Anda di halaman 1dari 7

Nama : Teuku Adelin

NIM

: 0802101010082

Fisiologi Laktasi
Laktasi adalah Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran air susu. Kelenjar susu sapi
betina mulai berkembang pada waktu kehidupan fetal. Puting-puting susunya terlihat pada
waktu dilahirkan. Bila hewan betina tumbuh, susunya membesar sebanding dengan besarnya
tubuh. Sebelum hewan mencapai dewasa kelamin, maka hanya terjadi sedikit pertumbuhan
jaringan kelenjar. Bila sapi betina mencapai dewasa kelamin, maka estrogen (dihasilkan oleh
folikel dalam ovarium) merangsang perkembangan sistema duktus yang besar. Pada setiap
siklus estrus yang berulang, jaringan kelenjar susu dirangsang untuk berkembang lebih cepat.
Setelah sapi dara mengalami beberapa kali siklus estrus, maka duktrusnya memperlihatkan
banyak cabang dalam susu. Penelitian terdahulu menganggap bahwa tidak ada pertumbuhan
sistema lobul-alveolar sebelum hewan bunting. Akan tetapi penelitian-penelitian terbaru
mempelihatkan ada perkembangan sistema lobul-alveolar pada hewan betina yang tidak
bunting karena sapi dara dapat dirangsang untuk menghasilkan susu dengan menggunakan
estradiol benzoat (0,66 mg per 100 kg berat badan tiap hari selama 14 hari). Bila ovulasi
terjadi, maka folikel berkembang menjadi korpus luteum dan memproduksi progesteron, yang
menyebabkan perkembangan sistema lobul-alveolar.
Kelenjar pituitaria mengeluarkan hormon gonadotropin yang bekerja terhadap
ovarium untuk merangsang siklus estrus. Pertama-tama follicel stimulating hormone (FSH)
menyebabkan folikel ovarium berkembang. Pada saat tersebut, estrogen dikeluarkan, hormon
ini bekerja terhadap sistem duktus dari kelenjar susu. Sebagai tambahan, telur atau ovum
menjadi dewasa. Kemudian luteinizing hormone (LH) dikeluarkan dari pituitaria untuk
menimbulkan ovulasi (melepas ovum) dan pembentukan korpus luteum. Bila hewan bunting,
maka hormon ketiga, yang disebut luteotropic hormon dikeluarkan oleh pituitaria anterior
yang memelihara aktivitas korpus luteum dan sekresi progesteron selama pertengahan
pertama kebuntingan. Progesteron mempersiapkan uterus untuk menerima telur yang sudah
dibuahi dan memelihara embrio dan fetus yang sedang tumbuh di dalam uterus. Pada
beberapa spesies, plasenta mengeluarkan luteotropin selama pertengahan kedua dari
kebuntingan. Pada spesies lainnya plasenta mengeluarkan estrogen dan progesteron,
karenanya spesies tersebut tidak memerlukan hormon luteotropik selama kebuntingan. Pada
sapi yang bunting, hormon estrogen dan progesteron yang dikeluarkan plasenta merangsang
pertumbuhan sistem lobul-alveolar kelenjar susu.

Dengan menggunakan hormon estrogen dan progesteron, kelenjar susu hewan betina
dara dapat ditumbuhkan dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat dibuat
berlaktasi. Oleh karena itu dimungkinkan secara buatan, merangsang pertumbuhan kelenjar
susu dan menyuruh kelenjar tersebut mengeluarkan susu.
Pengaturan hormon laktasi
Fisiologi kelenjar susu erat hubungannya dengan mekanisme hormonal dan neuro
hormonal.

Kelenjar

susu

merupakan

sifat

kelamin

sekunder

perkembangannya,

permulaannya, dan pemeliharaannya, aktivitasnya, dan akhirnya involusinya, tergantung


daripada keseimbangan hormonal. Sejumlah hormon mempengaruhi intensitas laktasi.
Hormon merupakan perangsang laktasi satu-satunya. Laju sekresi hormon yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu dan laktasi adalah lebih tinggi
sapi perah daripada sapi daging.Setiap hormon mempunyai fungsi yang esensial dan ketigatiganya bekerja dalam urutan tertentu. Estradiol, suatu hormon dari folikel Graff, mula-mula
menyebabkan perkembangan duktus. Kemudian progesteron dari korpus luteum bertanggung
jawab atas pertumbuhan alveoli. Akhirnya laktogen (prolaktin) dari kelenjar pituitaria
menimbulkan aktivitas sekresi.
Prolaktin
Prolaktin adalah proteohormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitaria anterior.
Kelenjar tersebut merangsang permulaan laktasi (laktogenesis) pada kelenjar susu dan
proliferasi epitelium yang melapisi kelenjar tembolok pada burung merpati betina dan jantan.
Hormon tersebut mempertinggi produksi zat yang menyerupai keju; terdiri dari sel-sel epitel
yang telah hancur. Zat tersebut dikenal dengan nama susu tembolok; digunakan untuk
menyusui anak-anak merpati. Prolaktin disebut juga laktogen, luteotrpin, galaktin, dan
mammotropin. Hormon tersebut menimbulkan sifat mengeram pada induk ayam, merangsang
naluri induk pada tikus dara dan esensial dalam pemeliharaan laktasi (galactopoiesis). Di
dalam sel-sel epitel terdapat enzim-enzim yang esensial yang menggertak sel-sel dalam
mengubah susunan darah menjadi susu. Fungsi prolaktin ialah merangsang aktivitas enzim
dan enzim tersebut selanjutnya menggertak sekresi susu. Sel kelenjar susu tidak berdaya
menghasilkan susu bila tidak ada prolaktin. Pada masa kebuntingan yang lanjut terjadi
kenaikan bertahap dalam sekresi prolaktin yang dirangsang oleh estrogen. Pelepasan
eksitosin pada tiap-tiap pemerahan susu diduga merangsang sekresi prolaktin. Prolaktin
secepatnya dilepaskan ke dalam darah mengikuti rangsangan pemerahan. Hormon tersebut

masuk lewat darah ke dalam kelenjar susu, merangsang sel-sel epitel untuk mengeluarkan
susu di antara waktu pemerahan. Lebih banyak prolaktin akan dikeluarkan dan berkumpul
dalam pituitaria anterior di antara waktu pemerahan, akan tetapi hormon tersebut tidak akan
dilepaskan ke dalam peredaran darah sampai waktu pemerahan berikutnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laktasi
Berbagai faktor yang mempengaruhi intensitas laktasi. Beberapa di antaranya :
1. Kebakaan
Kesanggupan untuk menghasilkan susu tergantung dari kondisi genetik hewan.
2. Jaringan sekresi
Faktor dasar yang membatasi laktasi adalah jumlah jaringan kelenjar. Kelenjar susu yang
kecil tidak menguntungkan dalam laktasi, karena ketidaksanggupannya untuk menghasilkan
cukup banyak susu dan maupun menyimpannya.
3. Keadaan dan Persistensi laktasi
Beberapa sapi sangat persisten dan laju penurunan sekresi susunya lambat ( 2 sampai 4
persen dari produksi bulanan sebelumnya). Produksi sapi lain turun cepat sekali (6 sampai 8
persen dari produksi bulanan sebelumnya). Sehingga sapi-sapi tersebut memperlihatkan
persistensi yang tidak baik. Penurunan persentase rata-rata produksi susu setiap bulannya
digunakan untuk menyatakan persistensa laktasi. Sapi dengan persistensi tinggi menghasilkan
lebih banyak susu daripada sapi yang persistensinya rendah, bila produksi maksimum
susunya sama. Sapi-sapi yang diperah cepat, biasanya lebih persisten
4. Penyakit
Merupakan salah satu dari berbagai macam penyakit dalam mengurangi jumlah susu yang
diproduksi. Penyakit dapat mempengaruhi denyut jantung dan dengan demikian
mempengaruhi peredaran darah melalui kelenjar susu.
5. Makanan
Laju sintesis dan difusi berbagai komposisi susu tergantung pada konsentrasi precursor susu
dalam darah. Penyediaan zat makanan yang tidak cukup akan membatasi sekresi susu pada
sapi perah.
6. Faktor-faktor lain
Seperti frekuensi memerah, kebuntingan, umur, besar tubuh, estrus, masa kering, kondisi
tubuh pada waktu hewan beranak, stess, dan suhu sekeliling, semuanya mempunyai pengaruh
terhadap intensitas laktasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu


Komposisi kimiawi susu dari berbagai jenis. Perlu kiranya ditekankan, bahwa
gambaran untuk hewan per individu dapat bervariasi secara luas dan nilai rata-rata tersebut.
Hal tersebut dapat dilihat pada sapi dari berbagai bangsa dan bagi individu di dalam bangsa
itu sendiri. Susu babi dan susu domba mengandung lebih banyak bahan kering dari pada susu
spesies hewan ternak lainnya. Dan bahwa hal tersebut terlihat dalam nilai energi dan kadar
abu yang tinggi. Suatu hal yang menarik ialah bahwa perbedaan komposisi untuk semua
spesies terdapat pada kadar laktosanya. Oleh karena itu, sapi Jersey, karena kadar lemaknya
yang tinggi, mempunyai variasi yang besar dalam persen lemak daripada sapi Holstein.
1. Faktor-faktor kebakaan
Susu dari beberapa famili sapi mengandung jumlah komposisi susu tertentu yang lebih besar
daripada yang lainnya. Karena komposisi protein, lemak, dan solid not fat (SNF) sangat
mengikuti kebakaan (kurang dari 0,50), maka diharapkan adanya kemajuan genetik yang
cepat dalam perkawinan selektif untuk komposisi susu tersebut. Suatu korelasi genetik
negatif diberikan untuk pon protein, lemak, dan SNF yang berarti bahwa bila jumlah pon susu
naik per laktasi, maka persentasenya dalam susu turun, akan tetapi jumlah pon komponen
susu tersebut naik. Korelasi genetik yang tinggi biasanya terdapat antara jumlah produksi
susu dan jumlah setiap komponen tertentu. Jadi jelas bahwa komposisi susu dapat diubah
dengan cara seleksi.
2. Keadaan laktasi
Susu kolostrum terutama tinggi SNFnya karena kadar proteinnya tinggi. Setelah produksi
susu mencapai puncaknya, maka kadar protein dan SNF-nya relatif tetap stabil. Pada laktasi
yang lebih lanjut terjadilah kenaikan kadar SNF dan protein. Hal ini ada hubungannya dengan
kebuntingan karena sapi yang tidak bunting tidak memperlihatkan komponen susu tersebut
pada keadaan laktasi lanjut. Kebuntingan tidak mempunyai pengaruh yang jelas terhadap
lemak susu.
3. Makanan
Sampai saat ini belum ada makanan , pelengkap makanan, atau cara memberi makanan yang
dapat mengubah komposisi susu. Perubahan yang sering terdapat dalam komposisi susu
tersebut yang berasal dari makanan bersifat sementara dan terbatas sifatnya. Minyak nabati
diketahui dapat menyebabkan kenaikan lemak susu secara sementara. Sebaliknya minyak
ikan akan menekan kadar lemak dari 0,5 menjadi 1,0 persen selama sapi-sapi tersebut diberi
makan. Pemberian makanan yang tidak cukup dan sedikit menurut kadar protein dan SNF,

tetapi terutama menurunkan produksi susu. Pemberian protein yang banyak dapat menaikkan
kadar protein. Pemberian butir-butiran yang tinggi bila dibarengi dengan pemberian hijauan
kering dalam jumlah rendah, sering kali menghasilkan susu yang berkurang kadar lemaknya
pada sebagian besar sapi. Hal ini disebabkan karena ransum tersebut menyebabkan produksi
asetat dalam rumen sapi berkurang. Ransum yang berbentuk pellet atau hijauan gilingan
kering, akan mengurangi pula kadar lemak susu. SNF dan protein tidak dipengaruhi secara
nyata.
Salah satu keistimewaan sapi adalah bahwa susunya hampir sama saja dari hari ke hari
walaupun makanan yang diterimanya baik atau buruk. Dalam hal ini yang berubah adalah
kuantitas susunya, bukan kualitasnya.
4. Faktor lain
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi komposisi susu, di antaranya adalah umur sapi,
penyakit, kebuntingan, suhu sekeliling, dan obat-obatan
Susu mengandung pigmen yang larut dalam lemak dan pigmen yang larut dalam air.
Dari pigmen yang larut dalam lemak, maka karotenlah merupakan pigmen utama dalam susu
sapi. Sedangkan klorofil mengalami kehancuran dalam tractus digestivus dan hal tersebut
berlaku pula untuk xantofil sehingga hanya sedikit saja yang sampai dalam susu. Terdapatnya
karoten dalam susu terbatas terutama pada spesies sapi. Susu domba, kambing, babi dan unta
hanya sedikit sekali mengandung karoten atau sama sekali tidak ada, sedangkan susu manusia
hampir tidak berwarna. Penyebab perbedaan pada bangsa dan spesies tersebut tidaklah
diketahui akan tetapi bila dalam plasma darah tidak ada pigmen, maka susunya juga bebas
pigmen. Pigmen utama yang larut dalam air adalah riboflavin.
Peranan zat-zat vitamin dalam laktasi
Zat-zat vitamin penting dalam laktasi. Zat-zat tersebut merupakan zat makanan esensial untuk
proses-proses faali dan merupakan komponen dari sekresi itu sendiri.
1. Nilai vitamin dari susu
Sapi memperoleh vitamin A dalam ransumnya dalam bentuk karoten. Sebagian dari
karoten Yang ditelan dikeluarkan dalam susu sebagai karoten dan sebagian lagi diubah
menjadi vitamin A. Semakin kuning arna susu dan mentega maka semakin tinggi jumlah
karoten yang terdapat di dalamnya. Akan tetapi hal tersebut bukanlah merupakan ukuran
yang teat bagi nilai vitamin karena hal tersebut tidak memberikan keterangan mengenai
jumlah vitamin A yang terdapat di dalamnya. Susu sapi Jersey dan Guernsey lebih berwarna

daripada susu sapi Holstein karena sapi Jersey dan Guernsey mengubah sebagian kecil
karoten yang dimakannya menjadi vitamin A. Perbedaan dalam derajat konversi karoten
terpantul pula dalam jumlah pigmen yang lebih besar dalam jaringan lemak dan sekresi kulit.
Luasnya konversi bervariasi di antara individu maupun di antara bangsa. Spesies yang
menghasilkan susu tidak berwarna melaksanakan konversi yang sempurna, jadi nilai vitamin
dari lemaknya dapat sangat tinggi meskipun tidak terdapat warna.
2. Kebutuhan Vitamin A
Hewan yang sedang menyusui anaknya perlu mendapat cukup vitamin A dalam
ransumnya. Pada babi, yang ana-anaknya membutuhkan susu induk dalam waktu yang lebih
lama, maka pemberian ransum yang sempurna kepada induk babi merupakan suatu hal yang
penting.
Pada umumnya bila sapi dilepas pada padang rumput yang baik, susu memounyai nilai
vitamin A yang maksimum. Selama sapi ada di dalam kandang, nilai vitamin A susu
berkurang, akan tetapi hal tersebut dapat dipertinggi bila si sapi diberikan jerami dan rumput
kering yang baik.
3. Vitamin D
Susu sapi yang diberi ransum sempurna mengandung cukup vitamin D. Kadar vitamin
D dalam susu normal berkisar antara 3 sampai 56 International units per liter. Susu skim dan
hasil ikutan lainnya yang hanya sedikit mengandung lemak dan mempunyai kadar vitamin D
sedikit sekali.
Kadar vitamin D lemak mentega dalam susu dari berbagai bangsa sapi tidak banyak berbeda.
Karena susu sapi Guernsey dan Jersey kaya akan lemak maka susunya mempunyai kadar
vitamin D sedikit lebih banyak dari pada susu dengan kadar lemak rendah. Apabila sapi
diberi ransum yang kadar vitamin D nya rendah dan sapi ersebut tidak menda[at sinar
matahari, maka susunya akan mengandung kadar vitamin D yang lebih rendah daripada
normal.
Cara mempertinggi kadar vitamin D dalam susu adalah dengan menambah konsentrat
vitamin D. Cara lain ialah dengan memberi sinar ultraviolet pada susu atau dengan
memberikan ragi yang telah disinari pada sapinya. Vitamin D susu dapat pula diperoleh
dengan penambahan konsentrat minyak hati ikan, ergosterol yang dibuat aktif atau 7dehidrokolesterol dalam ransumnya.

4. Vitamin E
Susu sapi biasanya mengandung 20 sampai 35 mg vitamin E per gram lemak. Kadar
tersebut dapat dipertinggi dengan memberikan tokoferol ke dalam ransumnya.
Vitamin E tersebar luas dalam bahan pakan ternak. Banyak terdapat pada hijau-hijauan dan
rumput kering yang baik.
5. Vitamin B
Kadar vitamin B dalam susu sedikit dipengaruhi oleh makanan, akan tetapi sebagian
tergantung pula pada bangsa, keadaan laktasi dan musim. Kadar vitamin B kompleks dalam
susu hewan non ruminansia secara nyata dipengaruhi oleh jumlah vitamin tersebut dalam
ransumnya. Vitamin B kompleks disintesisi pada fermentasi bakteri dalam rumen hewan
ruminansia. Oleh karena itu hewan ruminansia tidak membutuhkan vitamin tersebut dalam
ransumnya dan kadarnya dalam susu terutama tidak tergantung pada jumlah vitamin dalam
ransum.Hijau-hijauan merupakan sumber vitamin B kompleks yang baik, kecuali B12.
6. Asam askorbat
Pada hewan yang membutuhkan vitamin C di dalam ransum, maka kadar vitamin C
dalam susunya tergantung pada persediaan vitamin C yang terdapat di dalam ransumnya.
Kadar vitamin C dalam susu sapi dipengaruhi oleh misim dan bangsa sapi dan tidak
dipengaruhi oleh ransum. Susu yang baru diperah mengandung 2,0 sampai 2,5 mg per 100
ml, sedangkan susu yang dipasarkan mengandung 0,58 mg per 100ml. Jadi lebih kurang tiga
perempatnya hilang dalam pasteurisasi dan proses-proses pemanasan lainnya. Asam askorbat
dibandingkan dengan riboflavin lebih mudah rusak oleh cahaya.
Kebutuhan zat-zat mineral
Zat-zat mineral, kecuali garam dapur, yang perlu mendapat perhatian dalam ransum 3. untuk
mempertinggi sekresi susu adalah kasium dan fosfor. Zat mineral lainnya yang terdapat
dalam susu pada umumnya cukup tersedia dalam bahan makanan.

Anda mungkin juga menyukai