Kompetensi kesmas :
1) Mampu melakukan kajian dan analisis situasi (analitic/assessment skills)
2) Mampu mengembangkan kebijakan dan perencanaan program (policy
development/program planning skills)
3) Mampu berkomunikasi secara efektif (communication skills)
4) Mampu memahami budaya setempat (cultural competency skills)
5) Mampu melaksanakan pemberdayaan masyarakat (comunity empowerment)
6) Memiliki penguasaan ilmu kesehatan masyarakat (public health science skills)
7) Mampu dalam merencanakan keuangan dan terampil dalam bidang manajemen
(financial planning and management skills)
8) Memiliki kemampuan kepemimpinan dan berfikir sistem (leadership and system
thinking skills).
Ilmu gizi Menurut komite Thomas dan Earl (1994) adalah The nutrition sciences
are the most interdisciplinary of all sciences. Yang arti bebasnya menyatakan bahwa
ilmu gizi merupakan ilmu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Menurut Soekirman, (2000), Ilmu Gizi diartikan sebagai Ilmu pengetahuan yang
membahas sifat-sifat nutrien yang terkandung dalam makanan, pengaruh metaboliknya
serta akibat yang timbul bila terdapat kekurangan-kelebihan zat gizi.
Dalam ilmu gizi terapan, Gizi diartikan sebagai segala sesuatu tentang makanan dan
hubungannya dengan kesehatan. Setiap makanan mengandung unsur-unsur gizi (zat gizi).
Unsur-unsur gizi ini dikelompokkan atau digolongkan dalam 6 golongan besar yaitu (1)
Karbohidrat, (2). Protein, (3).Lemak, (4) Vitamin, (5) Mineral dan (6) air.
2. Sejarah perkembangan
Perkembangan Ilmu Gizi. Titik tolak perkembangan ilmu gizi dimulai pada masa
manusia purba dan pada abad pertengahan sampai pada masa munculnya ilmu
pengetahuan pada abad ke-19 dan ke-20. Pada masa manusia purba ilmu gizi dinyatakan
sebagai suatu evolusi. Disini para peneliti menggambarkan manusia sebagai pemburu
makanan dan dikenal sebagai Todhunter, perkembangan ilmu gizi sebagai suatu evolusi.
Bagi manusia purba, fungsi utama dan mungkin fungsi satu-satunya dari makanan
adalah untuk mempertahankan hidup. Untuk itu aktifitas utama dari manusia purba
adalah mencari makanan dengan berburu. Fungsi utama makanan untuk mempertahankan
hidup, meskipun bukan fungsi satu-satunya. Makanan untuk mempertahankan hidup ini
juga masih sering atau berlaku bagi sebagian penduduk modern sekarang.
Di abad-abad sebelum masehi filosof Junani bernama Hippocrates (460-377 SM),
yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, dalam salah satu tulisannya berspekulasi
tentang peran makanan dalam pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan
penyakit yang menjadi dasar perkembangan ilmu dietetika yang belakangan dikenal
dengan Terapi Diit
Memasuki abad ke-16 berkembang doktrin bukan saja pemeliharaan kesehatan
yang dapat dicapai dengan pengaturan makanan tetapi kemudian berkembang juga
tentang hubungan antara makanan dan panjang umur. Misalnya Cornaro, yang hidup
lebih dari 100 tahun (1366-1464) dan Francis Bacon (1561-1626) berpendapat
bahwa makan yang diatur dengan baik dapat memperpanjang umur. Memasuki abad
ke-17 dan ke-18, tercatat berbagai penemuan tentang sesuatu yang dimakan (makanan)
yang berhubungan dengan kesehatan semakin banyak dan jelas, baik yang bersifat
kebetulan maupun yang dirancang yang kemudian mendorong berbagai ahli kesehatan
waktu itu untuk melakukan berbagai percobaan.
Pada Abad ke-18 berbagai penemuan ilmiah dimulai, termasuk ilmu-ilmu yang
mendasari ilmu gizi. Satu diantaranya yang terpenting adalah penemuan adanya
hubungan antara proses pernapasan yaitu proses masuknya O2 ke dalam tubuh dan
keluarnya CO2, dengan proses pengolahan makanan dalam tubuh olehAntoine
Laurent Lavoisier (1743-1794).
Lavoisier bersama seorang ahli fisika Laplace merintis untuk pertama kalinya
penelitian kuantitatif mengenai pernapasan dengan percobaan binatang (kelinci). Oleh
karena itu Lavoisier selain sebagai Bapak Ilmu Kimia, dikalangan ilmuwan gizi dikenal
juga sebagai Bapak Ilmu Gizi Dunia.
Untuk kerja kompetensi nutrisionis dibedakan berdasarkan kata kerja dari 4 tingkatan
yang disusun secara berurutan dan dimulai dari tingkatan untuuk kerja paling rendah.
Tingkatan untuk kerja yang lebih tinggi menggambarkan bahwa tingkatan untuk kerja
yang lebih rendah dianggap telah mampu dilaksanakan.
a) Membantu : melakukan kegiatan secara independen dibawah pengawasan atau
berpatisipasi (berperan serta ) : mengambil bagian kegiatan tim.
b) Melaksanakan : mampu melakukan kegiatan yanpa pengawasan langsung, atau
melakukan : mampu melakukan kegiatan secara mandiri.
c) Mendidik : mampu melaksanakan fungsi-fungsi khusus yang nyata; aktivitas yang
di delegasikan yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan atau pekerjaan, dll atau
menyelia/mengawasi/memantau : pengguna sumber daya, masalah-masalah
lingkungan atau mampu mengkoordinasi dan mengarahkan kegiatan dan
pekerjaan tim.
d) Mengelola : Mampu merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan suatu
organisasi
Standar Kompetensi Peran Ahli Gizi
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
No Kode
Judul Unit Kompetensi
1 Kes.AG.01.01.01 Berpenampilan (Unjuk Kerja) sesuai
dengan kode etik profesi gizi.
2 Kes.AG.01.02.01 Merujuk klien/pasien kepada ahli lain
pada saat situasinya berada di luar
kompetensinya.
3 Kes.AG.01.03.01 Ikut aktif dalam kegiatan kegiatan profesi
gizi
4 Kes.AG.01.04.01 Melakukan pengkajian diri menyiapkan
portofolio untuk pengembangan profesi
dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan
pendidikan berkelanjutan.
5 Kes.AG.01.05.01 Berpartisipasi dalam proses kebijakan
legislatif dan kebijakan publik yang
berdampak pada pangan, gizi dan
pelayanan kesehatan.
6 Kes.AG.01.06.01 Menggunakan teknologi terbaru dalam
Kes.AG.02.07.01
Kes.AG.02.08.01
Kes.AG.02.09.01
10 Kes.AG.02.10.01
11 Kes.AG.02.11.01
12 Kes.AG.02.12.01
13 Kes.AG.01.13.01
14 Kes.AG.01.14.01
15 Kes.AG.01.15.01
16 Kes.AG.02.16.01
17 Kes.AG.02.17.01
18 Kes.AG.02.18.01
19 Kes.AG.01.19.01
20 Kes.AG.02.20.01
21 Kes.AG.01.21.01
22 Kes.AG.02.22.01
23 Kes.AG.02.23.01
24 Kes.AG.02.24.01
25 Kes.AG.02.25.01
26 Kes.AG.02.26.01
27 Kes.AG.02.27.01
28 Kes.AG.02.28.01
29 Kes.AG.02.29.01
30 Kes.AG.02.30.01
31 Kes.AG.02.31.01
32 Kes.AG.02.32.01
33 Kes.AG.02.33.01
34 Kes.AG.02.34.01
35 Kes.AG.02.35.01
36 Kes.AG.01.36.01
37 Kes.AG.01.37.01
38 Kes.AG.02.38.01
REFERENSI
Thaha, R. M. (2014). Naskah akademik pendidikan tinggi kesehatan masyarakat. Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat (IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan
Masyarakat Indonesia (AIPTKMI).
Sukowati, S dan Shinta (n.d.) Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam mengubah perilaku
masyarakat menuju hidup bersih dan sehat. Media Litbang Kesehatan Volume XIII
Nomor 2 Tahun 2003.
Aditama. (2010). Sejarah kesehatan masyarakat. Diakses pada Kamis, 5 Maret 2015 pukul
19.00 WIB dari http://aditama.student.umm.ac.id/2010/08/19/sejarah-kesehatanmasyarakat/
DPP PERSAGI. (n.d.) Standar profesi gizi. PERMENKES 374/2007 dan 26/2013.
Fajar, Ibnu. (n.d.). Standar profesi gizi. SK MENKES 374/III/SK/2007.
Ali, A. R. (2010). Sejarah perkembangan dan ruang lingkup ilmu gizi. Epidemiologi Gizi dan
Kesehatan di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Diakses pada 9 Maret 2015
pukul 05.13 dari https://arali2008.wordpress.com/2010/10/19/sejarah-perkembanganilmu-gizi/
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya. (n.d.). Kompetensi ahli madya gizi (dasar
pendidikan DIII gizi). Diakses pada 9 Maret 2015 pukul 05.15 WIB dari
https://arali2008.wordpress.com/2010/10/19/sejarah-perkembangan-ilmu-gizi/
Pakpahan, N. T. (2008). Standar profesi ahli gizi. Biro Hukum dan Organisasi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada 9 Maret 2015 pukul 05.15 WIB dari
http://www.hukor.depkes.go.id/?art=24&set=20