Case PEB
Case PEB
Oleh:
dr. Siti Nur Utami Abrizah
Pembimbing :
dr.H.M. Fery K, Sp.OG
Pendamping:
dr. Lidya Syauzie
PORTOFOLIO
Kasus-1
Topik: G1P0A0 Hamil 33-34 Minggu Belum Inpartu dengan PEB JTH Preskep
Tanggal (Kasus) : 26 Juli 2013
Presenter : dr. Siti Nur Utami Abrizah
Tanggal Presentasi : ... Agustus 2013
Pendamping : dr. Lidya Syauzie
Tempat Presentasi : Ruang Konfrensi RS KH Daud Arif
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonat
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
us
Deskripsi : Perempuan 18 tahun, G1P0A0 Hamil 33-34 Minggu Belum Inpartu
dengan PEB JTH Preskep
Tujuan : Tatalaksana Hipertensi pada ibu hamil, Mencegah terjadinya eklamsi,
dan mengurangi komplikasi dari hipertensi pada kehamilan baik pada ibu maupun
bayi.
Bahan Bahasan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
:
Pustaka
Cara
Diskusi
Presentasi dan
Email
Pos
membahas
diskusi
Data
Pasien:
: Compos mentis
: 65 kg
: 158 cm
: Asthenicus
: -/: Sedang
: Hiperpigmentasi (+/+)
: Murmur (-), gallop (-)
: Vesikuler (+) Normal, wheezing (-), Ronkhi (-)
: 160/100 mmHg
: 78 x/menit
: 20 x/menit
: 36,5o C
: Sulit dinilai
: (+/+)
: fisiologis (+), patologis (-)
B. Status Obstetri
Pemeriksaan Luar : 26 Juli 2013
Fundus uteri 4 jari dibawah prosesus xypoideus (26 cm)
Detik jantung janin: 134 x/ menit, teratur)
Letak janin
: memanjang
Terbawah
: kepala
Penurunan
: floating
His tiap
: -/menit
Lamanya
: -/detik
Kualitas
:Taksiran BB
:Berdasarkan rumus Johnson
TBJ = (TFU-12)x155
= (26 12)x155
= 2170 gr
Pemeriksaan Dalam : 26 Juli 2013
Portio :
Konsistensi : lunak
Posisi
: posterior
Pendataran : 0%
Pembukaan : Ketuban +/- : belum dapat dinilai
Terbawah : kepala
Penurunan : belum dapat dinilai
Penunjuk : belum dapat dinilai
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah Rutin :
Hb
: 11.6
Leukosit : 18.2
Trombosit : 230.000
Hematokrit : 35
LED
: 25
Urin Rutin :
PH
: 6.5
BJ
: 1025
Protein : ++
Reduksi : Badan keton : Nitrit
:USG :
-
leukosit :
Eritrosit :
Sel Epitel :
Kristal :
Silinder :
4-5/LPB
0-1/LPB
+
+ Granula
EKG : LVH
HHD Kompensata
Hipertensi yang lama menyebabkan kerja jantung meningkat sehingga
menyebabkan terjadi hipertropi dari ventrikel kiri.
Konsul bagian mata :
Funduskopi : Retinopati Hipertensi Grade I-II ODS
Kerusakan endotel pembuluh darah di mata menyebabkan vasospasm dari
arteriole neuropathic disk sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik >
osmotik sehingga terjadi edema dari optikal disk dan menyebabkan
kekeruhan dari vitreus.
3.
Assessment :
Terjadinya peningkatan tekanan darah pada pasien ini disebabkan oleh faktor
kehamilan yang baru pertama kali dan umur pasien yang masih muda yang
mana kedua faktor tersebut menyebabkan gangguan dari pembentukan HLAG menjadi tidak sempurna sehingga terjadi gangguan dari invasi trofoblas
pada desidua yang menyebabkan vasokstriksi dari arteri spiralis sehingga
terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta yang menyebabkan iskemia dari
plasenta sehingga menghasilkan toksin pada endotel pembuluh darah.
Gangguan endotel ini menyebabkan gangguan pada beberapa organ.
Gangguan pada otak menyebabkan iskemik dari salah satu bagian di otak
yang menimbulkan gejala sakit kepala. Gangguan pada mata menyebabkan
vasospasm dari arteriole neuropathic disc sehingga dapat menjadi edema
optikal disk atau kekeruhan vitreus yang menimbulkan gejala gangguan
penglihatan. Gangguan pada hati disebabkan oleh iskemik dan edema dari
capsula glison di hati yeng dapat meyebabkan gejala nyeri uluhati. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan edema kaki yang disebabkan oleh perubahan
dari permeabilitas vaskuler yang menyebabkan tekanan hidrostatik > onkotik
yang menyebabkan edema. Pada pemeriksaan laboratorium urin rutin
didapatkan proteinuria kerusakan endotel tadi menyebabkan perubahan sel
endotel kapiler gromerolus sehingga terjadi proteinuria.
.
4. Plan :
Diagnosis : G1P0A0 Hamil 33-34 Minggu Belum Inpartu dengan PEB JTH Preskep
Penatalaksanaan :
Tirah baring
O2 1-2 lt/mnt
10 mg MgSo4 40% dalam D5% 500 ml gtt XX/mnt
Kateter menetap
Dopamet 3x500 mg tab
Dexametason 2x2 iv selama 2 hari
Ceftriaxon 2x1 gr iv
Observasi Tanda vital ibu
Observasi djj/30 menit
Konsul ke dokter spesialis kebidanan
Edukasi keluarga :
1.
Menjelaskan mengenai penyakit dan rencana tatalakasana selanjutnya.
2.
Menjelaskan mengenai komplikasi yang akan terjadi jika tidak memakan
obat darah tinggi teratur
3.
Menjelaskan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi yang lain.
4.
Memberikan penjelasan untuk kontrol dan meneruskan terapi yang sudah
diberikan rumah sakit apabila pasien telah dipulangkan.
Edukasi pasien :
Memberikan informasi menyeluruh tentang hipertensi pada kehamilan ,
menjelaskan pentingnya kontrol dan meneruskan terapi dari rumah sakit. Modifikasi
tingkah laku, seperti diet nutrisi mulai dari komposisi nutrisi, kalori yang
dibutuhkan, dan pilihan makanan, latihan jasmani, menjelaskan upaya-upaya yang
dapat mengurangi komplikasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
1.1 PREEKLAMPSIA-EKLAMPSIA
2.1.1 Definisi
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working Group on
Blood Pressure in Pregnancy, preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Saat ini oedema pada wanita hamil dianggap dianggap sebagai hal yang
biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg. Tekanan darah diastolik ditetapkan pada saat hilangnya bunyi
korotkoff ( korotkoff 5 ). Proteinuria didefinisikan sebagai adanya protein dalam
urin dalam jumlah > 300 mg/ml dalam urin tampung 24 jam atau > 30 mg/dl dari
urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing .
Preeklampsia sendiri dibagi menjadi 2, yaitu preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah preeklampsia, dengan tekanan
darah sistolik 140 - <160 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 - <110 mmHg.
Disebut dengan preeklampsia berat bila pada penderita preeklampsia
didapatkan salah satu gejala berikut : Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik > 110 mmHg ; Proteinuria > 5 gr/ jumlah urin selama 24
jam atau dipstick 4 + ; Oliguria ; Peningkatan kadar kreatinin serum (> 1,2 mg/dl) ;
Edema paru dan sianosis ; Gangguan visus dan serebral disertai sakit kepala yang
menetap ; nyeri epigastrium yang menetap ; Trombositopenia < 100.000 sel/mm3 ;
Peningkatan enzim hepar (alanin
aminotransferase [ALT]
atau aspartate
11
2.1.2 Epidemiologi
Dari data berbagai kepustakaan didapat angka kejadian preeklampsia di berbagai
negara antara 7 - 10 % . Di Indonesia sendiri angka kejadian preeklampsia berkisar
antara 3,4 - 8,5 % .
