Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

MIKOSIS

Disusun Oleh :
Nurtika

G4A013017

Apsopela Sandivera

G4A013018

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2015
HALAMAN PENGESAHAN
MIKOSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Mengikuti


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :
Nurtika

G4A013017

Apsopela Sandivera

G4A013018

Telah dipresentasikan
Pada Tanggal :

Februari 2015

Menyetujui

dr. Ismiralda Oke, Sp.KK


BAB 1
A. Pendahuluan

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit yang


disebabkan oleh jamur dapat dibagi berdasarkan penyerangannya, yaitu
mikosis profunda, mikosis intermediate dan mikosis superfisialis. Mikosis
profunda menunjukkan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus
intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenital, susunan kardiovaskular,
susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis jenis ini jarang
ditemukan karena biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit kronik dan
residif. Manisfestasi klinis morfologik dapat berupa tumor, infiltrasi
peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun bersamaan
(Siregar, 2004).
Mikosis intermediate adalah penyakit jamur yang mengenai lapisan
kulit (stratum korneum, rambut, dan kuku ), dan alat-alat dalam seperti
vagina, kulit, kuku, bronkus, atau paru yang disebabkan oleh jamur
golongan Candida sp. (Budimulja, 2013).Sedangkan mikosis superfisialis
merupakan infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah
superfisial, yaitukulit, rambut, kuku. Insidens mikosis superficialis cukup
tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas. Hal tersebut
disebabkan Indonesia merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab,
hygiene sebagian masyarakat masih kurang, adanya sumber penularan di
sekitarnya, penggunaan obat-obatan antibiotik, steroid, dan sitostatika yang
meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya (Adiguna,
2001).
Mikosis

superfisialis

dapat

dibagi

menjadi

dua

menurut

penyebabnya, yaitu dermatofitosis dan non dermatofitosis. Dermatofitosis


adalah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur dermatofita
(Budimulja, 2013). Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh
karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi
jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneurm
sampai dengan stratum basalis. Ada pula beberapa golongan jamur ini yang
dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif
seperti Mikrosporon audoinii dan Trikofiton rubrum (Jawetz, Melnick &
Adelberg, 1996).

Manifestasi klinis dermatofitosis bervariasi dapat menyerupai


penyakit kulit lain sehingga selalu menimbulkan diagnosis yang keliru dan
kegagalan dalam penatalaksanaannya. Oleh karena itu pada referat ini akan
dipaparkan dari gambaran klinis hingga penatalaksanaannya.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan referat ini, yaitu :
1. Mengetahui jenis-jenis penyakit dermatomikosis
2. Mengetahui

gambaran

klinis

dari

masing-masing

penyakit

dermatomikosis
3. Mengetahui

pencegahan

dan

penatalaksanaan

dari

penyakit

dermatomikosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur
B. Klasifikasi mikosis
Penyakit jamur atau mikosis dibagi menjaid dua yakni:
1. Mikosis intermediate
Mikosis intermediate adalah penyakit jamur yang mengenai lapisan
kulit(stratum korneum, rambut, dan kuku), dan alat-alat dalam.Kandidosis
adalah penyakit jamur yang bersifat akut, subakut disebabkan oleh spesies
candida yang menyerang mulut, vagina, kulit, kuku, bronkus, atau paru.
2. Mikosis Profunda
Mikosis Profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan
oleh jamur dengan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus
intestinalis,

traktus

respiratorius,

traktus

urogenital,

susunan

kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit


(Djuanda et al., 2008).
Mikosis profunda biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit
kronik dan residif. Manifestasi klinis morfologik dapat berupa tumor,
infiltrasi, peradangan vegetative, fistel, ulkus, sinus, tersendiri maupun
bersamaan (Djuanda et al., 2008).
Pemeriksaan dalam mikosis profunda antara lain sediaan langsung
KOH, biakan jamur, pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan
imunologik, termasuk tes kulit, maupun serologik, dan pemeriksaan
imunologik lainnya (Djuanda et al., 2008).
Beberapa penyakit jamur subkutan yang kadang dijumpai di Indonesia:
a) Misetoma
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif, dan granulomatosa
yang dapat disebabkan bakteri Actinomyces dan Nocardiayang termasuk
Schizomycetes dan Eumycetes atau jamur berfilamen. Gejala klinis
biasanya terdiri atas pembengkakan, abses, sinus, dan fistel multiple. Di
dalam sinus ditemukan butir-butir (granules) yang berpigmen yang
kemudian dikeluarkan melalui eksudat.
Berhubungan dengan penyebabnya, misetoma yang disebabkan
Actinomyces disebut Actinomycotic mycetoma yang disebabkan bakteri
5

botryomycosis dan yang disebabkan jamur berfilamen dinamakan


maduromycosis.
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip
dengan pembengkakan seperti tumor jinak dan harus disertai butir-butir.
Inflamasi dapat menjalar dari permukaan sampai ke bagian dalam dapat
menyerang subkutis, fasia, otot, dan tulang. Sering berbentuk fistel yang
mengeluarkan eksudat.
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan urain
di atas. Namun bila disokong dengan gambaran histologik dan hasil
biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula penentuan spesies
penyebab sangat penting artinya untuk terapi dan prognosis.
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai reseksi radikal,
bahkan amputasi kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Obat-obat
misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan streptomisin dapat bermanfaat,
bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik, tetapi
pengobatan memerlukan waktu lama (9 bulan- 1tahun) dan bila kelainan
belum meluas benar. Obat-obat baru antifungal misalnya itrakonazol dapat
dipertimbangkan untuk misetoma maduromikotik.
Prognosis quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis
prognosis quo ad sanationam tidak begitu baik tidak begitu baik bila
dibandingkan aktinomikosis atau botriomikosis. Diseminasi limfogen atau
hematogen dengan lesi pada alat-alat dalam merupakan pengecualian.
b) Sporotrikosis
Sporotrikosis

adalah

infeksi

kronis

yang

disebabkan

oleh

Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan pembesaran kelenjar getah


bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus bening sering melunak
dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Diagnosa klinis umumnya
mudah dibuat berdasarkan kelainan kulit yang multiple yang umunya khas.
Penyakit ini umumnya ditemukan pada pekjerja hutan maupun petani.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah
pembiakan

terutama

pada

mencit

atau

tikus

dan

pemeriksaan

histopatologik.

Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian


larutan kalium Iodida jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan
dengan amfoterisin B atau itrakonazol dapat diberikan.
c) Kromomikosis
Kromikosis atau Kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa
adalah penyakit jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna
(dematiaceous). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan nodus
verukosa kutan yang perlahan-lahan sehingga akhirnya membentuk
vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbuhan ini dapat menjadi ulkus
atau tidak, biasanya ada di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat
lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, muka, leher, dada, dan
bokong. Sumber penyakit berasal dari alam dan terjadi infeksi melalui
trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum
pernah dilaporkan terjadi pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui
autoinokulasi, ada juga kemungkinan penyebaran melalui saluran getah
bening. Penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf
sentral pernah dilaporkan.
Pengobatannya sulit. Terapi X pernah dilakukan dengan hasil yang
berbeda-beda. Kadang-kadang dapat diperlukan amputasi. Pada kasus lain
reseksi leso mikotik disusul dengan skin graft member hasil yang
memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil yang kurang
memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoterisin B dan 5-fluorositosin. Itrakonazol pada akhir-akhir ini
memberikan harapan baru pada penyakit ini terutama bila penyebabnya
adalah Cladosporium carrionii.
d) Zigomikosis, Fikomikosis, Mukormikosis
Penyakit jamur ini terdiri atas berbagai infeksi yang disebabkan
oleh bermacam-macam jamur pula yang taksonominya dan peranannya
masih didiskusikan.

Zygomycetes meliputi banyak genera yaitu: Mucor, Rhizopus,


Absidia, Mortierella, dan Cunning-hamella. Penyakit ini disebabkan oleh
jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada orang sehat jarang
ditemukan.
Fikomikosis subkutan. Kelainan timbul di jaringan subkutan antara
lain: di dada, perut, atau lengan ke atas sebagai nodus subkutan yang
perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus itu konsistennya
keras kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya
tidak demam dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologik dan
biakan. Jamur agak khas hifa lebar 6-50 m seperti pita, tidak bersepta,
dan coenocytic.
Sebagai terapi fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jenuh
kalium Iodida. Mulai dari 10-15 tetes 3 kali sehari dan perlahan-lahan
dinaikkan sampai timbul gejala intoksikasi, penderita mual dan muntah.
Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan dipertahankan terus menerus
sampai tumor menghilang. Itrakonazol berhasil mengatasi fikomikosis
subkutan dengan baik. Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik.
a. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri
atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain,
misalnya pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang, dan imunologik
tidak diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan
kuku. Bahan unuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan
sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan
spiritus 70%, kemudian untuk:
1) Kulit tidak berambut (glaborous skin): dari bagian tepi kelainan
sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit
dikerok dengan pisau tumpul steril.
2) Kulit berambut: rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami
kelainan; kulit di daerah terserbut dikerok untuk mengumpulkan

sisik kelit, pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum


pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang
terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasuskasus tinea kapitis tertentu.
3) Kuku: bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong
sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di
bawah kuku diambil pula.
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,
mula-mula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran
10x45. Pemeriksaan dengan pembesaran 10x100 biasanya tidak
diperlukan (Madani, 2000; Radiono, 2001).
Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas,
kemudian ditambah 1 2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH
untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah
sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini
diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses
pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil.
Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasansudah cukup.
Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk Kristal KOH, sehingga
tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih
nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta
Parker superchroom blue black (Siregar, 2004; Siregar, 2005).
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua
garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet
(artrospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati. Pada
sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar
(makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ekrotriks) atau di
dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada
sediaan rambut (Djuanda et al., 2008).
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies
jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada

media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium
agar dekstrosa Saboraoud (Siregar, 2004; Siregar, 2005).
b. Pengobatan
Dermatofitosis umumnya dapat diatasi dengan pemberian
griseofulvin yang bersifat fungistatik. Secara umum, griseofulvin dalam
bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 gram untuk
orang dewasa dan 0,25 0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10 25
mg per kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit,
penyebab penyakit, dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh
klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Untuk mempertinggi
absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama
makanan yang banyak mengandung lemak. Untuk mempercepat waktu
penyembuhan,

kadang-kadang

diperlukan

tindakan

khusus

atau

pemberian obat topikal tambahan (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).


Pada pengobatan kerion stadium dini, diberikan kortikosteroid
sistemik sebagai anti-inflamasi, yakni prednisone 3x5mg atau prednisolon
3 x 4mg sehari selama 2 minggu. Obat tersebut diberikan bersama-sama
dengan griseofulvin. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah
sembuh klinis. Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan
sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5mg
250mg sehari bergantung pada berat badan.
Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan
keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek
samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestivus yaitu nausea,
vomitus dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat
mengganggu fungsi hepar (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).
Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10% penderita,
yang tersering adalah gangguan gastrointestinal diantaranya nausea,
vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Efek
samping lain dapat berupa gangguan pengecapan yang bersifat sementara.

10

Sefalgia ringan juga dapat terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan


pada 3,3 7% (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).
Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu
ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada kasus resisten griseofulvin
dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200mg per hari selama 10 hari 2
minggu pada pagi hari setelah makan. Obst tersebut kontraindikasi untuk
penderita kelainan hepar (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).
Pada masa kini, selain obat-obat topikal konvensional, misalnya
asam salisil 2-4%, asam benzoate 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam
undesilenat 2-5%, dan zat warna (hijau brilian1% dalam cat castellani)
dikenal banyak obat topikal baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat
2%, tolsiklat, haloprogin, derivate-derivat imidazol, siklopiroksamin, dan
naftiline masing-masing 1% (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).
3. Non- dermatofitosis
1) Pityriasis versicolor
a) Definisi
Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan
yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit
jamur kulit ini adalah penyakit yang kronik dan asimtomatik
ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan
ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di
ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala.
b) Morfologi
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa
kelompok sel-sel bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki
hifa yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya tidak
menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai
kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan
ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat. Ada dua
bentuk yang sering dijumpai: Bentuk makuler : Berupa bercakbercak yang agak lebar, dengan sguama halus diatasnya dan tepi
tidak meninggi. Bentuk folikuler : Seperti tetesan air, sering timbul
disekitar rambut
c) Patogenesis

11

Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal.


Bagaimana perubahan dari i saprofit menjadi patogen belum diketahui.
Organisme ini merupakan "lipid dependent yeast". Timbulnya penyakit
ini juga dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras, matahari,peradangan
kulit dan efek primer pytorosporum terhadap melanosit.
d) Gambaran Klinis
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal
bila,berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi
penderita mengeluh karena malu oleh adanya bercak tersebut. Pada
orang kulit berwarna, lesi yang terjadi tampak sebagai bercak
hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat maka lesi bisa
berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik
halus. Folikulitis merupakan bentuk klinis yang lebih berat, Malasezia
furfur dapat tumbuh dalam jumlah banyak pada folikel rambut dan
kelenjar sebasea. Pada pemeriksaan histologis organisme tersebut
terlihat dilobang folikel bagian infudibulum saluran sebasea dan sering
disekitar dermis. Folikel berdilatasi akibat sumbatan dan terdiri dari
debris keratin
Secara klinis lesi terlihat eritem, papula folikular atau pustula dengan
ukuran 2-4 mm, distribusinya dipunggung, dada kadang-kadang
dibahu, dengan leher dan rusuk. Bentuknya yang lebih berat disebut
Acneifonn folliculitis Dacriosis obstructif Malasezia furfur dapat
membentuk

koloni

pada

kelenjar

lakrimalis,

menyebabkan

pembengkakan dan obstruksi. Pada beberapa kasus terbentuk dakriolit,


terjadi inflamasi dan mengganggu produksi air mata.
e) Diagnosa Banding
Penyakit ini harus dibedakan dari dermatitis seboroik, sifilis stadium
tua, pitiriasis rosea vitiligo, morbus hansen dan hipopigmentasi pasca
peradangan.
f) Cara Menegakkan Diagnose
Selain mengenal kelainan-kelainan yang khas yang disebabkan oleh
Melasezi fulfur diagnosa pitiriasis versikolor harus dibantu dengan
pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut :

12

Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%. Bahan-bahan kerokan kulit


di ambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi.
Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, lalu dikerok
dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempenglempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung
dengan KOH% yang diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan
sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah
mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis
yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarakjarak tertentu
dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butiir yang bersambung
seperti kalung. Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendekpendek,
lurus atau bengkok dengan disana sini banyak butiran-butiran kecil
bergerombol.
Pembiakan. Organisme penyebab Tinea versikolor belum dapat
dibiakkan pada media buatan. Pemeriksaan dengan sinar wood,dapat
memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas
lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan
memperlihatkan fluoresensi warna emas sampai orange.
g) Pengobatan
Tinea versikolor dapat diobati dengan berbagai obat yang manjur
pakaian, kain sprei, handuk harus dicuci dengan air panas. Kebanyakan
pengobatan akan menghilangkan bukti infeksi aktif (skuama) dalam
waktu beberapa hari, tetapi untuk menjamin pengobatan yang tuntas
pengobatan ketat ini harus dilanjutkan beberapa minggu. Perubahan
pigmen lebih lambat hilangnya. Daerah hipopigmentasi belum akan
tampak normal sampai daerah itu menjadi coklat kembali. Sesudah
terkena sinar matahari lebih lama daerah-daerah yang hipopigmentasi
akan coklat kembali. Meskipun terapi nampak sudah cukup, bila
kambuh atau kena infeksi lagi merupakan hal biasa, tetapi selalu ada
respon terhadap pengobatan kembali. Tinea versikolor tidak memberi
respon yang baikterhadap pengobatan dengan griseofulvin. Obat-obat
anti jamur yang dapat menolong misalnya salep whitfield, salep salisil
sulfur (salep 2/4), salisil spiritus, tiosulfatnatrikus (25%). Obat-obat

13

baru seperti selenium sulfida 2% dalam shampo, derivatimidasol


seperti ketokonasol, isokonasol, toksilat dalam bentuk krim atau
larutan dengan konsentrasi 1-2% sangat berkhasiat baik.
h) Prognosis
Umumnya baik bila faktor-faktor predisposisi dapat dieliminer dengan
baik.
2) Piedra
Merupakan infeksi jamur pada rambut sepanjang corong rambut yang
memberikan benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut.
Ada dua macam : Piedra putih : penyebabnya Piedraia beigeli, Piedra
hitam : penyebabnya Piedraia horlal
a) Piedra Beigell
Merupakan penyebab piedra putih, terdapat pada rambut. Jamur ini
dapat ditemukan ditanah, udara,dan permukaan tubuh.
(1) Etiologi
Piedra Beigeli (Trikosporon beigeli) terutama terdapat didaerah
subtropis, daerah dingin, (di Indonesia belum ditemukan)
(2) Morfologi
Jamur ini mempunyai hifa yang tidak berwarna termasuk moniliaceae.
Secara mikroskopis jamur ini menghasilkan arthrokonidia dan
blastoconidia
(3) Patogenesis
Biasanya penyakit ini dapat timbul karena adanya kontak langsung
dari orang yang sudah terkena infeksi.
(4) Gambaran Klinis
Adanya benjolan warna tengguli pada rambut, kumis, jenggot, kepala,
umumnya tidak memberikan gejala-gejala keluhan.
(5) Diagnosa Laboratorium
Diagnosa ditegakkan atas dasar gejala kllinis dan pemeriksaan
laboratorium dengan KOH dan kultur pada agar Sabauroud.
(6) Pengobatan
Rambut dicukur atau dikeramas dengan sublimat 1/2000 (5 %0) dalam
spiritus dilutus.
b) Piedra Hortal
Merupakan jamur penyebab piedra hitam (infeksi pada rambut berupa
benjolan yang melekat erat pada rambut, berwarna hitam). Penyakit ini
umumnya terdapat di daerah-daerah tropis dan subtropis. Terutama
terdapat pada rambut kepala, kumis atau jambang, dan dagu.
(1) Morfologi

14

Askospora berbentuk seperti pisang. Askospora tersebut dibentuk


dalam suatu kantung yang disebut askus. Askus-askus bersama dengan
anyaman hifa yang padat membentuk benjolan hitam yang keras
dibagian luar rambut. Dari rambut yang ada benjolan, tampak hifa
endotrik (dalam rambut) sampai ektotrik (diluar rambut) yang besarnya
4-8 um berwarna tengguli dan ditemukan spora yang besarnya 1-2 um.
(2) Gambaran Klinis
Pada rambut kepala, janggut, kumis akan tampak benjolan atau
penebalan yang keras warna hitam. Penebalan ini sukar dilepaskan dari
corong rambut tersebut. Umumnya rambut lebih suram, bila disisir
sering memberikan bunyi seperti logam. Biasanya penyakit ini
mengenai rambut dengan kontak langsung atau tidak langsung.
(3) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar :
Gejala klinis: Objektif rambut lebih suram, benjolan bila disisir terasa
seperti logam kasar.
Laboratorium: Langsung dengan KOH 10-20% dari rambut yang ada
benjolan tampak hifa endotrik (dalam rambut pada lapisan kortek)
sampai ektotrik (di luar rambut) yang besar 4-8 mu berwarna tengguli
dan ditemukan spora yang besarnya 1-2 u. Kultur rambut dalam media
Saboutound tampak koloni mula-mula tumbuh sebagai ragi yang
berwarna kilning, kemudian dalam 2-4 hari akan berubah menjadi
koloni filamen.
(4) Pengobatan
Sebaiknya rambut dicukur, dapat juga dikeramas dalam larutan
sublimat : 1/2000 dalam alkohol dilutus (spiritus 70%) hasil
pengobatan akan tampak dalam 1 minggu
3) Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar. Jamur
dapat masuk ke dalam liang telinga melalui alat-alat yang dipakai
untuk mengorek-ngorek telinga yang terkontaminasi atau melalui
udara atau air. Penderita akan mengeluh merasa gatal atau sakit di
dalam liang telinga. Pada liang telinga akan tampak berwarna merah,
ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat
meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam.
Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila
15

meluas sampai ke dalam, sampai ke membrana timpani, maka daerah


ini menjadi merah, berskuama, mengeluarkan cairan srousanguinos.
Penderita akan mengalami gangguan pendengaran. Bila ada infeksi
sekunder dapat terjadi otitis ekstema. Penyebab biasanya jamur
kontaminasi yaitu Aspergillus, sp Mukor dan Penisilium.
a) Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada gejala klinik yang khas, terasa gatal atau
sakit diliang telinga dan daun telinga menjadi merah, skuamous dan
dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3 bagian luar.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Preparat langsung: Skuama dari kerokan kulit Jiang telinga diperiksa
dengan KOH 10% akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum dan kadangkadang dapat ditemukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.
Pembiakan: Skuama dibiak pada media Sabauroud dekst ditemukan
dekstrosa agar dan dikeram pada temperatur kamar. Koloni akan
tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filamen berwarna putih.
Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa
dapat

ditemukan

sterigma

dan

spora berjejer

melekat

pada

permukaannya.
c) Diferensial Diagnosa
Otitis eksterna atau kontak dermatitis pada liang telinga sering
memberi gejalagejala yang sama.
d) Prognosis
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat.
e) PengobatanPengobatan ditujukan menjaga agar liang telinga tetap
kering jangan lembab dan jangan mengorek-ngorek telinga dengan
barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga atau
kapas. Kotoran- kotoran telinga harus selalu dibersihkan. Larutan timol
2% dalam spiritus dilutus (alkohol 70%) atau meneteskan larutan
burowi 5% satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan
desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan yang memuaskan.
Neosporin dan larutan gentien violet 1-2% juga dapat menolong.
4) Tinea Nigra
Tinea nigra ialah infeksi jamur superfisialis yang biasanya
menyerang kulit telapak kaki dan tangan dengan memberikan warna
hitam sampai coklat pada kulit yang terserang. Makula yang terjadi

16

tidak menonjol pada permukaan kulit, tidak terasa sakit dan tidak ada
tanda-tanda radang. Kadang-kadang makula ini dapat meluas sampai
ke punggung, kaki dan punggung tangan, bahkan dapat menyebar
sampai dileher, dada dan muka.Gambaran efloresensi ini dapat berupa
polosiklis, arsiner dengan warna hitam atau coklat hampir sama seperti
setetes nitras argenti yang diteteskan pada kulit.
Penyebabnya adalah Kladosporium wemeki dan jamur ini banyak
menyerang anakanak dengan higiene kurang baik dan orang-orang
yang banyak berkeringat.
a) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Gejala klinis yang khas
Pemeriksaan laboratorium: Preparat langsung : kerokan kulit dengan
KOH 10% akan menunjukkan adanya hifa dan spora yang tersebar di
dalam gel-gel epitel, besar hifa berkisar 3-5 u dan spora berkisar 1-2u.
Pembiakan : Pembiakan skuama pada media Sabauroud glukosa agar
(SGA), dikeram pada temperatur kamar. Dalam 1-2 minggu akan
tumbuh koloni menyerupai ragi, berwarna hijau dan pada bagian
tepinya tumbuh daerah yang filamentous berwarna coklat. Pada
pemerikasaan mikroskopis tampak hifa halus bercabang, mengkilat
dan spora-spora yang lonjong.
b) Diferensial Diagnosa
Lesi-lesi hitam pada kulit seperti pada sifilis stadium kedua pada
telapak tangan, harus dipikirkan. Melanoma memberikan gambaran
klinis yang rnirip. Tinea versikolorpun memberikan gambaran yang
hampir sama.
c) Pengobatan
Pengobatan dengan obat-obat anti jamur banyak menolong. Salep
whitfield I dan II atau salep sulfursalisil juga dapat menolong. Obatobat anti jamur, preparatpreparat imidazol seperti isokotonasol,
bifonasol, klotrirnasol juga berkhasiat baik.
4. Dermatofitosis
Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut "
Dermatofitosis ". Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh
karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga

17

infeksi jamur ini dapat menyerang lapisanlapisan kulit mulai dari


stratum korneurm sampai dengan stratum basalis.
1) Etiologi
Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri
dari

tiga

genus

yaitu

genus:

Mikrosporon,

Trikofiton

dan

Epidermofiton. Dari 41 spesies dermafito yang sudah dikenal hanya 23


spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang
yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7 spesies Mikrosporon dan 1
spesies Epidermafiton.
Cara penentuan dermatofitosis terlihat pada bagan dan garnbar
(dibawah ini). Selain sifat keratinofilik ini, setiap spesies dermatofita
m empunyai afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang
zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang menyerang
manusia. Misalnya : Mirosporon canis dan Trikofiton verukosum.
Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat
menimbulkan

radang

yang

moderat

pada

manusia,

misalnya

Mikrosporon gipsium.
2) Gambaran Klinis
Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan
geofilik pada mausia bersifat akut dan sedang dan lebih mudah
sembuh. Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia,
karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini
dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif ,
karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang
antropofilik ialah: Mikrosporon audoinii Trikofiton rubrum.
3) Cara Penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang
mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah.
Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara
penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit
tergantung dari beberapa faktor :
Faktor virulensi dari dermatofita

18

Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur


Antropofilik, Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing
jenis jamur ini berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas
terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh Misalnya :
Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatofiton
flokosum paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur,
tampak pada lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat
paha dan sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana
terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang
lebih rendah, penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan
sosial dan ekonomi yang lebih baik.
Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan
infeksi jamur di sela-sela jari dibanding pria dan hal ini banyak
berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi masih
ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu
dan sebagainya) , faktor transpirasi serta pemakaian pakaian yang
serba nilan, dapat mempermudah penyakit jamur ini.
4) Pembagian / Lokasi Jamur
Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan
penyakit yang ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis
etiologi ini sangat sukar oleh karena harus menunggu hasil biakan
jamur dan ini memerlukan waktu yang agak lama dan tidak praktis.
Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh
beberapa jenis spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran klinis
dapat disebabkan oleh beberapa spesies dematofita sesuai dengan
lokalisasi tubuh yang diserang.

19

Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan


dibubuhi tempat bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh
pembagian dermatofitosis sebagai berikut :
a) Tinea kapitis : bila menyerang kulit kepala clan rambut
b) Tinea korporis : bila menyerang kulit tubuh yang berambut
(globrous skin)
c) Tinea kruris : bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar
anus dapat meluas sampai ke daerah gluteus, perot bagian bawah
dan ketiak atau aksila
d) Tinea manus dan tinea pedis :Bila menyerang daerah kaki dan
tangan, terutama telapak tangan dan kaki serta sela-selajari.
e) Tinea Unguium : bila menyerang kuku
f) Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan
kumis.
g) Tinea Imbrikata : bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi
gambaran klinik yang khas.
5) Gejala -Gejala Klinik
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas
yaitu bercakbercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi
yang lain, sehingga memberikan kelainan-kelainan yang polimorf,
dengan bagian tepi yang aktif serta berbatas tegas sedang bagian
tengah tampak tenang .Gejala objektif ini selalu disertai dengan
perasaan gatal, bila kulit yang gatal ini digaruk maka papel-papel atau
vesikel-vesikel akan pecah sehingga menimbulkan daerah yang erosit
dan bila mengering jadi krusta dan skuama. Kadang-kadang bentuknya
menyerupai dermatitis (ekzema marginatum) , tetapi kadang-kadang
hanya berupa makula yang berpigmentasi saja (Tinea korporis) dan
bila ada infeksi sekunder menyerupai gejala-gejala pioderma
(impetigenisasi).
(1) Tinea Kapitis (Scalp ring worm ;Tinea Tonsurans)
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering
ditularkan melalui binatang- binatang peliharaan seperti kucing,
anjing dan sebagainya. Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis
dibagi dalam 4 bentuk :
(a) Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke
sekitarnya dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan
20

bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi,


serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
menimbulkan alopesia setempat. Dengan pemeriksaan sinar
wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada rambut yang
sakit melalui batas "Grey pacth" tersebut. Jenis ini biasanya
disebabkan spesies mikrosporon dan trikofiton.
(2) Black dot ring worm
Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum,
mentagrofites. infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik)
atau luar rambut (ektotrik) yang menyebabkan rambut putus
tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut tampak
sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna
kelabu sehingga tarnpak sebagai gambaran back dot".
Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih
sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi tidak
bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi
penyebab utama adalah Trikofiton tonsusuran
(3) Kerion Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan
radang yang hebat yang bersifat lokal, sehingga pada kulit
kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadangkadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putusputus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan
meninggalkan suatu daerah yang botak permanen oleh karena
terjadi

sikatrik.

Bentuk

ini

terutama

disebabkan

oleh

Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.


(4) Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah
kulit yang berwarna merah kekuningan dan berkembang
menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta memberi
bau busuk seperti bau tikus "moussy odor". Rambut di atas
skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi.
Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan
alopesia yang permanen. Penyebab utamanya adalah Trikofiton
schoenleini, T. violasum dan T. gipsum. Oleh karena Tinea

21

kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang


menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan
dengan penyakitpenyakit bukan oleh jamur seperti: Psoriasis
vulgaris dan Dermatitis seboroika.
5. Tinea Korporis
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang
mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak
berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi
biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan
anggota gerak bawah. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi
yang bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif. Dengan perkembangan
ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya dapat
memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian
tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-papel dan
vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila
tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang
selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi
saja. Kelainan-kelainan ini dapat teIjadi bersama-sama dengan Tinea
kruris.

Penyebab

utamanya

adalah

T.violaseum,

T.rubrum,

T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini. penyakit


ini sering menyerupai :
1. Pitiriasis rosea
2. Psoriasis vulgaris
3. Morbus hansen tipe tuberkuloid
4. Lues stadium II bentuk makulo-papular.
6. Tinea Kruris
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun,
bertambah hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan
yang timbul dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan yang akut
memberikan gambaran yang berupa makula yang eritematous dengan
erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit
tampak tegas dan aktif.
Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang
nampak hanya makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan
likenifikasi. Gambaran yang khas adalah lokalisasi kelainan, yakni

22

daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar anus.
Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot bagian bawah
dan bahkan dapat sampai ke aksila.
Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, Trikofiton
rubrum dan T.mentografites. Diferensial Diagnosa :
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma
3. Psoriasis vulgaris
4. Pitiriasis rosea
7. Tinea Manus Dan Tinea Pedis
Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the
foot". Penyakit ini sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak
bekerja di tempat basah seperti tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah
atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang tertutup
seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa
keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi
sekunder.Ada 3 bentuk Tinea pedis
1. Bentuk intertriginosa
keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di
celah-celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi
disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari tersebut membuat
jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi fisura
yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi dapat
menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala umum.
2. Bentuk hiperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai
sisik terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila
hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisurafisura yang dalam pada
bagian lateral telapak kaki.
4. Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar
jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak
ada vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit,
diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikelvesikel ini memecah
akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette.
Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan

23

sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk yang terdapat pada


Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis
yang menyerang tangan. Penyebab utamanya ialah : T .rubrum,
T .mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum. Tinea manus dan
Tinea pedis harus dibedakan dengan :
1. Dermatitis kontak akut alergis
2. Skabiasis
3. Psoriasispustulosa
5. Tinea Unguium
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur
penyebab dan permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal
proksimal bila dimulai dari pangkal kuku, Subinguinal distal bila di
mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila di mulai dari
bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi,
rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku
tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur.
6. Tinea Barbae
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di
daerah jenggot, jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di
daerah itu menjadi putus. Ada 2 bentuk yaitu superfisialis dan
kerion
7. TINEA IMBRIKATA
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis
yang disebabkan oleh Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik
berupa makula yang eritematous dengan skuama yang melingkar.
Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam.
Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan
daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh
skuama yang melingkar. Penyakit ini sering menyerang seluruh
permukaan tubuh sehingga menyerupai :
1. Eritrodemia
2. Pempigus foliaseus
3. Iktiosis yang sudah menahun

C. PENGOBATAN
Pengobatan Pencegahan :

24

1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi.


Jika

faktor-faktor

lingkungan

ini

tidak

diobati,

kemungkinan

penyembuhan akan lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari


sesudah mandi harus dikeringkan betul dan diberi bedak pengering atau
bedak anti jamur
2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan
katun yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari
wool atau bahan sintetis.
4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air
panas.
Terapi lokal :
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daera jenggot,
telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal
saja. Lesi-lesi yang meradang akut yang acta vesikula dan acta eksudat harus
dirawat dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau
terus menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol,
ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan
konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan
dalam waktu 1-3 minggu.
Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki
memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan
keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit
menjadi lunak dan mengelupas.
Obat-obat keratolotik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hatihati kalau menggunakannya.
Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai
kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis
misalnya dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan
kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa
menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi, bersamaan dengan
terapi griseofulvin sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan yang bisa
diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.
Terapi sistemik

25

Pengobatan

sistemik

pada

umumnya

mempergunakan

griseofulvin.

Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan


spesies penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur
dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan
apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung
lemak, tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah
griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan.
Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan
dilakukan 4 x sehari , 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak
dianjurkan 5 mg per kg berat badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari.
Salep ketokonasol dapat diberikan 2 x sehari dalam waktu 14 hari.
D.PROGNOSIS
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik
dan penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit
dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.

BAB III
KESIMPULAN

26

1. Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, mikosis intermediet, dan mikosis


profunda. Insiden mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena
menyerang masyarakat luas.
2. Mikosis superfisialis terdiri dari dermatofitosis dan non dermatofitosis.
Dermatofitosis terbagi lagi atas tinea kapitis, tinea fasialis, tinea barbem
tinea korporis, tinea manus, tinea pedis, tinea kruris, dan tinea unguium.
Sementara untuk non-dermatofitosis terdiri atas pitiriasis versikolor, piedra
(itam/putih), dan tinea nigra palmaris.
3. Perbedaan antara dermatofitosis dan nondermatofitosis adalah disebabkan
karena letak infeksinya pada kulit. Golongan dermatofitosis menyerang atau
menimbulkan kelainan di dalam epidermidis mulai dari stratum komeum
sampai stratum basalis, sedangkan golongan non-dermatofitosis hanya
bagian

superfisialis

dari

epidermidis.

Hal

ini

disebabkan

karena

dermatofitosis mempunyai afinitas tehadap keratin yang terdapat pada


epidermidis, rambut, kuku, sehingga infeksinya lebih dalam.
4. Pada beberapa penyakit pada mikosis superfisialis didapatkan keluhan yang
asimtomatik sehingga harus teliti dalam penanganan. Karena, bila tidak
ditangani dengan baik makan akan menjadi kronik.

DAFTAR PUSTAKA

27

Adiguna, MS. 2001. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. Dermatomikosis


superfisialis. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.
Audring, et.al., 2006. Fungal Diseases. In: Sterry, W, Paus, R, and Burgdorf, W.
(eds). Dermatologi. New York : Thieme Medical Pub.
Budimulja, U. 2013. Mikosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djuanda, A.,et al. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5 . Jakarta: FK
UI.
Jawetz, Melnick & Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC :
Jakarta.
Madani, A.F., 2000. Infeksi Jamur Kulit. Dalam: Harahap, M., 2000. Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Radiono, S., 2001. Dermatomikosis Superfisialis Pedoman untuk Dokter dan
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: FK UI.
Siregar, 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Siregar, R.S., 2004. Penyakit Jamur Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai