Anda di halaman 1dari 4

Mandala of Health.

Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Tamad, Berat Badan Lahir dan Distress Respirasi

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN SINDROM


DISTRESS RESPIRASI PADA BAYI DI RSUD. PROF. MARGONO SOEKARJO
Nurhanifah Tamad1, Supriyanto1, Tutik Ida Rosanti1
1

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto


Email: nurhanifah@yahoo.com

ABSTRACT

On 2003, neonatal mortality rate was 25 per miles in Indonesia, with 50 percents
are caused by low birth weight infant (LBWI). A complication of LBWI is respiratory
distress syndrome (RDS). 36% cases of LBWI were between 1.001 and 1.250 grams and
22% were between 1.251 and 1.500 grams. The purpose of this research was to determine
correlation between LBWI and infant respiratory distress syndrome (IRDS) in Prof.
Margono Soekarjo hospital. This is a cross sectional study. This research subject is LBW
case in Prof. Margono Soekarjo hospital from August 1st 2008 until January 25th 2010.
Sampling method used was total sampling. Chi-square test was performed as statistical
analysis. The result showed that there were no correlation between LBWI and IRDS in
Prof. Margono Soekarjo hospital.
Key words: LBW, Preterm, Respiratory Distress Syndrome
PENDAHULUAN
Berat badan lahir rendah merupakan
salah satu penyebab angka morbiditas dan

terjadi sekitar 20.000 - 30.000 pada bayi baru


lahir tiap tahunnya2.

mortalitas yang cukup tinggi pada neonatus.

Menurut penelitian Lemons et al tahun

Berat badan lahir rendah menyumbang

2001, sindrom distress respirasi terjadi pada

sebesar 51% sebagai penyebab kematian

78% neonatus dengan berat badan lahir 501 -

neonatal di dunia. Pada tahun 2000, angka

1.500 gram yang mana 71%

kejadian BBLR di dunia sekitar 1,4% dari

bayi dengan berat badan lahir 501 - 750

seluruh kelahiran. Jumlah tersebut meningkat

gram, 54% terjadi pada bayi dengan berat

secara signifikan pada tahun 2004 menjadi

badan lahir 751-1.000 gram. Sindrom ini

8,1%

diupayakan

terjadi pada 36% bayi dengan berat badan

peningkatan asupan gizi, pelayanan antenatal

lahir 1.001-1.250 gram dan 26% terjadi pada

dan penurunan jumlah BBLR1.

bayi dengan berat badan lahir 1.250-1.500

meskipun

telah

Salah satu masalah pada bayi dengan


berat badan lahir rendah preterm yaitu
sindrom

distres

Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui bagaimana hubungan berat badan

angka

lahir rendah dengan kejadian sindrom distres

kesakitan dan kematian pada bayi BBLR di

respirasi pada bayi di RSUD. Prof. Margono

dunia.

Soekarjo. Penelitian ini dilakukan karena

penyebab

Sindrom

gram3.

ini

merupakan

respirasi.

terjadi pada

terbanyak

Di Amerika Serikat, sindrom ini

336

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Tamad, Berat Badan Lahir dan Distress Respirasi

prevalensi sindrom distress respirasi masih

kai kuadrat dengan tingkat kepercayaan

cukup tinggi dan belum ada penelitian

minimal 95%.

tentang hubungan berat badan lahir rendah


dengan kejadian sindrom distress respirasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

pada bayi di RSUD. Prof. Margono Soekarjo.

Data rekam medis dari 1 Agustus 2008

Pemilihan RSUD Prof. Margono Soekarjo

sampai 25 Januari 2010 didapatkan 744 bayi

karena merupakan salah satu rumah sakit

BBLR. Dari 744 data bayi BBLR tersebut

rujukan kasus sindrom distress respirasi di

terdiri dari bayi BBLR sehat sebanyak 222

Kabupaten Banyumas dan sekitarnya.

(29,8%) dan bayi BBLR sakit sebanyak 522


data (70,2%). Bayi BBLR sakit tersebut
terdiri dari 131 data (17,6%) dengan distress

METODE PENELITIAN
Penelitian
penelitian
pendekatan

yang

dilakukan

adalah

respirasi dan 390 (52,6%) dengan penyakit

observasional-analitik

dengan

lainnya.

cross-sectional.

Populasi

penelitian ini adalah bayi BBLR yang


dirawat di RS Prof. Margono Soekarjo dari 1
Agustus 2008 sampai 25 Januari 2010.
Subyek penelitian yang digunakan adalah
bayi dengan berat badan lahir 1.000 gram 2.500 gram, preterm dan aterm, berusia 0-3

Tabel 1. Distribusi subjek penelitian dengan


distress respirasi
Distres respirasi
Sindrom distress respirasi
Sepsis
Asfiksia neonatorum
Ensefalopati hipoksik
iskemik
Jumlah

Jumlah
41
64
19
2
126

hari, dengan skor APGAR menit kelima lebih

Tabel 1 menunjukan kejadian sindrom

dari 6, dan tidak mengalami ensefalopati

distress respirasi menempati urutan kedua

hepatik. Teknik sampling yang digunakan

sebagai penyakit penyerta distress respirasi

adalah total sampling, dan didapatkan 744

pada bayi BBLR di RSUD. Prof. Margono

kasus BBLR. Data berat badan lahir dan

Soekarjo. Adapun prevalensinya yaitu 32,5%

sindrom distress respirasi didapatkan dari

Hasil ini sesuai dengan data di RS. Sardjito

data rekam medik.

Yogyakarta tahun 2004, yang menunjukan

Analisis data yang digunakan pada

bahwa sindrom distress respirasi menempati

penelitian ini yaitu analisis deskriptif untuk

urutan kedua sebagai penyebab morbiditas

mengetahui frekuensi berat badan lahir

dan mortalitas pada bayi BBLR4.

rendah yang didiagnosis sindrom distress

Hasil uji kai kuadrat pada tabel 2

respirasi, asfiksia neonatorum, ensefalopati

didapatkan nilai p = 0,67 (p > 0,05) yang

hipoksik iskemik, sepsis neonatorum dan

berarti tidak terdapat hubungan antara BBLR

pneumonia

preterm dengan kejadian sindrom distress

aspirasi.

Pengujian

hipotesis

dilakukan dengan analisis bivariat yaitu uji

respirasi pada bayi.

337

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

Tabel 2. Hubungan BBLR preterm dengan


kejadian sindrom distress respirasi pada bayi
Usia
BBLR

Sindrom distress
respirasi
Ya
Tidak
25
422
16
281
41
703

Preterm
Aterm
Jumlah

Total
447
297
744

Hasil analisis data di atas sesuai


dengan hasil penelitian Dani et al tahun 1999
di Italia. Penelitian Dani et al menyatakan
tidak terdapat hubungan antara preterm
dengan kejadian sindrom distress respirasi
pada bayi. Hasil ini ditunjukan oleh derajat
kekuatan hubungan yang sangat lemah
meskipun nilai p yaitu < 0,0001. Hubungan
tersebut memiliki nilai r yaitu 0,17065.
Sebanyak 5,8% bayi (6/104) BBLSR
dan

5,5%

didiagnosis

bayi

(35/640)

sindrom

menunjukan

kejadian

BBLR

distress
sindrom

yang

respirasi,
distress

respirasi pada bayi yang semakin menurun


seiring meningkatnya berat badan lahir bayi.
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Lemons et al di Amerika tahun 2001
menyebutkan

bahwa

sindrom

distress

respirasi lebih tinggi prevalensinya pada bayi


BBLSR daripada bayi BBLR. Sindrom ini
terjadi pada 78% bayi dengan berat badan
lahir 5011.500 gram dan 26% terjadi pada
bayi dengan berat badan lahir 1.2501.500
gram3.
Pada bayi BBLR terjadi immaturitas
sistem neurologi dan ketidakoptimalan fungsi
motorik dan autonom pada awal bulan
kehidupannya.
ketidakoptimalan

Hal

ini

mengakibatkan

kemampuan

untuk

Tamad, Berat Badan Lahir dan Distress Respirasi

mempertahankan kelangsungan hidup dan


adaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Pada
bayi baru lahir, kemampuan beradaptasi
dengan

lingkungan

mempertahankan

sekitarnya

kelangsungan

dan

hidupnya

berkembang lebih baik pada bayi BBLR


dibandingkan bayi BBLSR6.
Faktor risiko sindrom distress respirasi
pada bayi yaitu berat badan lahir rendah, bayi
kurang bulan, usia maternal lebih dari sama
dengan 32 tahun, ibu yang menderita
gangguan

perfusi

darah

uterus

selama

kehamilan yaitu ibu penderita diabetes


mellitus, hipertensi, toksemia, hipotensi atau
perdarahan

antepartum,

sebelumnya

melahirkan bayi dengan sindrom distress


respirasi, metode persalinan dengan seksio
sesarea dan bayi laki laki. Sindrom ini
diperberat dengan asfiksia perinatal, infeksi
dan bayi kembar7,8.
Manifestasi klinis sindrom distress
respirasi yaitu pucat, dispnea, takipnea
(frekuensi pernafasan di atas 60 kali per
menit), pernafasan cuping hidung, retraksi
interkostal/subxiphoid, grunting ekspiratoar,
penurunan suara pernafasan, bradikardi (pada
sindrom

distress

respirasi

yang

berat),

hipotensi, tonus otot menurun, jumlah urin


menurun, sianosis dan edema perifer9,10.
Gejala klinis biasanya mulai terlihat
pada beberapa jam pertama setelah lahir
terutama pada umur 6 8 jam. Gejala
karakteristik mulai timbul pada usia 24 72
jam dan setelah itu keadaan bayi mungkin
memburuk
Apabila

atau

mengalami

membaik

gejala

perbaikan.
biasanya
338

Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011

menghilang pada akhir minggu pertama.


Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis
spontan dan kemampuan oksigenasi bayi
dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih
rendah. Kelemahan jarang terjadi pada hari
pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke2 dan ke-3 disertai dengan kebocoran udara
alveolar

(emfisema

pneumotoraks),

intersisial,

perdarahan

paru

atau

interventrikuler7,11,.
Penelitian

ini

memiliki

beberapa

keterbatasan antara lain desain penelitian


yang dipakai adalah cross sectional, data
yang dipakai yaitu data sekunder, jumlah
subyek penelitian yang terbatas (41 subyek)
dan

variabel

perancu

yang

tidak

dikendalikan.
KESIMPULAN
Tidak terdapat hubungan antara berat
badan lahir rendah dengan kejadian sindrom
distress respirasi pada bayi di RSUD. Prof.
Margono

Soekarjo,

dan

tidak

terdapat

hubungan antara penurunan berat badan lahir


dengan

peningkatan

kejadian

sindrom

distress respirasi pada bayi di RSUD. Prof.


Margono Soekarjo.
DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

Fretts, R. C., C. Zera dan L.J. Heffner.


Maternal Age and Pregnancy. Pp. 259-267.
In: Marshall M. Haith dan Janette B. Benson
(Eds). Encyclopedia of Infant and Early
Childhood Development Volume 2. Elsevier
Academic Press, USA, 2008.
American Lung Association. Respiratory
Distress Syndrome of the Newborn Fact
Sheet.
Online:
http://www.lungusa.org/site/apps/nlnet/conte
nt3.aspx?c_dvLUK9O0E&b_2060721&conte

Tamad, Berat Badan Lahir dan Distress Respirasi

nt_id_{552A7003-4621-43E5-82B41678D9A6D963}&notoc_1. 2008.
3. Andrews, K.M., D. B. Brouillette and R. T.
Brouillette. Mortality, Infant. Pp. 343-358.
In: Marshall M. Haith dan Janette B. Benson
(Eds). Encyclopedia of Infant and Early
Childhood Development Volume 2. Elsevier
Academic Press, USA, 2008.
4. Kusumaningrum, I. Pengaruh Preeklamsia
Berat Pada Kehamilan Preterm (28 34
Minggu) Terhadap Penyakit Membran
Hialin.
Thesis.
Fakultas
Kedokteran.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2006.
5. Dani, C.; M.F. Reali; G. Bertini; L.
Wiechmann; A. Spagnolo; M. Tangucci.
Risk Factors For The Development Of
Respiratory Distress Syndrome and Transient
Tachypnoea in Newborn Infants, 1999.
Online:http://www.erj.ersjournals.com/cgi/re
print/14/1/155. Diakses pada 9 Februari
2010.
6. Minde, K and P. Zelkowitz. 2008. Premature
Babies. Pp. 581-591. In: Marshall M. Haith
dan Janette B. Benson (Eds). Encyclopedia of
Infant and Early Childhood Development
Volume 2. Elsevier Academic Press, USA.
7. Rosario, Santos and Chua, Santos. 2005.
Neonatal Assessment of Respiratory Distress
Syndrome.
On-line:
http://www.inisrc.org/docs/081013.RDSinthenewborn.pdf.
Diakses pada 17 September 2009.
8. Syamhudi, B. Bayi Dari Ibu Dengan Diabetes
Mellitus.
On-line:
http://www.unsri.ac.id/digilib/jurnal/healthsciences/bayi-dari-ibudengan
diabetesmellitus/mrdetail/882/. 2005. Diakses pada
15 Spetember 2009.
9. Warren, J. and J. Anderson. Core Concepts:
Respiratory
Distress
Syndrome.
Online:http://neoreviews.aappublications.org/cgi
/reprint/neoreviews;10/7/e351. 2009. Diakses
pada 15 September 2009.
10. Ikawati, Zullies. Respiratory Distress
Syndrome
(Gangguan
Gagal
Nafas).
Online:http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/w
p-content/uploads/respiratory-distresssyndrome.pdf, 2009. Diakses pada 16
September 2009.
11. Kenneth and Hinton. Sindroma Kesukaran
Pernafasan Pada Neonatus (RDS). Online:
http://www.fk.uwks.ac.id/Sindroma%20Kesu
karan%20Pernafasan%20Neonatus.pdf. 2007.
Diakses pada 16 September 2009.

339

Anda mungkin juga menyukai