0103 Kelapa PDF
0103 Kelapa PDF
I. PENDAHULUAN
Pertanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di dunia
dengan pangsa 31,2% dari total luas areal kelapa dunia. Peringkat
kedua diduduki Filipina (pangsa 25,8%), disusul India (pangsa 16,0%),
Sri Langka (pangsa 3,7%) dan Thailand (pangsa 3,1%). Namun
demikian, dari segi produksi ternyata Indonesia hanya menduduki
posisi ke dua setelah Philipina. Ragam produk dan devisa yang
dihasilkan Indonesia juga di bawah India dan Sri Lanka. Perolehan
devisa dari produk kelapa mencapai 229 juta US$ atau 11% dari
ekspor produk kelapa dunia pada tahun 20031).
Bagi masyarakat Indonesia, kelapa merupakan bagian dari
kehidupannya karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Di samping
itu, arti penting kelapa bagi masyarakat juga tercermin dari luasnya
areal perkebunan rakyat yang mencapai 98% dari 3,74 juta ha dan
melibatkan lebih dari tiga juta rumah tangga petani. Pengusahaan
kelapa juga membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan
pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam.
Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai
ekonomi tinggi sangat besar. Alternatif produk yang dapat
dikembangkan antara lain virgin coconut oil (VCO), oleochemical (OC),
desicated coconut (DC), coconut milk/cream (CM/CC), coconut charcoal (CCL), activated carbon (AC), brown sugar (BS), coconut fiber (CF)
dan coconut wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun
terpadu. Pelaku agribisnis produk-produk tersebut mampu
meningkatkan pendapatannya 5-10 kali dibandingkan dengan bila
hanya menjual produk kopra. Berangkat dari kenyataan luasnya
potensi pengembangan produk, kemajuan ekonomi perkelapaan di
tingkat makro (daya saing di pasar global) maupun mikro (pendapatan
petani, nilai tambah dalam negeri dan substitusi impor) tampaknya
akan semakin menuntut dukungan pengembangan industri kelapa
secara kluster sebagai prasyarat.
1)
APCC, 2004
In d e k s P a rita s E ks p o r (% )
500
400
Daya saing produk kelapa pada saat ini tidak lagi terletak pada
produk primernya yaitu kopra, seperti yang selama ini banyak
diusahakan secara tradisional. Sebagai contoh produk desicated
coconut (tepung kelapa) memiliki daya saing yang jauh lebih tinggi
(300-400%) dibandingkan dengan kopra, yang terlihat dari indeks
paritas ekspornya (nilai ekspor dibandingkan dengan biaya produksi).
Bahkan terlihat bahwa daya saing ekspor produk primer cenderung
semakin menurun sampai biaya produksinya lebih tinggi daripada nilai
ekspornya, paling tidak nilai tambahnya sangat tipis (Gambar 2).
Profil usaha produk-produk akhir kelapa yang sudah mulai
berkembang hingga saat ini antara lain nata de coco, serat, arang
tempurung, gula merah, dan desicated coconut (Tabel 1) menunjukkan
kelayakan usaha yang tinggi. Akhir-akhir ini telah berkembang pula
virgin coconut oil (VCO) yang merupakan makanan suplemen dan juga
obat. Beberapa hambatan yang diperkirakan muncul seperti
kontinuitas pasok bahan baku ternyata dapat diatasi sehingga industri
masih bertahan dengan kondisi yang baik. Bila pengembangan dapat
dilaksanakan secara terpadu maka pasok bahan baku akan lebih
terjamin.
Tabel 1. Profil usaha beberapa produk akhir kelapa
Produk Akhir
Skala
NPV
(Rp Juta)
B/C
IRR
(%)
PBP
(th)
953
1,32
32
Nata de Coco
Kecil
Coconut Fiber
Menengah
2.462
2,30
52 ,4
Activated Carbon
Menengah
2.924
1,12
21
Brown Sugar
Kecil
1.396
2,45
73
Desicated
Coconut
Besar
8.670
1,54
22
300
200
100
0
1999
2000
2001
Tahun
DC
2002
2003
Investasi Skala Kecil maks 1 milyar, Menengah maks 10 milyar; Besar lebih dari 10 milyar.
Sumber: Puslitbang Perkebunan, 2004.
Copra
Tahun
Kopra
CCO
DC
Butir
CF
CCL
AC
1993
1 .039
454
0 ,0
11.947
0,0
0,0
0,0
1996
973
364
0, 0
13.276
0,0
0,0
0,0
1999
1 .212
231
0, 0
14.935
0,0
1,0
0,0
2000
1 .264
163
0, 1
15.114
0,1
0,0
0,0
2001
1 .276
334
0, 1
15.160
0,1
0,0
0,0
2002
1 .202
263
0, 0
15.973
0,0
0,0
0,0
2 ,7
-9 ,1
3 ,1
Laju (%/th)
Pada tahun 2002 penggunaan domestik kopra mencapai 1,2 juta ton,
sedangkan CCO sebesar 263 ribu ton. Penggunaan domestik kelapa
butir pada tahun yang sama mencapai 15,9 juta ton. Pada tepung
kelapa dan serat sabut, penggunaan dalam negeri justru berasal dari
produk impor karena produksi dalam negeri seluruhnya diekspor.
2. Ekspor produk kelapa
Menurut Acia Pasific Coconat Community (APCC), Indonesia
merupakan negara produsen kelapa terbesar di dunia dengan jumlah
produksi pada tahun 2001 mencapai 3,0 juta MT ton setara kopra.
Pesaing utama adalah Filipina dan India dengan produksi masingmasing sebesar 2,8 juta ton dan 1,8 juta ton pada tahun yang sama.
Selama periode tahun 1993-2002, ekspor berbagai produk
kelapa Indonesia cenderung meningkat kecuali untuk kelapa butir dan
serat sabut (Tabel 3). Produk olahan CCO, DC, dan bungkil kopra
merupakan produk ekspor dominan. Pada tahun 2002, misalnya,
ekspor ketiga produk tersebut masing-masing mencapai 446,0 ribu
ton, 49,7 ribu ton dan 30,8 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 157,8
juta, US$ 32,1 juta dan US$ 21,5 juta. Penurunan ekspor serat sabut
lebih karena kurang terpenuhinya mutu baku ekspor, mengingat serat
sabut ini sebagian besar masih dihasilkan oleh industri kecil dan
menengah. Bila baku mutu dapat dipenuhi dengan mesin yang skala
ekonominya lebih besar maka ekspor akan dapat meningkat, karena
permintaan serat sabut di pasar internasional terus meningkat, dengan
persaingan yang terbatas.
Tujuan ekspor produk kelapa Indonesia selama ini meliputi
banyak negara di Eropa, Amerika, maupun Asia dan Pasifik. Pengaruh
dinamika dan perbedaan preferensi antar pasar tujuan menyebabkan
tingkat dan bentuk permintaan produk ekspor berbeda-beda antar
negara.
Tahun
Kopra
CCO
DC
1993
1996
1999
2000
2001
2002
8.744
0
42.619
34.579
23.884
40.045
258.400
378.800
349.600
734.600
395.100
446.300
19.596
24.150
23.533
31.373
34.820
48.550
19.522
2.264
38.136
5.334
507
8.694
7,76
-11,34
6,29
Butir
SS
88
866
59
102
191
191
-10,23
AT
AC
12.362
15.855
17.742
26.735
23.452
29.493
7.163
12.325
11.283
10.205
12.104
11.553
8,95
4,72
No
1
3
4
Negara Tujuan
Jenis
Produk
CCO
Copra meal
Desiccated
Coconut
shell
charcoal
Active
Carbon
2003
Singapura (87,3)
Jepang (30,5), Korsel (22,0),
Taiwan (17,2), Malaysia (14,8)
10
Dibandingkan ekspornya, volume impor Indonesia untuk produkproduk kelapa jauh lebih rendah (Tabel 5). Secara implisit ini berarti
Indonesia masih merupakan pengekspor neto produk-produk kelapa.
Sebagai gambaran, pada periode 1993-2002 tidak tercatat adanya
impor arang tempurung dan arang aktif. Akan tetapi, dalam periode
tersebut volume impor kopra dan butir kelapa berfluktuasi dengan
kecenderungan menurun. Laju penurunan volume impor masingmasing sebesar -3,1%/tahun dan -19,4%/tahun. Impor tepung kelapa
(DC) baru terjadi sejak tahun 1997 hingga 2001 tetapi perkembangan
impor produk tersebut menunjukkan laju kenaikan yang positif. Impor
produk terbesar adalah berupa minyak kelapa (CCO) yang volumenya
bervariasi antara 5000 ton hingga 90.000 ton selama periode
1993-2002.
Tabel 5. Impor Indonesia untuk beberapa produk kelapa, 1993-2002 (ton)
1999
Tahun
Butir
SS
AT
AC
1993
33.500
82
1994
46.000
40
1995
1911
26.000
48
1996
3124
43.600
625
1997
20.000
30
157
1998
25
5.000
94
1999
90
90.000
31
31
2000
60.000
128
20
128
2001
27
35.000
67
67
2002
1657
18.000
-3,15
1 ,17
Laju (%/th)
Kopra
CCO
DC
0
21,92
0
-19,44
32,23
11
Tabel 7.
Tahun
CCO
1999
0.60
2000
DC
CC/M
CCL
AC
0.07
0.86
1.02
0.19
0.71
0.4 4
0.06
0.70
0.93
0.17
0.74
2001
0.28
0.06
0.92
0.75
0.18
0.75
2002
0.35
0.07
0.65
0.67
0.15
0.77
2003
0.46
0.08
0.66
0.67
0.17
0.76
-8.30
5.77
-6.21
-11.88
-2.77
1.90
Laju (%/th)
CoM
Impor
Pajak
Ekspor
Pajak
lain
Copra
Nil
Nil
Nil
Nil
Nil
Nil
5%
10%
Nil
Nil
Nil
10%
Copra Meal
Nil
Nil
5%
10%
Desiccated Coconut
Nil
Nil
5%
10%
Coconut Cream/Milk
Nil
Nil
15%
10%
Nil
Nil
5%
10%
Shell Charcoal
Nil
Nil
10%
10%
Activated Carbon
Nil
Nil
20%
10%
Jenis produk
Bea
Masuk
Pajak
Penjualan
14
15
16
PARUT
MINUMAN
KECAP
VINEGAR
KULIT
DAGING
AIR
NATA
A. Prospek Pasar
17
40,0
35,0
Propinsi
30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
1998
1999
AC
DC
2000
Tahun
CCO
Linear (AC)
2001
Linear (DC)
2002
Linear (CCO)
B. Potensi Kelapa
Dengan produksi buah kelapa rata-rata 15,5 milyar butir per
tahun, total bahan ikutan yang dapat diperoleh 3,75 juta ton air, 0,75
juta ton arang tempurung, 1,8 juta ton serat sabut, dan 3,3 juta ton
debu sabut. Industri pengolahan komponen buah kelapa tersebut
umumnya hanya berupa industri tradisional dengan kapasitas industri
yang masih sangat kecil dibandingkan potensi yang tersedia. Besaran
angka-angka di atas menunjukan bahwa potensi ketersediaan bahan
baku untuk membangun industri masih sangat besar. Luas areal dan
produksi kelapa per propinsi tahun 2000-2003 disajikan pada Tabel 9.
Daerah sentra produksi kelapa di Indonesia adalah Propinsi Riau,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.
Pangsa produksi masing-masing propinsi pada tahun 2003 berturutturut adalah 15,1%, 7,3%, 8,7%, 9,4%, dan 6,3%. Sedangkan laju
pertumbuhan selama 2001-2003 untuk masing-masing propinsi
berturut-turut sebesar -4,7%, 1,1%, 3,8%, 5,5%, dan 2,4%.
Tahun 2002
Luas
Produksi
Tahun 2003
Luas
Produksi
110.467
75.684
111.138
75.606
111.188
79.386
Sumatera Utara
150.301
119.644
145.305
119.808
145.355
125.578
Sumatera Barat
Riau
86.263
594.401
70.510
512.075
91.920
569.970
77.603
444.797
91.970
570.020
81.483
467.038
Jambi
Sumatera
Selatan
128.079
122.327
128.079
122.327
128.029
128.443
42.245
16.271
3.034
6.325
44.479
15.399
28.035
6.531
44.529
15.449
29.437
6.858
Bengkulu
0,0
Produksi
D.I. Aceh
Bangka Belitung
5,0
18
Tahun 2001
Luas
19.947
12.193
27.788
3.649
27.838
3.831
Lampung
DKI Jakarat
131.308
0
109.251
0
132.406
0
114.426
0
132.456
0
120.145
0
Jawa Barat
Banten
184.550
100.027
78.588
58.134
171.622
100.027
93.175
64.166
171.672
100.077
97.799
67.374
Jawa Tengah
290.140
222.512
286.539
216.470
286.589
227.265
D.I.Yogyakarta
Jawa Timur
44.199
284.297
46.630
251.201
44.045
286.130
47.272
258.162
44.095
286.180
49.636
270.976
Bali
Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tengara
Timur
72.193
75.128
71.850
74.021
71.900
77.698
67.097
48.588
68.352
49.417
68.402
51.888
164.448
64.742
163.993
55.503
164.043
58.268
Kalimantan Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
91.643
47.884
92.566
44.036
92.616
46.238
66.761
63.056
68.611
47.958
68.661
50.356
44.075
26.037
42.377
28.438
42.427
29.860
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
53.963
254.033
41.884
262.230
53.609
271.227
40.649
279.011
53.659
271.277
42.681
292.580
58.906
61.204
58.008
55.869
58.058
58.662
Gorontalo
Sulawesi
Tengah
183.333
185.474
178.331
185.323
178.381
194.504
Sulawesi Selatan
Sulawesi
Tenggara
161.152
145.053
165.132
154.813
161.340
145.171
47.585
33.886
48.000
30.326
48.050
31.842
Maluku
Maluku Utara
92.445
161.871
89.829
166.869
92.445
162.021
69.829
166.869
92.495
162.071
73.320
175.212
Irian Jaya
INDONESIA
37.451
12.539
42.688
14.295
42.738
15.010
3.739.451
3.012.511
3.734.057
2.968.384
3.731.565
3.098.539
19
21
CCO
Gliserin
Asam lemak
metil ester
Asam Lemak
22
Sopas
Epoxides
Fatty acid alkanol amides
Hydrogenation products
Ethoxylates
Asam lemak
beralkohol
Senyawa oleokimia
Asam lemak
amina
Amina ethoxylates
Quatemary ammonium componds
Derivat oleochemical
2. Sabut
India dan Sri Lanka adalah produsen terbesar produk-produk dari
sabut dengan volume ekspor tahun 2000 masing-masing 55.352 ton
dan 127.296 ton dan masing-masing terdiri atas 6 dan 7 macam
produk. Pada saat yang sama, Indonesia hanya mengekspor satu jenis
produk (berupa serat mentah) dengan volume 102 ton. Angka ini
menurun tajam dibandingkan ekspor tertinggi pada tahun 1996 yang
mencapai 866 ton. Gambar 6 memperlihatkan cabang-cabang industri
dari pohon industri sabut kelapa.
Produk primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri atas serat
(serat panjang) bristle (serat halus dan pendek), dan debu abut. Serat
dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan
produk-produk kerajinan/ industri rumah tangga. Matras dan serat
berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis
panas. Debu sabut dapat diproses jadi kompos dan cocopeat, dan
particle board/hardboard. Cocopeat digunakan sebagai substitusi
gambut alam untuk industri bunga dan pelapis lapangan golf. Di
samping itu, bersama bristle dapat diolah menjadi hardboard.
Permintaan cocopeat diperkirakan akan meningkat tajam karena
di samping tekanan isu lingkungan yang berkait dengan penggunaan
gambut alam juga karena mutu produk yang ternyata lebih baik
daripada gambut alam.
3. Tempurung
Tempurung kelapa yang dulu hanya digunakan sebagai bahan
bakar, sekarang sudah merupakan bahan baku industri cukup penting.
Produk yang dihasilkan dari pengolahan tempurung adalah arang,
arang aktif, tepung tempurung dan barang kerajinan. Arang aktif dari
tempurung kelapa memiliki daya saing yang kuat karena mutunya
tinggi dan tergolong sumber daya yang terbarukan. Selain digunakan
dalam industri farmasi, pertambangan, dan penjernihan, arang aktif
sekarang sudah dibuat untuk penyaring atau penjernih ruangan untuk
menyerap polusi dan bau tidak sedap dalam ruangan. Berdasarkan
data ekspor tahun 2003, Indonesia ternyata lebih banyak mengekspor
dalam bentuk arang tempurung (56%), sedangkan negara lain dalam
bentuk arang aktif.
23
Debu Sabut
Kompos
Cocopeat
Hardboard
Sabut
Serat Pendek
Genteng
Geotekstil
Kerajinan
- Keset
- Karpet
- Tali, dll
Serat Panjang
Matras
Serat Berkaret
Hardboard
Isolator listrik
4. Kayu kelapa
24
25