Anda di halaman 1dari 28

Praktikum Teknik Peledakan 2014

BAB II
PELEDAKAN TAMBANG TERBUKA

2.1. Dasar Teori


Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan)
dengan menggunakan bahan peledak. Dalam kegiatan peledakan perlu diketahui
peralatan peledakan. Pada dasarnya peralatan peledakan adalah perangkat
pembantu peledakan yang nantinya dapat dipakai berulang kali. Dan ini merupakan
hal yang penting dalam pelaksanaan kegiatan peledakan. Karena tanpa ada
peralatan peledakan tidak mungkin terjadi kegiatan peledakan. Maka dari itu penting
untuk mengetahui peralatan peledakan dalam kegiatan peledakan.Sehingga nanti
diharapkan dapat mengetahui apa-apa saja peralatan peledakan dalam kegiatan
peledakan. Dan mengetahui fungsi dari masing-masing komponen peralatan
peledakan.
Peledakan

pada tambang terbuka pada perusahaan

dilakukan hampir

setiap hari untuk memenuhi target produksi yang telah direncanakan. Bila kegiatan
peledakan tidak di lakukan, maka dapat mempengaruhi target produksi, karena
untuk memuat batuan harus diledakkan terlebih dahulu.
Tujuan operasi peledakan adalah untuk melepaskan batuan dari batuan
induknya agar mendapatkan hasil yang baik dan tidak menimbulkan suatu bahaya
fly rock sebagai efek samping.
Pada pembongkaran batuan dengan metode pemboran dan peledakan
ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu faktor yang sangat
penting, dimana ukuran fragmentasi batuan di harapkan sesuai dengan kebutuhan
pada kegiatan penambangan selanjutnya yaitu pemuatan dan pengangkutan.
(Anonim, 2014)
2.1.1. Geometri Peledakan Tambang Terbuka
Geometri peledakan yang pertama terlebih dahulu ialah burden (B). Jika B
sudah ditentukan maka besaran yang lain seperti spacing, stemming, subdriling, dan
sebagainya dapat ditentukan.

1. Geometri R.L. Ash

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


R.L. Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan
panjang berdasarkan pengalaman empiris yang diperoleh diberbagai tempat dengan
jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda, rumusan-rumusan empiris yang
dapat digunakan sebagai pedoman dalam rancangan suatu peledakan batuan.

Gambar 2.1.
Geometri Peledakan Jenjang
a.

Penentuan Burden
Dimensi

pertama

kali

ditentukan adalah

burden

(B)

yang

diturunkan

berdasarkan diameter lubang tembak atau diameter mata bor atau diameter dodol
bahan peledak. Untuk menentukan R.L. Ash (1967) mendasarkan pada acuan yang
dibuat secara empiris yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar.
Batuan standar memiliki bobot isi 60 lb/cuft dan bahan peledak standart memiliki
berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12000 fps. Apabila batuan yang akan
diledakkan sama dengan batuan standar dan bahan peledak yang dipakai ialah
bahan peledak standar, maka digunakan burden ratio (kb) standart yaitu 30. Apabila
batuan yang diledakkan tidak sama dengan batuan standar dan bahan peledak yang
dipakai bukan pula bahan peledak standar, maka harga Kb standart itu darus
dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian (Adjustment faktor).

B =

KbxDe
(Ft)
12

atau B =

KbxDe
39,3

(m)
Keterangan : De
B

= Diameter lubang ledak.


= Burden

Kb = Burden Ratio
Bobot isi batuan standar (Dst) = 160 lb/cuft

Iqbaluddin Permana
H1C112043

.............................................(2.1)

Praktikum Teknik Peledakan 2014


Bahan peledak : SGstd = 1,20; Vestd = VODstd = 12000 fps
Faktor Penyesuaian (Adjustment faktor)
b. Batuan yang akan di ledakkan (Af1)
Af1

2
= SGxVe
SGstd xVe std

1
3

............ (2.2)

Keterangan : SG = BJ handak yang dipakai


c. Spacing (S)
Spacing (S) adalah jarak antara lubang ledak dalam satu baris (row) dan
diukur sejajar terhadap dinding jenjang.

S = Ks x B

..............................................................................................

(2.3)

........

Keterangan: Ks (Rasio Spasi) = 1,1 s/d 1,8


Ukuran spasi dipengaruhi oleh :
1) Cara peledakan yang digunakan (serentak atau berurutan)
2) Fragmentasi yang diinginkan
3) Delay interval
d. Stemming (T)
Stemming (T) adalah material bukan bahan peledak penyumbat lubang ledak
yang berfungsi untuk mengurung gas ledakan. Biasanya serbuk hasil pengeboran

T = Kt x B .......................................................................................

(2.4)

Keterangan: Kt (rasio stemming) = 0,7 s/d 1,0


Fungsi stemming adalah:
1) Meningkatkan confining pressure dari akumulasi gas hasil ledakan
2) Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming
3. Kedalaman Lubang Ledak (L)
Penentuan kedalaman lubang dipengaruhi oleh burden dan tinggi jenjang.
Dan biasanya kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.

L = Kl x B

............

...........................................................................(2.5)

Keteranagn: Kl = 1,5 s/d 4,0


e.

