

0,42
0,14
0 80

0,2 2,0
16 147
0,27 0,40
10 20
0,02 0,17
20
2 20
40

2,0 4,20
0,6 7,0

Semua konsentrasi dalam satuan mmol/l kecuali ditentukan lain.


Sumber: Ferguson DB. Oral Bioscience. London: Churchill Livingstone. 1999. 6;136.35

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

1. Protein Saliva
Protein saliva bersifat multifungsi, yakni memiliki fungsi protektif
terhadap antimikroba, lubrikasi, dan pencernaan. Selain itu juga berperan
penting dalam mengubah kolonisasi mikroba di permukaan gigi dan jaringan
lunak, memberikan barrier diantara toksin dan karsinogen dengan jaringan
lunak mulut. Protein saliva juga berperan dalam pembentukan pelikel email.
Protein pada permukaan email yang dipercaya sebagai proteksi, dan
kemungkinan mempengaruhi awal kolonisasi mikroba di gigi. Berdasarkan
produksi dari asam amino dasar dan peptida dalam saliva, saliva membantu
menetralisir asam plak. Semua aktivitas-aktivitas ini berperan dalam
integritas fungsional rongga mulut dan mendukung proteksi melawan
penyakit-penyakit mulut.30,36 Fungsi protein saliva dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Fungsi protein saliva dalam rongga mulut
Fungsi/Aktivitas
Masalah yang Berhubungan
Mulut
Sebagai jalan nafas
Air-borne organism
Dehidrasi
Berbicara
Kebutuhan untuk lubrikasi
Pengecapan
Jalan masuk untuk
Organisme food-borne
pengunyahan
Abrasi jaringan lunak dan
makanan, menelan
keras
Toksin makanan
Kontrol
Kolonisasi dan infeksi.
mikroorganisme lokal Pengontrolan patogen dan
dan mikroorganisme
komensal.
yang menginvasi
Pencernaan
Proteksi dan
perbaikan jaringan
lunak

Toksin, karsinogen, protease


degradatif

Proteksi dan
perbaikan jaringan
keras

Mineral email berpotensi


untuk larut; kerusakan email
akibat asam membutuhkan
remineralisasi

Fungsi Protein
Sistem anti-bakteri
Glicoprotein water-retaining
Sistem lubrikasi
Gustin
Sistem anti-bakteri
Lubrikasi, musin, statherin

Sistem anti-bakteri
Imunoglobulin, histatin,
glikoprotein, lisosim,
sialoperoksidase, laktoferin
Hidrolisis tepung dan lemak :
amilase dan lingual lipase
Faktor pertumbuhan jaringan
cystatin inhibitor protease
lapisan barrier protektif yang
kaya musin
Secara biologis mengontrol
protektif dan perbaikan
lingkungan anorganik,
distabilisasi oleh statherin,
acidic proline-rich dan protein
pelikel
Asam amino dasar dan peptida

Pembentukan pelikel
Pembentukan asam
Kontrol plak pH
plak
Sumber: Hay DI, Bowen WH. The Function of Salivary Protein. In: Edgar WM (ed). Saliva
and Oral Health. 2nd ed. London: British Dental Association.1996:106.37

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

a. Mekanisme Sekresi Protein Saliva


Polipeptida dan protein disintesis dan dikeluarkan oleh sel asinar.
Salah satu perbedaan diantara kelenjar saliva mayor ialah sifat dari
sekresi proteinnya. Saliva dari kelenjar sublingual diproduksi oleh sel
asinar mukus yang kaya akan glikoprotein sehingga saliva ini sangat tebal
dan kental. Sel asinar serosa dari kelenjar parotis terutama memproduksi
amilase dan proline-rich polypeptide. Saliva yang dihasilkan oleh kelenjar
parotis bersifat tipis dan cair. Kelenjar submandibula mengandung
campuran mukus dan serosa. Apapun proteinnya, bila protein tersebut
disintesis sepenuhnya, maka protein tersebut akan terlalu besar untuk
melewati sel membran. Oleh sebab itu, protein harus disintesis dan
disimpan dalam stuktur membran sehingga dapat dikeluarkan dari sel
dengan eksostosis.33
Sintesis protein dimulai dengan trankripsi gen dan pembuatan
RNA-messenger untuk membawa informasi dari nukleus ke ribosom di
dalam sitoplasma. Sekresi protein dimulai dengan sinyal lanjutan yang
menuju developing polypeptide ke retikulum endoplasma. Vesikel
membran kecil membawa protein dari retikulum endoplasma melewati
beberapa lapisan dari apparatus golgi untuk pemrosesan dan pengepakan
lalu dikeluarkan. Protein terkonsentrasi di dalam golgi condensingvacuolaes dan disimpan di dalam vesikel. Saat protein ini matang, protein
akan ditransportasikan mendekati apikal membran. Dalam merespon
stimulus sekresi, vesikel sekretori berfusi dengan membran plasma dan
mengeluarkan isinya keluar sel.33
Terdapat dua tipe jalur eksostosis yang berhubungan dengan
sekresi protein dalam sel asinar kelenjar saliva. Untuk mengatur
eksostosis, seperti dijelaskan diatas, ada juga proses constitutive
eksostosis. Dengan mekanisme ini, protein tidak terkonsentrasi di dalam
vesikel sekretori untuk menunggu stimulus eksostotik, namun terdapat
aliran terus-menerus protein di dalam membran vesikel kecil ke membran
plasma. Setiap pengaturan sekresi protein dengan constitutive eksostosis

