Anda di halaman 1dari 40

BAB I

LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama

: By M

Umur

: 9 hari (lahir 22 Maret 2009, pukul 08.15)

Jenis kelamin

: Perempuan

Berat Badan Lahir

: 1900 gram

Panjang Badan

: 46 cm

Agama

: Islam

Alamat

: Ds Mekar Mukti Jembatan 6 no.6 RT 01/RW 01,


Palembang

Kebangsaan

: Indonesia

No. Med rec

: 260442

MRS

: 31 Maret 2009

II. ANAMNESA
(Alloanamnesa, dengan ayah bayi 01 Maret 2009, pukul 09.30 WIB)
Keluhan Utama

: Bayi kuning

Keluhan Tambahan

: Malas minum

Riwayat Perjalanan Penyakit


Bayi lahir di luar, spontan dari ibu G1P0A0, prematur 7 bulan, ditolong
bidan, langsung menangis, APGAR Score tidak diketahui, berat badan lahir
1900 gram. Riwayat ibu demam tidak ada, KPSW ada 4 jam, ketuban kental,
hijau, bau busuk tidak ada.
Sejak 3 hari SMRS, penderita mulai tampak kuning, malas minum,
demam tidak ada, tampak lemah, muntah tidak ada, BAB cair tidak ada,
kejang tidak ada. Penderita dibawa ke RS Myria, kemudian dirujuk ke RS
Mohammad Hoesin..

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah anak pertama dari pasangan Tn. S usia 22 tahun dengan
pendidikan terakhir SD dan bekerja sebagai petani dengan Ny. M usia 21 tahun
dengan pendidikan terakhir SMA dan tidak bekerja. Penghasilan per bulan ratarata Rp.700.000-800.000. Kesan: sosial ekonomi menengah.
Riwayat Kehamilan
GPA

: G1P1A0

HPHT

:-

Periksa hamil

: 7 kali, teratur.

Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan


Minum alkohol

: tidak pernah

Merokok

: tidak pernah

Makan obat-obatan tertentu

: tidak pernah

Penyakit atau komplikasi kehamilan ini

: tidak ada

Riwayat Persalinan
Presentasi

: belakang kepala

Cara persalinan

: spontan

KPSW

: ada, 4 jam

Riwayat demam saat persalinan

: tidak ada

Riwayat ketuban kental, hijau, bau

: tidak ada

Keadaan bayi saat lahir


Jenis kelamin

: perempuan

Kelahiran

: tunggal

Kondisi saat lahir

: langsung menangis

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: kompos mentis

Berat badan

: 1900 gram

Panjang badan

: 46 cm

Lingkar kepala

: 32 cm

Lingkar lengan atas

: 8 cm

Aktivitas

: hipoaktif

Reflek isap

: lemah

Tangis

: lemah

Anemis

: tidak ada

Sianosis

: tidak ada

Ikterus

: ada, Kramer III

Dispneu

: tidak ada

HR

: 134 x/menit

Pernafasan

: 22 x/menit

Suhu

: 36,5 0C

Kepala

: NCH (-).

Thorax

: simetris, retraksi (-)


Cor : HR=134 x/menit. Bunyi jantug I, II normal, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

: datar, lemas, hepar/lien tidak teraba,


bising usus (+) normal

Ekstremitas

: sianosis tidak ada

Keadaan Spesifik
Kepala
Lingkar kepala: 32 cm
UUB

: cekung

Mata

: nistagmus tidak ada, pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, mata
cekung (-/-)

Hidung

: nafas cuping hidung (-), epistaksis tidak ada, sekret tidak ada

Trauma lahir : caput succedaneum : (-)

cephal hematome

: (-)

Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Thorax

: bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)

Abdomen

Cor

: HR=134 x/menit, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

: datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Cubitan kulit perut kembali cepat.

Lipat paha dan genitalia

: pembesaran KGB tidak ada, anus ada

Ekstremitas : fraktur tidak ada, dislokasi tidak ada


Reflek primitif:

IV.

