Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan
juga oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah.
Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar.
Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan
disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.
Fungsi Komplemen
1. Mencerna sel, bakteri, dan virus
proses lisis
proses kemotaksis
Mediator peradangan seperti mastosit untuk memicu proses degranulasi antibodi IgE.
melalui lintasan yang disebut:
AKTIVASI KOMPLEMEN
Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur klasik dan
jalur alternatif. Aktivasi tersebut melalui suatu proses enzimatik yang terjadi secara
berantai, berarti produk yang timbul pada satu reaksi akan merupakan enzim untuk
reaksi berikutnya. Caranya ialah dengan dilepaskannya sebagian atau mengubah
bangunan kompleks protein tersebut (pro enzim) yang tidak aktif menjadi bentuk
aktif (enzim). Satu molekul enzim yang aktif mampu mengakibatkan banyak molekul
komplemen berikutnya. Cara kerja semacam ini disebut the one hit theory.
Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternatif terdiri atas tiga mekanisme, a) pengenalan dan pencetusan, b) penguatan
(amplifikasi), dan c) pengakhiran kerja berantai dan terjadinya lisis serta
penghancuran membran sel (mekanisme terakhir ini seringkali juga disebut kompleks
serangan membran) .
Aktivasi jalur klasik dicetuskan dengan berikatannya C1 dan kompleks
antigen-antibodi, sedangkan aktivasi jalur alternatif dimulai dengan adanya ikatan
antara C3b dengan berbagai zat aktivator seperti dinding sel bakteri. Kedua jalur
bertemu dan memacu terbentuknya jalur serangan membran yang akan mengkibatkan
lisisinya dinding sel antigen.
Aktivasi komplemen jalur klasik
Seperti telah dibutkan diatas, aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau disebut
pula jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap.
1. Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase,
yaitu melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
2. Aktivitas C1 inhibitor. Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1
INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan
antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari
hambatan C1 INH.
3. Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh
beberapa regulator.
C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat berikatan
dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Disamping itu
kedua reseptor ini bersama dengan membrane cofaktor protein (MCP) juga dapat
meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b. Decay accelerating faktor (DAF)
dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentulmya C4b2b.
Aktivasi komplemen jalur alternatif . Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur
properdin, terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik
(C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan antibodi IgG dan IgM.
Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam
jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim
proteolitik yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi
frclgmen C3a dan C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor B
membentuk C3bB. Fragmen C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang
aktif (C3 konvertase). Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah
kecil sehingga tidak terjadi aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat
diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan
pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat dilarutkan dalam plasma.
Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan
melindurlgi C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak,
maka C3b yang terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah
aktivasi komplemen selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa
mikroorganisme, polisakarida (endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi
komplemen melalui cara ini dinamakan aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak
dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4, IgA2 dan IgE juga dapat
mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel
sasaran. Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka
aktivasi jalur alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih diaktifkan,
untuk selanjutnya akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan
menghasilkan C3a dan C3b dalam jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu
protein lain, properdin dapat ikut beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu
seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur properdin. Juga oleh proses aktivasi ini
C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh faktor H dan faktor I.
Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah lingkaran
aktivasi C3. C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan
membran sel. Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada
permukaan membran sel dan selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan
dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur
altematif (kompleks serangan membran).
Sitolisis Pada aktivasi sitolisis ini (kompleks serangan membran) yang berfungsi
adalah C5-C9. Mekanisme ini sangat penting bagi pertahanan tubuh melawan
mikrooorganisme. Proses lisis ini dapat melalui jalur alternatif maupun jalur klasik.
2.
C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh karena dapat memacu sel mast
dan sel basofil untuk melepaskan mediator kimia yang dapat meningkatkan
permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a dan C4a terdapat pada
permukaan sel mast, sel basofil, otot polos dan limfosit. Reseptor C5a terdapat pada
permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit, makrofag, dan sel endotelium.
Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot polos
menyebabkan kontraksi otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah yang
paling poten dan C4a adalah yang paling lemah.
C5a juga mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena
C5a juga mempunyai reseptor yang spesifik pada permukaan sel-sel fagosit maka C5a
dapat menarik sel-sel fagosit tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda
asing atau jaringan yang rusak; proses ini disebut kemotaksis. Juga setelah melekat
C5a dapat merangsang metabolisme oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat
meningkatkan daya untuk memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut
Proses peradangan
Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan
terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses
dalam rangka memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut; proses ini
disebut peradangan.
Pelarutan dan eliminasi kompleks imun
Kompleks imun dalam jumlah kecil selalu terbentuk dalam sirkulasi, dan
dapat meningkat secara dramatis bilamana terdapat peningkatan antigen. Kompleks
imun ini bilamana berlebihan dapat membahayakan oleh karena dapat mengendap
pada dinding pembuluh darah, mengaktivasi komplemen dan menimbulkan kerusakan
jaringan. Pembentukan kompleks imun bilamana berlebihan, tidak hanya
membutuhkan Fab dari imunoglobulin tetapi juga interaksi dengan Fc. Oleh karena
itu pengikatan komplemen pada Fc immunoglobulin suatu kompleks imun dapat
membuat ikatan antigen-antibodi yang sudah terbentuk menjadi lemah.
Untuk menetralkan terbentuknya kompleks imun yang berlebihan ini, sistem
komplemen dapat meningkatkan fungsi fagosit. Fungsi ini terutama oleh reseptor
yang terdapat pada permukaan eritrosit. Kompleks imun yang beredar mengaktifkan
komplemen dan mengaktifkan fragmen C3b yang menempel pada antigen. Kompleks
tersebut akan berikatan dengan reseptor pada permukaan eritrosit. Pada waktu
sirkulasi eritrosit melewati hati dan limpa, maka sel fagosit dalam limpa dan hati (sel
Kupffer) dapat membersihkan kompleks imun yang terdapat pada permukaan sel
eritrosit tersebut.
REGULASI
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu 1)
komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang tidak
stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan rusak, 2)
adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I dan
faktor H, 3) pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak
fragmen komplemen yang melekat.
Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu
melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
1. Aktivitas C1 inhibitor Aktivitas proteolitik C1 dihambat oleh C1 inhibitor (C1
INH). Sebagian besar C1 dalam peredaran darah terikat pada C1 INH. Ikatan
antara C1 dengan kompleks antigen-antibodi akan melepaskan C1 dari
hambatan C1 INH.
2. Penghambatan C3 konvertase Pembentukan C3 konvertase dihambat oleh
beberapa regulator.
C4 binding protein (C4bp) dan reseptor komplemen tipe 1 (CR1) dapat berikatan
dengan C4b sehingga mencegah terbentuknya C4b2b (C3 konvertase). Disamping itu
kedua reseptor ini bersama dengan membrane cofaktor protein (MCP) juga dapat
meningkatkan potensi faktor I dalam merusak C4b. Decay accelerating faktor (DAF)
dapat berikatan dengan C4b sehingga mencegah terbentulmya C4b2b.
Regulasi jalur alternatif
Jalur altematif juga di regulasi pada berbagai fase oleh beberapa protein dalam
sirkulasi maupun yang terdapat pada permukaan membran. Faktor H berkompetisi
dengan faktor B dan Bb untuk berikatan dengan C3b. Juga CR1 dan DAF dapat
berikatan dengan C3b sehingga berkompetisi dengan faktor B. Dengan adanya
hambatan ini maka pembentukan C3 konvertase juga dapat dihambat. Faktor I,
menghambat pembentukan C3bBb; dalam fungsinya ini faktor I dibantu oleh kofaktor
H, CR1 dan MCP. Faktor I memecah C3b dan yang tertinggal melekat pada
permukaan sel adalah inaktif C3b (iC3b), yang tidak dapat membentuk C3
konvertase, selanjutnya iC3b dipecah menjadi C3dg dan terakhir menjadi C3d.
regulator. Defisiensi ini dapat terjadi sejak lahir, atau didapat setelah lahir oleh
karena terdapatnya mutasi gen.