Mata sehat pada umumnya dapat diketahui dari luar, dimana mata terlihat
cerah dan bersinar. Untuk mengetahui apabila ada kelainan pada mata perlu
pemeriksaan mata dari dekat yang memerlukan bantuan senter atau lampu. Mata yang
sehat dapat diketahui, apabila dari pemeriksaan ditemukan tanda- tanda sebagai
berikut:
1. Kornea (selaput bening) benar-benar jernih dan letaknya ditengah (simetris) antar
kedua mata
2. Bagian yang putih benar-benar putih
3. Pupil (orang-orangan mata) benar-benar terlihat hitam, jernih dan ada reflek
cahaya, mengecil bila ada sinar
4. Kelopak mata dapat membuka dan menutup dengan baik
5. Bulu mata teratur dan mengarah keluar
6. Tidak ada sekret atau kotoran pada mata
7. Tidak ada benjolan pada kelopak mata
FUNGSI VITAMIN A TERHADAP MATA
Fungsi vitamin A bagi mata terutama pada proses penglihatan dimana vitamin
A berperan dalam membantu proses adaptasi dari tempat yang terang ke tempat yang
gelap. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada sel-sel epitel
termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut karena terjadinya
proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar- tidak memproduksi cairan yang
dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata, disebut xerosis konjungtiva.
Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disebut bercak Bitot (Bitot Spot).
RABUN SENJA
Definisi Rabun Senja
Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam
hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai
rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di
senja atau malam hari. Rabun senja merupakan penyakit dengan keluhan tidak dapat
melihat dengan baik dalam keadaan gelap (waktu senja). Rabun senja ini merupakan
manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Pada rabun senja, mata terlihat
normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat senja tiba atau tidak dapat
melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Rabun senja paling banyak dialami
oleh anak-anak, pada anak berusia 1 sampai 3 tahun hal ini bisa terjadi karena tidak
lama setelah disapih anak tersebut diberikan makanan yang tidak mengandung
vitamin A. (Sommer 1978).
Etiologi Rabun Senja
Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat
melihat benda pada lingkungan kurang cahaya. Banyak hal yang dapat menyebabkan
kerusakan sel tersebut, tetapi yang paling sering akibat dari kekurangan vitamin A.
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang,
reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya
tingkat rendah. Oleh karena itu, defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi
rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Penyebab
lain adalah mata minus, katarak, retinitis pigmentosa, obat-obatan, dan bawaan sejak
lahir. Untuk mengetahui penyebabnya, biasanya dokter mata melakukan serangkaian
pemeriksaan, baik fisik maupun laboratorium. Kelompok yang rentan terkena
xerophthalmia adalah bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif / tidak mendapatkan
pengganti ASI yang baik dan cukup baik dari segi jumlah maupun kualitasnya), bayi
yang lahir dengan berat badan rendah (BBLR) kurang dari 2,5 kg, anak-anak yang
kekurangan gizi, anak-anak yang menderita infeksi (TBC, campak, diare, pneumonia),
anak-anak yang kurang / jarang makan makanan yang mengandung vitamin A. Selain
bayi dan anak-anak, ibu hamil dan menyusui juga rentan terkena xerophthalmia.
Tanda dan Gejala Rabun Senja
Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala
pada penderita rabun senja adalah pada daya pandang menurun, terutama pada senja
hari atau saat ruangan keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang
remang-remang atau kurang setelah lama berada di cahaya terang. Penglihatan
menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat di lingkungan yang
kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja. Terjadi kekeringan mata, dan bagian
putih menjadi suram, dan sering pusing. (Wijayakusuma 2008).
Rabun senja dapat dideteksi jika anak sudah bisa berjalan, anak tersebut akan sering
membentur atau menabrak benda yang berada di depannya karena tidak dapat melihat
maka dapat dicurigai bahwa anak tersebut menderita rabun senja. Jika anak belum
dapat berjalan, agak susah mendeteksinya. Dalam keadaan ini biasanya anak diam
memojok bila didudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda
atau makanan di depannya (Sommer 1978).
Patofisiologi Rabun Senja
Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari
vitamin A dan beta carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200 g/hari,
kelebihan akan disimpan dan cadangan di hati meningkat. Ketika asupan vitamin A
kurang dari jumlah yang dibutuhkan, cadangan retinol dalam hati akan dikeluarkan
untuk memelihara serum retinol pada tingkat normal (di atas 200 g)). Ketika asupan
vitamin A terus menerus berkurang untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam
hati akan menipis, tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan
tanda-tanda xerophthalmia terlihat.
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang,
yaitu reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya
tingkat rendah. Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin,
mengganggu fungsi batang sehingga menimbulkan rabun senja. Durasi
ketidakcukupan asupan terjadi tergantung dari jumlah vitamin A yang dicerna, tingkat
penyimpanan hati, dan tingkat penggunaan vitamin A yang digunakan oleh tubuh.
Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit
akan memiliki cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada dari diet
atau terjadi gangguan penyerapan dan terjadi peningkatan kebutuhan. metabolisme
dapat secara cepat menghabiskan cadangan retinol dalam hati dan merusak kornea,
walaupun mata pada saat itu masih terlihat normal. Ketersediaan vitamin A juga
tergantung pada status gizi anak secara keseluruhan. Jika asupan protein kurang maka
sintesis RBP pun akan menurun. Serum Retinol akan menurun walaupun cadangan di
hati normal. Akhirnya, hati tidak dapat menyimpan lagi vitamin A atau mensisntesis
RBP secara normal (Sommer 1978).
Pengobatan Rabun Senja
Rabun senja atau nyctalopia merupakan kondisi dimana sulit atau tidak dapat
melihat di kala malam atau di cahaya yang redup. Rabun senja dapat terjadi karena
kongenital (bawaan), rabun dekat (hipermetropia) yang tidak dikoreksi, penyakit mata
(retinitis pigmentosa, glaukoma, katarak), dan defisiensi (kekurangan) vitamin A.
Pengobatan yang dilakukan akan tergantung dari penyebab dasar dari rabun senja.
Sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter spesialis mata untuk dilakukan pemeriksaan
mata secara lengkap dan diberikan pengobatan sesuai penyebab. Pengobatan rabun
senja tergantung pada penyebabnya. Jika karena kekurangan vitamin A, maka harus
diberikan vitamin A dalam jumlah yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari
makanan sehari-hari. Jika karena katarak, maka katarak sebaiknya dioperasi.
Semua anak yang beresiko pada kerusakan kornea yang dikaitkan dengan defisiensi
vitamin A harus diidentifikasi secara jelas, diantaranya semua yang telah terbukti
mengalami xerophthalmia (rabun senja hingga keratomalacia). Menginjeksikan
vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat (100.000 IU). Jika
secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol palmitat
(200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui mulut. Sebagai tambahan, 110 mg
retinol palmitat (200.000 IU) dapat diberikan melalui mulut pada hari berikutnya
untuk memastikan pengobatan yang cukup. Dosis sebaiknya berkurang setengah dari
jumlah yang seharusnya pada anak berusia kurang dari satu tahun. Sebaiknya
pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan. Salep antibiotik kadang digunakan setiap 8
jam untuk mengurangi resiko infeksi bakteri. Antibiotik yang digunakan sebaiknya
dipilih yang sesuai dengan jenis organism, seperti Staphylococcus dan Pseudomonas.
Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul vitamin A
(Sommer 1978).
Anjuran Gizi pada Rabun Senja
Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang vital untuk menjaga kesehatan.
Vitamin A tidak hanya bertanggung jawab pada kesehatan mata, tapi juga kekebalan
tubuh. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rendahnya respons imun,
kesuburan, ganggguan pada pertumbuhan, serta rendahnya perkembangan mental.
Selain itu kelainan pada mata (xerophthalmia) dan buta senja merupakan sebagian
contoh kekurangan vitamin A. Xerophthalmia yang tidak segera diobati dapat
menyebabkan kebutaan. Salah satu upaya untuk mencegah kekurangan vitamin A
adalah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, seperti nabati
(karoten), hewani (retinol). Sayuran berdaun hijau (kangkung, bayam, daun pepaya,
dll), buah-buahan yang berwarna orange (wortel, pepaya), susu, daging, hati, telur.
Vitamin A juga dapat ditemukan di suplemen, seperti susu bubuk, kapsul vitamin A.
Menurut hasil temuan para ahli di bawah koordinasi WHO (tahun 2000) dan
pertemuan-pertemuan yang dikoorinasi oleh IVACG (International Vitamin A
Consultative Group), anjuran pemberian vitamin A adalah sebagai berikut :
1. Bayi 0 hingga 6 bulan adalah sebanyak 3 x 50.000 IU.
2. Bayi 6 hingga 11 bulan adalah sebanyak 100.000 IU (kapsul biru).
3. Bayi 12 hingga 59 bulan adalah sebanyak 200.000 IU (kapsul merah)
4. Ibu masa nifas adalah sebesar 400.000 IU (2X 200.000 IU pada hari yang berbeda).
5. Ibu setelah masa nifas (ada juga kemungkinan sebagian hamil) adalah sebesar
10.000 IU/ hari atau 25.000 IU/ minggu (Hutahuruk 2009).
ANALISIS MASALAH :
1. bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal dan pengaruhnya terhadap
kondisi kesehatan Mardan?
Jawab :
Salah satu pengaruh lingkungan yang terjadi adalah kebisingan.
Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan pada inderaindera pendengaran yang menyebabkan ketulian, gangguan stress, gangguan
komunikasi, gangguan tidur (Suma,mur,1995)
Menurut Wardhana (1995) kebisingan antara 61-80 dB dapat
menyebabkan kerusakan alat pendengaran bila kontak terjadi dalam waktu
lama. Selain itu kebisingan juga dapat berdampak terhadap kesehatan jiwa
seseorang, seperti stress yang pada akhirnya dapat menurunkan kesehatan
fisik.
Semakin tinggi intensitas kebisingan akan semakin besar dampaknya
dalam menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan ini dapat berdampak
physiologis (denyut jantung, tekanan darah, metabolism, gangguan tidur dan
penyempitan pembuluh darah) dan dampak pshycologis seperti rasa khawatir,
jengkel, takut (Soeripto, 1996). Hal ini didukung penelitian Wicaksono (2002)
yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang bekerja pada ruangan dengan
intensitas kebisingan tinggi akan mengalami stress kerja yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tenaga kerja yang berada dalam intensitas kebisingan
lebih rendah. Ciri-ciri fisiologis dari reaksi stress, muncul dari orang yang
terkena kebisingan dengan intensitas tinggi.