Mektan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PEENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasikan (terikat
secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang
berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai
macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung
pondasi dari bangunan.
Sejarah terjadinya tanah, pada mulanya bumi berupa bola magma cair yang
sangat panas. Karena pendinginan, permukaannya membeku maka terjadi batuan beku.
Karena proses fisika (panas, ding in, membeku dan mencair) batuan tersebut hancur
menjadi butiran-butiran tanah (sifat-sifatnya tetap seperti batu aslinya : pasir, kerikil, dan
lanau.) Oleh proses kimia (hidrasi, oksidasi) batuan menjadi lapuk sehingga menjadi
tanah dengan sifat berubah dari batu aslinya.
Ilmu Mekanika Tanah adalah ilmu alam perkembangan selanjutnya akan
mendasari dalam analisis dan desain perencanaan suatu pondasi. Mekanika tanah adalah
suatu cabang dari ilmu teknik yang mempelajari perilaku tanah dan sifatnya yang
diakibatkan oleh tegangan dan regangan yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja.
Sedangkan teknik pondasi merupakan aplikasi prinsip-prinsip Mekanika Tanah dan
Geologi yang digunakan dalam perencanaan dan pembangunan pondasi seperti gedung,
jembatan, jalan, bendugan, dan lain-lain. Oleh karena itu, perkiraan dan pendugaan
terhadap kemungkinan adanya penyimpangan di lapangan dari kondisi ideal pada
Mekanika Tanah sangat penting dalam perencanaan pondasi yang benar.
Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan
gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir
dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada
perbukitan/punggungan

dengan

kemiringan

sedang

hingga

terjal

berpotensi

mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi.
Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan
tersebut rawan bencana tanah longsor.
Untuk itu perlu adanya kajian mengenai sifat-sifat serta karakteristik tanah untuk
mengetahui penyebab longsor,lokasi-lokasi yang rawan terjadi longsor serta cara cara
mengendalikan bencana longsor.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini,antara lain adalah:
a. Untuk mengetahui siklus batuan dan asal-usul tanah,sifat-sifat tanah,karakteristik

1.2.

tanah,komposisi tanah serta jenis-jenis tanah.


b. Untuk mengetahui penerapan ilmu mekanika tanah dalam kehidupan sehari-hari
,diantaranya pada beberapa studi kasus seperti tanah longsor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Batuan dan Asal Usul Tanah
Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme, membentuk tubuh
unik yang menutupi batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai pedogenesis. Proses
yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau
disebut sebagai horizon tanah. Berdasarkan asal-usulnya, batuan dapat dibagi menjadi tiga
tipe dasar yaitu: batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan beku Batuan ini
terbentuk dari magma mendingin. Magma batu mencair jauh di dalam bumi. Magma di kerak
bumi disebut lava. Batuan sedimen dibentuk sebagai didorong bersama-sama atau disemen
oleh berat air dan lapisan-lapisan sedimen di atasnya. Proses penyelesaian ke lapisan bawah
terjadi selama ribuan tahun. Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan yang
sudah ada, seperti batuan beku atau batuan sedimen, kemudian mengalami perubahan fisik
dan kimia sehingga berbeda sifat dengan sifat batuan induk (asal)nya. Perubahan fisik
meliputi penghancuran butir-butir batuan, bertambah besarnya butir-butir mineral penyusun
batuan, pemipihan butir-butir mineral penyusun batuan, dan sebagainya. Perubahan kimia
berkaitan dengan munculnya mineral baru sebagai akibat rekristalisasi atau karena adanya
tambahan/pengurangan senyawa kimia tertentu. Faktor penyebab dari proses malihan (proses
metamorfosis) adalah adanya perubahan kondisi tekanan yang tinggi, suhu yang tinggi atau
karena sirkulasi cairan. Tekanan dapat berasal dari gaya beban atau berat batuan yang
menindis atau dari gerak-gerak tektonik lempeng kerak bumi di saat terjadi pembentukan
pegunungan. Kenaikan suhu dapat terjadi karena adanya intrusi magma, cairan atau gas
magma yang menyusup ke kerak bumi lewat retakan-retakan pemanasan lokal akibat gesekan
kerak bumi atau kenaikan suhu yang berkaitan dengan Gradien geothermis (kenaikan
temperature sebagai akibat letaknya yang makin ke dalam). Dalam proses ini terjadi
kristalisasi kembali (rekristalisasi) dengan dibarengi kenaikan intensitas dan juga perubahan
unsur kimia.
2.2. Klasifikasi tanah
1) Berdasarkan ukuran partikel
Berdasarkan ukuran partikel,tanah dapat dibedakan menjadi:

Kerikil (gravel) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga


mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar, dan mineral-mineral lain.

(Ukuran > 2,00 mm)


Pasir (sand)adalah besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran dari mineral

yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini.( ukuran: 2,00 - 0,06 mm)
Lanau (silt) : sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis dari tanah yang terdiri dari
butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel berbentuk lempenganlempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika.( ukuran :0,06 -

0,002 mm)
Lempung (clay) : sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis
yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari
mika, mineral-mineral lempung, dan mineral-mineral yang sangat halus lain.( < 0,002
mm)

2) Berdasarkan campuran berbutir


Pengelompokan jenis tanah dalam praktek berdasarkan campuran butir :
1. Tanah berbutir kasar adalah tanah yang sebagian besar butir - butir tanahnya berupa
pasir dan kerikil.
2. Tanah berbutir halus adalah tanah yang sebagian besar butir - butir tanahnya berupa
lempung dan lanau.
3. Tanah organik adalah tanah yang cukup banyak mengandung bahan- bahan organik.
3) Berdasarkan sifat letaknya
Pengelompokan tanah berdasarkan sifat lekatnya :
1. Tanah Kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butir - butirnya
(tanah lempung = mengandung lempung cukup banyak).
2. Tanah Non Kohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan
antara butir - butirnya (hampir tidak mengandung lempung misal pasir).
3. Tanah Organik adalah tanah yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh bahan - bahan
organik (sifat tidak baik).
4) Berdasarkan Tekstur
Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan
tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang
ada didalam tanah. Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir
yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah

berdasarkan tekstur , tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang
dikandungnya , misalnya lempung berpasir, lempung berlanau dan seterusnya.
5) Berdasarkan Pemakaian
Klasifikasi berdasarkan tekstur adalah relatif sederhana karena ia hanya
didasarkan distribusi ukuran tanah saja. Dalam kenyataannya , jumlah dan jenis dari
mineral lempung yang terkandung oleh tanah sangat mempengaruhi sifat fisis tanah
yang bersangkutan. Oleh karena itu, kiranya perlu untuk memperhitungkan sifat
plastisitas tanah yang disebabkan adanya kandungan mineral lempung , agar dapat
menafsirkan ciri-ciri suatu tanah. Karena sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tidak
memperhitungkan plastisitas tanah dan secara keseluruhan tidak menunjukkan sifatsifat tanah yang penting , maka sistem tersebut dianggap tidak memadai untuk
sebagian besar dari keperluan teknik. Pada saat sekarang ada dua sistem klasifikasi
tanah yang selalu dipakai oleh para ahli teknik sipil. Sistem-sistem tersebut adalah:
Sistem klasifikasi AASHTO dan Sistem klasifikasi Unified.
Pada Sistem Klasifikasi AASHTO dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai
Plublic Road Adminis tration Classification Sistem. Sistem ini sudah mengalami
beberapa perbaiakan. Klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini:
1) Ukuaran butir :

Kerikil: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm dan yang

tertahan di ayakan No.20 (2mm).


Pasir: bagian tanah yang lolos ayakan No 10 (2mm) dan yang tertahan pada

ayakan No. 200 (0,075mm).


Lanau dan lempung: bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.

2) Plastisitas:
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempumyai
indeks plastisitas sebesar 10atau kurang. Nama berlempung dipakai bila mana bagianbagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastik sebesar 11 atau lebih.
3) Apabila batuan ( ukurannya lebih besar dari 75mm) ditemukan didalam contoh
tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya , maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut
harus dicatat.
Sistem Klasifikasi Unified diperkenalkan oleh Casagrande dalam tahun 1942 untuk
digunakan pasa pekerjakaan pemnuatan lapanagn terbang yang dilaksakan oleh The
Army Corps of Engineering selama perang dunia II. Dalam rangka kerja sama dengan

United States Bureauof Reclamation tahun 1952, sistem ini disempurnakan.Sistem ini
mengelompokkan tanah kedalam dua kelompok besar yaitu:
1) Tanah berbutir kasr (coarse-grained-soil), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana
kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. Simbol dari kelompok
ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel)atau tanah
berkerikil dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2) Tanah berbutir halus (fine-granied-soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat
total contoh tanah lolos ayakan No.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan
huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O
untuk lanau-organikdan lempung-organik.
Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi USCS:
W : Well Graded ( tanah dengan gradasi baik )
P : Poorly Graded ( tanah dengan gradasi buruk )
L : Low Plasticity ( plasticitas rendah ) (LL<50)
H : High Plasticity ( plasticitas tinggi ) (LL>50)
2.3. Berat Spesifik
Harga berat spesifik dari butiran tanah (bagian padat) sering dibutuhakan dalam
bermacam-macam keperluan perhitungan dalam mekanika tanah. Harga-harga itu dapat
ditentukan secara akurat di laboratorium. Sebagian besar dari mineral-mineral tersebut
mempunyai berat spesifik berkisar antara 2,6 sampai denagn 2,9. Berat spesifik dari bagian
padat tanah pasir yang berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri dari quartz, dapat
diperkirakan sebesar 2,65, untuk tanah berlempung atau berlanau, harga tersebut berkisar
antara 2,6 sampai 2,9.

2.4. Konsistensi Tanah


Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut
dapat diremas-remas tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesi ini disebabkan karena adanya
air yang terserap di sekeliling permukaan dari pertikel lempung. Bilamana kadar airnya
sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena
itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan dalam empat keadaan dasar,
yaitu: padat, semi padat, plastis dan cair.

Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke
dalam keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas susut. Kadar air dimana transisi dari
keadaan semi padat ke dalam keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis, dan dari
keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair. Batas-batas ini dikenal juga sebgai
batas-batas atterberg.
2.5. Struktur Tanah
Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan geometrik butiran tanah. Diantara faktofaktor yang mempengaruhi struktur tanah adalah bentuk, ukuran, dan komposisi mineral dari
butiran tanah serta sifat dan komposisi dari air tanah. Secara umum, tanah dapat dimasukkan
ke dalam dua kelompok yaitu: tanah tak berkohesi dan tanah kohesif. Struktur tanah untuk
tiap-tiap kelompok akan diterangkan dibawah ini.
Struktur tanah tak berkohesi pada umumnya dapat dibagi dalam dua katagori pokok:
struktur butir tunggal dan struktur sarang lebah. Pada struktur butir tunggal, butiran tanah
berada dalam posisi stabil dan tiap-tiap butir bersentuahan satu terhadap yang lain. Bentuk
dan pembagian ukuran butiran tanah serta kedudukannya mempengaruhi sifat kepadatan
tanah. Untuk suatu susunan dalam keadaan yang sangat lepas, angka pori adalah 0,91. Tetapi,
angka pori berkurang menjadi 0,35 bilamana butiran bulat dengan ukuran sama tersebut
diatur sedemikian rupa hinga susunan menjadi sangat padat. Keadaan tanah asli berbeda
dengan model diatas karena butiran tanh asli tidak mempunyai bentuk dan ukuran yang sama.
Pada tanah asli, butiran dengan ukuran terkecil menempati rongga diantara butiran besar.
Keadaan ini menunnjukan kecenderungan terhadap pengurangan anka pori tanah. Tetapi,
ketidakrataan bentuk butiran pada umumnya menyebabkan adanya kecenderungan terhadap
penambahan angka pori dari tanah. Sebagai akibat dari dua faktor tersebut di atas, maka
angka pori tanah asli kira-kira masuk dalam rentang yang sama seperti angka pori yang
didapat dari model tanah dimana bentuk dan ukuran butiran adalah sama.
Pada struktur sarang lebah, pasir halus dan lanau membantu lengkung-lengkungan
kecil hingga merupakan rantai butiran. Tanah yang mempunyai struktur sarang lebah
mempunyai angka pori besar dan biasanya dapat mamikul beban statis yang tak begitu besar.
Tetapi, apabila stuktur tersebut dikenai beban berat atau apabila dikenai beban getar, struktur
tanah akan rusak dan menyebabkan penurunan yang besar.
2.6. Permeabilitas Dan Rembesan

Tanah adalah merupakan susunan butiran padat dan pori-pori yang saling
berhubungan satu sama lain sehingga air dapat mengalir dari satu titik yang mempunyai
energi lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi lebih rendah. Studi mengenai aliran air
melalui pori-pori tanah diperlukan dalam mekanika hal ini sangat berguna didalam
menganalisa kestabilan dari suatu bendungan tanah dan konstruksi dinding penahan tanah
yang terkena gaya rembesan.
2.6.1 Hukum Darcy
Pada tahun 1856, Darcy memperkenalkan suatu persamaan sederhana yang digunakan
untuk menghitung kecepatan aliran air yang mengalir dalam tanah yang jenuh, dinyatakan
sebagai berikut:
v = ki
Dimana:
v = kecepatan aliran
k = koefisien rembesan
koefisien rembesan mempunyai sstuan yang sama dengan kecepatan. Istilah koefisien
rembesan sebagi besar digunakan oleh para ahli teknik tanah, para ahli meyebutkan sebagai
konduktifitas hidrolik. Bilamana satuan Inggris digunakan, koefisien rembesan dinyatakan
dalam ft/menit atau ft/hari, dan total volume dalam ft 3. Dalam satuan SI, koefisien rembesan
dinyatakan dalam cm/detik, dan total volume dalam cm3.
Koefisien rembesan tanah adalah tergantung pada beberapa faktor, yaitu: kekentalan
cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran permukaan
butiran tanah, dan drajat kejenuhan tanah. Pada tanah berlempung, struktur tanah konsentrasi
ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung menentukan koefisien
rembesan.
Harga koefisien rembesan untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda. Beberapa harga
koefisien rembesan diberikan pada tabel dibawah ini:
Jenis tanah
(cm/detik)
Kerikil bersih
1,1-100
Pasir kasar
1,0-0,01
Pasir halus
0,01-0,001
Lanau
0,001-0,00001
lempung
Kurang dari 0,000001

k
(ft/menit)
2,0-200
2,0-0,02
0,02-0,002
0,002-0,00002
Kurang dari 0,000002

Koefisien rembesan tanah yang tidak jenuh air adalah rendah, harga tersebut akan
bertambah secara cepat dengan bertambahnya drajat kejenuhan tanah yang bersangkutan.
Koefisien rembesan juga dapat dihubungkan dengan sifat-sifat dari cairan yang
mengalir melalui tanah yang bersangkutan dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana:
= berat volume air
= kekentalan air
= rembesan absolut
Rembesan absoulut, mempunyai satuan L2 (yaitu cm2, ft2, dan lain-lain)
2.6.2 Persamaan Kontinuitas
Dalam keadaan sebenarnya, air mengalir di dalam tanah tidak hanya dalam satu arah
dan juga tidak seragam untuk seluruh luasan yang tegak lurus dengan arah aliran. Untuk
permasalahan-permasalahan seperti itu, perhitungan aliran air tanah pada umumnya dibuat
dengan menggunakan grafik-grafik yang dinamakan jaringan aliran. Konsep jaringan aliran
ini didasarkan pada persamaan Kontinuitas Laplace yang menjelaskan mengenai keadaan
aliran tunak untuk suatu titik didalam massa tanah. Persamaan kontinuitas untuk aliran dalam
dua dimensi diatas dapat disederhanakan menjadi:
2.6.3 Tegangan pada Tanah Jenuh Air tanpa Rembesan
Tegangan total pada titik A dapat dihitung dari berat volume tanah jenuh air dan berat
volume air diatasnya.
= H w + (HA H) sat
Dimana:
= tegangan total pada titik A.
w = berat volume air.
sat = berat volume tanah jenuh air.
H = tinggi muka air diukur dari permukaan tanah didalam tabung.
HA = jarak antara titik A dan muka air.
2.6.4. Pada Tanah Jenuh Air dengan Rembesan

Tegangan efektif pada suatu titik di dalam massa tanah akan mengalami perubahan di
karenakan oleh adanya rembesan air yang melaluinya. Tegangan efektif ini akan bertambah
besar atau kecil tergantung pada arah dari rembesan.
1) Rembesan air keatas.
Gambar 5.3a menunjukkan suatu lapisan tanah berbutir didalam silinder dimana
terdapat rembesan air ke atas yang disebabkan oleh adanya penambahan air melalui saluran
pada dasar silinder. Kecepatan penambahan air dibuat tetap. Kehilangan tekanan yang
disebabkan oleh rembesan keatas antara titik A dan B adalah h. Perlu diingat bahwa tegangan
total pada suatu titik didalam massa tanah adalah disebabkan oleh berat air dan tanah diatas
titik bersangkutan.
Pada titik A.
Tegangan total: A = H1 w
Tegangan air pori: uA = H1 w
Tegangan efektif: A' = A - uA = 0
Pada titik B.
Tegangan total: B = H1 w + H2sat
Tekanan air pori: uB= (H1 + H2 + h )w
Tegangan efektif: B' = H2' - h w
Dengan cara yang sama , tegangan efektif pada titik C yang terletak pada kedalaman z
dibawah permukaan tanah dapat dihitung sebagai berikut:
Pada titik C.
Tegangan total: C = H1 w + zsat
Tekanan air pori: uC = w
Tegangan efektif: C' = z' - z
2) Rembesan Air Kebawah.
Gradien hidrolik yang disebabkan oleh rembesan air kebawah adalah sama dengan
h/H2. Tegangan total, tekanan air pori, dan tegangan efektif pada titik C adalah:
= H1 w + zsat

uC
C

= (H1 + z iz )w
'

= (H1 w + zsat ) (H1 + z iz )w


= z' - iz w

2.6.5. Gaya Rembesan

Pada sub-bab terdahulu telah diterangkan bahwa rembesan dapat mengakibatkan


penambahan atau pengurangan tegangan efektif pada suatu titik di dalam tanah. Yang
ditunjukkan bahwa tegangan efektif pada suatu titik yang terletak pada kedalaman z dari
permukaan tanah yang diletakkan didalam silider , dimana tidak ada rembesan air.adalah
sama dengan z'. Jadi gaya efektif pada suatu luasan A adalah
P1' = z' A
Apabila terjadi rembesan air arah keatas melalui lapisan tanah pada gambar 5.3, gaya
efektif pada luasan A pada kedalaman z dapat ditulis sebagai berikut:
P2' = ( z' - iz w)A
Oleh karena itu , pengurangan gaya total sebagai akibat dari adanya rembesan adalah:
P1' - P2' = iz wA
Volume tanah dimana gaya efektif bekerja adalah sama dengan zA. Jadi gaya efektif
per satuan volume tanah adalah
= = i w
Gaya per satuan volume, iw, untuk keadaan ini bekerja ke arah atas, yaitu searah dengan arah
aliran. Begitu juga untuk rembesan air kearah bawah, gaya rembesnya per satuan volume
tanah adalah iw.
2.7. Kemampumampatan Tanah
Penambahan beban diatas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah
dibawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya
deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan
sebab-sebab lain. Secara umum, penurunan pada tanah yang disebabkan oleh pembebanan
dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1) Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yang merupakan hasil dari perubahan
volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori tanah.
2)

Penurunan segera (immediate settlement), yang merupakan hasil dari deformasi elastis tanah
kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air.
2.7.1 Dasar-dasar Konsilidasi
Bilamana suatu lapisan tanah jenuh air diberi penambahan beban, angka tekanan air
pori akan naik secara mendadak. Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air
dapat mengalir dengan cepat. Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan

berkurangnya volume tanah, berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan


penurunan lapisan tanah tersebut.Karena air pori didalam tanah berpasir dapat mengalir
keluar dengan cepat maka penurunan segera dan penurunan konsolidasi terjadi bersamaan.
Bilamana suatu lapisan tanah lempung jenuh air yang mampumampat diberi
penambahan tegangan , maka penurunan akan terjadi dengan segera. Koefisien rembesan
lempung adalah sangat kecil dibandingkan dengan koefisien rembesan pasir sehingga
penambahan tekanan air pori yang disebabkan oleh pembebanan akan berkurang secara
lambat laun dalam waktu yang sangat lama. Jadi untuk tanah lempung lembek perubahan
volume yang disebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi
sesudah penurunan segera.Penurunan konsolidasi tersebut biasanya jauh lebih besar dan lebih
lambat serta lama dibandingkan dengan penurunan segera.
2.8 Pemadatan Tanah
Pada pemadatan timbunan tanah untuk jalan raya, dam tanah, dan banyak struktur
teknik lainnya, tanah yang lepas haruslah dipadatkan untuk meningkatkan berat volumenya.
Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga denagn
demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan juga dapat mengurangi
besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemampatan lereng
timbunan.
2.8.1 Pemadatan dan Prinsip-prinsip Umum
Tingkat pemadatan tanah di ukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan.
Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi
sebagia unsur pembasah pada partikel-partikel tanah. Untuk usaha pemadatan yang sama,
berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah meningkat. Harap dicatat
bahwa pada saat kadar air w = 0, berat volume basah dari tanah adalah sama dengan berat
volume keringnya.
Bila kadar airnya ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang
sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga meningkat
secar bertahapmpula. Berat volume kering dari tanah pada kadar air dapat dinyatakan:
Setelah mencapai kadar air tertentu w = w2, adanya penambahan kadar air justru cenderung
menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian
menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-

partikel padat dari tanah. Kadar air dimana harga berat volume kering maksimum tanah
dicapai tersebut kadar air optimim.
Percobaan-percobaan di laboratorium yang umum dilakukan untuk mendapatkan berat
volume kering maksimum dan kadar air optimum adalah proctor compaction (uji pemadatan
Proctor).

BAB III
STUDI KASUS
STUDI KASUS LONGSOR DI SITUBONDO

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam
tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang
berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya
akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
3.1 Jenis Tanah Longsor
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,
runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi

paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
1. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir
berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke
bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga
meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah.
5. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.
Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiangtiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan
jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai
ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah
aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup
banyak.

3.2. Penyebab Longsor


Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan
kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air,
beban serta berat jenis tanah batuan.

Faktor-faktor Penyebab Tanah Longsor,antara lain:


a. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan
terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu
mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan
merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak
sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan,
intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada
tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang
merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga
menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor
dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan
berfungsi mengikat tanah.
b. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan
sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal
dan bidang longsorannya mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan
lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi
untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat
rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika
hawa terlalu panas.
d. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara
kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah
menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah
longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
e. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang
kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh
dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan

penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran
yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
f. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin,
dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan
jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
g. Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau
maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220
mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan..
h. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan
pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan
yang arahnya ke arah lembah.
i. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
j. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut
belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga
apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan
tanah.
k. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan
kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:
Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya

gembur dan subur.


Daerah badan longsor

Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.


Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil

pada longsoran lama.


Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran

bagian

atas

kecil.
Longsoran lama ini cukup luas.
l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

umumnya

relatif

landai.

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:


Bidang perlapisan batuan
Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang

tidak melewatkan air (kedap air).


Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai

bidang luncuran tanah longsor.


m. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana
pengikatan air tanah sangat kurang.
3.2. Kasus Longsor di Situbondo
Kabupaten Situbondo merupakan perpaduan antara daerah rendah di sebelah utara dan
daerah perbukitan di sebelah selatan dengan kemiringan lereng yang terjal. Kondisi geologi
didominasi oleh Formasi Batuan Gunungapi Ringgit dan Batuan Gunungapi Argopuro
dengan litologi terdiri dari lava, breksi gunungapi dan tuff. Lapisan permukaan terdiri dari
litologi endapan koluvial yang umumnya sudah melapuk. Lapukan tersebut menghasilkan
bongkah-bongkah batuan yang mudah lepas karena rekatan antar fragmen batuan sangat
lemah. Kondisi morfologi dan geologi tersebut membuat Kabupaten Situbondo menjadi
daerah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap bahaya gerakan massa tanah yang
cukup tinggi.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peristiwa gerakan massa tanah yang terjadi di
Dusun Lucu Palongan. Gerakan massa tanah yang terjadi berupa tanah gerak dengan retakan
tanah yang sudah mengalami penurunan sampai 3 meter pada bagian mahkota. Tanah gerak
tersebut terjadi pada lahan pertanian masyarakat, yang sewaktu-waktu bisa mengalami
keruntuhan dan akan mengancam kelestarian alam dan keselamatan jiwa maupun harta benda
penduduk setempat. Untuk mengurangi dampak yang akan ditimbulkan oleh bencana alam
gerakan massa tanah tersebut, maka perencanaan sistem peringatan dini bencana tanah
tongsor di daerah penelitian sangat diperlukan dan penting untuk dilaksanakan. Lokasi
penelitian terletak di Dusun Lucu Palongan, Desa Campoan, Kecamatan Mlandingan,
Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.Penelitian ini bertujuan untuk investigasi dan mitigasi
gerakan massa tanah di daerah penelitian. Investigasi antara lain untuk mengetahui kondisi
lingkungan fisik dan kondisi masyarakat, mempelajari faktor-faktor penyebab terjadinya

gerakan massa tanah, jenis dan mekanismenya serta mengidentifikasi daerah rawan yang
akan terkena dampak dari bencana alam gerakan tanah. Mitigasi antara lain untuk
memberikan rekomendasi penanganan bencana alam gerakan tanah dengan pendekatan
sistem peringatan dini.
Pengeboran
Pengeboran dilakukan untuk menjelaskan struktur geologi dan bidang longsor pada daerah
longsoran. Pengeboran dilaksanakan sepanjang garis tinjauan yang dibuat sesuai dengan
posisi dan arah longsoran, pada interval antara 30 m 50 m. Tiga atau lebih lubang bor
dibuat dalam blok longsor dan sedikitnya satu lubang bor dibuat di belakang mahkota
longsoran dengan minimun empat lubang bor secara keseluruhan.

Gambar 3.1 Letak lokasi daerah penelitian


Survei bidang gelincir
Survei bidang gelincir dilakukan untuk menentukan lokasi dari bidang gelincir. Ada dua
metode untuk menentukan bidang gelincir, yaitu dengan analisis inti bor (boring core
analysis) dan menggunakan alat untuk memantau. Analisis inti bor dilakukan dengan
interpretasi secara geologi, baik interpretasi selama proses pengeboran maupun interpretasi
berdasarkan pengamatan inti bor. Alat yang digunakan untuk pemantauan bidang gelincir
antara lain adalah underground strain gauge, borehole inclinometer dan multi-layer
movement meter. Ketiga alat tersebut dimasukkan kedalam lubang bor. Penyelidikan
penurunan

permukaan

Investigasi

penurunan bentuk

permukaan

dilakukan

untuk

menggambarkan batasan-batasan tanah longsor, ukuran, tingkat aktivitas dan arah

pergerakan. Penyelidikan penurunan permukaan juga dilakukan untuk menentukan


pergerakan blok dari longsoran utama. Adanya mahkota dan retakan yang melebar digunakan
untuk menentukan apakah akan berpotensi untuk bergerak di masa mendatang. Alat yang
digunakan untuk investigasi penurunan bentuk permukaan terdiri dari extensometer, tiltmeter
dan GPS.
Pengukuran muka air tanah
Pengukuran muka air tanah untuk menentukan hubungan antara curah hujan dan fluktuasi air
tanah dan pengaruh pada tekanan pori pada bidang gelincir. Pengukuran muka air tanah dapat
dilakukan pada setiap lubang bor. Alat yang digunakan untuk mengukur muka air tanah
adalah pore pressure gauge. Jarak waktu pengamatan untuk pengukuran muka air tanah
selama hujan yang sangat lebat pasti akan lebih ditingkatkan, untuk memahami hubungan
antara curah hujan dengan muka air tanah.
Pengukuran curah hujan
Pengukuran curah hujan dilakukan untuk menentukan hubungan antara hasil pencatatan curah
hujan dan hasil pencatatan pergerakan tanah pada alat pengukur penurunan permukaan. Hasil
pencatatan alat pengukur curah hujan dapat digunakan sebagai pembanding dengan hasil
pencatatan pergerakan tanah yang dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas curah
hujan, maka tanah cenderung akan mudah bergerak.

Kondisi Geologi Daerah Penelitian


Daerah penelitian dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng
yang terjal. Morfologi di bagian timur (hulu) daerah penelitian adalah perbukitan yang
tersusun oleh material-material hasil pengendapan yang berupa bongkah-bongkah batuan
yang mudah lepas karena adanya pelapukan. Morfologi di bagian utara (hilir) daerah
penelitian merupakan daerah dataran rendah. Daerah longsoran mempunyai sudut kelerengan
yang bervariasi, yaitu kelerengan dengan sudut 20 yang terdapat pada daerah tengah
sampai kaki longsoran dan kelerengan dengan sudut 25 yang terdapat pada daerah
mahkota hingga daerah tengah longsoran dengan ketebalan soil mencapai 20 30 meter.
Morfologi daerah penelitian yang miring menyebabkan gaya vertikal yang menarik batuan ke
arah bawah semakin tinggi, hal ini mendukung terjadinya longsoran di daerah penelitian.
Tataguna lahan di daerah longsoran berupa persawahan dan di bagian hulu berupa

permukiman. Kondisi sawah selalu ditanami dengan tanaman musiman seperti padi, jagung
dan tembakau. Air yang terus menerus tertahan di persawahan berakibat pada bertambahnya
intensitas air yang masuk ke dalam tanah. Kondisi seperti ini akan menurunkan kuat geser
tanah secara signifikan dan meningkatkan beban lereng. Sungai di daerah penelitian
menempati bagian selatan daerah penelitian, di dalam blok longsoran terdapat saluran yang
digunakan untuk mengalirkan air ke persawahan. Hal ini mengakibatkan air meresap ke
dalam tanah secara terus menerus. Kejadian ini mempercepat longsoran di daerah penelitian.
Kondisi geomorfologi dan tataguna lahan di daerah penelitian seperti pada Gambar 2.

Gambar 3.2 Kondisi geomorfologi dan tataguna lahan di daerah penelitian

Hidrologi daerah penelitian


Berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan di lapangan, kondisi akuifer di daerah
penelitian merupakan kombinasi antara akuifer butir dan akuifer celah. Air hujan yang masuk
ke bawah permukaan tanah melalui pori-pori dan celah-celah pada tanah akan menjenuhi
tanah dan tanah akan mengalami penurunan kekuatan gesernya. Intensitas air yang meningkat
pada waktu musim hujan (Desember Maret) akan mengakibatkan air dari permukaan tanah
yang masuk ke bawah permukaan juga meningkat. Peningkatan air bawah tanah
menyebabkan adanya penambahan tekanan air pori. Tekanan air pori akan mengakibatkan
penjenuhan yang mempercepat terubahnya partikel tanah menjadi plastis dan cair. Kondisi ini
menyebabkan longsoran di daerah penelitian. Mekanika tanah daerah penelitian Hasil
pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui nilai kuat geser tanah di daerah
penelitian.

Kondisi Longsoran
Longsoran di daerah penelitian berupa tanah gerak yang telah mengalami rekahan (crack) dan
penurunan. Tinggi tebing utama longsoran (main scarp) sudah lebih dari 3 meter. Terdapat 6
minor scarp di bagian kaki longsoran dengan ketinggian antara 10 cm 50 cm. Di bagian
kaki longsoran terdapat sungai dengan kedalaman 20 meter dan lebar 7 meter. Longsoran
terjadi pada daerah dengan luas 150 m x 170 m dengan arah umum longsoran N 210 E.
Dampak dari material longsoran adalah pada daerah dataran dan permukiman penduduk di
bagian hilir berjarak 2 km. Jenis gerakan massa tanah adalah longsoran (slides). Faktor
penyebab terjadinya gerakan tanah Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah di daerah
penelitian adalah disebabkan oleh faktor alamiah dan faktor manusia. Faktor alamiah yang
menjadi faktor pengontrol adalah kondisi geomorfologi dan stratigrafi. Faktor alamiah yang
menjadi faktor pemicu adalah curah hujan yang tinggi. Intensitas hujan rata-rata selama 5
tahun di daerah penelitian pada Bulan Desember adalah 295,5 mm/bulan, Bulan Januari
sebesar 212,2 mm/ bulan, Bulan Februari sebesar 269,8 mm/bulan dan bulan Maret sebesar
184,6 mm/bulan. Faktor alamiah yang menjadi faktor pemicu lainnya adalah gempa bumi.
Pada pertengahan Agustus 2007 telah terjadi gempa bumi di Kabupaten Situbondo. Gempa
bumi tersebut akan berpengaruh terhadap longsoran di daerah penelitian. Faktor manusia
yang menyebabkan longsoran di daerah penelitian adalah adanya persawahan yang membuat
air terus menerus ada di permukaan dan meresap ke bawah permukaan, kenaikan intensitas
air yang menerus menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik tanah dan menurunkan
kuat geser tanah secara signifikan di daerah penelitian. Kondisi persawahan juga akan
menambah beban lereng, hal ini menyebabkan terjadiya longsoran.
Identifikasi daerah rawan
Ancaman langsung dari gerakan massa tanah di Dusun Lucu Palongan adalah terhadap
penduduk yang sedang bekerja di lahan pertanian dalam blok longsoran. Ancamannya adalah
apabila gerakan massa tanah di Dusun Lucu Palongan mengalami longsor (keruntuhan
lereng), maka masyarakat yang sedang berada dalam blok longsoran akan ikut terbawa
longsor dan akan mengancam keselamatan jiwa. Selain itu daerah yang terancam dengan
gerakan tanah di Dusun Lucu Palongan adalah daerah di bagian hilir Sungai Kali Plalangan,
yaitu Dusun Bretan dan Dusun Batuampar Desa Selowogo yang merupakan daerah
permukiman dengan morfologi datar yang berada tepat di sisi Sungai Kali Plalangan.
Ancaman yang dapat terjadi adalah apabila gerakan tanah di Dusun Lucu Palongan

mengalami longsor (keruntuhan lereng) ke arah sungai, maka material yang akan terbawa
sungai menjadi melimpah dan kemungkinan dapat terjadi banjir bandang. Di sekitar lokasi
penelitian morfologi sungai sangat terjal yang memungkinkan terbentuknya bendung alamiah
dari material longsoran. Selain ancaman dari keruntuhan blok longsoran di Dusun Lucu
Palongan, terdapat ancaman lain yang berupa jatuhan bongkah-bongkah batuan di bagian
hulu dari Sungai Kali Plalangan. Bongkah-bongkah batuan tersebut mudah lepas oleh air
karena ikatan antar fragmen batuan sangat lemah. Air hujan dapat dengan mudah menggerus
ikatan antar fragmen batuan tersebut, sehingga batuan akan jatuh sampai ke Sungai Kali
Plalangan. Jika debit sungai besar maka dapat terjadi aliran debris/banjir bandang dengan
material bongkahan-bongkahan batuan tersebut.

Gambar 3.3 Peta kondisi daerah rawan (sumber : Peta Rupabumi


Digital Indonesia, 1999)

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Mekanika tanah adalah suatu cabang dari ilmu teknik yang mempelajari perilaku
tanah dan sifatnya yang diakibatkan oleh tegangan dan regangan yang disebabkan
oleh gaya-gaya yang bekerja. Sedangkan teknik pondasi merupakan aplikasi prinsipprinsip Mekanika tanah dan Geologi yang digunakan dalam perencanaan dan
pembangunan pondasi.
2. Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineralmineral padat yang tidak tersementasikan (terikat secara kimia) satu sama lain dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat
cair dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.
3. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa longsor disebabkan terjadi karena
air yang terus menerus tertahan di persawahan mengakibatkan bertambahnya
intensitas air yang masuk ke dalam tanah. Kondisi seperti ini akan menurunkan kuat
geser tanah secara signifikan dan meningkatkan beban lereng.
4. Berdasarkan hasil pengamatan kondisi akuifer di daerah penelitian merupakan
kombinasi antara akuifer butir dan akuifer celah. Air hujan yang masuk ke bawah
permukaan tanah melalui pori-pori dan celah-celah pada tanah akan menjenuhi tanah
dan tanah akan mengalami penurunan kekuatan gesernya. Peningkatan air bawah
tanah menyebabkan adanya penambahan tekanan air pori. Tekanan air pori akan
mengakibatkan penjenuhan yang mempercepat terubahnya partikel tanah menjadi
plastis dan cair. Kondisi ini menyebabkan longsoran di daerah penelitian.

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

M. Das Braja, Braja M. Das, Endah Noor, B. Mochtar 1985. Mekanika tanah (Prinsp-prinsip
Rekayasa Geoteknis) Jilid I. Surabaya: Universitas Institut teknologi 10 November.

Anda mungkin juga menyukai