Subdrilling (J)

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang ledak dibawah rencana
lantai jenjang. Subdrilling dibuat untuk menghindari masalah tonjolan (toe) pada
lantai jenjang
.....................................................................................................................
(2.6)
J = Kj x B
Keterangan: Kj (rasio subdrilling) = 0,2 s/d 0,4
Panjang subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan kemiringan
lubang ledak.
f.

Charge Length (PC)

...........
PC = L - T

(2.7)

Keterangan : PC = Panjang kolom isian (meter)


H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)
g.

Spesific Charge (SC)


Spesific Charge (SC) adalah jumlah bahan peledak dalam satu kolom isian

lubang ledak terhadap julah batuan yang diledakkan.


SC =

de PC
BS L

........

(2.8)
Keterangan : SC
De
h.

= Spesific charge (Kg/m3)


= Loading Density

Loading Density (de)


Loading density (De) adalah jumlah bahan peledak permeter kedalaman

lubang ledak.
SC =

de PC
BS L

Dimana : D
e

........

= Diameter lubang ledak (cm)


= Densitas bahan peledak (gr/cc)

Iqbaluddin Permana
H1C112043

(2.9)

Praktikum Teknik Peledakan 2014


i.

Blasting Ratio (BR)


Blasting Ratio (BR) adalah perbandingan antara batuan yang diledakkan

dengan jumlah bahan peledak yang digunakan.

BR

W
E

.......

(2.10)
Dimana : W
E

= Jumlah batuan yang diledakkan (ton atau cm3)


= Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)

j. Powder Factor (PF)


Powder faktor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak yang
digunakan dengan jumlah batuan yang diledakkan.
PF

E
W

..........................................................................

(2.11)
Dimana : E
W

= Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)


= Jumlah batuan yang diledakkan (ton atau cm3)

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014

Tabel 2.1.
Tabel Loading Density
Diameter
lubang ledak

Densitas bahan peledak, gr/cc

mm

inci

0.70

0.80

0.85

0.90

1.00

1.15

1.20

1.25

1.30

76
89
102
108
114
121
127

3.00
3
4.00
4
4
4
5.00

3.18
4.35
5.72
6.41
7.14
8.05
8.87

3.63
4.98
6.54
7.33
8.17
9.20
10.13

3.86
5.29
6.95
7.79
8.68
9.77
10.77

4.08
5.60
7.35
8.24
9.19
10.35
11.40

4.54
6.22
8.17
9.16
10.21
11.50
12.67

5.22
7.15
9.40
10.54
11.74
13.22
14.57

5.44
7.47
9.81
10.99
12.25
13.80
15.20

5.67
7.78
10.21
11.45
12.76
14.37
15.83

5.90
8.09
10.62
11.91
13.27
14.95
16.47

130

5 18

9.29

10.62

11.28

11.95

13.27

15.26

15.93

16.59

17.26

140
152
159
165
178

5
6.00
6
6
7.00

10.78
12.70
13.90
14.97
17.42

12.32
14.52
15.88
17.11
19.91

13.08
15.42
16.88
18.18
21.15

13.85
16.33
17.87
19.24
22.40

15.39
18.15
19.86
21.38
24.88

17.70
20.87
22.83
24.59
28.62

18.47
21.78
23.83
25.66
29.86

19.24
22.68
24.82
26.73
31.11

20.01
23.59
25.81
27.80
32.35

187

7 38

19.23

21.97

23.34

24.72

27.46

31.58

32.96

34.33

35.70

203
210
229

8.00
8
9.00

22.66
24.25
28.83

25.89
27.71
32.95

27.51
29.44
35.01

29.13
31.17
37.07

32.37
34.64
41.19

37.22
39.83
47.37

38.84
41.56
49.42

40.46
43.30
51.48

42.08
45.03
53.54

251

9 78

34.64

39.58

42.06

44.53

49.48

56.90

59.38

61.85

64.33

270

10 5 8

40.08

45.80

48.67

51.53

57.26

65.84

68.71

71.57

74.43

279
286
311
349
381
432

11.00
11
12
13
15.00
17.00

42.80
44.97
53.18
66.96
79.81
102.60

48.91
51.39
60.77
76.53
91.21
117.26

51.97
54.61
64.57
81.31
96.91
124.59

55.02
57.82
68.37
86.10
102.61
131.92

61.14
64.24
75.96
95.66
114.01
146.57

70.31
73.88
87.36
110.01
131.11
168.56

73.36
77.09
91.16
114.79
136.81
175.89

76.42
80.30
94.96
119.58
142.51
183.22

79.48
83.52
98.75
124.36
148.21
190.55

2. Geometri C.J. Konya


Geometri peledakan menurut Konya (1990) adalah :
a. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak
dengan bidang bebas yang terdekat atau ke arah mana pelemparan batuan akan
terjadi. Biasanya burden tergantung dari karakteristik batuan, karakteristik bahan
peledak dan diameter lubang ledak. Besarnya burden dan hubungannya dengan
faktor-faktor dinyatakan sebagai berikut :

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014

2 SGe

1,5 De
SGr

B =

Keterangan : B

...........

(2.12)

= Burden (Ft)

SGe

= SG bahan Peledak

De

= Diameter lubang ledak (inch)

Menurut Konya setelah diketahui burden dasar maka harus dikoreksi dengan
beberapa faktor penentu, yaitu :
1) Faktor jumlah baris lubang ledak (Kr)
2) Faktor bentuk lapisan batuan (Kd)
3) Faktor kondisi batuan dan geologi (Ks)
Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nilai burden dapat
dikoreksi dengan banyak baris yang akan diledakkan serta kondisi geologi setempat
dalam pelaksanaan peledakan. Secara matematis persamaan burden terkoreksi
dapat ditulis :

Bc = Kl x Kd x Ks x B

......

(2.13)

Keteranagan : Bc = Burden terkoreksi (ft)


Kd

= Faktor terhadap posisi lapisan batuan

Kr

= Faktor terhadap jumlah baris lubang ledak

Ks = Faktor terhadap struktur geologisnya


b. Spacing (S)
Spacing adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar
dengan bidang bebas. Menurut Konya untuk menentukan jarak spacing, didasarkan
pada jenis detonator listrik yang digunakan dan berapa besar nilai perbandingan
antara tinggi jenjang dan jarak burden. Jika perbandingan antara L/B lebih kecil dari
4 maka digolongkan jenjang rendah dan bila lebih besar dari 4 maka digolongkan
jenjang tinggi.
Tabel 2.2.
Persamaan Untuk Menentukan Jarak Spacing
Tipe Detonator
Serentak
Delay / Tunda

Iqbaluddin Permana
H1C112043

H/B < 4
S = (H + 2B) / 3
S = (H + 7B) / 8

H/B > 4
S = 2B
S = 1,4B

Praktikum Teknik Peledakan 2014


Keterangan : S

= Spacing (ft)

= Tunggi Jenjang (ft)

= Burden (ft)

c. Stemming (T)
`

Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom isian

bahan peledak. Secara teoritik panjang stemming sama dengan panjang burden,
agar tekanan ke arah bidang bebas atas dan samping seimbang.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak stemming adalah :

T = 0,7 x B

........

Keterangan : T

(2.14)

= Stemming (ft)

= Burden (ft)

d. Subdrilling (J)
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis
lantai jenjang yang berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah
peledakan.Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling menurut Konya
adalah:

J = 0,3 x B

........

Keteranagan : J

(2.15)

= Subdrilling (ft)

= Burden (ft)

e. Waktu Tunda
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan
waktu peledakan antara lubang sehingga diperoleh peledakan secara beruntun.
Pengaturan waktu ini dapat diterapkan pada peledakan beruntun dalam tiap-tiap
baris. Detonator tunda digunakan untuk peledakan beruntun antar baris lubang
ledak, maka persamaan yang digunakan untuk menentukan suatu waktu tundanya
adalah sebagai berikut :

tr = Tr x B

........

Keteranagan : tr

= Waktu tunda antara baris lubang ledak

Tr

= Konstanta waktu tunda

= Burden (ft)

Iqbaluddin Permana
H1C112043

(2.16)

Praktikum Teknik Peledakan 2014


f. Pemakaian Bahan Peledak
Dalam menentukan bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang
ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Untuk menentukan loading
density digunakan rumus :
2

de = 0,34 x SGe x De
.............................................................................................
Keterangan : de

(2.17)

= Loading density (lb/ft)

SGe

= Berat jenis bahan peledak

De

= Diameter bahan peledak (inch)

Banyaknya bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang digunakan rumus :
...................................................................................................
E = Pc x de x N
Keterangan : E

(2.18)

= Jumlah bahan peledak (lb)

Pc

= Tinggi kolom isian (ft)

de

= Loading density (lb/ft)

= Jumlah lubang ledak

g. Stiffness Ratio
Stiffness ratio merupakan hubungan tinggi jenjang dengan burden yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3.
Stiffness Ratio
Stiffness
Ratio

Fragmentasi

Air Blast

Flyrock

Vibrasi

Keterangan
Potensi
terjadinya
backbreak
dan toe
Harus
dihindari dan
dirancang
ulang

Jelek

Berpotensi

Berpotensi

Berpotensi

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Baik

Baik

Baik

Baik

Sempurna

Sempurna

Sempurna

Sempurna

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Sebaiknya
dirancang
ulang
Terkontrol
dan
fragmentasi
memuaskan
Tidak
menguntungk
an lagi bila
Stiffness
Ratio
lebih
dari 4

Praktikum Teknik Peledakan 2014


3. ICI Explosive
Salah satu cara merancang geometri peledakan adalah dengan coba-coba
atau trial and error atau rule of thumb yang akan diberikan adalah dari ICI
Explosive. Tinggi jenjang (H) dan diameter lubang ledak (d) merupakan
pertimbangan pertama yang disarankan. Jadi cara ini menitikberatkan pada alat yang
tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat, peraturan tentang batas
maksimum ketinggian jenjang yang diijinkan pemerintah, serta produksi yang
diinginkan. Selanjutnya untuk menghitung parameter lainnya adalah sebagai berikut :
a. Tinggi jenjang (H), secara empiris H = 60d 140d, bandingkan dengan L/d 60
b. Burden (B) antar baris : B = 25d - 45d
c. Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S= 1B 1,5B
d. Subgrade (J); J = 8d 12d
e. Stemming (T); T = 20d - 30d
f. Powder factor (PF)
Powder Faktor menunjukan jumlah bahan peledak (kg) yang dipakai untuk
memperoleh satu satuan volume atau berat fragmentasi peledakan, jadi satuannya
biasa kg/m3 atau kg/ton. Pemanfaatan PF cenderung berdasarkan pertimbangan
ekonomis suatu proses peledakan. Prinsip volume yang kan diledakan adalah
perkalian antara burden (B), spasi (S) dan tinggi jenjang yang hasilnya berupa balok
dan bukan volume yang telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut disebut
volume padat (solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah lepas
disebut volume lepas (losse). Konversi dari volume padat ke volume lepas
menggunakan factor berai atau sweel factor yaitu :
PF :

....(2.19)

Burden dan spasi dapat berubah tergantung pada sekuen penyalaan yang
digunakan, yaitu :.
1) Tipe sistem penyalaan tergantung pada bahan peledak yang dipilih dan peraturan
setempat yang berlaku.
2) Delay antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal 4 ms per meter
panjang spasi.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


3) Delay minimum antara baris lubang yang berseberangan antara 4 ms 8 ms per
meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms tersebut tidak cukup
waktu untuk batuan bergerak ke depan dan konsekuensinya bagian bawah setiap
baris material akan tertahan.
4) In-hole delay direkomendasikan untuk meledak terlebih dahulu sampai seluruh
surface delay terpropagasi seluruhnya.

Gambar 2.2.
Tipe-tipe sekuen inisiasi dari ICI Explosives
(Anonim, 2014)
2.1.2. Pola Pemboran
Berdasarkan letak lubang bor maka pola pemboran dibagi menjadi dua
pola dasar, yaitu:
a. Pola pemboran sejajar (parallel pattern). Pola pemboran sejajar (parallel pattern),
terdiri dari dua macam, yaitu :
1) Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi yang sama
2) Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibandingkan dengan burden.
b. Pola pemboran selang seling (staggered pattern)

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


Pola pemboran selang seling (staggered pattern) adalah pola pemboran
yang penempatan lubang ledak ditempatkan secara selang seling pada setiap
kolomnya. Dalam pola ini distribusi energi peledakan antar lubang akan lebih
terdistribusi secara merata daripada pola bukan staggered. Pola zigzag terbagi
menjadi Pola zigzag bujur sangkar (B=S) dan Pola zigzag persegi panjang (S B).

Gambar 2.3.
Pola Pemboran
2.1.3. Pola Peledakan
Dalam kegiatan peledakan juga diperlukan pengetahuan tentang pola-pola
peledakan. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan
serta arah runtuhan material yang diharapkan. Ada beberapa tipe-tipe pola
peledakan:
a. Pola flat face, yaitu peledakan dengan waktu tunda yang sama untuk tiap deret
lubang ledak.
3

Gambar 2.4.
Pola Flat Face
b. Pola V-cut atau box cut, yaitu peledakan
dengan waktu tunda yang diatur
FREE FACE
sedemikian rupa arahnya menyerupai huruf V.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

FREE FACE

Praktikum Teknik Peledakan 2014

Gambar 2.5.
Pola V cut
c. Variasi dari pola ini diterapkan untuk membuka lubang terowongan yang disebut
dengan pola burn cut.

Gambar 2.6.
Pola Burn Cut
d. Pola echelon, yaitu peledakan dengan waktu tunda yang diterapkan apabila
terdapat dua bidang bebas.

Gambar 2.7.
Pola Eschelon
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Pola peledakan serentak
Suatu pola yang menerapkan peledakan secara serentak untuk semua
lubang tembak.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


b. Pola peledakan beruntun
Suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris
yang satu dengan baris lainnya.
Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang
cukup ke arah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara maksimal
sehingga lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.
Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat tarik
batuan akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk pemecahan
batuan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak yang sama
terhadap lubang tembak.
2.1.4. Metode Peledakan
Berdasarkan fungsinya, metode peledakan dibagi atas dua macam, yaitu :
a. Primary blasting
Primary blasting, yaitu peledakan utama atau primer, bukan peledakan
boulder. Metode peledakan yang digunakan adalah :
1. Safety fuse atau sumbu api, metode ini menggunakan api sebagai penyalaannya.
2. Detonating cord atau sumbu ledak. Pada metode ini, sumbu ledak dapat dipicu
oleh sumbu api ataupun detonator listrik.
3. Electric detonator, metode ini menggunakan energi listrik sebagai penyalaannya.
4. Non electric detonator, metode ini diledakkan oleh gelombang detonasi yang
berasal dari detonator listrik ataupun sumbu ledak.
b. Secondary blasting
Secodary blasting atau peledakan boulder adalah peledakan untuk
memperkecil boulder tersebut agar terbentuk fragmentasi batuan yang berukuran
sesuai dengan pekerjaan selanjutnya. Peledakan boulder terbagi 3, yaitu :
1. Mud capping atau Plaster Shooting
Mudcapping adalah cara peledakan kontak, yaitu bahan peledak dinamit atau
emulsi diletakkan di atas bongkah batuan ditutupi oleh lumpur atau lempung dengan
ketebalan 101 mm. Bahan peledak sebaiknya ditempelkan pada bagian permukaan
bongkah yang rata atau sedikit cekung dan bagian permukaan tersebut harus
dibersihkan dari batu-batu kecil dan debu agar tidak terjadi batu terbang.
Keuntungan cara ini adalah tidak perlu pengeboran dan pekerjaan cepat selesai.
Sedangkan kelemahannya antara lain kemungkinan muncul batu terbang dan timbul
kebisingan suara serta airblast.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


