Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI DEEP VENOUS THROMBOSIS

Oleh :
Yennie Ayu Setianingsih
Grady Adrian Dwi Kendra
Siti Aminah

0910714024
0910714034

09107140

Khine Zar Phyu

105070108121013

Zaw Myo Aung

105070108121015

Pembimbing :
dr. Arief Iskandar, NAD, Sp.Rad (K)

LABORATORIUM RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Thrombus adalah proses terbentuknya atau adanya trombus (bekuan darah)

di dalam pembuluh darah. Thrombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT)
adalah thrombosis yang terjadi di dalam vena, terutama pada vena tungkai bawah
(de jong, 2007). Sekitar dua pertiga pasien dengan DVT pada ekstrimitas bawah
asimtomatis (Katz, 2014), tetapi dapat menimbulkan penyakit yang serius (de jong,
2007). DVT dan emboli paru merupakan proses yang sama dari thromboemboli
vena. Sembilan puluh persen kasus emboli paru berasal dari DVT pada ekstrimitas
bawah dan atau pelvis. Di Amerika Serikat, insidens DVT 159/100.000 penduduk
atau 398.000 per tahun, dengan angka mortalitas mencapai 94/100.000 atau
235.000 kasus per tahun. Oleh karena itu, perlu diwaspadai timbulnya DVT terutama
pada pasien-pasien yang berisiko tinggi (de jong, 2007).
Menurut Virchow, pembentukan trombosis vena dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu pembuluh darah, komponen darah, dan stasis, atau yang lebih dikenal dengan
Trias Virchow. Pasien yang berisiko tinggi mengalami trombosis adalah pasien usia
>40 tahun, obesitas, hamil, kelainan darah, riwayat pembedahan/trauma, tirah
baring lama, gagal jantung, dan adanya riwayat DVT (Katz, 2014). Sesuai dengan
patogenesisnya, gejala utama DVT adalah bengkak, perubahan warna, nyeri, dan
functio laesa. Namun, gejala klinis ini tidak selalu ditemukan. Diagnosis DVT
ditegakkan berdasarkan klinis dan pemeriksaan khusus, yaitu ultrasonografi
Doppler, venografi, dan angio-MRI. Hal ini dilakukan karena diagnosis DVT

berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik saja seringkali memberi hasil negatif
palsu. Penegakan diangnosis DVT secara cepat dan tepat diperlukan untuk
menghindari pengobatan yang tidak tepat dan untuk menghindari komplikasi yang
berat bagi pasien (de jong, 2007). Dari uraian diatas, maka diperlukan pembahasan
lebih lanjut mengenai patogenesis, faktor risiko, diagnosa, dan pengobatan dari
DVT.
1.2
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7

Rumusan Masalah
Apa definisi dari deep vein thrombosis?
Bagaimana epidemiologi dari deep vein thrombosis?
Apa saja faktor risiko dari deep vein thrombosis?
Bagaimana patogenesis/patofisiologi dari deep vein thrombosis?
Bagaimana cara menegakkan diagnosis dari deep vein thrombosis?
Bagaimana penatalaksanaan dari deep vein thrombosis?
Bagaimana pencegahan dari deep vein thrombosis?

1.3

Tujuan Penulisan
Referat ini ditulis untuk mengetahui definisi, epidemiologi, faktor risiko,

patogenesis, penegakan diagnosa, tatalaksana, dan pencegahan dari deep vein


thrombosis.

1.4

Manfaat Penulisan
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak

terutama untuk sejawat-sejawat dokter muda dalam menambah pengetahuannya


mengenai deep vein thrombosis

BAB 2

PEMBAHASAN
2.1

Definisi
Trombus adalah gumpalan darah yang terbentuk di vena. Manakala,

embolus adalah fragmen pembekuan darah yang bergerak melalui pembuluh darah
sehingga mencapai pembuluh darah yang terlalu kecil untuk dilewati. Ketika ini

terjadi, aliran darah dihentikan oleh embolus. Embolus sering sepotong kecil dari
bekuan darah yang terputus (thromboembolus). Embolus bisa juga dari lemak,
udara, cairan ketuban , tumor, atau zat asing (1).
Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah terbentuknya trombus pada salah satu
vena dalam yang menyalurkan darah kembali ke jantung. Manifestasi klinis dari DVT
sering tidak spesifik atau tidak nampak sama sekali, sehingga tidak mendapatkan
terapi secara adekuat. DVT yang tidak dicegah atau diterapi dengan baik dapat
menyebabkan trombuster lepas dan mengikut aliran darah, kemudian menyumbat
arteri pulmonalis (ke paru). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya Pulmonary Emboli
(PE) yang berpotensi mengancam nyawa penderita (1).

