TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi kehamilan
2.1.1
Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah peristiwa yang dimulai dari konsepsi (pembuahan) dan
2.2.3
Tanda-Tanda Kehamilan
Tanda-tanda kehamilan menurut Rustam (2005), meliputi :
1. Tanda-tanda presumtif (tidak pasti)
a. Amenore (tidak haid);
b. Mual dan muntah;
c. Mengidam;
d. Pingsan;
e. Tidak ada selera makan;
f. Payudara membesar;
g. Tegang;
h. Sering kencing;
i. Konstipasi.
rahim;
karena terjadinya oedema dari cervix dan hiperplasia kelenjarkelenjar cervix, sehingga cervix menjadi lunak;
d. Tanda Chadwick, yaitu pembuluh darah dinding vagina bertambah
hingga warna selaput lendirnya biru;
e. Tanda Piscaseek, yaitu pertumbuhan uterus tidak rata, uterus lebih
cepat tumbuh di daerah inplantasi dan di daerah insersi plasenta;
f. Tanda Ballottement, yaitu teraba benjolan keras.
3. Tanda pasti (tanda positif)
a. Gerakan janin dapat dilihat atau dirasa atau diraba, juga bagian-
bagian janin;
b. Denyut jantung janin: didengar dengan stetoskop-monoral laennec,
dicatat dan didengar dengan alat Doppler, dicatat dengan fetoelektro kardiogram, dilihat pada ultrasonografi, terlihat tulangtulang janin dalam foto-rontgen.
2.2.4
Sistem Pencernaan
Karena pengaruh esterogen, pengeluaran asam lambung meningkat yang
dapat menyebabkan :
a. Pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi);
b. Daerah lambung terasa panas;
c. Terjadi mual dan sakit/pusing kepala terutama pagi hari (morning sickness);
d. Muntah, yang terjadi disebut emesis gravidarum;
e. Muntah berlebih, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari (hiperemesis
gravidarum);
f. Progesteron menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat
menyebabkan obstipasi.
8. Perubahan Pada Kulit
7.
f.
Berat badan ibu hamil bertambah antara 6,5 sampai 16,5 kg selama kehamilan
atau terjadi kenaikan berat badan sekitar kg/minggu.
sebelumnya
misalnya
pada
mola
hidatidosa.
(Rukiyah,
2010).
Pre-eklamsia ringan
Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul
sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah, 2010).
Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :
1. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau
lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai
kurang 110 mmHg.
2. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
3. Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2.
4. Tidak disertai gangguan fungsi organ
2.3.2
Pre-eklamsia berat
Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai protein urin dan atau edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat :
1. Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria > 3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau positif 4
3. Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai dengan :
4. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
5. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
6. Terdapat edema paru dan sianosis.
7. Gangguan perkembangan intra uterin
8. Trombosit < 100.000/mm3
dan molahidatidosa;
2. bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan;
3. dapat terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus;
4. sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan
(5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. (Hanifa
W, 2006).
Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor,
melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia. Adapun
teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah:
1. Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga
terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant
trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel
(Rukiyah, 2010).
2. Peran faktor imunologis
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
7
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara
lain :
a. preeklamsia hanya terjadi pada manusia;
b. terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak
dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri
radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri
spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre
eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi
kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami
10
pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses
apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres
oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga
meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon
inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala gejala pre
eklamsia pada ibu.
2.6 Tanda dan Gejala Preeklamsia
Biasanya gejala pre eklmsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan
yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia
ringan tidak di temui gejala gejala subyektif, namun menurut rukiyah (2010)
mengatakan :
2.6.1
11
2.6.2
2.7 Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit dan terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air (menyebabkan kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial).
12
Komplikasi
oblongata.
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi
dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia:
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada preeklamsia
14
2. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan
pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi
penderita eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklamsia.
5. Kelainan mata
6.
7.
8.
9.
15
2.10 Pencegahan
16
inap dan dianjurkan untuk tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan karena
penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya
edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme kerusakan sel
endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary
wedge pessure. Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral
ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting.
Artinya harus dilakukan pengukuransecara tepat berapa jumlah cairan
yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda
edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan
dapat berupa 5% ringer-dekstrose atau cairan garam fisiologis jumlah
tetesan: <125 cc/jam atau infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi
dengan infus ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc. Dipasang Foley
catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi
urin <300 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan antasida
untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
17
menghindari resiko aspirasi asam langsung yang sangat asam. Diet yang
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
2.11.2 Pemberian obat anti kejang
a. Obat anti kejang adalah:
1. MgSO4
2. Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk anti kejang adalah
diasepam, fenitoin, dan difenhidantoin
Beberapa peneliti telah memakai macam-macam regimen. Fenitoin
sodium mempunyain khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk
jaringan otak dan efek anti kejang terjadi 3 menit setelah injeksi
intravena. Fenitoin sodium dberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan
dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih bain
dari magnesium sulfat. Pengalamn pemakain fenitoin di beberapa
senter di dunia masih sedikit. Pemberian magnesium sulfat sebagai anti
kejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasarkan Cochrane Review
terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklamsia.
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium
sulfat. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
sinaps.
Pada
pemberian
magnesium
sulfat,
magnesium
akan
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paruparu, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai
ialah Furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu
memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta,
18
2.12.2 Radiologi
a. Ultrasonografi
19
b. Kardiotografi
20