Oral

: (+)

Moro

: (+)

Tonic neck

: (+)

Withdrawal

: (+)

Plantar grasp

: (+)

Palmar grasp

: (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 31 Maret 2009
CRP

: negatif

Bilirubin total

: 15.29 mg/dl (N= <1.0 mg/dl)

Bilirubin direk

: 3.82 mg/dl (N= 0.0 0.2 mg/dl)

Bilirubin indirek

: 11.47 mg/dl (N= <1,3 mg/dl)

Hemoglobin

: 15 g/dl

Hematokrit

: 45 vol %

Leukosit

: 19800/mm3

LED

: 9 mm/jam

Trombosit

: 683000/mm3

Hitung jenis

: 0/0/0/80/20/0

V.

RESUME
Seorang bayi perempuan berusia 9 hari dengan berat badan 1900 gr,

panjang badan 46 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat


dalam kota, dirawat di boks Neonatus Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH
Palembang pada tanggal 31 Maret 2009.
Dari anamnesis didapatkan bayi umur 9 hari kuning sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, bayi tersebut juga malas minum. Bayi lahir di luar, spontan
dari ibu G1P0A0 hamil preterm. Lahir langsung menangis. APGAR Score tidak
diketahui. Berat badan lahir 1900 gram. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak
ada. Riwayat KPSW ada 4 jam. Riwayat ketuban kental, hijau, bau busuk tidak
ada.
Pada pemeriksaan umum, kesadaran sadar, HR 134 x/menit, pernafasan 22
x/menit, suhu 36,5 C, berat badan 1900 gram, panjang badan 46 cm, lingkar
kepala 32 cm, hipoaktif, reflek isap lemah dan tangis lemah, anemis (-), sianosis
(-), dispneu (-), ikterik (+) Kramer III.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium, CRP negatif, bilirubin total
15,29 mg/dl.
VI. DIAGNOSIS SEMENTARA
Klinis sepsis + Hiperbilirubinemia
VII. PENATALAKSANAAN
IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 9/menit
Pasang NGT
Ceftazidin 2 x 100 mg
Fototerapi
ASI/PASI 8 x 20 cc
Cegah hipotermi
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP SELAMA PASIEN DIRAWAT


Tanggal 02 Maret 2009
Berat badan

: 1900 gram

Usia

: 11 hari

: kuning (+)

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: hipoaktif

Reflek isap

: lemah

Tangis

: lemah

Anemis

: (-)

Ikterus

: (+), Kramer III

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 124 x/menit

RR

: 32 x/menit

: 36,5oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.


Cubitan kulit perut kembali cepat.

Ekstremitas

: sianosis (-)

Laboratorium

: LP = 33

: Klinis Sepsis + ikterus neonatorum

: IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 10/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc
Fototerapi

Tanggal 03 Maret 2009


Berat badan

: 1900 gram

Usia

: 12 hari

: kuning (+)

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: hipoaktif

Reflek isap

: lemah

Tangis

: lemah

Anemis

: (-)

Ikterus

: (+), Kramer II

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 140 x/menit

RR

: 45 x/menit

: 36,7 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Klinis Sepsis + ikterus neonatorum

: IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 10/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc
Fototerapi
Rencana USG Transfontanella
Rencana pemeriksaan bilirubin total dan CRP

Tanggal 04 Maret 2009


Berat badan

: 1900 gram

Usia

: 13 hari

: kuning (+)

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: hipoaktif

Reflek isap

: lemah

Tangis

: lemah

Anemis

: (-)

Ikterus

: (+), Kramer II

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 140 x/menit

RR

: 36 x/menit

: 36,6 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

Laboratorium

: bilirubin total 13.67 mg/dl


CRP (+) 24 mg/dl (N<1,0 mg/dl)

Hasil USG

: meningitis

: Klinis Sepsis + ikterus neonatorum

: IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 11/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc
Fototerapi
Rencana pemeriksaan bilirubin total ulang

Tanggal 05 Maret 2009


Berat badan

: 2100 gram

Usia

: 14 hari

: kuning (+)

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: hipoaktif

Reflek isap

: lemah

Tangis

: lemah

Anemis

: (-)

Ikterus

: (+), Kramer I

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 132 x/menit

RR

: 40 x/menit

: 36,5oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

Laboratorium

: bilirubin total 13.05 mg/dl

: meningitis + ikterus neonatorum

: IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 14/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc
Fototerapi

Tanggal 06 Maret 2009


Berat badan

: 2050 gram

Usia

: 15 hari

: kuning (+)

Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (+), Kramer I

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 144 x/menit

RR

: 32 x/menit

: 36,7 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: meningitis + ikterus neonatorum

: IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 14/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc
Fototerapi

Tanggal 07 Maret 2009


Berat badan

: 2000 gram

Usia

: 16 hari

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

10

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 146 x/menit

RR

: 34 x/menit

: 36,6 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 10/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc

Tanggal 08 Maret 2009


Berat badan

: 2000 gram

Usia

: 17 hari

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 142 x/menit

11

RR

: 36 x/menit

: 36,6 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl 15% 6cc gtt 10/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc

Tanggal 09 Maret 2009


Berat badan

: 2000 gram

Usia

: 18 hari

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 150 x/menit

RR

: 38 x/menit

: 36,8 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

12

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 14/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc

Tanggal 10 Maret 2009


Berat badan

: 2000 gram

Usia

: 19 hari

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 148 x/menit

RR

: 36 x/menit

: 36,6 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 14/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg

13

ASI/PASI 8 x 20 cc
Tanggal 11 Maret 2009
Berat badan

: 2200 gram

Usia

: 20 hari

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 142 x/menit

RR

: 34 x/menit

: 36,6 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc

Tanggal 12 Maret 2009


Berat badan

: 2200 gram

Usia

: 21 hari

14

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 146 x/menit

RR

: 36 x/menit

: 36,7 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc

Tanggal 13 Maret 2009


Berat badan

: 2200 gram

Usia

: 22 hari

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

15

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 148 x/menit

RR

: 32 x/menit

: 36,8 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit


NGT terpasang
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc (10 cc oral, 10 cc dengan NGT)
Rencana pemeriksaan darah rutin

Tanggal 14 Maret 2009


Berat badan

: 2200 gram

Usia

: 23 hari

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

16

Dispneu

: (-)

HR

: 142 x/menit

RR

: 36 x/menit

: 36,5 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

Laboratorium

:
Hemoglobin

: 15 g/dl

Hematokrit

: 45 vol %

Leukosit

: 11400/mm3

LED

: 14 mm/jam

Trombosit

: 255000/mm3

Hitung jenis

: 0/0/0/71/28/0

: Meningitis

: IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit


Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc (10 cc oral, 10 cc dengan NGT)
Rencana pemeriksaan bilirubin total

Tanggal 15 Maret 2009


Berat badan

: 2200 gram

Usia

: 24 hari

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

17

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 146 x/menit

RR

: 38 x/menit

: 36,3 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

Laboratorium

: Bilirubin total

: Meningitis

: NGT terpasang

: 15.58 mg/dl (N= <1.0 mg/dl)

IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit


Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc (10 cc oral, 10 cc dengan NGT)
Tanggal 16 Maret 2009
Berat badan

: 2200 gram

Usia

: 25 hari

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 150 x/menit

18

RR

: 32 x/menit

: 36,7 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

Ekstremitas

: sianosis (-)

: Meningitis

: NGT terpasang
IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc (10 cc oral, 10 cc dengan NGT)

Tanggal 17 Maret 2009


Berat badan

: 2200 gram

Usia

: 26 hari

: -

O
Sense

: kompos mentis

Aktivitas

: aktif

Reflek isap

: kuat

Tangis

: kuat

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispneu

: (-)

HR

: 150 x/menit

RR

: 32 x/menit

: 36,7 oC

Kepala

: NCH (-)

Thorax

: simetris, retraksi (-)

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba.

19

Ekstremitas

: sianosis (-)

Laboratorium

:Bilirubin total

: 14.15 mg/dl (N= <1.0 mg/dl)

Bilirubin direk

: 5.40 mg/dl (N= 0.0 0.2 mg/dl)

Bilirubin indirek

: 8.75 mg/dl (N= <1,3 mg/dl)

USG Transfrontanella : tampak PPIV grade II


Kesan : meningitis
A

: Meningitis

: NGT terpasang
IVFD Dextrose 10 % + NaCl 15% 6cc gtt 12/menit
Ceftazidin 2 x 100 mg
ASI/PASI 8 x 20 cc (10 cc oral, 10 cc dengan NGT)

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikterus Neonatorum
Alogaritma
hiperbilirubinemia
umur < 24 jam

umur > 24 jam

periksa Coombs test


positif

ulang periksa bil total dan direk


( setelah 12 - 24 jam )

negatif
bil.direk meningkat

inkompatibilitas
golongan darah
( ABO, Rh, minor group)

bil.direk normal

infeksi intra uterin


periksa hematokrit
sepsis
neonatal hepatitis
obstruksi biliaris
normal/menurun
meningkat
periksa morfologi RBC polisitemia
abnormal
sferositosis
inkomp.ABO
def. G6PD

normal
ekstravasasi darah
sirk.entrohepatik
kel. metab/endokrin

1. Definisi
Istilah ikterus berasal dari bahasa Yunani icteros atau istilah jaundice
berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning.1 Ikterus adalah
gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.1

21

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin total sewaktu


>12mg/dL dan >15mg/dL pada bayi aterm; ikterus yang terjadi pada hari pertama
kehidupan; peningkatan kadar bilirubin >5mg%/24jam; peningkatan kadar
bilirubin direk >1,5-2mg%; ikterus berlangsung > 2minggu.2
2. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, 60%
neonatus (ikterus fisiologis), disebabkan: 2,3
1. Bilirubin selama masa janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus
diekskresi bayi sendiri
2. Jumlah eritrosit dan hemolisisnya lebih banyak pada neonatus
3. Lama hidup eritrosit pada neonatus lebih singkat (70-90 hari)
4. Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang
mengalami gangguan pertumbuhan intra-uterin kurang
5. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, uridine diphosphate glukoronil transferase dan ligand dalam
protein belum adekuat) atau penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan
konjugasi.
6. Sirkulus enterohepatik meningkat karena masih berfungsinya enzim glukuronidase di usus dan belum ada nutrien
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis):1,2
Hari 1: - Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus
- Infeksi intrauterin TORCH
Hari 2-5: - Prematuritas

- Infeksi

- Ikterus fisiologis

- RDS

- Polisitemia

- Kongenital spherositosis

- Sepsis

- Perdarahan Ekstravaskular

- Defisiensi G6PD

- Breast feeding jaundice

22

Hari 5-10: - Sepsis


- Breast milk jaundice
- Galaktosemia
- Hipotiroidisme
- Obat-obatan (sulfonamid, furosemid, thiazide, cephalosporine dll)
Hari >10: - Sepsis
- Neonatal hepatitis
- Atresia biliaris
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik (stenosis pilorik, obstruksi usus)
3. Metabolisme bilirubin1,4
Bilirubin merupakan produk yang toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. 4
Bilirubin berasal dari proses eritropoesis yang tidak efektif dan hasil pemecahan
heme dalam sel retikuloendotelial limpa dan hati. Produk akhir jaras metabolisme
ini adalah bilirubin indirek (bilirubin bebas/ bilirubin IX alfa) yang tidak larut
dalam air, terikat pada albumin dalam sirkulasi. Setelah sampai hepar, terjadi
mekanisme ambilan dan bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati. Dalam
sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y) dan protein Z dan
glutation lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya
konjugasi. Bilirubin indirek ini kemudian oleh enzim glukoronil transferase
dimetabolisme menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan disekresikan ke
dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah disekresi oleh hati, empedu
disimpan dalam kandung empedu sampai proses makan akan merangsang
pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak dapat direabsorpsi
oleh epitel usus, tetapi dipecah oleh flora usus menjadi sterkobilin dan
urobilinogen yang kemudian dikeluarkan melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin
direk akan didekonjugasi oleh enzim -glukoronidase yang terdapat pada epitel
usus dan bilirubin indirek yang dihasilkan ini akan direabsorpsi ke dalam sirkulasi
dan kembali ke hati, yang dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik.

23

Berdasarkan metabolisme normal bilirubin tersebut, mekanisme terjadinya


ikterus berkaitan dengan: produksi bilirubin, ambilan bilirubin oleh hepatosit,
ikatan bilirubin intrahepatosit, konjugasi, sekresi, dan ekskresi bilirubin. Pada
sebagian kasus, lebih dari satu mekanisme yang terlibat.

4. Derajat ikterus menurut Kramer5


Derajat
ikterus
I
II
III
IV
V

Perkiraan kadar
bilirubin
5,0 mg%
9,0 mg%

Daerah ikterus

Kepala dan leher


Sampai badan atas (di atas umbilikus)
Sampai badan bawah (di bawah umbilikus)
11,4 mg/dl
hingga tungkai atas (di atas lutut)
Sampai lengan, tungkai bawah lutut
12,4 mg/dl
Sampai telapak tangan dan kaki
16,0 mg/dl

24

5. Penatalaksanaan2
Tujuan penatalaksanaan ikterus pada neonatus adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern
ikterus, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin
dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin lebih cepat terjadi
dengan memberikan luminal atau agar yang dapat merangsang terbentuknya
enzim glukoronil transferase. Pemberian substrat yang dapat menghambat
metabolisme bilirubin (plasma, albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik
(pemberian kolestiramin), terapi sinar atau transfusi tukar dapat juga dilakukan
untuk mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.4 Dikemukakan pula bahwa obatobatan (IVIG: Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai
dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi
bilirubin.6
Terapi Sinar
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan
mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan
melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi
fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi
isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma
(tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi
bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak
terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang
diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk
asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk
foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.

25

Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm


dengan intensitas cahaya 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak
35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8
buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight
fluorescent tubes.
Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel.
Komplikasi
Bronze baby syndrome
Diare
Hemolisis
Dehidrasi
Ruam kulit

Mekanisme yang mungkin terjadi


Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin
Bilirubin indirek menghambat laktase
Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
IWL (30-100%) karena menyerap energi foton
Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan
pelepasan histamin

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi adalah intensitas radiasi,


kurva spektrum emisi, luas tubuh bayi yang terpapar, usia bayi, umur gestasi,
berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur
yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil
(gangguanpertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain
itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.
Indikasi Terapi Sinar dan Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

26

Faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau lahir sebelum
kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.
Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan (gr)
<1000
1000 1500
1500-2000
2000-2500

Kadar Bilirubin (mg/dL)


Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama
7-9 mg/dL
10-12 mg/dL
13-15 mg/dL

Transfusi Tukar
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar.
Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan
cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan
antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitized dengan
RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi
anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans
elektrolit.
Transfusi Tukar Pada Bayi Kurang Bulan
Usia (jam)
< 24
25-48
49-72
> 72

BB < 1500gr
> 10-15 mg/dL
> 10-15 mg/dL
>10-15 mg/dL
>15 mg/dL

BB 1500 2000 gr
>15 mg/dL
>15 mg/dL
>15 mg/dL
>17 mg/dL

BB > 2000 gr
> 16 mg/dL
> 20 mg/dL
> 17 mg/dL
> 18 mg/dL

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL
2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi
sinar

27

3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 1013gr/dL dan kecepatan


peningkatan bilirubin 0,5mg/dL/jam
4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia
5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki
melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi)
6. Kadar bilirubin total >25mg/dL
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
* Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
* Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
* Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
* Perforasi pembuluh darah
Komplikasi tranfusi tukar:
* Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
* Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
* Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
* Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
* Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
* Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
6. Prognosis
Hiperbilirubinemia prognosanya akan buruk apabila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau
ensephalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya
baik.
B. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi Berat Lahir Rendah adalah bayi baru lahir dengan berat saat lahir
kurang dari 2500 gram. Bila berat kurang dari 1500 gram digolongkan dalam BBLSR
(bayi berat lahir sangat rendah).

28

1. Etiologi
a. Faktor ibu: hipertensi (essensial, renal, kehamilan), kelainan kardio vaskuler
(diabetes mellitus, kelainan jantung, kelainan ginjal), perokok dan
alkoholisme, kecanduan obat, malnutrisi, kelainan uterus inkopetensi cerviks),
infeksi saluran kemih, ketuban pecah dini.
b. Faktor plasenta: kelainan plasenta (insersi plasenta yang abnormal, fibrosis,
infark), abrupsio plasenta, plasenta previa.
c. Fakor janin: infeksi (rubella, toxoplasma, cytomegalo virus), kelainan
kromosom (trisomi 13, 18, & 21, sindrom Turner), cacat bawaan, arteri
umbilikalis tunggal, polihidramnion, kehamilan kembar.
2. Patogenesis
a. Etiologi gangguan sirkulasi uteroplasentainsufisiensi plasentasuplai
nutrient & oksigen tidak adekuat gangguan pertumbuhan intra uterin
BBLR
b. Etiologi partus prematurus
3. Bentuk Klinik
a. Prematuritas murni (BBLR dengan masa gestasi < 37 minggu)
b. Dismatur ( BBLR kecil masa kehamilan/gestasi 37 minggu)
c. Gabungan a dan b (BBLR dengan masa gestasi < 37 minggu dan kecil masa
kehamilan)
4. Komplikasi
-

Bayi prematur : asfixia, sindroma gawat napas neonatos ( penyakit membran


hialin, transient tachypnoe of the newborn), hipotermia, hipoglikemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, perdarahan periintraventrikuler, perdarahan
paru dan enterokolitis nekrotikan.

Bayi kecil masa kehamilan: hipoglikemia, asfixia, infeksi, aspirasi mekonium,


polisitemia, hiperbilirubinemia dan kelainan kongenital.

5. Prognosis
Tergantung masa gestasi, berat lahir dan komplikasi.

29

C. MENINGITIS
1. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut
dan kronis.
Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus
meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus
tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang
menghirup udara tersebut.8
2. Etiologi
Penyebab

infeksi

ini

dapat

diklasifikasikan

atas

Penumococcus,

Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella.


Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes
2. Anak

di

bawah

tahun

Hemofilus

influenza,

meningococcus,

Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
3. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam
sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun. Tanda Kernigs dan Brudzinky positif.

30

4. Gejala
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus
apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi,
sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa
sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan
menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi
sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan nadanya tinggi,
demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya
membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi, Iskandar., 2002).
Gejala meningitis berdasarkan umur, yaitu :
1. Neonatus
- Gejala tidak khas
- Panas
- Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah, dan kesadaran menurun
- Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung
- Pernafasan tidak teratur
2. Anak umur 2 bulan sampai dengan 2 tahun
- Gambaran klasik (-)
- Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang
- Kadang-kadang high pitched cry
3. Anak umur > 2 tahun
- Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala
- Kejang
- Gangguan kesadaran
- Tanda-tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig
(+)
5. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang

31

diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal
tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul.
Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum
tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan
tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun
setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat
berlangsung beberapa hari.
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa
cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.
Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal
Tes
Tekanan LP

Meningitis Bakterial
Meningkat

Meningitis Virus
Biasanya normal

Meningitis TBC
Bervariasi

Warna

Keruh

Jernih

Xanthochromia

Jumlah sel

> 1000/ml

< 100/ml

Bervariasi

Jenis sel

Predominan PMN

Predominan MN

Predominan MN

Protein

Sedikit meningkat

Normal/meningkat

Meningkat

Glukosa

Normal/menurun

Biasanya normal

Rendah

Kontraindikasi pungsi lumbal:


-

Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari
infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.

Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena


pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.

Kelainan pembekuan darah.

Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan


jarum pada ruang interspinal.

32

2. Pemeriksaan radiologi
- X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis
- CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial dan lateralisasi
3. Pemeriksan lain
- Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan
- Air kemih: biakan
- Uji tuberkulin
- Biakan cairan lambung
6. Pengobatan
Pengobatan meningitis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Farmakologis:
a.

Obat anti infeksi:


1. Meningitis tuberkulosa:
- Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis (maksimal 500
mg/hari) selama 1 Tahun
- Rifampicin 10-15 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal selama 1 tahun
- Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM dosis tunggal atau dibagi
dalam 2 dosis selama 3 bulan
2.

Meningitis bakterial, umur <2 bulan :

- Cephalosporin Generasi ke 3, atau


- Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6
kali dosis sehari dan Kloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4
dosis
3.

Meningitis bakterial, umur >2 bulan:

- Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6


kali dosis sehari dan Chloramphenicol ?50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4
dosis, atau

33

- Sefalosporin Generasi ke 3
- Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis
rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30
menit sebelum pemberian antibiotika
b. Meningitis dapat diobati dengan obat anti jamur, seperti:

Flukonazol : berbentuk pil atau suntikan dalam pembuluh darah


(intravena/IV)

Itrakonazol : dipakai pada orang yang tidak tahan dengan flukonazol.

Amfoterisin B : obat yang sangat manjur, tetapi obat ini dapat merusak
ginjal, obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan, memiliki efek
samping yang parah tetapi dapat dikurangi dengan memakai obat semacam
ibuprofen.

c. Pengobatan simptomatis
1. Menghentikan kejang:
- Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis rektal
suppostoria kemudian dilanjutkan dengan:
- Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
- Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis
2. Menurunkan panas:
- Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
- Kompres air hangat/biasa
d.

Pengobatan suportif
- Cairan intravena
- Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

2. Perawatan
a. Pada waktu kejang:
- Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka

34

- Hisap lendir
- Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
- Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)
b. Bila penderita tidak sadar lama:
- Beri makanan melalui sonde
- Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita
sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam
- Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika
c. Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter
d Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement
Pemantauan ketat:
- Tekanan darah
- Pernafasan
- Nadi
- Produksi air kemih
- Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
fFisioterapi dan rehabilitasi.
7. Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau
meninggal, hal tergantung dari:

Umur penderita

Jenis kuman penyebab

Berat ringan infeksi

Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan

Adanya dan penanganan penyulit

35

Meskipun telah diberikan pengobatan, sebanyak 30% bayi meninggal. Jika terjadi
abses, angka kematian mendekati 75%.

20-50% bayi yang bertahan hidup,

mengalami kerusakan otak dan saraf (misalnya hidrosefalus, tuli dan keterbelakangan
mental).

36

BAB III
ANALISA KASUS
Seorang bayi perempuan berusia 9 hari dengan berat badan 1900 gr, panjang
badan 46 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat dalam kota,
dirawat di boks Neonatus Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang pada
tanggal 31 Maret 2009.
Dari anamnesis didapatkan bayi umur 9 hari kuning sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, bayi tersebut juga malas minum. Bayi lahir di luar, spontan dari
ibu G1P0A0 hamil preterm. Lahir langsung menangis. APGAR Score tidak diketahui.
Berat badan lahir 1900 gram. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat
KPSW ada 4 jam. Riwayat ketuban kental, hijau, bau busuk tidak ada.
Pada pemeriksaan umum, kesadaran sadar, HR 134 x/menit, pernafasan 22
x/menit, suhu 36,5 C, berat badan 1900 gram, panjang badan 46 cm, lingkar kepala
32 cm, hipoaktif, reflek isap lemah dan tangis lemah, anemis (-), sianosis (-), dispneu
(-), ikterik (+) Kramer III.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium, CRP negatif, bilirubin total 15,29
mg/dl, pemeriksaan ulang didapatkan CRP positif 24 mg/dl.
Pasien ini didiagnosis sementara dengan klinis sepsis karena terdapat gejala
umum malas minum, pemeriksaan laboratorium leukosit 19800/mm 3 dan LED 9
mm/jam.
Saat bayi berusia 9 hari, didapatkan kuning pada kulit bayi derajat III Kramer,
dan kadar Bilirubin total 15.29 mg/dl (N= <1.0 mg/dl), Bilirubin direk 3.82 mg/dl
(N= 0.0 0.2 mg/dl), Bilirubin indirek 11.47 mg/dl (N= <1,3 mg/dl) sehingga
diagnosa hiperbilirubinemia ditegakkan.
Hiperbilirubinemia yang timbul pada hari kelima sampai kesepuluh dapat
disebabkan sepsis,breast milk jaundice, galaktosemia, hipotiroidisme, obat-obatan
(sulfonamid, furosemid, thiazide, cephalosporine dll)

37

Sepersatujuta dari jumlah bayi yang lahir dapat dideteksi adanya gejala
Sindrom Galaktosemia Tipikal dikarenakan badan sang bayi gagal memproduksi
metabolis laktosa. Gejala sindrom ini di tandai dengan bayi mudah mengantuk,
muntah setelah disusui, dan akan mengakibatkan kerugian atas otak, mata, liver dan
organ tubuh vital lainnya. Pada bayi ini tidak ditemukan gejala awal mwngantuk dan
mudah muntah sehingga kemungkinan ikterus

karena galaktosemia dapat

disingkirkan. Gejala klinis hipotiroid pada neonatus dan bayi :Fontanella mayor yang
lebar dan fontanella posterior yang terbuka, suhu rektal < 35,5C dalam 0-45 jam
pasca lahir, berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu, suara besar
dan parau,hernia umbilikalis, riwayat ikterus lebih dari 3 hari, miksedema,
makroglosi, riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari),
kulit kering, dingin, dan motling (berbercak-bercak), letargi, sukar minum,
bradikardia (< 100/menit). Pada kasus ini tidak memenuhi kriteria penilaian
hipotiroid sehingga hipotiroid sebagai penyebab ikterus dapat disingkirkan. Breast
milk jaundice lebih sering terjadi mulai awal 4-7 hari kehidupan, dan apabila tidak
ditemukan penyebab lain dari ikterus, dari anamnesis didapatkan bahwa diberikan
susu formula dengan alasan ASI belum keluar sehingga kemungkinan breast milk
jaundice dapat disingkirkan. Akibat obat-obatan tidak dapat ditegakkan karena tidak
adanya riwayat pemakaian obat tersebut.
Kemungkinan penyebab hiperbilirubinemia pada bayi ini adalah karena sepsis
dan bayi berat lahir rendah. Pada sepsis terjadi peningkatan produksi bilirubin indirek
sehingga berdampak ikterus pada neonatus. Pada anamnesis didapatkan riwayat
prematuritas yang berkaitan dengan kondisi berat lahir rendah, peningkatan bilirubin
pada kondisi ini dapat disebabkan eritrosit lebih cepat mengalami hemolisis, usia
eritrosit lebih pendek
Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian IVFD Dextrose 7.5 % + NaCl
15% 6cc. Jumlah cairan yang diberikan dihitung setiap hari berdasarkan berat badan
dan umur. ASI/PASI

tetap diberikan melalui NGT. Pada pasien ini dilakukan

fototerapi. Foto terapi dilakukan untuk mencegah semakin meningkatnya bilirubin

38

sehingga komplikasi kern ikterus dapat dihindari. Cara kerja terapi sinar adalah
dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan
melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi
fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer
kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa
konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin
akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi
diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui
urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara
langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang
bisa diekskresikan lewat urin.
Terapi sepsis pada pasien ini diberikan antibiotika. Lumbal punksi pada
tanggal 2 Maret 2009 hasilnya LP cell: 33 sehingga dicurigai adanya meningitis, lalu
dilakukan pemeriksaan USG dan didapatkan kesan meningitis, maka didiagnosis
sebagai meningitis dan diberikan terapi antibiotika ceftazidime 2x100 selama 14-21
hari.
Foto terapi dilakukan bila kadar bilirubin total meningkat mendekati indikasi
transfusi tukar, biasanya 4 mg/dl di atas garis batas. Foto terapi dapat dihentikan jika
kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari kadar indikasi untuk
transfusi tukar, atau kadar bilirubin total <13 mg/dl. Efek samping yang dapat terjadi
akibat fototerapi adalah suhu tidak stabil, kerusakan retina, diare, bronze baby
syndrome, dehidrasi.
Prognosis pasien ini adalah quo ada vitam dan quo ad functionam dubia ad
bonam karena selama mendapatkan terapi terdapat respon yang baik, ditandai dengan
membaiknya keadaan klinis.

39

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SR, Prawitasari T, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak
dengan Gejala Kuning. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM. 2007.
2. Staf Pengajar FK Unsri. Hiperbilirubinemia Neonatal. Buku Standar Profesi Ilmu
Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005.
3. Sastroasmono S, dkk. Ikterus Neonatorum. Diambil dari: http//www.yanmedikdepkes.net .
4. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 1991
5. Sylviati

M.

Damanik.

Hiperbilirubinemia.

Diambil

dari:

http//www.pediatrik.com.
6. Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik MS. Hiperbilirubinemia pada Neonatus.
Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK Unair/Dr.
Soetomo.
7. Staf Pengajar FK Unsri. Sepsis Neonatorum. Buku Standar Profesi Ilmu
Kesehatan Anak. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. 2005
8. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The
New England Journal of

Medicine. 336 : 708-16 Diambil dari URL :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

40

Anda mungkin juga menyukai