2.2

Anatomi
Darah yang masuk ke dalam vena merupakan darah yang akan masuk ke

dalam jantung. Vena mempunyai katup yang berfungsi sebagai mencegah aliran
darah dari berbalik semula. Vena yang terletak lebih dalam (profundus) disebut
sebagai vena dalam atau deep veins. Manakala vena yang terletak dekat dengan
kulit disebut sebagai vena superfisial atau superfisial veins. Kebanyakan trombus
pada vena dalam terjadi di ekstrimitas bawah (2). Secara teori trombus pada vena
dalam yang terletak di bagian paha atau pelvik akan jauh lebih berbahaya jika
dibandingkan dengan trombus yang terdapat pada bagian cruris. Jika bekuan darah
pada vena dalam ini terlepas (trombuster) dan mengikuti aliran darah, bekuan darah
ini akan menyumbat arteri yang akan menyuplai darah ke paru, dan sekaligus
menyebabkan terjadinya Pulmonary Emboli (2).

Antara sebagian dari vena dalam adalah v. tibialis, v. popliteal dan v. femoralis (3).

Gambar 2.1 Deep Veins

Terdapat tiga tipe vena yaitu, post-kapiler venule, venule dan vena. Vena dalam dan
vena superfisial merupakan tipe dari vena (4).

Pembuluh
darah
Postkapiler
venule

Ukuran
Mikroskop
ik
(Diameter:
10-15m)

Tunica
interna
Endotheli
um dan
membran
a basalis

Tunica
media
Tiada

Tunica
adventitia
Sangat
tipis

Venule

Mikroskop
ik

Endotheli
um dan

Satu atau
dua

Sangat
tipis

Fungsi
-Mengantar darah ke
muskularis venule
-Membenar pertukaran
nutrisi dan sisa antara
darah
dan
cairan
intertisial
-Berfungsi
dalam
emigrasi sel darah putih
-Mengantar darah ke
vena

Vena

(Diameter
50200m)

membran
a basalis

Diameter
sekitar
0.5mm3cm

Endotheli
um,
membran
e basalis,
,mempun
yai
katup,
dan
lumen
yang
besar
dari arteri
pendamp
ing

lapisan
otot
polos
sikular
Lebih
tipis
dibandin
gkan
dengan
arteri,

-Tempat
simpanan
akumulasi darah.
Paling
tebal
diantara 3
lapisan

-Mengantar darah ke
jantung
-Vena mempunyai katup
terutama
di
bagian
ekstrimitas bawah.

Gambar 2.2 Gambaran makroskopik pembuluh darah

Gambar 2.3 Gambaran mikroskopik pembuluh darah


2.3

Etiologi
DVT bisa terjadi disebabkan oleh aliran darah yang statis dan peningkatan

faktor-faktor yang menyebabkan pembekuan darah. Antara penyebab terjadinya


DVT adalah (2) :

Duduk untuk jangka waktu yang panjang seperti pada perjalanan yang
panjang di mobil atau di pesawat.

Aliran darah rendah dalam vena dalam, karena cedera, operasi, atau
imobilisasi.

Memiliki riwayat penyakit yang diwariskan yang menyebabkan peningkatan


risiko pembekuan seperti hemofilia.

Individu yang memiliki riwayat penyakit seperti varises, serangan jantung,


atau gagal jantung.

Pasien kanker

Kehamilan, terutama 6 bulan petama setelah melahirkan.

Wanita yang menggunakan pil KB atau terapi hormone.

Perokok

Usia di atas 60 tahun lebih sering, tetapi bisa juga terjadi pada semua
kelompok usia.

Obesitas

Risiko untuk DVT

meningkat jika memiliki beberapa faktor sekaligus. Sebagai

contoh, seorang wanita yang merokok dan yang juga mengambil pil KB memiliki
risiko lebih tinggi untuk memiliki DVT (2).
2.4

Faktor Risiko

2.5

Hospital or nursing home confinement


Pembedahan
Trauma
Neoplasma ganas
Kemoterapi
Penyakit neurologic dengan paresis
Central Venous catheter atau pacemaker
Varicose vena
Thrombosis vena superfisial (Heit et al., 2000)

Patofisiologi
Trombosis adalah mekanisme homeostatis dimana penggumpal darah atau

pembekuan. Trombosis adalah proses penting untuk pembentukan hemostasis


setelah luka. Ini dapat dimulai melalui beberapa jalur, biasanya terdiri dari beberapa
tahap dimana aktivasi enzim yang memperbesar efek pemicu kejadian awal. Sebuah
peristiwa kompleks yang sama menyebabkan fibrinolisis, atau pembubaran trombus.
Pembentukan trombus dan trombolisis (pembubaran) merupakan peristiwa yang
berkelanjutan, namun dengan peningkatan stasis, faktor prokoagulan, atau disfungsi
endotel, keseimbangan koagulasi-fibrinolisis dapat mendukung pembentukan
patologis trombus (Furie dan Furie, 2008).

Trombosis vena dalam adalah pembentukan trombus makroskopik yang


terus-menerus pada vena proksimal yang mendalam. Mekanisme Koagulasi terdiri
dari serangkaian langkah-langkah mengatur diri sendiri yang mengakibatkan
produksi bekuan fibrin. Langkah-langkah ini dikendalikan oleh sejumlah kofaktor
yang relatif tidak aktif atau zymogens. Tetapi zymogens ketika diaktifkan,
mempromosikan atau mempercepat proses pembekuan. Umumnya, inisiasi proses
koagulasi dapat dibagi menjadi 2 jalur yang berbeda, sistem intrinsik dan ekstrinsik
sistem.
Sistem ekstrinsik beroperasi sebagai akibat dari aktivasi oleh lipoprotein
jaringan, biasanya dihasilkan dari beberapa cedera mekanik atau trauma. Sistem
intrinsik biasanya melibatkan faktor plasma yang beredar. Kedua jalur ini datang
bersama-sama pada faktor X, yang diaktifkan untuk membentuk faktor Xa. Hal ini
menakibatkan konversi prothrombin ke trombin (faktor II). Ini adalah langkah utama
dalam pembentukan bekuan, untuk trombin aktif diperlukan untuk transformasi
fibrinogen menjadi bekuan fibrin.
Setelah bekuan fibrin terbentuk dan telah melakukan fungsinya hemostasis,
mekanisme yang ada dalam tubuh untuk memulihkan aliran darah normal dengan
melisiskan deposit fibrin. Fibrinolysins yang beredar melakukan fungsi ini. Plasmin
mencerna fibrin dan juga menginaktivasi faktor pembekuan V dan VIII dan fibrinogen
(Borissoff et al., 2011).

Gambar 2.4 Jalur ekstrinsik dan intrinsik pada proses pembekuan


(Ganda, 2006)
Sistem hemostasis manusia terdiri dari dua sistem, yaitu sistim prothromobsis dan sistim anti-thrombosis. Sistim prothrombosis mempunyai dua
subsisitim (1) subsistim thrombosit dan pembuluh darah, (2) Subsistim koagulasi
plasma. Sistim anti-trombosis juga diklasifikasi dua subsistim: (1) subsistim
antikoagulasi, (2) subsistim fibrinolisis. Pada umumnya, ada keseimbangan antara
dua sistim tersebut. Jika ada dominasi dari sistim pro-thrombosis, akan timbul
proses thrombosis (Machsoos et al.).
Menurut Trias Virchow, ada 3 faktor penting dalam pembentukan trombosis,
yaitu (1) perubahan hemodinamik (stasis, turbulensi), (2) hiperkoagulabilitas dan (3)
disfungsi endotel. Stasis vena dapat terjadi karena ada sesuatu yang memperlambat

atau menghalangi aliran darah vena. Hal ini menyebabkan peningkatan viskositas
dan pembentukan trombus (Turpie et al., 2002).
Hiperkoagulabilitas dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor
biokimia beredar. Ini mungkin akibat dari peningkatan faktor aktivasi jaringan,
dikombinasikan dengan penurunan plasma antitrombin dan fibrinolysins yang
berada di darah. Kerusakan endotel di pembuluh darah mungkin intrinsik atau
sekunder terhadap trauma eksternal. Ini mungkin karena cedera yang tidak
disengaja atau kesalahan bedah (Dickson, 2004).