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

harus terjadi pada tahap sintesis. Hal ini dikarenakan pelepasan protein
berlangsung secara otomatis tanpa stimulus lebih lanjut.33

b. Hubungan Diabetes Melitus dengan Konsentrasi Protein Total Saliva


Diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya neuropati otonom
sehingga dapat memberi pengaruh yang berbeda pada laju alir dan
komposisi saliva.12,14 Kelainan pada kelenjar saliva pada penyandang DM
dapat berupa sialosis dan penurunan laju alir saliva, dengan perubahan
pada komposisi biokimia.22 Konsentrasi protein total dilaporkan sama
atau meningkat pada diabetes melitus.12-21 Peningkatan konsentrasi
protein total ini dapat diakibatkan oleh sekresi protein saliva dalam
jumlah yang sama dengan sekresi cairan saliva yang berkurang.11,12 Pada
penyandang DM terjadi penurunan laju alir saliva diikuti peningkatan
konsentrasi protein.13 Peningkatan konsentrasi protein pada penyandang
DM dapat disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran basal, atau
membranopati

diabetik,

sehingga

terjadi

rembesan

protein.12,38,39

Peningkatan protein pada saliva total penyandang DM juga dapat


berkaitan dengan keparahan gingivitis yang menandakan bahwa protein
tersebut berasal dari cairan gingiva, kebocoran protein plasma selama
masa aktif periodontitis.17

2. Viskositas Saliva
Saliva adalah suatu cairan yang dalam keadaan istirahat memiliki
kepekatan (kental-dapat mengalir) sehingga tetap lama berada di dalam mulut.
Pada proses-proses seperti bicara dan menelan, saliva yang sama ini
seharusnya memberikan pelumuran selaput lendir yang baik, sehingga proses
ini dapat berlangsung tanpa gesekan. Sifat kepekatan saliva ini terutama
ditentukan oleh adanya musin. Molekul musin dalam keadaan istirahat
merupakan sutau anyaman sehingga saliva menjadi sangat pekat, tetapi
segera sesudah seseorang bicara atau menelan, anyaman ini terganggu dan
kepekatan saliva turun dramatis.40

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Aktivitas lubrikasi dari saliva merupakan hal yang penting bagi


kesehatan mulut. Aktivitas lubrikasi memfasilitasi pergerakan lidah dan bibir
selama pengunyahan dan penelanan serta penting untuk memperjelas
artikulasi saat berbicara.11 Kekurangan lubrikasi ini dapat menimbulkan
perasaan kering di mulut dan mungkin membantu dalam refleks haus.
Lubrikasi pada mukosa membantu retensi gigi tiruan dan membantu
melindungi mukosa terhadap gesekan. Proses bicara juga difasilitasi oleh
pergerakan bebas dari lidah pada bibir, gigi dan palatum.29
Aktivitas lubrikasi saliva bergantung pada viskositas. Viskositas
saliva turut berperan dalam retensi gigi tiruan. Peningkatan viskositas saliva
mungkin berhubungan dengan meningkatnya insiden karies gigi.11 Tidak ada
hubungan antara viskositas dengan kerentanan karies, akan tetapi saliva yang
kental cenderung merupakan faktor predisposisi terjadinya gingivitis.41
Viskositas saliva dipengaruhi oleh laju alir dan komposisi saliva. Viskositas
saliva submandibula biasanya menurun dengan meningkatnya laju alir saliva,
hal ini dikarenakan sel serosa memiliki respon lebih besar terhadap stimulasi
dibandingkan

sel

yang

mensekresikan

musin.

Kelenjar

sublingual

mengandung predominan sel yang mensekresikan musin sehingga sekresinya


bersifat kental.11 Selain itu, peningkatan viskositas saliva dapat terjadi karena
stress emosional.41 Viskositas juga bervariasi secara langsung dengan
kandungan protein.42 Lopez melaporkan bahwa viskositas saliva lebih tinggi
pada penyandang DM tipe 1. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
konsentrasi proteinnya.14

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

C. Kerangka Teori
Diabetes Melitus

Neuropati
otonom

Vaskular

Renal

Infeksi

Kelenjar saliva

Perubahan laju
alir saliva
Perubahan membran dasar
sel asinar

Perubahan protein total

Perubahan viskositas

Karies gigi

Retensi
gigi tiruan

Lubrikasi

Pengunyahan
dan artikulasi

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Protective
barrier

Anda mungkin juga menyukai