Pada Gambar 2.4.a bahan peledak ditempelkan pada bagian samping
bongkah batu, sedangkan pada Gambar 2.4.b di atas permukaan bongkah dan
keduanya tidak ditutupi lempung. Gambar 2.4.c adalah cara mud capping yang
disarankan sebab bahan peledaknya ditutupi lempung atau material lain yang sejenis
agar dapat mengurangi suara dan air blast.

1. Sumbu api dan detonator


atau detonator listrik.
2. Bahan peledak
3. Lempung penutup

Gambar 2.8.
Beberapa Cara Peledakan Mud Capping
2. Snake holing
Tujuan metode snake holing adalah untuk mendorong batu yang tertanam
dalam tanah ke atas dan sekaligus memecahkannya. Caranya adalah dengan
membuat lubang ledak persis di bawah batu.

Gambar 2.9.
Sketsa Snake Holing
3. Block holing atau Pop Shooting
Umumnya digunakan untuk memecahkan bongkah batu yang besar dengan
cara membuat lubang bor ke arah pusat bongkah batu. Pada kenyataannya, metode
block holing adalah yang paling efektif digunakan.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014

Gambar 2.10.
Sketsa Block Holing
Peledakan Dibagi berdasarkan sumbernya yaitu:
a. Peledakan Metode Elektrik dan Rangkaian Peledakan
Peledakan dengan menggunakan arus listrik adalah metode peledakan
dengan menggunakan tenaga listrik untuk menyalakan bahan peledak. Arus listrik
yang digunakan berupa arus searah (DC) ataupun arus bolak balik (AC).
1) Rangkaian Seri
Pada rangkaian seri, arus peledakan harus paling rendah 1,5 ampere (pada
suatu detonator) supaya tiap-tiap detonator dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Gambar 2.11.
Rangkaian Seri
2) Rangkaian Paralel
Pada rangkaian paralel arus yang digunakan paling rendah 0,5 ampere yaitu
paling kecil digunakan untuk satu detonator.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014

Gambar 2.12.
Rangkaian Paralel
3) Rangkaian Paralel-Seri

R1 R2 R3 R4 R5

R6 R7 R8 R9

R10

R11 R12 R13 R14 R15

R16 R17 R18 R19 R20

Gambar 2.13.
Rangkaian Paralel-Seri
b. Peledakan Metode Non Elektrik
Metode peledakan ini menggunakan metode nonel. Metode nonel adalah
suatu metode peledakan generasi baru yang telah dikembangkan oleh Netro Nobel
AB Swedia. Metode ini pada prinsipnya adalah suatu sistem peledakan beruntun
tanpa

menggunakan listrik.

delay Connector.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Metode ini menggunakan sumbu api, nonel dan

Praktikum Teknik Peledakan 2014

Gambar 2.14.
Peedakan Non Elektrik
(Anonim, 2013)

2.1.5. Control Blasting


Faktor yang mempengaruhi kegiatan peledakan dapat dikelompokkan dalam
dua ketegori yaitu faktor rancangan yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable
variable) dan faktor rancangan yang dapat dikendalikan (controllable variable).Oleh
karena itu ketika merancang suatu peledakan harus menggunakan pertimbangan yang
terbaik dalam menyesuaikan tujuan peledakan, metode peledakan dan batuan yang
diledakkan dalam rangka untuk memperoleh hasil peledakan yang diinginkan.
a. Faktor rancangan yang tidak dapat dikendalikan
Adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan
manusia, hal ini disebabkan karena proses terjadinya secara alamiah. Faktor yang
termasuk faktor - faktor ini adalah karakteristik massa batuan, struktur geologi,
pengaruh air dan kondisi cuaca.
1) Karakteristik massa batuan
Dalam kegiatan pemboran dan peledakan, karakteristik massa batuan yang
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu kekerasan
batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas batuan, dan kecepatan
perambatan gelombang pada batuan ,serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan
diledakkan.
Semakin tinggi kekerasan batuan, maka akan semakin sukar batuan tersebut
untuk dihancurkan, demikian juga dengan batuan yang memilki kerapatan tinggi. Hal
Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


ini disebabkan karena semakin berat massa suatu batuan, maka bahan peledak yang
dibutuhkan untuk membongkar atau menghancurkan batuan tersebut lebih banyak.
Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk
atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut dihilangkan.
Secara umum batuan memiliki sifat elastis fragile yaitu batuan dapat dihancurkan
apabila memilki regangan yang melewati bataselastisitasnya. Abrasivitas batuan
merupakan suatu parameter batuan yang mempengaruhi keausan (umur) dari mata
bor yang digunakan untuk melakukan pemboran pada batuan tersebut.
Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda. Pada batuan
yang keras, kecepatan perambatan gelombang yang melalui batuan tersebut akan
lebih tinggi dari kecepatan rambat gelombang pada batuan lunak. Secara teoritis
semakin tinggi kecepatan rambat gelombang pada suatu batuan maka memerlukan
bahan peledak yang memilik kecepatan detonasi yang tinggi pula agar dapat
menghancurkan batuan tersebut.
Batuan pada dasarnya lebih kuat atau tahan terhadap tekanan daripada
tarikan, hal ini dicirikan oleh kuat tekan batuan yang lebih besar dibandingkan
dengan kuat tariknya. Apabila bahan peledak yang digunakan menghasilkan energi
untuk menekan batuan melebihi dari kuat tarik batuan tersebut maka batuan akan
hancur atau lepas dari batuan induknya.
2) Strukur geologi
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah strukutur
rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan.Kekar merupakan rekahan-rekahan
dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gayagaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan
dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Dengan adanya struktur rekahan
ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak akan mengalami penurunan
yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi peledakan yang menerobos melalui
rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan
diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang akan
diledakkan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil
peledakan, bahkan batuan hanya mengalami keretakan. Berkaitan dengan struktur
kekar ini penentuan arah peledakan menurut R.L. Ash (1963) adalah :
Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


a) Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain, sudut
horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal biasanya membentuk sudut
tumpul dan pada bagian lain akan mebentuk sudut lancip.
b) Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotongan bidang
kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan
pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-retakan pada jenjang. Peledakan
selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran tanah (ground vibration), ledakan
udara (air blast), dan batu terbang (fly rock). Untuk menghindari hal tersebut
peledakan diarahkan keluar dari sudut tumpul.
c) Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak miring
akan memberikan keuntungan karena energi peledakan berfungsi secara efisien.
Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat dicapai bila peledakan
dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.
Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila
lubang ledak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan
menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih baik
bila dibandingkan dengan lubang ledak yang dibuat searah dengan bidang perlapisan.
Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan dengan arah kemiringan bidang
perlapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya backbreak akan
sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan lebih seragam dan
arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedang jika arah lubang ledak searah dengan
arah kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang tejadi adalah
timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang rata, fragmentasi batuan tidak seragam
dan batu akan terlempar jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan
lebih besar
3) Pengaruh Air
Kandungan air daam jumlah cukup banyak dapat mempengaruhi stabilitas
kimia bahan peledak yang sudah diisikan ke dalam lubang ledak. Kerusakan sebagian
isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan
mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (missfire).
Untuk mengatasi pengaruh air, digunakan bahan peledak yang mempunyai ketahan
terhadap air.Contoh bahan peledak yang tahan terhadap pengaruh air adalah
Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


emulsion.Emulsion mempunyai komposisi Amonium nitrate, fuel oil, Microballons,
Alumunium, Prills, Emulsifier, chemical gasing. Emulsion mampu bertahan didalam
lubang ledak.
4) Kondisi Cuaca
Kondisi cuaca mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan
peledakan, terutama untuk kondisi hujan. Dengan kondisi daerah yang memilki curah
hujan tinggi maka harus menggunakan bahan peledak yang tahan terhadap air dan
detonator yang digunakan mempunyai tahanan lebih besar untuk menghindari
pengaruh petir, semua itu demi kelancaran proses peledakan dan disamping itu akan
menjamin keamanan para pekerja.
b. Faktor rancangan yang dapat dikendalikan
Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia, hal
ini disebabkan karena proses terjadinya secara alamiah. Faktor yang termasuk faktor
- faktor ini adalah karakteristik massa batuan, struktur geologi, pengaruh air dan
kondisi cuaca.
1) Jenis Bahan Peledak
Bahan peledak adalah bahan senyawa kimia tunggal atau campuran berbentuk
padat, cair, gas atau campuran yang apabila dikenai suatu aksi panas, benturan,
gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi dengan kecepatan tinggi,
hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas dan disertai panas dan
bertekanan yang sangat tinggi.Jenis bahan peledak secara garis besar (berdasarkan
sumber energinya) dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan (J.J Manon, 1976),
yaitu:
a) Bahan peledak mekanis (mechanical explosives)
b) Bahan peledak kimia (chemical explosives)
c) Bahan peledak nuklir (nuclear explosives)

Dari ketiga bahan peledak di atas, yang umum digunakan sebagai bahan
peledak industry ialah golongan bahan peledak kimiaBerdasarkan kecepatan
perambatan reaksinya, bahan peledak kimia dapat dibagi menjadi dua jenis (menurut
R. L. Ash, 1962), yaitu:
Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


a) Low Explosivea dalah bahan peledak yang kecepatan perambatan reaksinya
rendah, ummnya lebih kecil dari 1.000 m/sec. Contoh :Black Powder, Propellant,
Puroteknik. Peristiwa perambatan reaksinya disebut pembakaran sangat lambat
dan deflagrasi (agak cepat).
b) High Explosivea dalah bahan peledak yang kecepatan perambatan reaksinya tinggi
umumnya lebih besar dari 1.500 m/sec. Contoh : Dinamit, TNT, PETN. Peristiwa
perambatan reaksinya disebut peledakan.Jenis bahan peledak marupakan faktor
yang mempengaruhi peledakan karena pemakaian bahan peledak harus
disesuaikan dengan kondisi batuan yang akan diledakkan. Hal ini juga akan
berkaitan dengan biaya yang digunakan, karena jenis bahan peledak High
Explosive akan lebih mahal jika dibanding dengan jenis bahan peledak
LowExplosive.
Misalnya untuk batuan yang keras dengan batuan yang lunak; jenis bahan
peledak yang digunakan akan berbeda, yakni untuk batuan yang lebih keras akan
menggunakan bahan peledak jenis High Explosive, sedangkan untuk batuan lunak
bisa hanya dengan menggunakan bahan peledak Low Explosive dengan biaya yang
lebih rendah dari pada menggunakan bahan peledak jenis High Explosive yang akan
lebih mahal. Selain itu, untuk batuan lunak jika menggunakan bahan peledak jenis
High Explosive, akan menyebabkan terjadinya fly rock (batuan melayang).
2) Cara atau Teknik peledakan
Salah satu aspek pendukung keberhasilan operasi peledakan adalah
pengetahuan tentang cara atau teknik peledakan, meskipun harus diakui bahwa faktor
pengalaman sangat penting artinya. Cara atau tenik yang perlu diperhatikan dalam
pekerjaan peledakan meliputi :
a) Pemeriksaan lubang ledak (memeriksa kedalaman, memeriksa adanya hambatan
berupa penyumbat lubang, memeriksa air dan memeriksa rongga dan retakan).
b) Pengisian lubang ledak (pengisian primer, pengisian isian utama dan pengisian
penyumbat (stemming).
c) Penyambungan rangkaian (rangkaian sumbu api, rangkaian listrik seri, rangkaian
listrik paralel, rangkaian listrik paralel seri, rangkaian sumbu ledak, rangkaian
nonel).
Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


Dari setiap pekerjaan di atas perlu cara-cara dan teknik yang tepat untuk
mendapatkan hasil peledakan sesuai dengan yang direncanakan. Karena jika terjdi
kesalahan, akan menimbulkan kerugian baik berupa biaya maupun tenaga, misalnya
kemungkinan terjadinya gagal ledak (mis fire), terjadinya fly rock (batuan melayang),
ledakan udara (airblast) serta getaran yang hebat yang akan mengganggu lingkungan
sekitar.
3) Geometri Pemboran
Geometri Pemboran dan pola pemboran dirancang secara terpadu dalam
rancangan peledakan. Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, burden,
spasi, kedalaman lubang bor dan kemiringan.
Geometri pemboran juga meliputi arah pemboran. Arah pemboran ada dua
yaitu arah pemboran tegak dan arah pemboran miring. Lubang tembak yang dibuat
tegak, maka pada bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar,
sehingga menimbulkan tonjolan (toe) pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan
gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi
akan diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang. Dan energi pada peledakan ini
juga tidak cukup untuk memberikan dorongan untuk melepas batuan dari batuan
induknya. Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk
bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan
karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang
diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil. Kemiringan lobang tembak sebenarnya
tergantung pada lokasi peledakan dilapangan.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014

Gambar 2.15.
Arah Pemboran
4) Pola Pemboran
Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang
bebas yang mencukupi.Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan
pemboran dengan mendapatkan lobang-lobang tembak secara sistematis. Pola
pemboran yang bisa diterapkan pada tambang terbuka bisaanya ada tiga macam pola
pemboran yaitu:
a) Pola Bujur Sangkar (square pattern) Pola pemboran ini adalah dimana jarak antara
burden dan spasinya sama panjang yang membentuk bujursangkar.
b) Pola Persegi Panjang (rectangular pattern) Pola pemboran persegi panjag dimana
ukuran spacing dalam satu baris lebih besar dari jarak burden yang membentuk
pola persegi panjang. Untuk mendapatkan fragmentasi yang baik, pola ini kurang
tepat karena daerah yang tidak terkena pengaruh peledakan cukup besar.
c) Pola selang-seling (staggered pattern) Dalam pemboran selang seling lobang
tembak dibuat seprti zig zag sehingga membentuk pola segi tiga. Dimana jarak
spacing besar sama atau lebih besar dari pada jarak burden. Pada pola ini daerah
yang tidak terkena pengaruh peledakan cukup kecil dibandingkan dengan pola
yang lainya.Namun pada penerapan dilapangan pola ini cukup sulit melakukan
pemboran dan pengaturan lebih lanjut.Tetapi untuk menperbaiki fragmentasi
batuan hasil peledakan maka pola ini lebih cocok untuk digunakan.
Untuk mendapatkan fragmentasi hasil peledakan yang baik, pola pemboran
juga harus diperhatikan.Karena, terlihat jelas pada gambar 24 area tidak terkena
energi peledakan lebih kecil dibandingkan pola pemboran sejajar. Dimana pada area
tidak terkena energi peledakan, batuan tersebut akan berurukan besar atau dapat
dikatakan fragmentasi hasil peledakan berukuran besar (boulder).
Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014

Gambar 2.16.
Perbandingan Pola Pemboran

2.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah merencanakan suatu
kegiatan peledakan jenjang pada tambang terbuka dengan metode elektrik dan
metode non elektrik (nonel) serta untuk mengetahui peralatan dan perlengkapan pada
kegiatan peledakan jenjang tambang terbuka.
Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


2.3. Alat dan Bahan
1. Peledakan dengan Metode Elektrik
Alat - alat yang digunakan pada praktikum perencanaan peledakan jenjang
tambang terbuka dengan metode elektrik kali ini adalah sebagai berikut :
a.

Multitester, berfungsi untuk menguji dan mengukur tahanan pada masing


masing detonator.

b.

Media peledakan jenjang, berfungsi sebagai media simulasi geometri peledakan


jenjang tambang terbuka.

c.

Detonator listrik buatan, berfungsi sebagai pemicu buatan.

d.

Dinamit buatan, berfungsi sebagai tiruan bahan peledak kuat yang dikemas
dalam bentuk dodol.

e.

Meteran, berfungsi sebagai alat untuk mengukur burden dan spasi pada simulasi
peledakan jenjang tambang terbuka.

f.

Corong dan kayu, berfungsi sebagai alat untuk memasukkan bahan peledak dan
stemming ke dalam lubang ledak.

g.

Box kayu dan ember, berfungsi sebagai wadah untuk bahan peledak dan
stemming.
Bahanbahan yang digunakan pada praktikum perencanaan peledakan jenjang

tambang terbuka dengan metode elektrik kali ini adalah sebagai berikut :
a.

Bahan peledak berupa ANFO (pasir kuarsa)

b.

Stemming (serpihan batubara)

2. Peledakan dengan Metode Non Elektrik (Nonel)


Alat - alat yang digunakan pada praktikum perencanaan peledakan jenjang
tambang terbuka dengan metode non elektrik (nonel) kali ini adalah sebagai berikut :
a.

Multitester, berfungsi untuk menguji dan mengukur tahanan pada masing


masing detonator.

b.

Media peledakan jenjang, berfungsi sebagai media simulasi geometri peledakan


jenjang tambang terbuka.

c.

Detonator listrik (detonator in hole delay dan detonator surface delay buatan),
berfungsi sebagai pemicu buatan.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


d.

Dinamit buatan, berfungsi sebagai tiruan bahan peledak kuat yang dikemas
dalam bentuk dodol.

e.

Meteran, berfungsi sebagai alat untuk mengukur burden dan spasi pada simulasi
peledakan jenjang tambang terbuka.

f.

Corong dan kayu, berfungsi sebagai alat untuk memasukkan bahan peledak dan
stemming ke dalam lubang ledak.

a. Box kayu dan ember, berfungsi sebagai wadah untuk bahan peledak dan stemming.
Bahan bahan yang digunakan pada praktikum perencanaan peledakan
jenjang tambang terbuka dengan metode non elektrik (nonel) kali ini adalah sebagai
berikut :
a.

Bahan peledak berupa ANFO (pasir kuarsa)

b.

Stemming (serpihan batubara)

2.4. Prosedur Kerja


1. Langkah Kerja Metode Elektrik
Langkah kerja pada praktikum perencanaan peledakan jenjang tambang
terbuka dengan metode elektrik kali ini adalah sebagai berikut :
a.

Merencanakan geometri peledakan jenjang dengan data yang telah tersedia.

b.

Menghitung jumlah keperluan bahan peledak.

c.

Mengukur tahanan masing masing detonator menggunakan alat multitester


kemudian mempersiapkan detonator dan dinamit.

d.

Membuat primer dengan menyusupkan detonator ke dalam dinamit dan


melilitnya dengan hati hati.

e.

Mengisi lubang ledak dengan bahan peledak dengan mula mula memasukkan
sedikit ANFO dengan tujuan agar hasil peledakannya lebih bagus dan energi
peledakannya yang dikeluarkan lebih optimal, lalu setelah itu masukkan primer
kemudian ANFO lagi sampai batas powder column yang telah didapatkan dan
terakhir memasukkan stemming (bottom priming).

f.

Merangkai lubang ledak dengan sirkuit seri dan mengukur tahanan total dengan
menggunakan multitester.

g.

Menghitung tahanan total rangkaian, tegangan, dan daya rangkaian berdasarkan


jenis sirkuit/rangkaian dan data tahanan detonator yang telah diukur sebelumnya.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Praktikum Teknik Peledakan 2014


2. Langkah Kerja Metode Non Elektrik (Nonel)
Langkah kerja dari praktikum perencanaan peledakan jenjang tambang
terbuka dengan metode non elektrik (nonel) adalah sebagai berikut :
a.

Merencanakan geometri peledakan jenjang dengan data yang telah tersedia.

b.

Menghitung jumlah keperluan bahan peledak.

c.

Mempersiapkan detonator listrik, detonator in hole delay, detonator surface


delay dan dinamit.

d.

Membuat primer dengan menyusupkan detonator surface delay ke dalam dinamit


dan melilitnya dengan hati hati.

e.

Mengisi lubang ledak dengan bahan peledak dengan mula mula memasukkan
sebagian ANFO, primer kemudian ANFO lagi sampai batas powder column yang
telah didapatkan serta terakhir memasukkan stemming (middle priming).

f.

Merangkai lubang ledak dengan rangkaian pola peledakan echelon.

Iqbaluddin Permana
H1C112043

Anda mungkin juga menyukai