Gambar 2.5 Trias Virchow (the Hemaglide News Blog, 2012)


Sistem hemostatik ditugaskan untuk mempertahankan darah dalam keadaan
cairan sehingga bisa beredar, sekaligus mampu mengkonversi darah menjadi gel
larut di situs dari cedera vaskular. Sistem hemostatik terdiri dari dua yang berbeda
tetapi mempersambungkan sistem: trombosit dan protein pembekuan. Dengan tidak
adanya cedera atau peradangan pembuluh, trombosit tidak melekat pada endotel
terutama karena endotelium yang tidak distimulasi tidak memiliki reseptor untuk
platelet tidak terstimulasi dan karena endotelium menghasilkan zat-zat seperti nitrat

oksida dan prostasiklin yang menjaga platelet dalam keadaan unactivated dan
merusak adhesi mereka . Ketika lapisan endotel hilang, bagaimanapun, trombosit
terpapar ke ligand subendothelial yang mana mereka memiliki reseptor spesifik
(Lopez et al., 2004).
Trombus biasanya terbentuk di belakang daun katup atau pada titik-titik
cabang vena, yang sebagian besar dimulai di betis. Venodilation dapat mengganggu
barrier sel endotel dan mengekspos subendothelium tersebut. Trombosit melekat
permukaan subendothelial dengan cara faktor von Willebrand atau fibrinogen pada
dinding pembuluh. Neutrofil dan trombosit diaktifkan, melepaskan prokoagulan dan
mediator inflamasi. Neutrofil juga melekat membran basal dan bermigrasi ke
subendothelium

tersebut.

Kompleks

membentuk

permukaan

trombosit

dan

meningkatkan lauj generasi trombin dan pembentukan fibrin. Leukosit yang


dirangsang mengikat ireversibel dengan reseptor endotel dan ekstravasate ke
dinding vena dengan cara kemotaksis mural. Karena trombus dewasa terdiri dari
trombosit, leukosit dan fibrin berkembang, dan proses trombotik dan inflamasi aktif
terjadi pada permukaan bagian dalam dari pembuluh darah, dan respon inflamasi
aktif terjadi pada dinding pembuluh darah (Wakefield et al., 2000).
Ekstremitas bawah DVT paling sering hasil dari gangguan aliran balik vena
(misalnya pada pasien imobilisasi), cedera atau disfungsi endotel (misalnya, setelah
patah tulang kaki), atau hiperkoagulabilitas. Ekstremitas atas DVT paling sering
diakibatkan dari cedera endotel akibat kateter vena sentral, alat pacu jantung, atau
penggunaan narkoba suntikan. Ekstremitas atas DVT kadang-kadang terjadi
sebagai bagian dari superior vena cava (SVC) syndrome atau hasil dari keadaan

atau subklavia vena hiperkoagulasi kompresi di outlet toraks. Kompresi mungkin


karena normal atau aksesori pertama rib atau Band berserat (sindrom outlet toraks)
atau terjadi selama aktivitas lengan berat (trombosis usaha, atau sindrom PagetSchroetter, yang menyumbang 1 sampai 4% dari atas kasus ekstremitas DVT)
(Douketis 2014).
2.6

Diagnosis
Diagnosis DVT memerlukan penggunaan imaging devices dan tes D-dimer.

2.6.1

D-dimers

D-dimer adalah produk degradasi fibrin, dan tingkat yang lebih tinggi dapat
hasil dari plasmin melarutkan bekuan atau kondisi lainnya. Pasien rawat inap sering
mengalami peningkatan kadar karena beberapa alasan. Ketika individu berada pada
probabilitas tinggi memiliki DVT, imaging diagnostik lebih disukai untuk tes D-dimer.
Bagi mereka dengan probabilitas rendah atau moderat DVT, tingkat D-dimer dapat
diperoleh, yang tidak termasuk diagnosis jika hasilnya normal. Tingkat yang lebih
tinggi memerlukan investigasi lebih lanjut dengan imaging diagnostik untuk
mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis.
Hasil D-dimer normal (<atau = 250 ng / mL DDU, <atau = 0,50 mcg / mL
FEU) memiliki nilai prediktif negatif sekitar 95% untuk exklusi emboli paru akut (PE)
atau deep vein thrombosis ketika ada probabilitas pretest PE rendah atau sedang.
2.6.2

Imaging
Tes imaging pembuluh darah yang digunakan dalam diagnosis DVT, paling

sering digunakan dan baik adalah proximal compression ultrasound atau seluruh
kaki USG.

Setiap teknik memiliki kelemahan: scan proksimal tunggal dapat

melewatkan DVT distal, sementara seluruh leg scanning dapat menyebabkan DVT
distal overtreatment. Doppler ultrasound, CT venography scan, MRI venography,
atau MRI dari trombus juga kemungkinan.
2.6.3

Contrast Venography
The gold standard untuk menilai metode pencitraan adalah venography

kontras, yang melibatkan menyuntikkan vena perifer dari anggota badan yang

terkena dengan agen kontras dan mengambil sinar-X, untuk mengungkapkan


apakah pasokan vena telah terhalang. Karena biaya, invasif, ketersediaan, dan lain
keterbatasan tes ini jarang dilakukan.

Gambar 2.6 Venogram DVT


2.6.4

CT scan
The CT Temuan trombus intraluminal didokumentasikan sebagai cacat

mengisi pada delayed contrast-enhanced scan.

Gambar 2.7 CT scan abdomen dengan gumpalan di vena iliaka komunis dextra
2.6.5 Spiral multidetector-row CT venography (CTV)
CTV berguna untuk mengevaluasi untuk DVT dibandingkan penyebab lain
dari kaki bengkak pada pasien dengan hasil Doppler sonografi equivocal atau
negatif dan untuk mendapatkan informasi tambahan pada pasien dengan DVT
sebelum pengobatan endovascular.

Gambar 2.8
Gambar dari CT venography seorang pria 45 tahun dengan luka bakar dan
hipoksia menunjukkan cacat mengisi (arrow) di vena poplitea kanan, konsisten
dengan trombosis vena dalam. CT angiography paru menunjukkan emboli paru akut.
2.6.6

Magnetic Resonance Venography


Temuan pada magnetic resonance venography (MRV) tergantung pada

urutan yang digunakan. Jika nonenhanced (aliran, darah terang) atau kontras
ditingkatkan (gadolinium- enhanced) gambar diperoleh, mereka menunjukkan rim
terang di sekitarnya gelap intraluminal mengisi cacat (filling defect). Temuan pada
magnetic resonance venography (MRV) tergantung pada urutan yang digunakan.
Jika nonenhanced (aliran, darah terang) atau kontras ditingkatkan (gadolinium
disempurnakan) gambar diperoleh, mereka menunjukkan rim terang di sekitarnya
gelap intraluminal mengisi cacat.

Gambar 2.9

2.6.7

Ultrasonography
Ultrasonography adalah arus lini pertama pencitraan pemeriksaan (current

first-line imaging examination) untuk trombosis vena dalam (DVT) karena


kemudahan relatif digunakan, tidak adanya radiasi atau bahan kontras, dan
sensitivitas tinggi dan spesifisitas di lembaga-lembaga dengan sonographers yang
berpengalaman.
Temuan spesifik meliputi:

Inkompresibilitas: A vena trombosis tidak kompres (segmen vena non-

kompresibel)
Visualisasi: DVT dapat langsung divisualisasikan massa moderately

echoic sampai hyperechoic terpisah dari cairan anechoic.


Aliran Doppler: warna aliran absen - jika benar-benar oklusif
Peningkatan diameter vena - trombus akut
Penurunan diameter vena - trombus kronis
Kehilangan aliran phasic pada manuver Valsava
Peningkatan aliran di vena superfisial
Kurangnya augmentasi aliran betis pemerasan (lack of flow augmentation
of calf squeeze): Kehilangan aliran meningkat sesuai ketika ekstremitas
bawah dikompresi menyiratkan obstruksi (clot) antara transduser dan
daerah dikompresi.

Gambar 2.10 Trombosis vena poplitea dengan kompresi normal dari


vena femoralis

Gambar 2.11 Trombosis vena poplitea bilateral dengan kompresi normal dari
vena femoralis

Gambar 2.12 Trombosis vena poplitea. Sonogram Duplex menunjukkan aliran


absen

Gambar 2.13 Trombosis vena poplitea. Gambar Gray skala menunjukkan


kegagalan kompresi
2.6.8

Angiography
Temuan klasik trombus akut adalah mengisi cacat intraluminal dalam kontras

diburamkan vena. Kurangnya kekeruhan dari vena atau segmen vena menunjukkan
oklusi. Occlusion konsisten dengan trombus akut atau kronis. Temuan pembentukan
sekat intraluminal, jaring, atau stenosis konsisten dengan trombosis vena sembuh
atau remote mendalam (a healed or remote deep venous thrombosis). Dalam DVT
kronis, rekanalisasi dapat mengakibatkan cacat mengisi (filling defect) linear dalam
vena, kadang-kadang disebut pola trem-track. Vena ini muncul seolah-olah itu 2
kecil, vena dipasangkan.
Venography tetap pemeriksaan pilihan ketika penentuan mutlak kehadiran
dan tingkat trombus diperlukan. IV line ditempatkan dalam vena kaki dorsolateral,
dan beberapa torniket (ditempatkan di bagian pergelangan kaki dan di bawah dan di
atas lutut) atau posisi Trendelenburg sebaliknya digunakan untuk melangsir bahan
kontras ke dalam sistem vena dalam. Panggul dicitrakan oleh mengompresi vena
femoralis sedangkan kaki ditinggikan atau saat tabel tersebut akan dipindahkan dari
Trendelenburg reverse untuk posisi Trendelenburg (kepala di bawah). Kompresi
kemudian dilepaskan sedangkan vena iliaka eksternal dengan cepat dicitrakan.
Gambar yang diperoleh dari kaki ke panggul, dan gambar rinci dari seluruh sistem
vena dalam, termasuk pembuluh darah yang dipasangkan tibialis, iliacs, dan IVC
dapat diperoleh. Vena iliac internal panggul tidak dicitrakan, dan gumpalan di daerah

ini tidak dapat dikesampingkan. Radiasi rata-rata dosis untuk ekstremitas tunggal 6
mSv.

Penatalaksanaan

2.7

Terapi antikoagulan tetap menjadi andalan terapi medis untuk DVT karena
noninvasif, memperlakukan sebagian besar pasien (sekitar 90%) tanpa gejala fisik
yang, memiliki risiko komplikasi yang rendah, dan data hasilnya menunjukkan
peningkatan morbiditas dan kematian. Antikoagulasi jangka panjang diperlukan
untuk mencegah frekuensi tinggi trombosis vena berulang atau kejadian
tromboemboli.
Dua

jenis

antikoagulan

yang

digunakan

untuk

mengobati

DVT:

adalah heparin dan warfarin. Heparin biasanya diresepkan pertama karena bekerja
langsung untuk mencegah pembekuan lebih lanjut. Setelah pengobatan awal ini,
warfarin
2.7.1

digunakan

untuk

mencegah

bekuan

darah

lain

membentuk.

Heparin
Heparin tersedia dalam dua bentuk yang berbeda standar (unfractioned)

heparin heparin berat molekul rendah (LMWH). Standard (unfractioned) heparin


dapat diberikan sebagai:suntikan intravena - injeksi langsung ke salah satu
pembuluh darah infus intravena - ketika tetesan kontinu heparin makan melalui
tabung sempit ke pembuluh darah di lengan (hal ini harus dilakukan di rumah sakit)
injeksi subkutan - suntikan di bawah kulit. LMWH biasanya diberikan sebagai injeksi
subkutan.Sebuah dosis heparin standar dapat bekerja secara berbeda dari orang ke
orang, sehingga dosis harus dipantau dengan cermat dan disesuaikan jika

diperlukan. LMWH bekerja secara berbeda dari heparin standar. Ini berisi molekul
kecil, yang berarti efeknya lebih handal dan tidak harus dipantau.
Kedua standar dan LMWH dapat menyebabkan efek samping, termasuk:
ruam kulit dan reaksi alergi lainnya perdarahan melemahnya tulang (jika diambil
untuk waktu yang lama). Dalam kasus yang jarang terjadi, heparin juga dapat
menyebabkan reaksi ekstrim yang membuat penggumpalan darah yang ada lebih
buruk dan menyebabkan pembekuan baru untuk mengembangkan. Reaksi ini, dan
melemahnya tulang Anda, kurang mungkin terjadi saat mengambil LMWH.
Dalam kebanyakan kasus, LMWH diberikan karena lebih mudah digunakan
dan menyebabkan efek samping yang lebih sedikit.
2.7.2 Warfarin
Warfarin diambil sebagai tablet setelah pengobatan heparin awal untuk
mencegah pembekuan darah lebih lanjut yang terjadi. Warfarin biasanya dianjurkan
untuk mengambil selama tiga sampai enam bulan. Dalam beberapa kasus, warfarin
mungkin perlu diambil lebih lama, bahkan seumur hidup.
Seperti dengan heparin standar, efek dari warfarin bervariasi dari orang ke
orang dan perlu diawasi secara ketat dengan tes darah yang sering untuk
memastikan dosis yang tepat. Warfarin tidak dianjurkan untuk wanita hamil, yang
diberi suntikan heparin untuk panjang penuh pengobatan.
2.7.3 Rivarixoban
The National Institute for Health dan Perawatan Excellence (NICE)
merekomendasikan rivarixoban sebagai pengobatan yang mungkin untuk orang
dewasa dengan DVT, atau untuk membantu mencegah DVT.

Rivarixoban mencegah pembentukan gumpalan darah dalam pembuluh


darah

dengan

menghentikan

zat

yang

disebut

Factor

Xa

dari

bekerja.

Pengobatan biasanya berlangsung selama tiga bulan dan melibatkan mengambil


rivarixoban dua kali sehari selama 21 hari pertama, diikuti oleh sekali sehari sampai
kursus berakhir.
2.7.4

Stoking kompresi
Stoking kompresi membantu mencegah nyeri betis dan pembengkakan, dan

menurunkan risiko ulkus berkembang setelah DVT. Mereka juga dapat membantu
mencegah sindrom pasca-trombotik. Ini adalah kerusakan pada betis jaringan yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan vena yang terjadi ketika pembuluh darah
tersumbat (oleh bekuan) dan darah dialihkan ke vena luar.
Setelah DVT, stoking harus dipakai setiap hari selama setidaknya dua tahun
karena gejala sindrom pasca-trombotik dapat mengembangkan beberapa bulan atau
bahkan bertahun-tahun setelah DVT. Stoking kompresi harus dipasang secara
profesional dan resep ditinjau setiap tiga sampai enam bulan.
2.7.5

Latihan
Olahraga jalan kaki secara teratur dapat membantu mencegah gejala DVT

kembali dan dapat membantu untuk memperbaiki atau mencegah komplikasi dari
DVT, seperti sindrom pasca-trombotik.
2.7.6 Vena cava inferior filter
Meskipun obat-obatan antikoagulan dan stoking kompresi biasanya satusatunya perawatan yang diperlukan, vena cava inferior (IVC) filter dapat digunakan

sebagai alternatif. Biasanya, hal ini karena pengobatan antikoagulan harus


dihentikan atau tidak cocok.
Inferior vena cava filter dikembangkan dalam upaya untuk menjebak emboli dan
meminimalkan stasis vena. Pada kebanyakan pasien dengan DVT, profilaksis
terhadap bagian yang berpotensi fatal trombus dari tungkai bawah atau vena
panggul ke sirkulasi paru cukup dicapai dengan antikoagulan. Sebuah vena cava
rendah filter penghalang mekanik terhadap aliran emboli lebih besar dari 4mm.
Mereka menjebak fragmen besar dari bekuan darah dan menghentikannya
bepergian ke jantung dan paru-paru.
Prosedur untuk memasukkan filter IVC dilakukan dengan menggunakan
anestesi lokal. Sebuah luka kecil dibuat di kulit dan kateter dimasukkan ke pembuluh
darah di leher atau daerah pangkal paha. Kateter dipandu menggunakan scan
ultrasound. The IVC filter kemudian ditempatkan melalui kateter ke dalam vena.
American Heart Association rekomendasi untuk inferior vena cava filter

meliputi. Dikonfirmasi DVT proksimal akut atau PE akut pada pasien dengan
kontraindikasi untuk antikoagulasi (ini masih indikasi yang paling umum untuk vena
cava rendah penempatan menyaring) tromboemboli berulang saat antikoagulasi
komplikasi

perdarahan

aktif

memerlukan

penghentian

terapi

antikoagulasi

Kontraindikasi relatif meliputi besar, mengambang bebas trombus iliofemoral


pada pasien berisiko tinggi menyebarkan thrombus iliofemoral saat antikoagulasi.
PE kronis pada pasien dengan hipertensi pulmonal dan kor pulmonal . Pasien
dengan risiko penurunan yang signifikan

Prosedur untuk memasukkan filter IVC dilakukan dengan menggunakan


anestesi lokal. Sebuah luka kecil dibuat di kulit dan kateter dimasukkan ke pembuluh
darah di leher atau daerah pangkal paha. Kateter dipandu menggunakan scan
ultrasound. The IVC filter kemudian ditempatkan melalui kateter ke dalam vena.
2.7. 7

Thrombectomy Bedah
Pengangkatan trombus bedah secara tradisional telah digunakan pada

pasien dengan pembengkakan besar. Pada banyak pasien, fibrinolisis sendiri sangat
efektif, dan telah menjadi pengobatan utama pilihan bagi banyak bentuk vena dan
trombosis arteri. Sayangnya, ketika trombosis luas, fibrinolisis saja mungkin tidak
cukup untuk melarutkan volume trombus hadir. Justru mendefinisikan lokasi dan
luasnya trombosis sebelum mempertimbangkan setiap pendekatan bedah untuk
masalah ini adalah penting. Pasien harus heparinized sebelum prosedur.
Thrombectomy vena tradisional dilakukan dengan pembedahan mengekspos vena
femoralis dan persimpangan saphenofemoral melalui sayatan kulit longitudinal. .
Sebuah kateter Fogarty dilewatkan melalui bekuan, dan balon mengembang dan
ditarik, bersama dengan bekuan darah. Namun, perawatan harus dilakukan untuk
menghindari mencabut bekuan atau memecahnya menjadi fragmen kecil karena
pulmonary embolus akan menghasilkan. Sebuah balon proksimal atau kava filter
yang sementara dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan embolisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Borissoff JL. Spronk HMH, Cate HT. 2011. The Hemostatic System as a Modulator of
Atherosclerosis. The New England Journal of Medicine 2011; 364:1746-1760.
Dickson, B.C. (2004). "Venous thrombosis: on the history of Virchows triad".University
of Toronto Medical Journal 81: 166171.
Douketis

JD.

2014.

Deep

Venous

Thrombosis

(DVT)

(http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/peripheral_ve
nous_disorders/deep_venous_thrombosis_dvt.html)
Furie B, Furie BC. 2008. Mechanims of Thrombus Formation. The New England
Journal of Medicine 2008;359:938-949.
Heit JA, Silverstein MD, Mohr DN. Petterson TM, O'Fallon M. Melton III LJ. 2000.
Risk

Factors for Deep Vein Thrombosis and Pulmonary Embolism: A Population-Based


Case-Control Study. Heit et al., 2000
Machsoos BD, Hermanto DH, Wardhani SO. Deep Vein Thrombosis (Thrombosis
Vena Dalam)
Lopez JA, Kearon C and Lee AYY. 2004. Deep Venous Thrombosis. American
Society of Hematology.
Turpie AGG, Chin BSP, Lip GYH. 2002. ABC of Antithrombotic Therapy. Venous
thromboembolism: pathophysiology, clinical features, and prevention. BMJ
2002;325:887.
Wakefield TW, Strieter RM, Schaub R, Myers DD, Prince MR, Wrobleski SK,
et

al.

Venous

thrombosis

prophylaxis

by

inflammatory

inhibition

without

anticoagulation therapy. J Vasc Surg. Feb 2000;31(2):309-24.

1.
2.
3.
4.
5.

Book: Mayo Clinic Family Health Book, 4th Edition


King Abdullah Bin Abdulaziz Arabic Health Encyclopedia. 2013
The Whitely Clinic, http://www.vein.co.uk/anatomy_page.htm
Book: Principle of Anatomy and Physiology, 12th Edition
Book: Basic Histology text & atlas, 11th Edition

Anda mungkin juga menyukai