Anda di halaman 1dari 13

QBL 2 KOLABORASI

Oleh Rike Triana, 1406571483

TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT


1. Definisi
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang
hidup dan meningkatkan kesehatan melalui pengorganisasian masyarakat untuk
perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular, pendidikan kesehatan
dan sebagainya (Winslow, 1920). Inti rumusan batasan kesehatan masyarakat tersebut
adalah kesehatan masyarakat mempunyai dua aspek, yakni : keilmuan (science), teori
dan seni (art) atau aplikasinya.
Berdasarkan Naskah Akademik Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat, definisi
kesmas sebagai ilmu adalah kombinasi dari ilmu pengetahuan, keterampilan, moral dan
etika, yang diarahkan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu
dan masyarakat, memperpanjang hidup melalui tindakan kolektif, atau tindakan social,
untuk mencegah penyakit dan memenuhi kebutuhan menyeluruh dalam kesehatan,
dengan menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat secara
mandiri.
Rancangan karakter tenaga kesehatan masyarakat profesional diantaranya
MIRACLE (Manager, Innovator, Researcher, Aprenticer, Communitarian, Leader,
Educator).
2. Sejarah Perkembangan
Perkembangan ilmu kesehatan masyarakat saat ini terbukti tetap mempertahankan
rumpun ilmu, sebagaimana perkembangan kesmas di Indonesia dengan kecirian
rumpun ilmu yang disebut peminatan. Sejarah ini harus terus berkembang dan tidak
harus didegradasi karena alasan-alasan administratif dan birokrasi pendidikan. Karena
itu, kecirian rumpun ilmu harus dipertahankan karena kelompok keilmuanlah yang
paling tahu dan memahami perkembangan ilmunya.
Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Abad Ke-16 Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan
kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah
kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya
kesehatan masyarakat.
Tahun 1807 Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun
bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan
angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya
tenaga pelatih.
Tahun 1888 Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian
berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan

Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria,


lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
Tahun 1925 Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda
mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan)
penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan
kesakitan.
Tahun 1927 STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah
menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah
menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenagatenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Tahun 1930 Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.
Tahun 1935 Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi,
dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal.
Tahun 1951 -Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y.
Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya
bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat
dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah
yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan
tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasifungsional dari Dinas Kesehatan
Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan
kemudian disebut Puskesmas.
Tahun 1952 Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan
Tahun 1956 Dr.Y.Sulianti mendirikan Proyek Bekasi sebagai proyek
percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat
pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan
pelayanan medis.
Tahun 1967 Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat
terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah
disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
Tahun 1968 Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas
adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan
oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah
dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di
kotamadya/kabupaten.
Tahun 1969 : Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter)
dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa
Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah
Kabupaten di tiap Propinsi.
Tahun 1979 Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe
Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3
(sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti
manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini
(LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.

Tahun 1984 Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga


berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi).
Awal tahun 1990-an Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok.
3. Pelayanan Esensial Tenaga Kesmas
Berdasarkan Naskah Akademik Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat, terdapat
3 bentuk pelayanan esensial tenaga kesehatan masyarakat, yakni :
1) Fungsi Assessment
Pelayanan esensial :
a) Monitoring status kesehatan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan di
masyarakat.
b) Mendiagnosis dan investigasi masalah kesehatan dan risikonya di masyarakat.
c) Mengevaluasi keefektifan, aksebilitas dan terjaminnya pelayan kesehatan
berkualitas.
2) Fungsi pengembangan kebijakan kesehatan pelayanan esensial :
a) Mengembangkan kebijakan dan rencana program yang mendukung upaya
kesehatan individu dan masyarakat.
b) Mengembangkan kebijakan dan regulasi untuk melindungi dan menjamin
kesehatan masyarakat.
c) Penelitian untuk memperoleh wawasa baru dan solusi inovatif untuk masalah
kesehatan.
3) Fungsi jaminan
a) Mengaitkan antara kebutuhan pelayanan personal dan menjamin ketersediaan
pelayanan kesehatan.
b) Menjamin keberadaan tenaga kesehatan masyarakat yang kompeten.
c) Memberikan informasi, mendidik dan memberdayakan masyarakat terkait isuisu kesehatan.
d) Mobilisasi masyarakat sebagai partner untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah kesehatan masyarakat.
4. Kompetensi
Berdasarkan Naskah Akademik Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat, ada 8
kompetensi utama untuk profesional kesehatan masyarakat yang terdapat pada gambar,
diantarannya :

Kompetensi kesmas :
1) Mampu melakukan kajian dan analisis situasi (analitic/assessment skills)
2) Mampu mengembangkan kebijakan dan perencanaan program (policy
development/program planning skills)
3) Mampu berkomunikasi secara efektif (communication skills)
4) Mampu memahami budaya setempat (cultural competency skills)
5) Mampu melaksanakan pemberdayaan masyarakat (comunity empowerment)
6) Memiliki penguasaan ilmu kesehatan masyarakat (public health science skills)
7) Mampu dalam merencanakan keuangan dan terampil dalam bidang manajemen
(financial planning and management skills)
8) Memiliki kemampuan kepemimpinan dan berfikir sistem (leadership and system
thinking skills).

5. Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat


1) Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Dalam Pembangunan Kesehatan
Sumber daya manusia kesehatan untuk menjalankan pembangunan
kesehatan perlu dikembangkan agar tercipta tatanan yang mengatur produksi,
distribusi dan utilisasi SDM kesehatan yang berkualitas, produktif, berdedikasi,
bermoral dan beretika yang tersebar secara merata dalam jumlah dan jenis yang
sesuai dengan kebutuhan.
Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) merupakan bagian dari sumber
daya manusia, yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan dalam
sistem kesehatan nasional (SKN). Pembangunan kesehatan dengan paradigma
sehat merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga
kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Oleh karea itu untuk mewujudkan
paradigma sehat tersebut, diperlukan kontribusi yang lebih besar dari para tenaga
kesehatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Dalam pelayanan promotif membutuhkan tenaga-tenaga kesmas yang
handal terutama yang mempunyai spesialisasi dalam penyuluhan dan pendidikan.
Untuk itu perlu dipersiapkan tenaga terlatih di bidang promosi kesehatan termasuk
para pakar yang memahami tentang sosiologi, anthropologi, ilmu perilaku,
psikologi sosial, ilmu penyuluhan, pakar media penyuluhan dan masih banyak lagi
ilmu yang berhubungan dengan maslaah promosi seperti pemasaran sosial dan
lain-lain.

Dalam pelayanan preventif diperlukan para tenaga yang memahami


tentang epidemologi penyakit, cara-cara dan metode pencegahan serta
pengendalian penyakit. Keterlibatan tenaga kesmas dalam pelayanan preventif di
bidang pengendalian memerlukan penguasaan teknik-teknik lingkungan dan
pemberantasan penyakit.
2) Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam Merubah Perilaku Masyarakat
Menuju Hidup Bersih dan Sehat
Program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal
PHBS/promosi higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah
penyakit diare dan penyakit menular yang lain melalui pengadopsian perubahan
perilaku oleh masyarakat secara meluas. Program ini dimulai dengan apa yang
diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan
program berdasarkan informasi tersbeut (Curtis, V dkk, 1997; UNICEF, WHO.
Bersih, Sehat dan Sejahtera).
Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu
dan atau kellompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap
kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu
melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan
benar (promosi kesehatan). Tenaga kesmas diharapkan mampu mengambil
mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan
perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga kesmas telah
mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya
disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja.
Peran tenaga kesmas dalam pelaksanaan program PHBS, diantaranya
(UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera; Fraeff dkk, 1993; Van Wijk dkk,
1995) : (1) memperkenalkan kepada masyarakat tentang gagasan dan teknik
mempromosikan perilaku PHBS; (2) mengidentifikasi perilaku masyarakat yang
perlu dirubah dan teknik-teknik mengembangkan strategi untuk perubahan
perilaku individu, keluarga dan masyarakat. (3) memotivasi perubahan perilaku
masyarakat; (4) merancang program komunikasi untuk berbagai kelompok
sasaran.
Sasaran promosi PHBS tidak hanya sebatas tentang hygiene, namun
mencakup pula perubahan lingkungan fisik, biologi dan sosial-budaya. Perubahan
terhadap lingkungan memerlukan intervensi dari para tenaga kesehatan terutama
tenaga kesmas yang mempunyai kompetensi sehingga tercipta lingkungan yang
kondusif dalam PHBS. Untuk itu tenaga kesmas harus membekali diri dengan
belajar secara berkesinambungan sehingga mampu memberikan penyuluhan
kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat
sejahtera.
AHLI GIZI
1. Definisi

Ilmu gizi Menurut komite Thomas dan Earl (1994) adalah The nutrition sciences
are the most interdisciplinary of all sciences. Yang arti bebasnya menyatakan bahwa
ilmu gizi merupakan ilmu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Menurut Soekirman, (2000), Ilmu Gizi diartikan sebagai Ilmu pengetahuan yang
membahas sifat-sifat nutrien yang terkandung dalam makanan, pengaruh metaboliknya
serta akibat yang timbul bila terdapat kekurangan-kelebihan zat gizi.
Dalam ilmu gizi terapan, Gizi diartikan sebagai segala sesuatu tentang makanan dan
hubungannya dengan kesehatan. Setiap makanan mengandung unsur-unsur gizi (zat gizi).
Unsur-unsur gizi ini dikelompokkan atau digolongkan dalam 6 golongan besar yaitu (1)
Karbohidrat, (2). Protein, (3).Lemak, (4) Vitamin, (5) Mineral dan (6) air.
2. Sejarah perkembangan
Perkembangan Ilmu Gizi. Titik tolak perkembangan ilmu gizi dimulai pada masa
manusia purba dan pada abad pertengahan sampai pada masa munculnya ilmu
pengetahuan pada abad ke-19 dan ke-20. Pada masa manusia purba ilmu gizi dinyatakan
sebagai suatu evolusi. Disini para peneliti menggambarkan manusia sebagai pemburu
makanan dan dikenal sebagai Todhunter, perkembangan ilmu gizi sebagai suatu evolusi.
Bagi manusia purba, fungsi utama dan mungkin fungsi satu-satunya dari makanan
adalah untuk mempertahankan hidup. Untuk itu aktifitas utama dari manusia purba
adalah mencari makanan dengan berburu. Fungsi utama makanan untuk mempertahankan
hidup, meskipun bukan fungsi satu-satunya. Makanan untuk mempertahankan hidup ini
juga masih sering atau berlaku bagi sebagian penduduk modern sekarang.
Di abad-abad sebelum masehi filosof Junani bernama Hippocrates (460-377 SM),
yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, dalam salah satu tulisannya berspekulasi
tentang peran makanan dalam pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan
penyakit yang menjadi dasar perkembangan ilmu dietetika yang belakangan dikenal
dengan Terapi Diit
Memasuki abad ke-16 berkembang doktrin bukan saja pemeliharaan kesehatan
yang dapat dicapai dengan pengaturan makanan tetapi kemudian berkembang juga
tentang hubungan antara makanan dan panjang umur. Misalnya Cornaro, yang hidup
lebih dari 100 tahun (1366-1464) dan Francis Bacon (1561-1626) berpendapat
bahwa makan yang diatur dengan baik dapat memperpanjang umur. Memasuki abad
ke-17 dan ke-18, tercatat berbagai penemuan tentang sesuatu yang dimakan (makanan)
yang berhubungan dengan kesehatan semakin banyak dan jelas, baik yang bersifat
kebetulan maupun yang dirancang yang kemudian mendorong berbagai ahli kesehatan
waktu itu untuk melakukan berbagai percobaan.
Pada Abad ke-18 berbagai penemuan ilmiah dimulai, termasuk ilmu-ilmu yang
mendasari ilmu gizi. Satu diantaranya yang terpenting adalah penemuan adanya
hubungan antara proses pernapasan yaitu proses masuknya O2 ke dalam tubuh dan
keluarnya CO2, dengan proses pengolahan makanan dalam tubuh olehAntoine
Laurent Lavoisier (1743-1794).
Lavoisier bersama seorang ahli fisika Laplace merintis untuk pertama kalinya
penelitian kuantitatif mengenai pernapasan dengan percobaan binatang (kelinci). Oleh
karena itu Lavoisier selain sebagai Bapak Ilmu Kimia, dikalangan ilmuwan gizi dikenal
juga sebagai Bapak Ilmu Gizi Dunia.

Penemuan Ilmu-Ilmu yang mendasari terbentuknya Ilmu Gizi itu diantaranya :


Tahun 1687 = Penetapan standar makanan. Dimana penetapan ini mengatur
tentang makanan yang baik untuk tubuh dan yang tidak baik untuk tubuh.
Dr. lind (1747) menemukan jeruk manis untuk menanggulangi sariawan / scorbut,
belakangan diketahui jeruk manis banyak mengandung vitamin C. Sehingga
Vitamin C dikenal juga sebagai pencegah Sariawan/Scorbut.
Suster Florence Nightingale (1854 ) menyimpulkan penderita-penderita akibat
perang yang merupakan pasiennya, dalam hal Pemberian makanan kepada pasien
harus sesuai dengan kebutuhan pasien untuk mempercepat proses
penyembuhannya. Suster Florence Nightingale dikenal juga sebagai Tokoh
Keperawatan Dunia.
Liebig (1803-1873) Analisis Protein, KH dan Lemak. Yang merupakan Komponen
utama penghasil energi tubuh.
Vait (1831-1908), Rubner (1854-1982), Atwater (1844-1907), Lusk (1866-1932)
dikenal sebagai Pakar dalam pengukuran energi dengan kalorimeter. (kkal).
Hopkin (1861-1947), Eljkman (1858-1930) = perintis penemuan vitamin dan
membedakannya vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam
lemak.
Mendel (1872-1935), Osborn (1859-1929)= penemuan vitamin dan analisis
kualitas protein. Memperjelas posisi vitamin dalam makanan dan peranannya
dalam tubuh manusia serta kualitas protein yang dilihat dari struktur yaitu asam
amino yang essensial maupun yang non essensial.
Pada abad ke 20 Mc Collum, Charles G King = melanjutkan penelitian vitamin
kemudian terus berkembang hingga muncul SCIENCE of NUTRION. Adalah Suatu
cabang ilmu pengetahuan kesehatan (kedokteran) yang berdiri sendiri yaitu Ilmu Gizi
adalah Ilmu pengetahuan yang membahas sifat-sifat nutrien yang terkandung dalam
makanan, pengaruh metaboliknya serta akibat yang timbul bila terdapat kekurangan
zat gizi, ( Soekirman, 2000).
Dalam perkembangan selanjutnya permasalahan gizi mulai bermunculan secara
kompleks yang tidak dapat ditanggulangi oleh para ahli gizi dan sarjana gizi saja,
sehingga muncul Ilmu gizi yang menurut komite Thomas dan Earl (1994) adalah The
NUTRITION SCIENCES are the most interdisciplinary of all sciences. Yang arti
bebasnya menyatakan bahwa ilmu gizi merupakan ilmu yang melibatkan berbagai
disiplin ilmu pengetahuan.
Bagaimana Perkembangan Ilmu Gizi di Indonesia, berikut beberapa hasil penelitian
dalam sejarah perkebangan Ilmu Gizi di Indonesia.
Belanda mendirikan Laboratorium Kesehatan (15-1-1888) di Jakarta. Tujuannya
Menanggulangi Penyakit Beri-Beri di Indonesia dan Asia.
Tahun 1934 = Lembaga Makanan Rakyat.
Tahun 1938, bermula dari Tahun 1919, Jansen dan Donath meneliti masalah
Gondok di wonosobo, kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda menfaslitasi
pembentukan Lembaga Eijkman. Beberapa Kegiatannya berupa survai gizi di

tahun 1927-1942, oleh Jansen dan Kawan-kawan pada 7 lokasi bertempat di


jawa, seram dan lampung yang bertujuan Mengamati Pola Makan, Keadaan Gizi,
Pertanian dan perekonomian. Lembaga ini juga berhasil melakukan Analisis
Bahan Makanan yang sekarang dikenal sebagai Daftar Komposisi Bahan
Makanan disingkat atau dikenal dengan DKBM.
Tahun 1930, De Hass dkk menemukan defisiensi Vitamin A, (1935) meneliti
tentang KEP (Kurang Energi Protein).
Tahun 1950, Lembaga Makanan Rakyat berada dibawah Kementerian Kesehatan
RI ( diketuai Prof. Poerwo Soedarmo Pendiri PERSAGI atau dikenal juga
sebagai Bapak Gizi Indonesia. Bapak Poerwo Soedarmo juga berhasil
memperkenalkan promosi gizi yang baik dengan istilah Empat Sehat Lima
Sempurna yang begitu populer pada waktu itu sampai pada pemerintahan Orde
Baru.
Penelitian-Penelitian di Indonesia ini yang kemudian menarik perhatian WHO dan
dijadikan sebagai rekomendasinya adalah :
Domen (1952-1955) penelitian tentang kwashiorkor (istilah gizi buruk karena
kekuranagn protein) dan Xeropthalmia (Istilah Kebutaan Akibat kekurangan
Vitamin A).
Klerk (1956) penelitian tentang Tinggi Badan (TB) dan Berat Badan (BB) anak
Sekolah yang dapat memberikan gambaran Status Gizi Anak SD pada masa
balitanya.
Gailey ( 1957 1958 ) tentang Kelaparan di Gunung Kidul menghasilkan teori
Kelaparan. KELAPARAN (Hunger) menurut E.Kennedy,(2002) sebagai kutipan
dari penelitian Prof Soekirman Ph.D Guru Besar Ilmu Gizi IPB
Bogor tentang kelaparan adalah Rasa tidak enak dan sakit, akibat kurang
/tidak makan,baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja diluar kehendak
dan terjadi berulang-ulang, serta dalam jangka waktu tertentu menyebabkan
penurunan berat badan dan gangguan kesehatan.
Prof. Poerwo Soedarmao Mencetak Tenaga Ahli Gizi ( AKZI dan FKUI)
Dan tahun 1950-2010 perkembangan ilmu gizi di Indonesia sangat pesat, sampai
sampai teori-teori gizi yang baru ditemukan belum sampai diterapkan muncul
lagi ilmu yang terbaru dari hasil penelitian terbaru dari ilmu gizi.
Dari Perkembangan Ilmu Gizi tersebut diatas baik di Indonesia maupun di Luar
Negeri, Penjelasan mengenai makanan dan hubungannya dengan kesehatan semakin jelas
yaitu makanan atau unsur-unsur (zat-zat) gizi essensial yang tidak dapat disintesis oleh
tubuh sehingga harus dikonsumsi dari makanan meliputi Vitamin, Mineral, Asam amino,
Asam lemak Dan sejumlah Karbohidart sebagai energy. Dan unsur-unsur (zat-zat) gizi
non essensial dapat disistesis oleh tubuh dari senyawa atau zat gizi tertentu. Unsur-unsur
gizi ini dikelompokkan atau digolongkan dalam 6 golongan besar yaitu (1) Karbohidrat,
(2). Protein, (3).Lemak, (4) Vitamin, (5) Mineral dan (6) air.
3. Kompetensi

Untuk kerja kompetensi nutrisionis dibedakan berdasarkan kata kerja dari 4 tingkatan
yang disusun secara berurutan dan dimulai dari tingkatan untuuk kerja paling rendah.
Tingkatan untuk kerja yang lebih tinggi menggambarkan bahwa tingkatan untuk kerja
yang lebih rendah dianggap telah mampu dilaksanakan.
a) Membantu : melakukan kegiatan secara independen dibawah pengawasan atau
berpatisipasi (berperan serta ) : mengambil bagian kegiatan tim.
b) Melaksanakan : mampu melakukan kegiatan yanpa pengawasan langsung, atau
melakukan : mampu melakukan kegiatan secara mandiri.
c) Mendidik : mampu melaksanakan fungsi-fungsi khusus yang nyata; aktivitas yang
di delegasikan yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan atau pekerjaan, dll atau
menyelia/mengawasi/memantau : pengguna sumber daya, masalah-masalah
lingkungan atau mampu mengkoordinasi dan mengarahkan kegiatan dan
pekerjaan tim.
d) Mengelola : Mampu merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan suatu
organisasi
Standar Kompetensi Peran Ahli Gizi
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik


Pengelola pelayanan gizi masyarakat
Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi RS
Pengelola sistem penyelenggaraan makanan instusi masal
Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultasi gizi
Pelaksana penelitian gizi
Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
Berpartisipasi bersama Tim Kes dan Linsek
Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional

No Kode
Judul Unit Kompetensi
1 Kes.AG.01.01.01 Berpenampilan (Unjuk Kerja) sesuai
dengan kode etik profesi gizi.
2 Kes.AG.01.02.01 Merujuk klien/pasien kepada ahli lain
pada saat situasinya berada di luar
kompetensinya.
3 Kes.AG.01.03.01 Ikut aktif dalam kegiatan kegiatan profesi
gizi
4 Kes.AG.01.04.01 Melakukan pengkajian diri menyiapkan
portofolio untuk pengembangan profesi
dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan
pendidikan berkelanjutan.
5 Kes.AG.01.05.01 Berpartisipasi dalam proses kebijakan
legislatif dan kebijakan publik yang
berdampak pada pangan, gizi dan
pelayanan kesehatan.
6 Kes.AG.01.06.01 Menggunakan teknologi terbaru dalam

Kes.AG.02.07.01

Kes.AG.02.08.01

Kes.AG.02.09.01

10 Kes.AG.02.10.01
11 Kes.AG.02.11.01

12 Kes.AG.02.12.01
13 Kes.AG.01.13.01

14 Kes.AG.01.14.01
15 Kes.AG.01.15.01
16 Kes.AG.02.16.01
17 Kes.AG.02.17.01
18 Kes.AG.02.18.01
19 Kes.AG.01.19.01
20 Kes.AG.02.20.01
21 Kes.AG.01.21.01

22 Kes.AG.02.22.01

23 Kes.AG.02.23.01

kegiatan informasi dan komunikasi.


Mendokumentasikan kegiatan pelayanan
gizi.
Melakukan pendidikan gizi dalam
kegiatan praktek tersupervisi.
Mendidik pasien/klien dalam rangka
promosi kesehatan, pencegahan penyakit
dan terapi gizi untuk kondisi tanpa
komplikasi.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
gizi untuk kelompok sasaran.
Ikut serta dakam pengkajian dan
pengembangan bahan pendidikan untuk
kelompok sasaran.
Menerapkan
pengetahuan
dan
ketrampilan baru dalam
Ikut serta dalam peningkatan kualitas
pelayanan atau praktek dietetik untuk
kepuasan konsumen.
Berpartisipasi dalam pengembangan dan
pengukuran kinerja dalam pelayanan gizi
Berpatisipasi dalam proses penataan dan
pengembangan organisasi
Ikut serta dalam penyusunan rencana
operasional dan anggaran institusi.
Berpartisipasi dalam penetapan biaya
pelayanan gizi
Ikut serta dalam pemasaran produk
pelayanan gizi
Ikut serta dalam pendayagunaan dan
pembinaan SDM dalam pelayanan gizi
Ikut serta dalam manajemen sarana dan
prasarana pelayanan Gizi
Menyelia sumberdaya dalam unit
pelayanan gizi meliputi keuangan,
sumber daya manusia, sarana prasarana
dan pelayanan gizi
Menyelia produksi makanan yang
memenuhi kecukupan gizi, biaya dan
daya terima
Mengembangkan dan atau memodifikasi
resep/formula (mengembangkan dan

24 Kes.AG.02.24.01

25 Kes.AG.02.25.01
26 Kes.AG.02.26.01
27 Kes.AG.02.27.01
28 Kes.AG.02.28.01

29 Kes.AG.02.29.01

30 Kes.AG.02.30.01

31 Kes.AG.02.31.01

32 Kes.AG.02.32.01

33 Kes.AG.02.33.01
34 Kes.AG.02.34.01

35 Kes.AG.02.35.01
36 Kes.AG.01.36.01

37 Kes.AG.01.37.01
38 Kes.AG.02.38.01

meningkatkan mutu resep daan makanan


formula
Menyusun
standar
makanan
(menerjemahkan kebutuhan gizi ke bahan
makanan/menu) untuk kelompok sasaran
Menyusun menu untuk kelompok sasaran
Melakukan uji citarasa/uji organoleptik
makanan
Menyelia pengadaan dan distribusi bahan
makanan serta transportasi makanan
Mengawasi/menyelia masalah keamanan
dan sanitasi dalam penyelenggaraan
makanan (industri pangan)
Melakukan penapisan gizi (nutrition
screening) pada klien/pasien secara
individu
Melakukan pengkajian gizi (nutritional
assessment) pasien tanpa komplikasi
(dengan kondisi kesehatan umum,
misalnya hipertensi, jantung, obesitas)
Membantu
dalam
pengkajian
gizi (nutritional assessment) pada pasien
dengan komplikasi (kondisi kesehatan
yang kompleks, misalnya penyakit ginjal,
multi-sistem organ failure, trauma).
Membantu
merencanakan
dan
mengimplementasikan rencana asuhan
gizi pasien
Melakukan monitoring dan evaluasi
asupan gizi/makan pasien
Berpartisipasi dalam pemilihan formula
enteral serta monitoring dan evaluasi
penyediaannya
Melakukan rencana perubahan diit
Berpartisipasi dalam konferensi tim
kesehatan untuk mendiskusikan terapi
danrencana pemulangan klien/pasien
Merujuk pasien/klien ke pusat pelayanan
kesehatan lain
Melaksanakan penapisan gizi/screening
status gizi populasi dan atau kelompok
masyarakat

39 Kes.AG.02.39.01 Membantu menilai status gizi populasi


dan/atau kelompok masyarakat
40 Kes.AG.02.40.01 Melaksanakan asuhan gizi untuk klien
sesuai kebudayaan dan kepercayaan dari
berbagai golongan umur (tergantung level
asuhan gizi kelompok umur)
41 Kes.AG.01.41.01 Berpartisipasi dalam program promosi
kesehatan/pencegahan
penyakit
di
masyarakat
42 Kes.AG.01.42.01 Berpartisipasi dalam pengembangan dan
evaluasi program pangan dan gizi di
masyarakat
43 Kes.AG.02.43.01 Melaksanakan dan mempertahankan
kelangsungan program pangan dan gizi
masyarakat
44 Kes.AG.01.44.01 Berpartisipasi dalam penetapan biaya
pelayanan gizi.
4. Peran Ahli Gizi dan Ahli Madya Gizi
Ahli Gizi
a. Pelaku tatalaksana/ asuhan /pelayanan gizi klinik
b. Pengelola pelayanan gizi dimasyarakat
c. Penelol tatalaksana / asuhan / pelayanan gizi di RS
d. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan Institusi / masal
e. Pendidik / penyuluh / pelatih / konsultan gizi
f. Pelaksana penelitian gizi
g. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
h. Berpattisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
i. Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
Ahli Madya Gizi
a. Pelaku tatalaksana / asuhan / pelayanan gizi klinik
b. Pelaksanaa pelayanan gizi masyarakat
c. Penyelia sistem penyelenggaraan makanan institusi / masal
d. Pendidik / penyuluh / konsultan gizi
e. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
f. Pelaku praktik kegizian yang bekerja secara profesional dan etis

REFERENSI
Thaha, R. M. (2014). Naskah akademik pendidikan tinggi kesehatan masyarakat. Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat (IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan
Masyarakat Indonesia (AIPTKMI).

Sukowati, S dan Shinta (n.d.) Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam mengubah perilaku
masyarakat menuju hidup bersih dan sehat. Media Litbang Kesehatan Volume XIII
Nomor 2 Tahun 2003.
Aditama. (2010). Sejarah kesehatan masyarakat. Diakses pada Kamis, 5 Maret 2015 pukul
19.00 WIB dari http://aditama.student.umm.ac.id/2010/08/19/sejarah-kesehatanmasyarakat/
DPP PERSAGI. (n.d.) Standar profesi gizi. PERMENKES 374/2007 dan 26/2013.
Fajar, Ibnu. (n.d.). Standar profesi gizi. SK MENKES 374/III/SK/2007.
Ali, A. R. (2010). Sejarah perkembangan dan ruang lingkup ilmu gizi. Epidemiologi Gizi dan
Kesehatan di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Diakses pada 9 Maret 2015
pukul 05.13 dari https://arali2008.wordpress.com/2010/10/19/sejarah-perkembanganilmu-gizi/
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya. (n.d.). Kompetensi ahli madya gizi (dasar
pendidikan DIII gizi). Diakses pada 9 Maret 2015 pukul 05.15 WIB dari
https://arali2008.wordpress.com/2010/10/19/sejarah-perkembangan-ilmu-gizi/
Pakpahan, N. T. (2008). Standar profesi ahli gizi. Biro Hukum dan Organisasi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada 9 Maret 2015 pukul 05.15 WIB dari
http://www.hukor.depkes.go.id/?art=24&set=20

Anda mungkin juga menyukai