Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN FREKUENSI KEJADIAN INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN ATAS (ISPA) DI RT 01 DAN RT 08 KELURAHAN


OLAK KEMANG TAHUN 2012
Deni Ahmad Salsila
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
Jln. Letjen Soeprapto samping RSUD Raden Mattaher Telanaipura Jambi
Email : ahmadsalsila@yahoo.co.id

ABSTRAK
Latar belakang: visi Indonesia sehat disebutkan bahwa gambaran masyarakat indonesia di
masa depan yang ingin di capai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat
bangsa dan negara yang di tandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan
dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah republik Indonesia.Beberapa penyakit yang sulit
di sembuhkan karena kondisi rumah yang tidak sehat.Salah satu dari sekian banyak
penyakit tersebut adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
Tujuan : Mengetahui hubungan kondisi rumah dengan frekuensi kejadian ISPA.
Metode : Penelitian yang di lakukan adalah penelitian analitik dengan desain Cross
sectional. Jumlah sampel sebanyak 54 responden dari 294 populasi dan dipilih secara
teknik Systematic Random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik analitik korelatif.
Hasil : Dari hasil penelitian di dapatkan dari 54 responden yang sering mengalami ISPA
adalah sebanyak 33 penderita 61,1%. Sebagian besar ada hubungan antara
ventilasi,kondisi dapur,kepadatan hunian dengan ISPA.
Kesimpulan : Ada hubungan antara frekuensi kejadian ISPA dengan ventilasi rumah
penduduk kelurahan Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi Tahun 2012.Ada
hubungan antara Frekuensi kejadian ISPA dengan kondisi dapur rumah penduduk
Kelurahan Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi Tahun 2012.Ada hubungan
antara Frekuensi kejadian ISPA dengan kepadatan hunian rumah penduduk Kelurahan
Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi Tahun 2012.
Kata kunci : ISPA,Ventilasi,letak dapur,kepadatan hunian

ABSTRACT
1

Background : Indonesia healthy vision mentioned that image of Indonesia society in the
future to achieved through the development of public health is characterized by people who
live in the neighborhood and with healthy behavior, have ability to reach quality health
service in affair and equitable level of health as well as having the highest throughout the
territory of Republic of Indonesia. Some disease rise or sourced from unhealthy housing
condition, in fact there are some disease that are difficult to cure because of unhealthy
housing condition. One of the many disease is Acute Respiratory tract Infections (ARIs).
Objective : to know relationship between the condition of the house with the frequency of
occurrence of ARIs.
Methode : this study use analitical study with cross sectional design. Total sample 54
responden from 294 population and were choosen with Systematic Random Sampling
technique. The data collected using questionaire. Data analyze is using analytical
statistical correlation.
Result : the result of this study from 54 respondent who have ARIs is much 33 patient
(61,1%). Almost that there is some correlation between ventilation, kitchen location, and
residental densities with ARIs.
Conclusion : there is relationship between frequency of occurrence of ARIs with ventilation
house village of Olak Kemang sub-district Danau Teluk Jambi city in 2012. There is
relationship between frequency of occurrence of ARIs with kitchen condition village of Olak
Kemang sub-district Danau Teluk Jambi city in 2012. There is a relationship between
frequency of occurrence of ARIs with density urban residential houses of Olak Kemang subdistrict Danau Teluk Jambi city in 2012.
Key word : ARIs, ventilation, kitchen location, density residential.

Visi Indonesia sehat disebutkan bahwa


gambaran masyarakat Indonesia di masa
depan yang ingin dicapai melalui
pembangunan
kesehatan
adalah
masyarakat bangsa dan Negara yang
ditandai oleh penduduknya yang hidup
dalam lingkungan dan dengan perilaku
hidup sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya diseluruh wilayah republik
Indonesia. Dengan adanya visi tersebut,
maka lingkungan yang diharapkan pada
masa depan adalah lingkungan yang
kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat
2

yaitu lingkungan yang bebas dari polusi,


tersedianya
air
bersih,
sanitasi
lingkungan yang memadai, perumahan
dan pemukiman yang sehat.
METODE
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah dekriptif
kategorik, dianalisis secara deskriptif
untuk
variable Ventilasi Rumah
N
kategorik
yang Baik (> 10% LL)
24
hasilnya berupa
Buruk (< 10%
frekuensi
dan
30
LL)
persentase
54
(proporsi)
dari Total
angka kejadian demensia di Poliklinik
Rawat Jalan Penyakit Saraf RSUD Raden
Mattaher yang disajikan dalam bentuk
tabel maupun grafik.
Desain Penelitian ini adalah cross
sectional (potong lintang) dimana peneliti
Pemilihan Sampel
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Frekuensi Kejadian
ISPA

Sering ( 3x)

33

61,1

Jarang (< 2x)

21

38,9

Total

54

100

Puskesmas Olak Kemang yang berada di


kota Jambi. Waktu penelitian ini
dilaksanakan dari tanggal 1 sampai
dengan tanggal 7 pada bulan Oktober
tahun 2012.
HASIL
Penelitian ini hanya ditujukan
untuk warga sekitar kelurahan Olak
Kemang khususnya di RT 01 dan 08 yang
menderita ISPA karena penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui adakah
hubungan frekuensi kejadian ISPA
terhadap kondisi rumah seperti ventilasi,
kepadatan hunian, dan kondisi dapur.
Jumlah seluruh populasi adalah 294 pada
tahun 2012. dengan mengambil 1
kelurahan dari 5 kelurahan yang ada di

Kecamatan danau teluk, diambil 1


kelurahan terbanyak yang menderita
ISPA yaitu kelurahan Olak Kemang.
Di Kelurahan Olak Kemang
terdapat 13 RT, untuk RT 01 terdapat 27
penderita ISPA, RT 02 terdapat 31
penderita, RT 03 terdapat 25 penderita,
RT 04 ada 33 penderita, RT 05 ada 31
penderita, RT 06 ada 24
%
penderita, RT 07 terdapat
44,4
31 penderita, RT 08 ada
40 penderita, RT 09
55,6
terdapat 13 penderita, RT
100
10 ada 2 penderita, RT 11
terdapat 6 penderita, RT 12 terdapat 5
penderita, dan RT 13 ada 3 penderita.
Dari jumlah populasi tersebut kemudian
di ambil secara acak untuk setiap RT dan
didapatkan RT 01 dan RT 08. Dari total
sampel 67 penderita yang di keluarkan
sebanyak 13 penderita karena masuk
sebagai
kriteria
eksklusi
penelitian.sehingga di dapat kan sampel
sebanyak 54 responden.
Frekuensi Kejadian ISPA
Berdasarkan pengumpulan data
terhadap 54 orang penderita ISPA.
Diperoleh data distribusi responden
berdasarkan frekuensi kejadian ISPA
sebagai berikut
Tabel. 1. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan FrekuensiKejadian ISPA
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa
persentase responden yang sering
mengalami kejadian ISPA adalah
sebanyak 33 penderita 61,1 %.
Sedangkan 21 penderita ISPA lainnya
jarang mengalami ISPA yaitu sebesar
38,9 %.
Ventilasi Rumah
Untuk melihat ventilasi responden
digunakan alat ukur meteran yang
dikategorikan
baik-buruk.
Hasil
pengukuran ventilasi dilihat pada tabel 2
dibawah ini :
Tabel 2 Distribusi Frekuensi
Responden berdasarkan ventilasi rumah
3

Kondisi
Dapur
Memenuhi
syarat
Tidak
memenuhi
syarat
Total

27

50,0

27

50,0

54

100

Tidak Padat
Total

12
54

22,2
100

Dari tabel diatas dapat dilihat


bahwa kepadatan hunian yang padat
sebanyak
42
responden
dengan
persentase 77,8 sedangkan kepadatan
hunian yang tidak padat hanya 12
responden dengan persentase 22,2 %.
Hasil Analisis Bivariat

Berdasarkan tabel diatas terlihat


bahwa dari 54 responden yang diteliti,
sebanyak 24 atau sebesar 44,4 % baik
ventilasi rumahnya. Dan responden yang
memiliki ventilasi rumah yang buruk
adalah sebesar 55,6% atau sebanyak 30
responden.
Kondisi Dapur
Untuk kondisi dapur dilakukan
penilaian dengan melihat letak dapur
terpisah dengan ruang utama dan
terdapat lubang asap dapur atau tidak.
Hasil distribusi frekuensi kondisi dapur
responden dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini :
Tabel. 3. Distribusi Frekuensi
Kondisi Dapur Responden
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa
presentase kondisi dapur responden yang
memenuhi syarat dan yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 27 dengan
persentase 50,0%.
Kepadatan Hunian
Distribusi
frekuensi
responden
berdasarkan kepadatan hunian dapat
dilihat pada tabel 4 dibawah ini :
Tabel.
Responden
hunian

4 Distribusi
berdasarkan

Kepadatan
Hunian
Padat

Frekuensi
kepadatan

N
42

Hubungan Frekuensi Kejadian


ISPA Dengan Ventilasi Rumah
Responden Kelurahan Olak Kemang RT
01 dan RT 08 yang memiliki ventilasi
rumah yang buruk banyak yang
mengalami kejadian ISPA yaitu sebanyak
28 orang (84,8%). Untuk membuktikan
hubungan itu bermakna atau tidak,
sekaligus untuk menjawab hipotesis maka
dilakukan uji statistik. Dari uji statistik
diketahui hasil hitung diketahui sebesar
0,000 atau lebih kecil dari nilai = 0,05
sehingga H0 ditolak artinya ada
hubungan antara ventilasi rumah dengan
frekuensi kejadian ISPA.
Hubungan Frekuensi Kejadian ISPA
dengan Kondisi Dapur
Frekuensi kejadian ISPA pada
responden Kelurahan Olak Kemang RT
01 dan RT 08 yang memiliki kondisi
dapur yang buruk banyak yang
mengalami kejadian ISPA yaitu sebanyak
22 orang (66,7%). Untuk membuktikan
hubungan itu bermakna atau tidak,
sekaligus untuk menjawab hipotesis maka
dilakukan uji statistik. Dari uji statistik
diketahui hasil hitung diketahui sebesar
0,005 atau lebih kecil dari nilai = 0,05
sehingga H0 ditolak artinya ada
hubungan antara kondisi dapur dengan
frekuensi kejadian ISPA.

Hubungan Frekuensi Kejadian ISPA


dengan Kepadatan Hunian

77,8
4

Frekuensi kejadian ISPA pada


responden Kelurahan Olak Kemang RT
01 dan RT 08 yang memiliki kepadatan
hunian yang buruk banyak yang
mengalami kejadian ISPA yaitu sebanyak
33 orang (100%). Untuk membuktikan
hubungan itu bermakna atau tidak,
sekaligus untuk menjawab hipotesis maka
dilakukan uji statistik. Dari uji statistik
diketahui hasil hitung diketahui sebesar
0,000 atau lebih kecil dari nilai = 0,05
sehingga H0 ditolak artinya ada
hubungan antara kepadatan hunian
dengan frekuensi kejadian ISPA.
PEMBAHASAN
Hubungan Frekuensi Kejadian ISPA
dengan Ventilasi Rumah Penduduk.
Berdasarkan hasil uji statistik di
ketahui P Value = 0,000 hal ini berarti
< 0,05 sehingga ada hubungan yang
bermakna antara frekuensi kejadian ISPA
dengan ventilasi rumah penduduk di
kelurahan Olak Kemang Kecamatan
Danau Teluk kota Jambi. Penelitian ini
juga di dukung oleh penelitian yang telah
dilakukan oleh Intan Deniati (2012)
dimana
terdapat
hubungan
yang
bermakna antara frekuensi kejadian ISPA
dengan kondisi ventilasi di Puskesma
Depok Jaya.
Hubungan
antara
frekuensi
kejadian ISPA dengan kondisi ventilasi
pada penelitian ini di karenakan dari 54
rumah, 28 orang yang memiliki rumah
dengan sistem ventilasi yang buruk
karena luas nya kurang dari 10 % dari
luas lantai sedangkan 19 rumah yang
memiliki ventilasi baik karena luasnya
lebih dari 10 %. Dari data tersebut
terlihat bahwa kejadian ISPA dengan
ventilasi rumah yang buruk lebih banyak
dari pada ventilasi rumah yang baik.
Sebagian besar makhluk hidup
membutuhkan udara untuk hidup kecuali
makhluk hidup anaerob. Udara bersih
dapat menjamin hidup manusia jadi lebih
baik dan sehat. Untuk menjamin

ketersediaan udara dalam ruangan


diperlukan adanya ventilasi, dengan
adanya ventilasi udara dapat dialirkan.
Dimana aliran udara didalam angan
tersebut terjadi secara alamiah melalui
jendela, pintu, lubang angin, dan lubanglubang pada dinding.
Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis
bakteri dan virus. Bakteri penyebab ISPA
antara lain dari genus streptococcus,
stafilococcus, pneumokokus, hemofilus,
bordetella, dan korimebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain adalah
mikrovirus, adenovirus, koronavirus,
mikroplasma herpesvirus dan lain-lain10.
Dengan banyaknya penyebab ISPA
yang terdiri dari mikroorganisme, maka
beberapa
kondisi
seperti
suhu,
kelembapan udara dan kebersihan udara
sangat
mempengaruhinya.
Dengan
adanya pergerakan udara oleh ventilasi
diharapkan
selain
udara
segar,
kelembapan dapat terjaga juga sebagian
besar mikroorganisme penyebab ISPA
dapat dibuang dan terbawa aliran udara
keluar ruangan sehingga dalam ruangan
bersih dari penyebab ISPA.
Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu
proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor secara alamiah
atau mekanis harus cukup, untuk
memelihara kondisi atmosfer yang
menyenangkan dan menyehatkan bagi
manusia.6 Pergantian udara yang ada
didalam ruangan akan terjaga dari
kurang nya kadar oksigen dan bertambah
kadar CO2 , adanya bau pengap, suhu
udara ruangan baik,dan kelembaban
udara ruangan bertambah. Menurut
Depkes RI salah satu faktor yang dapat
meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA
adalah adanya pencemaran udara.10,18
Berdasarkan hasil pengamatan
sebagian besar rumah tidak dilengkapi
ventilasi permanen dengan lubang lebih
dari 10 % luas lantai. Mereka
mengunakan
jendela
sebagai
ventilasi,namum di karenakan penduduk
enggan membuka jendela di mana salah
satu fungsi jendela adalah sebagai
5

ventilasi tersebut tidak terpenuhi.selain


itu ventilasi yang ada di tutup dengan
alasan
ventilasi
yang
terbuka
mempermudah masuknya nyamuk sehinga
tidak terjadi pertukaran udara.mereka
memanfaatkan sambungan kayu dan
lubang-lubang yang ada pada dinding
sebagai ventilasi.
Ventilasi dianggap sebagai salah
satu cara untuk membuat sejuk ruangan
sehingga dengan kondisi rumah yang
terbuat dari kayu dan atap dari genteng
sehingga tanpa adanya ventilasi mereka
sudah merasa cukup sejuk di dalam
ruangan.
Berdasarkan
informasi
yang
peneliti peroleh bahwa belum pernah
dilakukan penyuluhan secara khusus
tentang ventilasi apalagi tentang luas
ventilasi yang memenuhi syarat. Hal ini
dapat di lihat dari hasil penggamatan
bahwa sebagian rumah telah memiliki
ventilasi namun dengan luas dan tata
letak belum memenuhi syarat.
Udara segar sangat di perlukan
untuk pergantian hawa dan menjaga
temperatur udara dan kelembapan dalam
ruangan.ideal nya temperatur udara
dalam ruangan harus lebih rendah dari
temperatur luar paling kurang 40 C
khusus nya untuk daerah tropis. Begitu
pentingnya ventilasi sehingga setiap
rumah harus dilengkapi dengan ventilasi
yang memenuhi syarat baik dengan
volumenya maupun tata letak nya.
Menurut kepmenkes RI nomor 829 tahun
1999 luar ventilasi permanen yang
memenuhi syarat adalah minimal 10%
dari luas lantai.1
Menurut winslow luas lubang
ventilasi tetap, minimum 5 % dari luas
lantai ruangan, selain itu luas ventilasi
insidentil (buka dan tutup) minimum 5%
luas lantai. Jumlah keduanya menjadi
10% kali luas lantai. Ukuran luas ini di
atur sedemikian rupa agar udara yang
masuk tidak terlalu deras dan tidak
terlalu sedikit.29

Hubungan frekuensi kejadian ISPA


dengan kondisi dapur rumah penduduk
Dari hasil uji statistik terhadap
hubungan frekuensi kejadian ISPA dengan
kondisi dapur diperoleh hasil P value =
0,005 hal ini berarti < 0,05.
Kesimpulannya adalah adanya hubungan
antara frekuensi kejadian ISPA dengan
kondisi dapur rumah penduduk di
kelurahan Olak Kemang Kecamatan
Danau Teluk kota Jambi.
Penelitian ini juga di dukung oleh
Intan Deniati (2012) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakana
antara kondisi dapur dengan frekuensi
kejadian ISPA di Puskesmas Depok
Jaya.28 Dari hasil penelitian diketahui
bahwa dari 54 rumah penduduk terdapat
22 rumah yang memiliki kondisi dapur
yang tidak memenuhi persyaratan,
sedangkan
16
rumah
memenuhi
persyaratan. Hal ini di sebabkan karena
selain letak dapur yang tidak terpisah
dengan ruangan lain juga sebagian besar
tidak terdapatnya lubang asap dapur.
Dapat disimpulkan rumah dengan kondisi
dapur yang tidak memenuhi syarat lebih
sering mengalami kejadian ISPA.
Kondisi
dapur
juga
erat
hubungannya dengan penggunaan bahan
bakar untuk memasak. Walaupun dalam
penelitian ini tidak membahas tentang
bahan bakar yang di pakai namun
berdasarkan kondisi lapangan masih
adanya penduduk yang menggunakan
kayu bakar sebagai bahan bakar untuk
memasak. Penggunaan kayu yang
melimpah disekitar rumah memungkinkan
penduduk memanfaatkannya seiring
dengan semakin sulit nya mencari bahan
bakar lain. Asap yang keluar dari proses
memasak didapur akan menyebar
kesemua penjuru ruangan. Bila ruangan
dapur menyatu dengan ruangan lain
terutama kamar tidur dan di dapur tidak
di lengkapi dengan lubang asap dapur
maka asap dapur dari hasil pembakaran
akan mengotori udara dan terjadilah
pencemaran udara dalam ruangan.
6

Pencemaran udara di dalam rumah


khususnya didapur sangat dipengaruhi
oleh bahan bakar yang dipergunakan
untuk memasak. Penggunaan bahan
bakar
minyak
tanah
dan
gas
2
menghasilkan
NO
yang
dalam
konsentrasi tinggi dapat menimbulkan
infeksi saluran pernapasan, studi
komaratif lain tentang NO2 menunjukan
bahwa angka infeksi pada penderita yang
tinggal dilingkungan NO2 tinggi (> 30
ppb) lebih tinggi dibandingkan angka
infeksi pada penderita yang tinggal
dilingkungan atmosfir NO2 rendah (< 30
ppb), hal ini berarti bahwa polusi NO 2
berperan terhadap frekuensi kejadian
ISPA.
Sebaik nya dilakukan sedikit
modifikasi pada atap dapur dengan
membuat atap dapur berjenjang atau
pada bagian tepat diatas tempat memasak
atap dapur dibuka sedemikian rupa
sebagai pengganti cerobong atau lubang
asap. Lubang asap yang baik dibuat
kanopy atau sungkup penangkap asap
dan di alirkan keluar menembus atap
dengan bantuan pipa.

tidur bersama dalam ruangan merupakan


salah satu ciri kehidupan masyarakat
pedesaan. Dari 54 rumah 33 rumah
memiliki kepadatan hunian yang tidak
sesuai ketentuan sedangkan 12 rumah
yang sesuai dengan ketentuan.
Menurut salah satu faktor resiko
terjadinya
ISPA adalah kepadatan
tempat tinggal.7 Karena media penularan
ISPA adalah udara maka dengan
padatnya jumlah hunian dalam satu
tempat akan meningkatkan kadar CO2
dalam ruangan dan memperburuk udara
dalam ruangan. Menurut Kepmenkes
Nomor 829 tahun 1999 menyebutkan
bahwa kamar tidur atau ruangan
dikatakan luasnya kurang bila lantai
kurang dari 4 m2 perorang.1
Terlalu padatnya penghuni dalam
satu ruangan sehingga menurunkan
kualitas udara dalam ruangan, hal ini
akan diperburuk dengan ketiadaan
ventilasi yang memenuhi persyaratan.
Dengan jumlah penghuni yang banyak
dalam satu ruangan selain menurunkan
kualitas udara juga mempermudah
penularan penyakit diantara penghuni.
Jalan keluar terbaik adalah melakukan
penambahan luas dan jumlah ruangan.
Hal ini dapat dilakukan secara
bertahap dan dapat diawali dengan
mengalihkan fungsi salah satu ruangan
pada malam hari sebagai tempat tidur.
Kamar tidur selain berfungsi sebagai
tempat beristirahat juga sedapat mungkin
dapat memberi privasi bagi pemakainya.
Menggerakkan kembali kegiatan
Desa Wisma dimana salah satu
kegiatannya
adalah
membantu
peningkatan kualitas rumah dengan cara
bergantian dalam membangun kamar
atau secara bergilir.

Hubungan Frekuensi kejadian ISPA


dengan kepadatan hunian
Dari hasil uji statistik terhadap
hubungan antara frekuensi kejdian ISPA
dengan kepadatan hunian diperoleh hasil
P value = 0,000 hal ini berarti < 0,05.
Kesimpulan nya adalah ada hubunngan
antara frekuensi kejadian ISPA dengan
kepadatan hunian di kelurahan Olak
Kemang Kecamatan Danau Teluk Kota
Jambi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
beberapa penelitian terdahulu seperti
penelitian Suandi (2002) bahwa ada
hubungan antara kepadatan hunian
dengan kejadian ISPA di kelurahan Legok
Kecamatan Telanaipura Kota Jambi.24
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa pada umumnya ruangan utama
ukuran kurang dari 4 m2 untuk tiap
orang. Orang dewasa dan anak-anak

REFERENSI
1.

2.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Persyaratan Kesehatan Perumahan. Keputusan
Pemerintah Nomor : 829. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia ; 1999.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sehat
2010. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia ; 1999.

3.
4.

5.
6.
7.

8.
9.
10.

11.
12.
13.

14.

15.
16.

Kusnoputranto.
Pengantar
Taksikologi
Lingkungan. Jakarta ; 2000.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Laporan Ditjen Pelayanan Medik. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia ;
2006.
Profil kesehatan Provinsi Jambi Tahun 2011.
Jambi: Dinas Kesehatan Provinsi Jambi ; 2011.
Lubis P. Perumahan Sehat. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 1985.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap
Gangguan Pernapasan Untuk Penanggulangan
Pneumonia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia ; 2004.
Setiono. Manusia, Kesehatan dan Lingkungan.
Bandung ;1998.
Mukono S. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya
Terhadap Gangguan Pernapasan.
Jakarta :
Erlangga ; 2000.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia ;1998.
Hood A, Abdul M. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Paru. Airlangga University Press ; 1995.
Darmanto D. Respirologi. Jakarta : EGC ; 2009.
Hal. 127-33.
Cowling BJ, Chan HK, Fang J V. Comparative
Epidemiology of
Pandemic and Seasonal
Influenza A in Housholds. N Engl J Med.
2010;362:2175-84.
Cauchemez S, Donnelly A C, Reed C, Ghani C A.
Household Transmission of 2009 Pandemic
Influenza A (H1N1) Virus in The United State. N
Engl J Med. 2009;361:2619-27.
Keman S. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan
Pemukiman. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol.2.
2005 : 36-38
Sukamawa A A, Sulistyorini L, Keman S.
Determinan Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi
Keluarga Terhadap Kejadian ISPA pada Anak
Balita serta Manajemen Penanggulangannya di

Puskesmas. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol.3.


2006: 50.
17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Situasi Derajat Kesehatan. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia ; 2005.
18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku
Pedoman P2 ISPA Rencana Kerja Jangka
Menengah Nasional. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia ; 2005.
19. Sanropie. Pengawasan Penyehatan Lingkungan
Pemungkiman Pusdiknakes. Jakarta ; 1989.
20. Suharmadi.
Perumahan
Sehat.
Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 1985
21. Notoadmodjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan
Seni.Rineka Cipta. Jakarta ; 2007
22. Notoadmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Rineka Cipta; 1997.
23. Notoadmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta; 2005
24. Suandi. Hubungan antara Faktor Pencetus dan
Faktor Pendukung dengan Kejadian ISPA Balita
di kelurahan legok Kecamatan Telanaipura Kota
Jambi (Skripsi). Jambi : STIKES HI; 1985.
25. Zuairiah. Faktor-Faktor Kondisi Rumah Yang
Berhubungan Dngan Kejadian ISPA Pada Balita
Di Desa Mangupeh Kecamatan Tengah Ilir
Kabupaten Tebo (Skripsi). Jambi : STIKES HI;
2008.
26. Dahlan MS. Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta :
CV Sagung Seto; 2010. hal.36-40.
27. Widoyono. Penyakit Tropis : Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan & Pemberantasan. Edisi
kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2011. hal
203-209
28. Deniati I. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
dan Sanitasi RumahTerhadap Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut pada Balita di
Puskesmas Depok Jaya. Jakarta : 2012.
29. Suyono, M.Sc. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam
konteks Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC,
2002.

Anda mungkin juga menyukai