Pada penelitian di RS. Dr. Kariadi Semarang tahun 1997 didapatkan angka
kejadian preeklampsia 3,7 % dan eklampsia 0,9 % dengan angka kematian perinatal
sebesar 3,1 % . Sedang pada periode tahun 1997 - 1999 didapatkan angka kejadian
preeklampsia 7,6 % dan eklampsia 0,15 %
29
Februari 2004 di RS. Dr. Kariadi Semarang didapatkan 28,1 % kasus persalinan
dengan preeklampsia berat .
Faktor risiko
Risiko
yang
berhubungan
dengan
partner
laki-laki
berupa
primigravida ; umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk
kehamilan ; partner laki-laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian
hamil dan mengalami preeklampsia ; inseminasi donor dan donor oocyte.
2.
Risiko
yang
berhubungan
dengan
kehamilan
berupa
Mola
Hingga saat ini Etiologi dan patogenesis dari preeklampsia masih belum diketahui
dengan pasti. Telah banyak hipotesis yang diajukan untuk mencari etiologi dan
patogenesis dari preeklampsia namun hingga kini belum memuaskan sehingga
Zweifel menyebut preeklampsia sebagai the diseases of theories . Adapun hipotesis
yang diajukan diantaranya adalah :
2.1.4.1 Genetik
12
13
1.
2.
invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak
berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium
tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih
terdapat resistensi vaskuler.
Disamping itu juga terjadi arterosis akut (lesi seperti atherosklerosis) pada arteri
spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan
mengalami obliterasi. Hal ini akan menyebabkan penurunan aliran darah ke plasenta
dan berhubungan dengan luasnya daerah infark pada plasenta .
14
2.1.4.4 Imunologis
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi imunologis sebagai
patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita preeklampsia terjadi penurunan
15
2.2 AKTIVIN
Aktivin adalah suatu glikoprotein yang termasuk dalam keluarga Transforming
Growth Factor-fi superfamily, sebuah group protein yang mengontrol proliferasi dan
16
diferensiasi sel dari banyak sistem tubuh. Aktivin tersusun dari subunit P , baik yang
homodimer maupun yang heterodimer dan terdiri dari aktivin A (PA-PA), aktivin B
(PB-PB) atau aktivin AB (PA-PB). (Gambar 2)
P subunit precursori
--------------
Pro B (SO-5*iq
Majore
toivi tis
ActivprtA AcMaM
Mwil
Gambar 2. Aktivin
2.2.1 Aktivin pada wanita
Aktivin merupakan suatu agen pelepas FSH yang spesifik. Aksi utama dari
aktivin pada wanita dalam suatu siklus menstruasi adalah merangsang produksi FSH
dari hipofise anterior. Dalam proses regulasi produksi FSH aktivin akan bekerja
sama dengan inhibin dan follistatin, yang mana hal tersebut berlangsung dengan
suatu harmoni dalan suatu siklus menstruasi. Diduga dalam memacu sintesis dari
mRNA FSH dan pelepasan FSH dari hipofise anterior, pengaruh aktivin tidak jauh
berbeda dengan GnRH. Penelitian di massachusetts memperlihatkan peningkatan
pembentukan mRNA FSH hingga 55 kali lipat pada pemberian aktivin secara
kontinus dibandingkan dengan 3 kali lipat pada pemberian GnRH secara pulsatif .
Penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa baik aktivin dan GnRH
merupakan suatu regulator yang potensial dalam sintesis dan pelepasan FSH.
Kadar aktivin dalam suatu siklus menstruasi akan berfluktuasi sesuai dengan
tahapan dari menstruasi. Pada fase luteal, kadar aktivin akan menurun, sedangkan
kadar inhibin dan follistatin akan meningkat. Ini akan menyebabkan kadar FSH
akan menurun. Sebaliknya, pada akhir fase luteal kadar aktivin akan meningkat
disertai dengan penurunan kadar inhibin dan follistatin. Ini semua diperlukan untuk
pengaturan siklus menstruasi 14.
17
kehamilan,
pertumbuhan
plasenta
secara
normal
bergantung
pada
18
40,41
kDa) untuk proses migrasi sel sitotrofoblas villus menuju sitotrofoblas ekstravillus.
Telah dapat dibuktikan bahwa efek dini dari aktivin A pada migrasi sel sitotrofoblas
adalah dengan menginduksi ekspresi dari MMP-2 , dimana proses ini akan berakhir
dengan berhasilnya sel sitotrofoblas villus bermigrasi menjadi sitotrofoblas
ekstravillus .
Pada tahap selanjutnya akan terjadi proses invasi dari sel sitotrofoblas pada
desidua. Pada proses ini akan diekspresikan enzim penghancur matriks extraselular
seperti plasminogen aktivator dan matriks metallo proteinase 9 (MMP 9) serta sel
molekul adhesi (Integrin a5, dimana sekresi dari MMP 9 juga dirangsang oleh
Interleukin-1(3 melalui aktivasi reseptor IL-1(3 tipe 1 pada sel sitotrofoblas . Hal
19
ini akan menyebabkan sel sitotrofoblas menjadi lebih invasif. Semua ini diperlukan
untuk keberhasilan proses invasi sel sitotrofoblas kedalam endotel vaskuler
sehingga memungkinkan terjadinya konversi pada arteri spiralis menjadi suatu
lumen yang elastis dan memiliki resistensi yang rendah yang sangat diperlukan
untuk memelihara kelangsungan kehamilan yang normal.
Untuk melindungi sel trofoblas terhadap imunitas seluler maternal maka
pada permukaan sel sitotrofoblas ekstravillus pada bagian distal dari collum dan
pada bagian yang menembus desidua akan dilepaskan Human Leukocyte Antigen
(HLA)-G. HLA-G ini hanya diekspresikan oleh sel trofoblas ekstravillus dan diduga
hal ini akan melindungi sel trofoblas pada permukaan maternal terhadap aktivitas
sel NK (Natural Killer Cell) melalui pengenalan imunologi maternal .
Pada kehamilan normal akan didapatkan peningkatan kadar aktivin A yang
diproduksi oleh sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas mulai trimester I dan
peningkatan maksimal didapatkan pada trimester III . Penelitian di Inggris
memperlihatkan peningkatan kadar aktivin A pada wanita hamil normal .(gambar 3)
Sedangkan penelitian di Boston memperlihatkan peningkatan kadar aktivin A
hingga 2 ng/ml hingga usia kehamilan 26-28 minggu, dimana setelah usia
kehamilan 28 minggu kadar aktivin A akan meningkat dengan pesat mencapai 25
ng/ml pada saat atem 2.
Selain di plasenta, aktivin A juga dihasilkan oleh sel mononuklear perifer
(monosit dan makrofag) serta sel endotel teraktivasi yang dipengaruhi oleh sitokin
proinflamasi (TNF-a dan IL-1 . Penelitian secara invitro juga memperlihatkan
peningkatan sekresi aktivin A oleh monosit dan makrofag oleh pengaruh TNF-a dan
IL-1. Kadar aktivin A yang disekresi oleh monosit dan makrofag ternyata akan
meningkat sesuai dengan peningkatan kadar TNF-a dan IL-1.
Pada penelitian di Boston dengan mengunakan Human Umbilical Vein
Endotelial Cell (HUVEC) berhasil memperlihatkan peningkatan sekresi aktivin A
pada endotel yang diaktivasi oleh TNF-a , IL-1 p dan IL-6. Peningkatan kadar
aktivin A pada endotel yang telah teraktivasi oleh sitokin pro inflamasi didapatkan
sesuai dengan peningkatan kadar TNF-a . Hal ini memperlihatkan pengaruh sitokin
yang signifikan terhadap produksi aktivin A melalui aktivasi endotel serta pengaruh
pada monosit dan makrofag. Pada kehamilan normal, kadar aktivin A pada
20
kehamilan normal didapatkan tertinggi pada trimester III sesuai dengan peningkatan
kadar TNF-a dan IL-1 kehamilan trimester III .
Pada kehamilan aktivin A secara dominan akan diproduksi oleh plasenta ,
memiliki fungsi autokrin dan parakrin dalam pengaturan proliferasi dan diferensiasi
dari sitotrofoblas dalam villi chorialis. Aktivin A secara lokal akan merangsang
pembentukan hCG, progesteron, matriks metallo proteinase, sekresi oksitosin dan
sintesis fibronektin, dimana hal ini secara fungsional akan dihambat oleh inhibin A .
21
pada sirkulasi darah perifer untuk menghasilkan aktivin A dimana kadar aktivin A
yang dihasilkan oleh sel monosit dan makrofag ini akan meningkat sesuai dengan
peningkatan kadar sitokin TNFa dan IL-1. TNFa dan IL-113 juga mengaktivasi sel
endotel vaskuler untuk menghasilkan aktivin A. Hal ini semua akan menyebabkan
kadar aktivin A akan meningkat secara dini sebelum manifestasi klinis dari
preeklampsia muncul.
22
serviks,
23
24
Hingga saat ini diketahui ada tiga bentuk dari follistatin, yaitu 288 kDa,
303 kDa dan 315 kDa dimana semua jenis follistatin dapat berikatan dan
menetralisir dua molekul aktivin secara irreversible.
Mekanisme pengikatan
aktivin A oleh folistatin melalui blok secara lengkap pada resepor aktivin-RI dan
RII/RIIB mRNA oleh folistatin dimana ikatan ini bersifat irreversibel.
Selain itu, Inhibin A sebagai antagonis aktivin A juga akan menghambat
fungsi dari aktivin A melalui kompetisi pada ikatan reseptor yang sama dengan
reseptor dari aktivin A .
2.2.6 Patofisiologi
25
2.1.5 Penatalaksanaan
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah :
1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada
ibu maupun janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau
diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah
mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama beberapa minggu untuk
menurunkan risikokematian neonatus.
Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri
dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB
umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun
terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai
berubah. Pendekatan ini mengedepankan penatalaksanaan ekspektatif pada
beberapa kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang
dilahirkan tanpa memperburuk keamanan ibu.
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara lain
adalah:
a) tirah baring
b) oksigen
c) kateter menetap
d) cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa
kristaloid maupun koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan
berpedoman pada diuresis insensible water loss, dan central venous
pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu diawasi.
e) Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc
MgSO4 20% secaraintravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 30 cc dalam 500 cc ringer
laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium sulfat ini diberikan
dengan beberapa syarat, yaitu:
1. Refleks patella normal
2. Frekuensi respirasi >16x per menit
26
kelahiran
prematur.Ada
pendapat
bahwa
janin
penderita
27
yang menderita hipertensi dalam kehamilan. diambil dari Dalam lebih dari
dua dekade, kortikosteroid telah diberikan pada masa antenatal dengan
maksud mengurangi komplikasi, terutama RDS, pada bayi prematur.
Apabila dilihat dari lamanya interval waktu mulai saat pemberian steroid
sampai kelahiran, tampak bahwa interval 24 jam sampai tujuh hari
memberi keuntungan yang lebih besar dengan rasio kemungkinan (odds
ratio/OR) 0,38 terjadinya RDS. Sementara apabila interval kurang dari 24
jam OR 0,70 dan apabila lebih dari 7 hari OR 0,41. Penelitian US
Collaborative tahun 1981 melaporkan perbedaan bermakna insiden RDS
dengan pemberian steroid antenatal pada kehamilan 30-34 minggu dengan
interval antara 24 jam sampai dengan tujuh hari. Sementara penelitian
Liggins dan Howie mendapati insidens RDS lebih rendah apabila interval
waktu antara saat pemberian steroid sampai kelahiran adalah dua hari
sampai kurang dari tujuh hari dan perbedaan ini bermakna. Mereka
menganjurkan steroid harus diberikan paling tidak 24 jam sebelum terjadi
kelahiran agar terlihat manfaatnya terhadap pematangan paru janin.
Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat karena kerusakan telah
terjadi sebelum steroid bekerja. National Institutes of Health (NIH)
merekomendasikan:
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang
dalam persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk
pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak
dua dosis dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg
sebanyak 4 dosis intramuskular dengan interval 12 jam. Keuntungan
optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung selama
tujuh hari.
3. Pemberian deksamethason di Rumah Sakit Pendidikan di FK-USU
yaitu 15 mg dalam sekali pemberian.
28
29
mencatat bahwa terminasi adalah terapi efektif untuk PEB. Pemilihan terminasi
secara vaginal lebih diutamakan untuk menghindari faktor stres dari operasi sesar.
2.1.5.2 Penanganan Ekspektatif
Penanganan ekspektatif. Terdapat kontroversi mengenai terminasi
kehamilan pada PEB yang belum cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk
memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm mungkin sampai tercapainya
pematangan paru atau sampai usia kehamilan di atas 37 minggu. Adapun
penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:
1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan meningkatkan kesejahteraan bayi
baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu
2. Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien
PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi
kehamilan lebih diutamakan untuk menghindari komplikasi yang dapat
mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada
pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34 minggu, penanganan
ekspektatif lebih disarankan.
Penelitian awal mengenai terapi ekspektatif ini dilakukan oleh Nochimson
dan Petrie33 pada tahun 1979. Mereka menunda kelahiran pada pasien PEB
dengan usia kehamilan 27-33 minggu selama 48 jam untuk memberi waktu kerja
steroid mempercepat pematangan paru.
Kemudian Rick34 dkk pada tahun 1980 juga menunda kelahiran pasien
dengan PEB selama 48-72 jam bila diketahui rasio lecitin/spingomyelin (L/S)
menunjukkan ketidakmatangan paru. Banyak peneliti lain yang juga meneliti
efektifitas penatalaksanaan ekspektatif ini terutama pada kehamilan preterm. Di
antaranya yaitu Odendaal dkk35 yang melaporkan hasil perbandingan
penatalaksanaan ekspektatif dan aktif pada 58 wanita dengan PEB dengan usia
kehamilan 28-34 minggu. Pasien ini diterapi dengan MgSO4, hidralazine, dan
kortikosteroid untuk pematangan paru. Semua pasien dipantau ketat di ruang
rawat inap. Dua puluh dari 58 pasien mengalami terminasi karena indikasi ibu dan
janin setelah 48 jam dirawat inap. Pasien dengan kelompok penanganan aktif
diterminasi kehamilannya setelah 72 jam, sedangkan pasien pada kelompok
30
umum
Daftar Pustaka :
1. Manuaba I.B.G.2007. Pengantar Kuliah obstetri. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
2. Saifuddin A.2008.Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : Tridasari
printer.
3. Cunningham F.G.2005.Chapter 34 Hypersensitive disorder in pregnancy. In
Williams Obstetri 22nd Ed. New York : Medical Publishing Division.
4. Prihartono. J,D. Ocviyanti.2009.Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Pasien
Preeklampsia Berat (PEB)/Eklampsia di Instalasi Gawat Darurat RSUPCM.
Dalam: Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia.