Case Hiperbil NEW
Case Hiperbil NEW
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama
: By M
Umur
Jenis kelamin
: Perempuan
: 1900 gram
Panjang Badan
: 46 cm
Agama
: Islam
Alamat
Kebangsaan
: Indonesia
: 260442
MRS
: 31 Maret 2009
II. ANAMNESA
(Alloanamnesa, dengan ayah bayi 01 Maret 2009, pukul 09.30 WIB)
Keluhan Utama
: Bayi kuning
Keluhan Tambahan
: Malas minum
: G1P1A0
HPHT
:-
Periksa hamil
: 7 kali, teratur.
: tidak pernah
Merokok
: tidak pernah
: tidak pernah
: tidak ada
Riwayat Persalinan
Presentasi
: belakang kepala
Cara persalinan
: spontan
KPSW
: ada, 4 jam
: tidak ada
: tidak ada
: perempuan
Kelahiran
: tunggal
: langsung menangis
: sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Berat badan
: 1900 gram
Panjang badan
: 46 cm
Lingkar kepala
: 32 cm
: 8 cm
Aktivitas
: hipoaktif
Reflek isap
: lemah
Tangis
: lemah
Anemis
: tidak ada
Sianosis
: tidak ada
Ikterus
Dispneu
: tidak ada
HR
: 134 x/menit
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu
: 36,5 0C
Kepala
: NCH (-).
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Keadaan Spesifik
Kepala
Lingkar kepala: 32 cm
UUB
: cekung
Mata
: nistagmus tidak ada, pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, mata
cekung (-/-)
Hidung
: nafas cuping hidung (-), epistaksis tidak ada, sekret tidak ada
cephal hematome
: (-)
Leher
Thorax
Abdomen
Cor
Pulmo
: datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Cubitan kulit perut kembali cepat.
IV.
Oral
: (+)
Moro
: (+)
Tonic neck
: (+)
Withdrawal
: (+)
Plantar grasp
: (+)
Palmar grasp
: (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 31 Maret 2009
CRP
: negatif
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Hemoglobin
: 15 g/dl
Hematokrit
: 45 vol %
Leukosit
: 19800/mm3
LED
: 9 mm/jam
Trombosit
: 683000/mm3
Hitung jenis
: 0/0/0/80/20/0
V.
RESUME
Seorang bayi perempuan berusia 9 hari dengan berat badan 1900 gr,
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
: 1900 gram
Usia
: 11 hari
: kuning (+)
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: hipoaktif
Reflek isap
: lemah
Tangis
: lemah
Anemis
: (-)
Ikterus
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 124 x/menit
RR
: 32 x/menit
: 36,5oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
Laboratorium
: LP = 33
: 1900 gram
Usia
: 12 hari
: kuning (+)
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: hipoaktif
Reflek isap
: lemah
Tangis
: lemah
Anemis
: (-)
Ikterus
: (+), Kramer II
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 140 x/menit
RR
: 45 x/menit
: 36,7 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: 1900 gram
Usia
: 13 hari
: kuning (+)
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: hipoaktif
Reflek isap
: lemah
Tangis
: lemah
Anemis
: (-)
Ikterus
: (+), Kramer II
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 140 x/menit
RR
: 36 x/menit
: 36,6 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
Laboratorium
Hasil USG
: meningitis
: 2100 gram
Usia
: 14 hari
: kuning (+)
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: hipoaktif
Reflek isap
: lemah
Tangis
: lemah
Anemis
: (-)
Ikterus
: (+), Kramer I
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 132 x/menit
RR
: 40 x/menit
: 36,5oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
Laboratorium
: 2050 gram
Usia
: 15 hari
: kuning (+)
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (+), Kramer I
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 144 x/menit
RR
: 32 x/menit
: 36,7 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: 2000 gram
Usia
: 16 hari
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
10
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 146 x/menit
RR
: 34 x/menit
: 36,6 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
: 2000 gram
Usia
: 17 hari
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 142 x/menit
11
RR
: 36 x/menit
: 36,6 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
: 2000 gram
Usia
: 18 hari
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 150 x/menit
RR
: 38 x/menit
: 36,8 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
12
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
: 2000 gram
Usia
: 19 hari
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 148 x/menit
RR
: 36 x/menit
: 36,6 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
13
ASI/PASI 8 x 20 cc
Tanggal 11 Maret 2009
Berat badan
: 2200 gram
Usia
: 20 hari
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 142 x/menit
RR
: 34 x/menit
: 36,6 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
: 2200 gram
Usia
: 21 hari
14
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 146 x/menit
RR
: 36 x/menit
: 36,7 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
: 2200 gram
Usia
: 22 hari
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
15
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 148 x/menit
RR
: 32 x/menit
: 36,8 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
: 2200 gram
Usia
: 23 hari
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
16
Dispneu
: (-)
HR
: 142 x/menit
RR
: 36 x/menit
: 36,5 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
Laboratorium
:
Hemoglobin
: 15 g/dl
Hematokrit
: 45 vol %
Leukosit
: 11400/mm3
LED
: 14 mm/jam
Trombosit
: 255000/mm3
Hitung jenis
: 0/0/0/71/28/0
: Meningitis
: 2200 gram
Usia
: 24 hari
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
17
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 146 x/menit
RR
: 38 x/menit
: 36,3 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
Laboratorium
: Bilirubin total
: Meningitis
: NGT terpasang
: 2200 gram
Usia
: 25 hari
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 150 x/menit
18
RR
: 32 x/menit
: 36,7 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
: Meningitis
: NGT terpasang
IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc (10 cc oral, 10 cc dengan NGT)
: 2200 gram
Usia
: 26 hari
: -
O
Sense
: kompos mentis
Aktivitas
: aktif
Reflek isap
: kuat
Tangis
: kuat
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dispneu
: (-)
HR
: 150 x/menit
RR
: 32 x/menit
: 36,7 oC
Kepala
: NCH (-)
Thorax
Abdomen
19
Ekstremitas
: sianosis (-)
Laboratorium
:Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
: Meningitis
: NGT terpasang
IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc (10 cc oral, 10 cc dengan NGT)
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikterus Neonatorum
Alogaritma
hiperbilirubinemia
umur < 24 jam
negatif
bil.direk meningkat
inkompatibilitas
golongan darah
( ABO, Rh, minor group)
bil.direk normal
normal
ekstravasasi darah
sirk.entrohepatik
kel. metab/endokrin
1. Definisi
Istilah ikterus berasal dari bahasa Yunani icteros atau istilah jaundice
berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning.1 Ikterus adalah
gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.1
21
- Infeksi
- Ikterus fisiologis
- RDS
- Polisitemia
- Kongenital spherositosis
- Sepsis
- Perdarahan Ekstravaskular
- Defisiensi G6PD
22
23
Perkiraan kadar
bilirubin
5,0 mg%
9,0 mg%
Daerah ikterus
24
5. Penatalaksanaan2
Tujuan penatalaksanaan ikterus pada neonatus adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern
ikterus, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin
dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin lebih cepat terjadi
dengan memberikan luminal atau agar yang dapat merangsang terbentuknya
enzim glukoronil transferase. Pemberian substrat yang dapat menghambat
metabolisme bilirubin (plasma, albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik
(pemberian kolestiramin), terapi sinar atau transfusi tukar dapat juga dilakukan
untuk mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.4 Dikemukakan pula bahwa obatobatan (IVIG: Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai
dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi
bilirubin.6
Terapi Sinar
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan
mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan
melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi
fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi
isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma
(tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi
bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak
terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang
diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk
asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk
foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
25
26
Faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau lahir sebelum
kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.
Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan (gr)
<1000
1000 1500
1500-2000
2000-2500
Transfusi Tukar
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar.
Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan
cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan
antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitized dengan
RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi
anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans
elektrolit.
Transfusi Tukar Pada Bayi Kurang Bulan
Usia (jam)
< 24
25-48
49-72
> 72
BB < 1500gr
> 10-15 mg/dL
> 10-15 mg/dL
>10-15 mg/dL
>15 mg/dL
BB 1500 2000 gr
>15 mg/dL
>15 mg/dL
>15 mg/dL
>17 mg/dL
BB > 2000 gr
> 16 mg/dL
> 20 mg/dL
> 17 mg/dL
> 18 mg/dL
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL
2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi
sinar
27
28
1. Etiologi
a. Faktor ibu: hipertensi (essensial, renal, kehamilan), kelainan kardio vaskuler
(diabetes mellitus, kelainan jantung, kelainan ginjal), perokok dan
alkoholisme, kecanduan obat, malnutrisi, kelainan uterus inkopetensi cerviks),
infeksi saluran kemih, ketuban pecah dini.
b. Faktor plasenta: kelainan plasenta (insersi plasenta yang abnormal, fibrosis,
infark), abrupsio plasenta, plasenta previa.
c. Fakor janin: infeksi (rubella, toxoplasma, cytomegalo virus), kelainan
kromosom (trisomi 13, 18, & 21, sindrom Turner), cacat bawaan, arteri
umbilikalis tunggal, polihidramnion, kehamilan kembar.
2. Patogenesis
a. Etiologi gangguan sirkulasi uteroplasentainsufisiensi plasentasuplai
nutrient & oksigen tidak adekuat gangguan pertumbuhan intra uterin
BBLR
b. Etiologi partus prematurus
3. Bentuk Klinik
a. Prematuritas murni (BBLR dengan masa gestasi < 37 minggu)
b. Dismatur ( BBLR kecil masa kehamilan/gestasi 37 minggu)
c. Gabungan a dan b (BBLR dengan masa gestasi < 37 minggu dan kecil masa
kehamilan)
4. Komplikasi
-
5. Prognosis
Tergantung masa gestasi, berat lahir dan komplikasi.
29
C. MENINGITIS
1. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut
dan kronis.
Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus
meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus
tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang
menghirup udara tersebut.8
2. Etiologi
Penyebab
infeksi
ini
dapat
diklasifikasikan
atas
Penumococcus,
di
bawah
tahun
Hemofilus
influenza,
meningococcus,
Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
3. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam
sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun. Tanda Kernigs dan Brudzinky positif.
30
4. Gejala
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus
apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi,
sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa
sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan
menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi
sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan nadanya tinggi,
demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya
membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi, Iskandar., 2002).
Gejala meningitis berdasarkan umur, yaitu :
1. Neonatus
- Gejala tidak khas
- Panas
- Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah, dan kesadaran menurun
- Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung
- Pernafasan tidak teratur
2. Anak umur 2 bulan sampai dengan 2 tahun
- Gambaran klasik (-)
- Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang
- Kadang-kadang high pitched cry
3. Anak umur > 2 tahun
- Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala
- Kejang
- Gangguan kesadaran
- Tanda-tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig
(+)
5. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang
31
diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal
tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul.
Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum
tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan
tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun
setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat
berlangsung beberapa hari.
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa
cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.
Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal
Tes
Tekanan LP
Meningitis Bakterial
Meningkat
Meningitis Virus
Biasanya normal
Meningitis TBC
Bervariasi
Warna
Keruh
Jernih
Xanthochromia
Jumlah sel
> 1000/ml
< 100/ml
Bervariasi
Jenis sel
Predominan PMN
Predominan MN
Predominan MN
Protein
Sedikit meningkat
Normal/meningkat
Meningkat
Glukosa
Normal/menurun
Biasanya normal
Rendah
Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari
infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.
32
2. Pemeriksaan radiologi
- X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis
- CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial dan lateralisasi
3. Pemeriksan lain
- Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan
- Air kemih: biakan
- Uji tuberkulin
- Biakan cairan lambung
6. Pengobatan
Pengobatan meningitis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Farmakologis:
a.
33
- Sefalosporin Generasi ke 3
- Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis
rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30
menit sebelum pemberian antibiotika
b. Meningitis dapat diobati dengan obat anti jamur, seperti:
Amfoterisin B : obat yang sangat manjur, tetapi obat ini dapat merusak
ginjal, obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan, memiliki efek
samping yang parah tetapi dapat dikurangi dengan memakai obat semacam
ibuprofen.
c. Pengobatan simptomatis
1. Menghentikan kejang:
- Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal
suppostoria kemudian dilanjutkan dengan:
- Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
- Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis
2. Menurunkan panas:
- Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
- Kompres air hangat/biasa
d.
Pengobatan suportif
- Cairan intravena
- Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.
2. Perawatan
a. Pada waktu kejang:
- Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
34
- Hisap lendir
- Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
- Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)
b. Bila penderita tidak sadar lama:
- Beri makanan melalui sonde
- Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita
sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam
- Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika
c. Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter
d Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement
Pemantauan ketat:
- Tekanan darah
- Pernafasan
- Nadi
- Produksi air kemih
- Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
fFisioterapi dan rehabilitasi.
7. Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau
meninggal, hal tergantung dari:
Umur penderita
35
Meskipun telah diberikan pengobatan, sebanyak 30% bayi meninggal. Jika terjadi
abses, angka kematian mendekati 75%.
mengalami kerusakan otak dan saraf (misalnya hidrosefalus, tuli dan keterbelakangan
mental).
36
BAB III
ANALISA KASUS
Seorang bayi perempuan berusia 9 hari dengan berat badan 1900 gr, panjang
badan 46 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat dalam kota,
dirawat di boks Neonatus Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang pada
tanggal 31 Maret 2009.
Dari anamnesis didapatkan bayi umur 9 hari kuning sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, bayi tersebut juga malas minum. Bayi lahir di luar, spontan dari
ibu G1P0A0 hamil preterm. Lahir langsung menangis. APGAR Score tidak diketahui.
Berat badan lahir 1900 gram. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat
KPSW ada 4 jam. Riwayat ketuban kental, hijau, bau busuk tidak ada.
Pada pemeriksaan umum, kesadaran sadar, HR 134 x/menit, pernafasan 22
x/menit, suhu 36,5 C, berat badan 1900 gram, panjang badan 46 cm, lingkar kepala
32 cm, hipoaktif, reflek isap lemah dan tangis lemah, anemis (-), sianosis (-), dispneu
(-), ikterik (+) Kramer III.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium, CRP negatif, bilirubin total 15,29
mg/dl, pemeriksaan ulang didapatkan CRP positif 24 mg/dl.
Pasien ini didiagnosis sementara dengan klinis sepsis karena terdapat gejala
umum malas minum, pemeriksaan laboratorium leukosit 19800/mm 3 dan LED 9
mm/jam.
Saat bayi berusia 9 hari, didapatkan kuning pada kulit bayi derajat III Kramer,
dan kadar Bilirubin total 15.29 mg/dl (N= <1.0 mg/dl), Bilirubin direk 3.82 mg/dl
(N= 0.0 0.2 mg/dl), Bilirubin indirek 11.47 mg/dl (N= <1,3 mg/dl) sehingga
diagnosa hiperbilirubinemia ditegakkan.
Hiperbilirubinemia yang timbul pada hari kelima sampai kesepuluh dapat
disebabkan sepsis,breast milk jaundice, galaktosemia, hipotiroidisme, obat-obatan
(sulfonamid, furosemid, thiazide, cephalosporine dll)
37
Sepersatujuta dari jumlah bayi yang lahir dapat dideteksi adanya gejala
Sindrom Galaktosemia Tipikal dikarenakan badan sang bayi gagal memproduksi
metabolis laktosa. Gejala sindrom ini di tandai dengan bayi mudah mengantuk,
muntah setelah disusui, dan akan mengakibatkan kerugian atas otak, mata, liver dan
organ tubuh vital lainnya. Pada bayi ini tidak ditemukan gejala awal mwngantuk dan
mudah muntah sehingga kemungkinan ikterus
disingkirkan. Gejala klinis hipotiroid pada neonatus dan bayi :Fontanella mayor yang
lebar dan fontanella posterior yang terbuka, suhu rektal < 35,5C dalam 0-45 jam
pasca lahir, berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu, suara besar
dan parau,hernia umbilikalis, riwayat ikterus lebih dari 3 hari, miksedema,
makroglosi, riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari),
kulit kering, dingin, dan motling (berbercak-bercak), letargi, sukar minum,
bradikardia (< 100/menit). Pada kasus ini tidak memenuhi kriteria penilaian
hipotiroid sehingga hipotiroid sebagai penyebab ikterus dapat disingkirkan. Breast
milk jaundice lebih sering terjadi mulai awal 4-7 hari kehidupan, dan apabila tidak
ditemukan penyebab lain dari ikterus, dari anamnesis didapatkan bahwa diberikan
susu formula dengan alasan ASI belum keluar sehingga kemungkinan breast milk
jaundice dapat disingkirkan. Akibat obat-obatan tidak dapat ditegakkan karena tidak
adanya riwayat pemakaian obat tersebut.
Kemungkinan penyebab hiperbilirubinemia pada bayi ini adalah karena sepsis
dan bayi berat lahir rendah. Pada sepsis terjadi peningkatan produksi bilirubin indirek
sehingga berdampak ikterus pada neonatus. Pada anamnesis didapatkan riwayat
prematuritas yang berkaitan dengan kondisi berat lahir rendah, peningkatan bilirubin
pada kondisi ini dapat disebabkan eritrosit lebih cepat mengalami hemolisis, usia
eritrosit lebih pendek
Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl
15% 6cc. Jumlah cairan yang diberikan dihitung setiap hari berdasarkan berat badan
dan umur. ASI/PASI
38
sehingga komplikasi kern ikterus dapat dihindari. Cara kerja terapi sinar adalah
dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan
melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi
fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer
kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa
konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin
akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi
diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui
urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara
langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang
bisa diekskresikan lewat urin.
Terapi sepsis pada pasien ini diberikan antibiotika. Lumbal punksi pada
tanggal 2 Maret 2009 hasilnya LP cell: 33 sehingga dicurigai adanya meningitis, lalu
dilakukan pemeriksaan USG dan didapatkan kesan meningitis, maka didiagnosis
sebagai meningitis dan diberikan terapi antibiotika ceftazidime 2x100 selama 14-21
hari.
Foto terapi dilakukan bila kadar bilirubin total meningkat mendekati indikasi
transfusi tukar, biasanya 4 mg/dl di atas garis batas. Foto terapi dapat dihentikan jika
kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari kadar indikasi untuk
transfusi tukar, atau kadar bilirubin total <13 mg/dl. Efek samping yang dapat terjadi
akibat fototerapi adalah suhu tidak stabil, kerusakan retina, diare, bronze baby
syndrome, dehidrasi.
Prognosis pasien ini adalah quo ada vitam dan quo ad functionam dubia ad
bonam karena selama mendapatkan terapi terdapat respon yang baik, ditandai dengan
membaiknya keadaan klinis.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SR, Prawitasari T, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak
dengan Gejala Kuning. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM. 2007.
2. Staf Pengajar FK Unsri. Hiperbilirubinemia Neonatal. Buku Standar Profesi Ilmu
Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005.
3. Sastroasmono S, dkk. Ikterus Neonatorum. Diambil dari: http//www.yanmedikdepkes.net .
4. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 1991
5. Sylviati
M.
Damanik.
Hiperbilirubinemia.
Diambil
dari:
http//www.pediatrik.com.
6. Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik MS. Hiperbilirubinemia pada Neonatus.
Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK Unair/Dr.
Soetomo.
7. Staf Pengajar FK Unsri. Sepsis Neonatorum. Buku Standar Profesi Ilmu
Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005
8. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The
New England Journal of
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
40