Anda di halaman 1dari 186

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES


MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007
(ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)

OLEH:
SRI WAHYUNI
106101003357

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1431 H/ 2010 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 September 2010

Sri Wahyuni

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 24 September 2010
Sri Wahyuni, NIM:106101003357
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES
MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007
(ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)
xix + 136 halaman, 31 tabel, 2 bagan, 3 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala
yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau
resistensi insulin. DM dapat menimbulkan komplikasi seperti hipertensi, infark miokard,
insufiensi koroner, retinopati diabetika, katarak, neropati diabetika dll. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit diabetes melitus adalah umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur.
Hasil penelitian menunjukkan 4,5% penduduk daerah perkotaan di Indonesia
mengalami diabetes melitus dan 95,5% yang tidak mengalami diabetes melitus. Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh bahwa umur, jenis kelamin, pekerjaan, obesitas, hipertensi,
konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus (Pvalue 0,005). Sedangkan pendidikan, aktivitas fisik, dan
konsumsi buah dan sayur tidak berhubungan dengan penyakit diabetes melitus.
Berdasarkan hasil uji multivariat diketahui bahwa faktor yang paling dominan
berhubungan dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
secara berturut adalah obesitas, pendidikan, hipertensi, umur, konsumsi kafein dan konsumsi
alkohol. Disarankan bagi bagian JIPP Kemetrian Kesehatan agar melakukan penyebaran
informasi kesehatan terkait penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus melalui
penyuluhan kesekolah-sekolah dan orang tua, media cetak dan elektronik seperti di majalah,
koran, televisi (TV) dan internet sedini mungkin, mempromosikan dan melakukan pendidikan
kesehatan terkait dengan gaya hidup sehat, dan membuat program jumat sehat pada penduduk
perkotaan. Bagi para peneliti selanjutnya agar meneliti variabel-variabel yang tidak diteliti
seperti riwayat keluarga, diabetes gestasional (kehamilan) dan dislipidemia, serta penelitian
diabetes melitus selanjutnya menggunakan disain case control atau kohort untuk melihat
apakah faktor risiko benar-benar memiliki korelasi dengan faktor efek dan untuk melihat
hubungan sebab akibat secara jelas.
Daftar Bacaan: (1983 - 2010)

ii

SYARIEF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA


FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, September 24th 2010
Sri Wahyuni, NIM 106101003357
THE FACTORS RELATED WITH DIABETES MELLITUS (DM) URBAN AREA IN
INDONESIA YEAR 2007
(ANALYSIS OF SECONDARY DATA RISKESDAS 2007)
xix+ 136 pages, 31 tables, 2 charts, 3 pictures, 3 attachments
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is a collection of health disorders symptoms caused by
elevated levels of sugar (glucose), blood deficiency or insulin resistance. DM can cause
complications such as hypertency, myocardial infarction, coronary incipiency, diabetic
retinopathy, cataracts, diabetic neuropathy etc. Factors related with diabetes mellitus are age,
sex, education, occupation, obesity, physical activity, hypertency, fat intake, smoking,
alcohol consumption, caffeine consumption and concluded less consumption of fruits and
vegetables.
The research showed 4.5% of urban population in Indonesia suffers diabetes mellitus
and 95.5% havent diabetes mellitus. Based on a statistical test showed that age, sex,
occupation, obesity, hypertency, fat intake, smoking, alcohol and caffeine consumption is
related with diabetes mellitus (p value 0.005). While the fruits and vegetables consumption,
education, and physical activity isnt related with diabetes mellitus.
Based on the results of multivariate test, its known that the most dominant factor
related to diabetes mellitus in population of urban areas in Indonesia respectively are obesity,
education, hypertency, age, caffeine and alcohol consumption. Its suggested to the JIPP of
Health Ministry (MenKes) for dissemination of health information related to degenerative
diseases, especially diabetes mellitus through counseling to schools and parents, printed
media and electric media such as magazines, newspapers, radio, television (TV) and Internet
as soon as possible, promoting and doing health education related to healthy lifestyles, and
making healthy Friday program on urban population. For the next researchers to observe the
variables that had not been examined such as family history, gestational diabetes (pregnancy)
and dyslipidemia, and diabetes mellitus, further research using case control or cohort design
to see whether risk factors really have a correlation with the factor effects and to see truth
causal relationship.
References: (1983 - 2010)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES


MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007
(ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)

Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 24 September 2010

Mengetahui

Raihana Nadra Alkaff, M.MA


Pembimbing Skripsi I

Febrianti, M.Si
Pembimbing Skripsi II

iv

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 24 September 2010

Penguji I

Raihana Nadra Alkaff, M.MA

Penguji II

Febrianti, M.Si

Penguji III

Meilani Anwar, M.Epid

Lembar Persembahan
Puji Syukur Ku Panjatkan Kepada Mu Ya Rob Tuhan
Semeseta Alam, Atas Rahmat Mu Yang Tak Terhingga
Aku Dapat Menyelesaikan Skripsi Ini.
Allah Engkau Membalas Segala Jerih Payah Hamba
Mu. Engkau Mengabulkan Doa Orang-Orang Yang
Berusaha. Kau Berikan Aku Kekuatan Untuk Tetap
Bersabar.
Tak Kusangka Kerja Keras Selama Ini Berujung Kepada
Kebahagian Yang Tak Ternilai Harganya.
Tak Mampu Ku Ucapkan Kata Yang Pantas Untuk
Menggambarkan Kebahagian Yang Ku Rasa.
Semoga Ilmu Yang Aku Dapat Menjadi Ilmu Yang
Bermanfaat.
Skripsi Ini Ku Persembahkan Kepada
Mama, Papa, Ayah, Bunda, Kakak, Adik,
Dan Semua Orang Yang Menyayangi Ku
I

Love You..

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap

: Sri Wahyuni

Tempat, Tanggal Lahir

: Lampung, 26 April 1987

Alamat

: Komp. Kedaung Rindang No.38 Bambu Apus Ciputat


Tangerang

Jenis Kelamin

: Perempuan

Kewarganeraan

: Indonesia

Agama

: Islam

Email

: yunie_chan26@yahoo.co.id

Telepon

: 0852 791 21 820

Riwayat Pendidikan
1992 1993

TK Mukti Tama Bandar Lampung

1993 1999

SDN 04 Pardasuka Lampung Selatan

1999 2002

SMP Al-Kautsar Bandar Lampung

2002 2006

SMA Pondok Pesantren La-Tansa

2006 sekarang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur penulis
ucapkan karena akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam
penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa umatnya dari alam
kejahiliyaan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Dengan penuh kesadaran
penulis yakin bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam penyusunan skripsi yang
berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ( Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007).
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis
mengucap rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua saya tercinta, H. Herman Agusli yang telah memberikan bantuan
moril maupun materil yang tak terhingga serta ibunda terkasih Hj. Netty Herawati
yang selalu menjadi sumber inspirasi dan kekuatan.
2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr Yuli Prapanca, MARS selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf serta segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan
Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
berguna bagi penulis.

viii

4. Ibu Raihana N. Alkaff M.MA dan ibu Febrianti, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan waktu, pikiran, dan arahan kepada penyusun dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi.
5. Kedua adikku M. Nur Chaniago dan Hervina Novitasari serta saudara-saudara ku
yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, I love u all.
6. Ayah dan Bunda Dasmin yang selalu memberikan motivasi moril yang sangat berarti
bagi penulis selama proses penyusunan skripsi.
7. Sahabat-sahabat terbaikku TOA Duma , Syifa, Keke, Alin, Yosi dan Yunci, yang
telah memberikan motivasi, semangat selama proses penyusunan skripsi.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan ku angkatan 2006 yang tidak bisa disebutkan
namanya satu persatu. Tetapi sungguh aku sayang kalian, sukses untuk kita semua.
9. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan mengenai
penyakit diabetes melitus baik bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mohon
maaf apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan baik sengaja
maupun tidak disengaja.

Jakarta, 24 September 2010

Penulis

ix

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................

ABSTRAK ............................................................................................................

ii

ABSTRACT..........................................................................................................

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................................

iv

LEMBAR PERSEMBAHAN...............................................................................

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................

vii

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................

DAFTAR TABEL ................................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................

xviii

DAFTAR BAGAN................................................................................................

xix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................

xx

BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................

A. Latar Belakang .......................................................................................

B. Rumusan Masalah ..................................................................................

C. Pertanyaan Penelitian .............................................................................

D. Tujuan Penelitian ..................................................................................

1. Tujuan umum ....................................................................................

2. Tujuan khusus ...................................................................................

E.

Manfaat Penelitian ................................................................................

F.

Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................

A. Diabetes Melitus (DM) ...........................................................................

1. Definisi ..............................................................................................

2. Patofisiologi .......................................................................................

10

3. Tipe Diabetes Melitus ........................................................................

13

4. Pemeriksaan Diabetes .........................................................................

15

B. Gejala dan Tanda-Tanda Awal DM ........................................................

17

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus


(DM) ......................................................................................................

18

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi ........................................

18

a. Usia/Umur > 45 tahun ....................................................................

18

b. Riwayat keluarga diabetes melitus (DM) ........................................

20

c. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional ..............................

20

d. Jenis kelamin .................................................................................

21

e. Pendidikan ....................................................................................

22

f. Pekerjaan ........................................................................................

23

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi .................................................

25

a. Kegemukan/Obesitas ......................................................................

25

d. Aktivitas fisik ................................................................................

28

e. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg ..............................

31

f. Dislipidemia ...................................................................................

33

g. Pola Hidup tidak sehat ...................................................................

36

1) Merokok....................................................................................

36

2) Konsumsi alkohol......................................................................

38

3) Konsumsi kafein ........................................................................

39

4) Konsumsi buah dan sayur ..........................................................

42

D. Komplikasi Diabetes Melitus (DM) ........................................................

44

E.

Pencegahan Diabetes Melitus (DM) .......................................................

45

F.

Teori Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit


Diabetes Melitus (DM) ..........................................................................

47

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ..............

48

A. Kerangka Konsep .........................................................................................

48

B. Definisi Operasional .....................................................................................

50

C. Hipotesis ........................................................................................................

55

BAB IV METODELOGI PENELITIAN ..........................................................

56

A. Jenis dan Disain Penelitian .....................................................................

56

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................

56

C. Populasi dan Sampel ..............................................................................

56

xi

1. Populasi..............................................................................................

56

2. Sampel ...............................................................................................

57

D. Instrumen Penelitian ...............................................................................

61

1. Scoring (Penilaian) .............................................................................

62

E. Pengumpulan Data Biomedis dan Tekanan Darah ..................................

66

1. Pengumpulan Data Biomedia Diabetes Melitus ..................................

66

2. Pengumpulan Data Tekanan Darah Hipertensi ....................................

67

Pengolahan Data ....................................................................................

68

G. Analisis Data ..........................................................................................

68

BAB V Hasil .......................................................................................................

71

A. Gambaran Umum Daerah Perkotaan di Indonesia ...................................

71

B. Gambaran Penyakit Diabetes Melitus (DM) ...........................................

72

C. Gambaran Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus (DM) .....................

73

1. Gambaran Umur ................................................................................

73

2. Gambaran Jenis Kelamin ...................................................................

73

3. Gambaran Pendidikan .......................................................................

74

4. Gambaran Pekerjaan ..........................................................................

74

5. Gambaran Obesitas............................................................................

75

6. Gambaran Aktivitas Fisik ..................................................................

76

7. Gambaran Hipertensi .........................................................................

76

8. Gambaran Konsumsi Lemak..............................................................

77

9. Gambaran Merokok ...........................................................................

78

10. Gambaran Konsumsi Alkohol...........................................................

78

11. Gambaran Konsumsi Kafein .............................................................

79

12. Gambaran Konsumsi Buah dan Sayur ...............................................

80

F.

D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)

81

1. Hubungan Antara Umur dengan Penyakit DM ...................................

81

2. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Penyakit DM .......................

81

3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Penyakit DM ...........................

82

4. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Penyakit DM..............................

83

5. Hubungan Antara Obesitas dengan Penyakit DM ...............................

84

xii

6. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM .....................

85

7. Hubungan Antara Hipertensi dengan Penyakit DM ............................

86

8. Hubungan Antara Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM ................

87

9. Hubungan Antara Merokok dengan Penyakit DM..............................

88

10. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM..............

89

11. Hubungan Antara Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM ................

90

12.Hubungan Antara Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit DM...

91

E. Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Kejadian Penyakit DM .....

91

1. Model Akhir Multivariat ....................................................................

93

BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................

98

A. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................

98

B. Analisis Univariat...................................................................................

100

1. Gambaran Penyakit DM Daerah Perkotaan di Indonesia .....................

100

C. Analisis Bivariat .....................................................................................

102

1. Analisis Hubungan Umur dengan Penyakit DM..................................

102

2. Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit DM.....................

104

3. Analisis Hubungan Pendidikan dengan Penyakit DM .........................

105

4. Analisis Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit DM ...........................

107

5. Analisis Hubungan Obesitas dengan Penyakit DM .............................

109

6. Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM ....................

111

7. Analisis Hubungan Hipertensi dengan Penyakit DM ..........................

113

8. Analisis Hubungan Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM ...............

114

9. Analisis Hubungan Merokok dengan Penyakit DM ............................

117

10. Analisis Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM ...........

119

11. Analisis Hubungan Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM..............

120

12. Analisis Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit (DM)

123

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................

127

A. Simpulan ................................................................................................

127

B. Saran ......................................................................................................

129

xiii

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

132

LAMPIRAN .........................................................................................................

137

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia ................................. 26


Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................... 50
Tabel 4.1 Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian ................................... 61
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 72
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Umur Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007 ................................................................. 73
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 73
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pada Penduduk
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 74
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pekerjaan Pada Penduduk
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 75
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Obesitas Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 75
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 76
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hipertensi Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 77
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Penduduk
Derah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ....................................... 77
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Perokok Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 78
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Alkohol Pada Penduduk
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 79

xv

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Kafein Pada Penduduk


Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 79
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Buah dan Sayur
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 80
Tabel 5.14 Rata-rata Umur dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 81
Tabel 5.15 Distribusi Jenis Kelamin dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 82
Tabel 5.16 Distribusi Pendidikan dengan Penyakit Diabtes Melitus(DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 83
Tabel 5.17 Distribusi Pekerjaan dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 83
Tabel 5.18 Distribusi Obesitas dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 84
Tabel 5.19 Distribusi Aktivitas Fisik dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 85
Tabel 5.20 Distribusi Hipertensi dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 86
Tabel 5.21 Distribusi Konsumsi Lemak dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 87
Tabel 5.22 Distribusi Perokok dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 88
Tabel 5.23 Distribusi Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 89
Tabel 5.24 Distribusi Konsumsi Kafein dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 90
Tabel 5.25 Distribusi Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit Diabtes Melitus
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 91

xvi

Tabel 5.26 Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Model ............................. 92


Tabel 5.27 Model Prediksi Multivariat .............................................................. 93
Tabel 5.28 Model Prediksi Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 93

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

Gambar 2.1

Kerangka Teori ......................................................................... 47

Gambar 3.1

Kerangka Konsep ...................................................................... 49

Gambar 4.1

Alur Pengambilan Sampel Biomedis Pemeriksaan Gula Darah


Riskesdas 2007.58

xviii

DAFTAR BAGAN

Nomor

Halaman

Bagan 2.1

Pemeriksaan Gula Darah Puasa ................................................. 15

Bagan 2.2

Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu ............................................. 16

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Lampiran 1

Surat Izin Pengambilan Data Skripsi

Lampiran 2

Kuesioner Penelitian

Lampiran 3

Analisis Data

xx

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Transisi epidemiologi penyakit saat ini dan masa yang akan datang di
masyarakat cenderung beralih dari penyakit menular ke penyakit tidak
menular. Menurut WHO tahun 2000 bahwa dari statistik kematian di dunia,
57 juta kematian yang terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak
menular (Non Communicable Disease).1
Penyakit tidak menular (PTM) tersebut adalah penyakit jantung,
stroke,

diabetes melitus (DM) dan penyakit metabolik. Menurut WHO

tahun 2005 bahwa Diabetes melitus menduduki peringkat ke 7 dari total


kematian penyakit tidak menular, dan angka kesakitan diabetes melitus telah
mencapai 171 juta di dunia dan diperkirakan akan mencapai 366 juta pada
tahun 2030. Menurut International Diabetes Federation (IDF) bahwa pada
tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes
(diabetesi) dan diduga 20 tahun kemudian yaitu tahun 2025 akan meningkat
menjadi 333 juta (6,3%) orang. Peningkatan kasus ini akan melebihi 40% di
Negara maju dan 170% di Negara berkembang.1,2
Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang mengalami
peningkatan kasus diabetes melitus yang cukup tinggi seperti laporan hasil
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2004 bahwa penderita diabetes

di Indonesia sebesar 0,4%, dari data tersebut penderita diabetes lebih banyak
ditemukan di daerah perkotaan yaitu sebesar 0,6% dibanding di daerah
pedesaan yang hanya sebesar 0,2%. Sedangkan pada RISKESDAS tahun
2007 prevalensi DM pada penduduk usia 15 tahun di Indonesia sebesar
1,1% dan pada penduduk perkotaan sebesar 5,7%. Berdasarkan Penelitian
DM pada Riskesdas tahun 2007 dipilih ibukota/ kabupaten kota hal ini terkait
dengan kecenderungan beberapa penyakit menular dan tidak menular yang
semakin meningkat di daerah perkotaan. Dari data Penyakit tidak menular
penyebab kematian terbesar diabetes menempati urutan kedua sebesar (9,7%)
setelah stroke yang menempati urutan pertama (19,4%) di susul hipertensi
sebesar (7,5%).3,4
Banyak sejumlah kasus diabetes di dunia ditemukan di daerah
perkotaan, sebagaimana halnya yang dikemukakan oleh Mohan dkk tahun
2008, dalam penelitiannya mengenai Urban rural differences in prevalence of
self-reported diabetes in IndiaThe WHOICMR Indian NCD risk factor
surveillance di wilayah utara, selatan, timur dan barat India, mengatakan
bahwa kasus diabetes tertinggi ditemukan di daerah perkotaan yaitu sebesar
7,3% dan terendah di daerah pedesaan sebesar 3,1%. Beliau juga mengatakan
bahwa ada hubungan antara daerah perkotaan dengan kasus diabetes melitus
dengan OR sebesar 2,48. Penduduk perkotaan, obesitas abdominal dan
kurang aktivitas merupakan faktor risiko penyakit diabetes melitus. 5

Menurut Aditama tahun 2010 Dirjen Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan yang dikutip dari Menteri Kesehatan, bahwa makin
lama akan semakin banyak masyarakat tinggal di perkotaan. Hal itu akan
berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, khususnya masalah polusi dan
limbah, juga pada ketersediaan air minum. Jika polusi makin tinggi, maka
berbagai penyakit menular dan tidak menular akan mudah timbul.
Dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, penyebab utama kematian pada
masyarakat perkotaan banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular
(degeneratif) salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. Faktor risiko
yang mempermudah seseorang terkena diabetes melitus antara lain keturunan,
stres kronis, usia di atas 40 tahun, obesitas, hipertensi, perilaku (kebiasaan)
merokok dan minum alkohol, pola aktivitas fisik yang cenderung jauh dari
olahraga, pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat. 6, 7
Diabetes Melitus atau disingkat (DM) adalah gangguan kesehatan
yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. Adapun keluhan
khas DM menurut drvegan (2010) adalah poliuria, polidipsi, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Dan keluhan tidak khas
DM adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria,
dan pruritus vulvae pada wanita. 8
DM dapat menimbulkan komplikasi hampir pada seluruh sistem tubuh
manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi tersebut

yaitu komplikasi pada sistem kardiovaskuler seperti hipertensi, infark


miokard, dan insufiensi koroner, komplikasi pada mata seperti retinopati
diabetika dan katarak, komplikasi pada saraf seperti neropati diabetika,
komplikasi pada paru-paru seperti TBC, komplikasi pada ginjal seperti
pielonefritis dan glomeruloskelrosis, komplikasi pada hati seperti sirosis
hepatitis dan komplikasi pada kulit seperti gangren, ulkus dan furunkel. 8
Tingginya peningkatan kasus DM dari tahun 2004 sampai 2007
khususnya daerah perkotaan di Indonesia serta komplikasi yang ditimbulkan
oleh penyakit diabetes melitus yang cukup mengkhawatirkan merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus
(DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 sehingga kasus DM dapat
dicegah sejak dini.

B. Rumusan Masalah
Penyakit diabetes melitus adalah suatu penyakit menahun, tidak dapat
disembuhkan, bermasalah karena penyakit ini tidak dirasakan oleh seseorang
pada stadium awal sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru terdiagnosa
setelah timbul komplikasi. Prevalensi nasional penyakit diabetes melitus di
Indonesia adalah 1,1%. Tetapi pada faktanya prevalensi diabetes melitus
daerah perkotaan melebihi prevalensi nasional yaitu sebesar 5,7%. Oleh
karena itu, dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

penyakit DM diharapkan dapat menurunkan bahkan mencegah peningkatan


kasus melalui interversi terhadap faktor risiko diabetes melitus di Indonesia.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007 ?
2. Bagaimanakah gambaran faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
(umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) daerah perkotaan di
Indonesia tahun 2007?
3. Bagaimanakah gambaran faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas,
aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) daerah perkotaan
di Indonesia tahun 2007?
4. Apakah ada hubungan antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
(umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) dengan penyakit DM
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?
5. Apakah ada hubungan antara faktor risiko yang dapat dimodifikasi
(obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi
alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) dengan
penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?
6. Faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi kejadian penyakit
diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit
diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran penyakit DM daerah perkotaan di
Indonesia tahun 2007.
b. Untuk mengetahui gambaran faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
(umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) daerah perkotaan di
Indonesia tahun 2007.
c. Untuk mengetahui gambaran faktor risiko yang dapat dimodifikasi
(obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok,
konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan
sayur) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
d. Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) dengan
penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
e. Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak,
merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi
buah dan sayur) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.

f. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi


kejadian penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian
1. Menjadi informasi untuk bagian Jaringan Informasi dan Publikasi
Penelitian (JIPP) di Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mengenai
penyakit DM di Indonesia tahun 2007, yang berkaitan dengan faktor-faktor
yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) daerah
perkotaan di Indonesia .
2. Dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.
3. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti khusus mengenai
penyakit DM maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah
tersebut.

F. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007,
dilakukan oleh Mahasiswa Kesehatan Masayarakat Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Mei 2010. Populasi penelitian ini
adalah masyarakat Indonesia yang berusia 15 tahun keatas, dengan sampel
penelitian yang berjumlah 17.641 orang. Alasan penelitian ini adalah

tingginya kasus DM daerah perkotaan di Indonesia sebesar 5,7% yang


melebihi prevalensi nasional sebesar 1,1%.
Penelitan ini menggunakan disain cross sectional. Jenis data yang
digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Puslitbang Pemberantasan Penyakit Kementrian Kesehatan
RI.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus (DM)
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan
kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan
kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin.8
Menurut Sustrani dkk (2006) Diabetes adalah suatu penyakit,
dimana tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis mengendalikan
tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada tubuh yang sehat, pankreas
melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke
otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi. 9
Sedangkan menurut Depkes (2007) Diabetes melitus adalah
Penyakit dengan kadar gula darah yang melebihi normal dan menunjukan
gejala cepat lapar, cepat haus, sering buang air kecil terutama di malam
hari. 1
Dapat ditarik kesimpulan dari definisi diatas bahwa penyakit
diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit degeneratif akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi batas normal atau ambang
batas yang dianjurkan. Peningkatan kadar glukosa dalam darah dakibatkan
resistensi insulin.

10

Pada penderita diabetes, terjadi gangguan keseimbangan antara


glukosa ke dalam sel, glukosa yang disimpan di hati, dan glukosa yang
dikeluarkan dari hati. Keadaan ini menyebabkan kadar glukosa dalam
darah meningkat dan kelebihannya akan keluar melalui urin. Jumlah urin
banyak dan mengandung gula. Penyebab keadaan ini hanya dua. Pertama,
pankreas tidak mampu lagi membuat insulin. Kedua, sel tubuh tidak
memberi respons terhadap kerja insulin sebagai kunci untuk membuka
pintu sel sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. 7

2. Patofisiologi
Gula dari makanan yang masuk melalui mulut dicerna di usus,
kemudian diserap ke dalam aliran darah. Glukosa ini merupakan sumber
energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan. Agar dapat melakukan
fungsinya, glukosa membutuhkan teman yang disebut insulin. Hormon
insulin ini diproduksi oleh sel beta di pulau Langerhans (islets of
Langerhans) dalam pankreas. Setiap kali kita makan, pankreas memberi
respon dengan mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Ibarat kunci,
insulin membuka pintu sel agar glukosa masuk. Dengan demikian, kadar
glukosa dalam darah menjadi turun. 7
Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus pusat pengolahan
glukosa. Pada saat kadar insulin meningkat seiring dengan makanan yang

11

masuk ke dalam tubuh, hati akan menimbun glukosa, yang nantinya


dialirkan ke sel-sel tubuh bilamana dibutuhkan. 7
a. Fisiologi sekresi insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam
amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pakreas, dalam keadaan
normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan
kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam
bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada reticulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian
dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel
tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai
menjadi insulin dan peptida- C (C- peptide) yang keduanya sudah siap
untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. Insulin
berperan penting pada berbagai proses biologis dalam tubuh terutama
menyangkut metabolisme karbohidrat. 10
b. Efek metabolisme insulin
Pada orang normal, setiap hari insulin dikeluarkan oleh sel beta
pankreas sebanyak 20-60 unit. Bila kebutuhan insulin sehari melebihi
60 unit maka ada kemungkinan terjadi resistensi insulin. Beberapa

12

penyebab terjadinya resistensi insulin antara lain menurunnya jumlah


reseptor insulin, adanya anti-insulin, perusakan yang cepat di jaringan
yang membutuhkan, dan sebagainya.11 Apabila ada gangguan pada
mekanisme kerja insulin, menimbulkan hambatan dalam utilisasi
glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis,
gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes melitus. Khusus pada
diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling
sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua
faktor: tidak adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif (defisiensi
insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin
(resistensi insulin). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan
tersebut mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin. 10
Efek dari metabolisme insulin juga dapat menyebabkan
hiperglikemia, hal ini terjadi akibat gangguan kinerja insulin
(defisiensi dan resistensi), selanjutnya memberi berbagai dampak
metabolisme dan kerusakan jaringan lainnya secara langsung atau
tidak langsung. Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan
juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi
insulin). Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada
gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan
berbagai jaringan tubuh. 10

13

3. Tipe Diabetes Melitus


a. Diabetes Melitus Tipe I, Tergantung pada Insulin
Kebanyakan diabetes tipe 1 adalah anak-anak dan remaja yang
pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka
harus langsung menggunakan insulin. Pankreas sangat sedikit atau
bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin. 9
b. Diabetes Melitus Tipe II, Tidak Tergantung pada Insulin
Diabetes tipe II terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak
cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin,
sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh. Diabetes
tipe II ini merupakan tipe diabetes yang paling umum dijumpai, juga
sering disebut diabetes yang dimulai pada masa dewasa, dikenal sebagai
NIDDM (Non Insulin Dependent Diebetes Mellitus). 9
Diabetes tipe II ini dapat menurun dari orang tua yang penderita
diabetes. Tetapi risiko terkena penyakit ini akan semakin tinggi jika
memiliki kelebihan berat badan dan memiliki gaya hidup yang
membuat anda kurang bergerak. Dahulu umumnya penderita diabetes
tipe ini berusia 40 tahun ke atas atau usia lanjut. Namun dari diagnosa
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak pun sudah banyak yang
menderita Diabetes tipe II ini. 9

14

Diabetes tipe II terbagi menjadi dua yaitu penderita tidak gemuk


(non-obese) dan penderita gemuk (obese).

11

sekitar 80% penderita

diabetes tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk. 9


Diabetes tipe II ini yang terjadi pada lansia karena faktor
resistensi insulin yang bertambah dan faktor hidup yang lebih santai
pada lansia. 12
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
Kelainan pada diabetes tipe lain ini adalah akibat kerusakan atau
kelainan fungsi kelenjar pankreas yang dapat disebabkan oleh bahan
kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tersebut.

12

Penyebab

diabetes tipe lain ditambahkan dengan penyakit hormonal, kelainan


insulin atau reseptornya, sindrom genetik tertentu dan lain-lain yang
belum diketahui. 11
d. Diabetes Gestasional (Kehamilan)
Diabetes hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal
kembali setelah persalinan. Karena lebih dari 95% diabetisi adalah
diabetes tipe II maka selanjutnya yang diperluas bahasannya adalah:
Diabetes Mellitus tipe II. 12

15

4. Pemeriksaan Diabetes
a. Pemeriksaan gula darah puasa
Bagan 2.1
Pemeriksaan Gula Darah Puasa

Keluhan DM (-)

GDP*

126

100-125
Keluhan Klasik (-)

Ulang GDP*

126

<100

< 126

TTGO**

GD 2 jam pasca
pembebanan

200

DIABETES MELITUS

140-199

< 140

TGT

GDPT

Nomal

Sumber: Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit


Diabetes Melitus.13

16

b. Pemeriksaan gula darah sewaktu


Bagan 2.2
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu

Keluhan DM (-)

GDS*

200

140-199

<140

Ulang GDS*

200

< 200

TTGO**

GD 2 jam pasca
pembebanan

200

DIABETES MELITUS

140-199

TGT

< 140

Nomal

Sumber: Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit


Diabetes Melitus. 13

17

Kategori diabetes melitus menurut WHO (1999), (ADA 2003)

yang digunakan adalah sebagai berikut:


a. Normal (Non DM) < 140 mg/dl.
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 140 - < 200 mg/dl.
c. Diabetes Melitus (DM) 200 mg/dl.
B. Gejala dan Tanda-Tanda Awal DM
Gejala diabetes melitus muncul secara perlahan-lahan sampai
menjadi gangguan yang jelas, yaitu:
1. Penurunan berat badan (BB)
2. Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit.
3. Sering buang air kecil
4. Terus-menerus lapar dan haus
5. Kelehan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
6. Mudah sakit yang berkepanjangan
7. Gangguan saraf tepi/ kesemutan
8. Gangguan penglihatan
9. Gatal/ bisul
10. Luka yang lama sembuh
11. Keputihan pada wanita
12. Impotensi pada pria
13. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40. 9

18

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus


(DM)
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia/Umur > 45 tahun
Menurut Depkes (2007) umur adalah Masa hidup responden dalam
tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun
yang terakhir.14 Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam
penyelidikan-penyelidikan

epidemiologi.

Angka-angka

kesakitan

maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan


hubungan dengan umur. 15
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara
drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering
muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama
setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih,
sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.9 Menurut Waspadji
tahun 2008 dibandingkan dengan usia yang lebih muda, usia lanjut
mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari hati (hepatic
glucose production), cenderung mengalami resistensi insulin, dan
gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta
pankreas. Bagi usia lanjut dengan indeks massa tubuh normal,
gangguan lebih banyak pada sekresi insulin di sel beta pankreas,
sementara pada usia lanjut dengan obesitas, gangguan lebih banyak

19

pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti sel otot, sel hati, dan
sel lemak (adiposit). 16
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk pada tahun
2007-2008 mengenai Prevalence of Diagnosed and Undiagnosed
Diabetes Mellitus and Its Risk Factors in a Population-Based Study of
Qatar pada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa kasus
DM lebih tinggi ditemukan pada usia 40-49 tahun sebesar 31.2%.17
Menurut Harding et al dalam jurnal penelitiannya tentang Diet
Lemak dan Risiko Klinik Pada Diabetes Tipe 2, bahwa umur
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan
memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 84 kali. 18
Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Adi, dkk dalam

Buletin Kesihatan Masyarakat tentang Prevalens Diabetes Melitus dan


Faktor-Faktor yang Berkaitan Dikalangan Penduduk Bukit Badong,
Kuala Selangor di Malaysia, bahwa umur mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian diabetes melitus, semakin tinggi umur
seseorang maka orang tersebut berisiko untuk terkena diabetes
melitus.19
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T
dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita
diabetes tertinggi pada usia 61-65 tahun yaitu sebesar 32.5% dan
terendah pada usia kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 4%.

20

b. Riwayat keluarga diabetes melitus (DM)


Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi risikonya terkena diabetes
juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan, stress, dan kurang
bergerak.9 Riwayat keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan
kejadian diabetes melitus. 17

c. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional


Diabetes melitus pada kehamilan atau gestasional diabetes melitus
adalah seseorang yang baru menderita penyakit diabetes melitus setelah
ia menjadi hamil. Sebelumnya, kadar glukosa darah selalu normal.11
Menurut

Damayanti

ketidakseimbangan

wanita

hormonal,

yang

sedang

progesteron

hamil
tinggi,

terjadi
sehingga

meningkatkan sistem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel berkembang


(termasuk pada janin), tubuh akan mamberikan sinyal lapar dan pada
puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa
menerima langsung asupan kalori dan menggunakannya secara total
sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah saat kehamilan. 20

21

d. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah Perbedaan seks yang di dapat sejak lahir yang
dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Baik pria maupun wanita
memiliki risiko yang sama besar untuk mengidap diabetes sampai usia
dewasa awal. Setelah usia 30 tahun, wanita memiliki risiko yang lebih
tinggi dibanding pria. 14,21
Menurut Damayanti wanita lebih berisiko mengidap diabetes
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa
tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual
syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh
menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga
wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. 20 Proporsi DM lebih
tinggi pada wanita sebesar 53.2% dibanding laki-laki sebesar 46.8%.17
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T
dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita
diabetes tertinggi pada perempuan yaitu sebesar 62% dan terendah pada
laki-laki yaitu sebesar 38%. Jenis kelamin mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian
DM tipe 2 sebesar 0. 87 kali. 18

22

e. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang
secara intelektual dan emosional kearah dalam sesama manusia.
Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan seseorang
merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi
pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan
kesehatan semakin diperhitungkan. 15
Menurut azwar (1983), pendidikan merupakan suatu faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan
seseorang serta berprilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat
keputusan dengan lebih tepat.22 Dengan pendidikan yang tinggi
seseorang diharapkan dapat berprilaku sehat yaitu mencegah penyakit
diabetes melitus pada dirinya dan menghindari faktor-faktor risiko
diabetes melitus. Orang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai
hubungan yang signifikan untuk tidak mengalami kejadian diabetes
melitus dibanding orang yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan
karena orang yang berpendidikan tinggi lebih mengetahui faktor-faktor
risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk tidak terkena diabetes
melitus. 19

23

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T


dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita
diabetes tertinggi pada pendidikan SMA yaitu sebesar 29.7% dan
terendah pada pendidikan tidak sekolah yaitu sebesar 1.3%.

f. Pekerjaan
Menurut Arikunto tahun 2000 dalam tawi (2008) pekerjaan adalah
aktivitas yang dilakukan seseorang tiap hari dalam

kehidupannya.

Seseorang yang bekerja dapat terjadi sesuatu kesakitan, misalnya dari


situasi lingkungan dan juga dapat menimbulkan stres dalam bekerja
sehingga kondisi pekerjaannya pada umumnya diperlukan adanya
hubungan sosial yang baik dengan orang lain, setiap orang harus dapat
bergaul dengan teman sejawat.
Jenis pekerjaan dapat berperan di dalama timbulnya penyakit
melalui beberapa jalan yakni: 15
1) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan
kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi,
benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan
sebagainya.
2) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stres (yang telah dikenal
sebagai faktor yang berperan dalam timbulnya hipertensi, ulcus
lambung).

24

3) Ada tidaknya gerak badan di dalam pekerjaan; di Amerika Serikat


ditunjukan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di
kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan di mana kurang adanya
gerak badan.
4) Karena berkerumun dalam satu tempat yang relatif sempit, makan
dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja.
5) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan
pekerjaan di tambang. 15
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan
banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker. 15
Jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan penyakit diabetes
melitus seperti dalam Penelitian yang dilakukan oleh Nyenwe dkk
tahun 2003 di Port Harcourt, Nigeria mendapatkan 44,2% orang yang
pekerjaannya berat menderita diabetes melitus dan 55,8% orang yang
pekerjaannya ringan menderita diabetes melitus. 16 Penelitian lain oleh
Yusmayanti tahun 2008 mendapatkan 66,0% orang yang bekerja
menderita diabetes dan 34% orang yang tidak bekerja menderita
diabetes, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara
pekerjaan dengan kejadian diabetes melitus. 20

25

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


a. Kegemukan/Obesitas
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah kelebihan
gizi yang penting, masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang
dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena
selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat
mempengaruhi produktivitas kerja. 23
Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat
badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan
hidup lebih panjang. 23
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
IMT =

Berat badan (kg)


Tinggi badan(m) X Tinggi badan(m)

26

Tabel. 2.1
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori

IMT

Kekurangan berat badan tingkat berat

< 17, 0

Kekurangan berat badan tingkat ringan

17, 0 18,5

Kurus
Normal

> 18,5- 25,0


Kelebihan berat badan tingkat ringan

> 25,0-27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat

> 27,0

Gemuk
Sumber: Depkes, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi
orang Dewasa, Jakarta. hlm 4. 23

Untuk menentukan seseorang obesitas atau normal dilakukan


dengan cara menghitung IMT, seseorang disebut normal jika IMT < 25
dan disebut obesitas jika IMT 25.24
Gemuk atau obesitas akan menyebabkan resistensi insulin sehingga
insulin tidak dapat bekerja dengan baik dan kadar gula darah bisa naik.
Gemuk juga mempermudah munculnya hipertensi dan lemak darah
yang tinggi. Hal ini akan memicu gangguan ginjal, sakit jantung, dan
stroke. Orang gemuk yang menderita diabetes lebih mudah terkena
komplikasi.

Hampir 80% orang yang terkena diabetes melitus pada

usia lanjut biasanya kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan


meningkatkan kebutuhan tubuh akan insulin. Orang dewasa yang
kegemukan memiliki sel-sel lemak yang lebih besar pada tubuh mereka.

27

Diyakini bahwa sel-sel lemak yang lebih besar tidak merespon insulin
dengan baik. 21
Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam
darah menjadi tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi
menghantar seluruh

glukosa darah masuk ke dalam sel. Mungkin

sebagian lubang kunci pada sel jaringan berubah, sehingga tidak cocok
lagi dengan kunci insulin. Keadaan ini disebut resistensi insulin.
Adanya resistensi insulin menyebabkan kelenjar pankreas terpacu untuk
menghasilkan lebih banyak lagi insulin, dengan maksud menurunkan
kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar insulin di dalam darah menjadi
berlebihan. Keadaan ini disebut hiperinsulinemia, dan ini berbahaya.
Dengan mengukur kadar insulin darah dalam keadaan puasa, maka
kadar yang melebihi 30 mU/ml atau lebih 20 mU/ml menunjukkan
adanya hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia akan menimbulkan
penyakit diabetes melitus, gangguan kadar lemak darah (dislipidemia),
atau tekanan dara tinggi (hipertensi), tergantung pada gen yang dimiliki
penderita. Kesemua penyakit yang timbul ini akhirnya akan merusak
lapisan dalam pembuluh darah (endothelium) dengan berbagai
akibatnya. 11
Obeitas mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian
diabetes melitus, 80-85% penderita diabetes tipe 2 mengidap
kegemukan. Tentu saja tidak semua orang yang kegemukan menderita

28

diabetes, tetapi penyakit ini mungkin muncul 10-20 tahun kemudian.


Dikatakan obesitas jika seseorang kelebihan 20% dari berat badan
normal. Pada usia lebih tua (41- 64 tahun), obesitas ditemukan sebagai
faktor yang mempercepat peningkatan laju insidensi DM tipe 2.17, 12, 25
Orang yang memiliki lemak berlebihan pada batang tubuh,
terutama jika itu berada pada bagian perut, lebih mungkin terkena
diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada
organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh
energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam
lemak di dalam darah meningkat. Tingginya asam lemak di dalam darah
meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati
dan otot-otot tubuh. 21

b. Aktivitas fisik
Menurut Almatsier aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan
oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya,26 dan menurut Tandra
Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori,
misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan
berolahraga tentunya. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian
gerak berurutan akan menguatkan dan mengembangkan otot dan semua
bagian tubuh. Termasuk didalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda,

29

jogging, atau senam. Semua aktivitas dan olahraga berguna untuk


kesehatan Anda.7
Olahraga teratur akan lebih banyak memberi keuntungan, yaitu:
1) Memperbaiki kontrol glukosa darah, pada saat berolahraga
2) Mengurangi risiko sakit jantung
3) Menurunkan berat badan.7
Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat
badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah.
Dikumpulkan data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir
untuk penduduk 10 tahun ke atas. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan
cukup apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit
dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama
lima hari dalam satu minggu, dan kategori kurang apabila kegiatan
dilakukan terus-menerus kurang dari 10 menit dalam satu kegiatan
tanpa henti dan secara kumulatif tidak mencapai 150 menit selama lima
hari dalam satu minggu.4
Segala aktivitas fisik yang dilakukan terus-menerus selama 10
menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan baik yang berkaitan dengan
pekerjaan, waktu segang dan perjalanan . Kategori aktivitas fisik adalah
aktivitas berat dan sedang yang dilakukan dalam 30 menit setiap hari.
Contoh aktivitas berat adalah mengangkut/memikul kayu, beras, batu,
pasir, mencangkul, angkat besi. Tenis tunggal, bulutangkis tunggal, lari

30

cepat, maraton, mengayuh becak, mendaki gunung, bersepeda


membawa beban, dll. Contoh aktivitas sedang adalah menyapu
halaman, mengepel, mencuci baju, menimba air, bercocok tanam,
membersihkan, kamar mandi/kolom, tenis ganda, bulutangkis ganda,
senam aerobik, senam tera, renang, basket, bola voli, jogging, sepak
bola, dll (Depkes, 2007).27
Beberapa penelitian dewasa ini telah menunjukkan bahwa orang
yang memiliki gaya hidup kurang aktif lebih mungkin terkena diabetes
dibandingkan mereka yang hidupnya aktif. Diyakini bahwa olahraga
dan akitivitas fisik meningkatkan pengaruh insulin atas sel-sel. 21
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan
metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan tingkat
kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar
benda keton dan imbangan cairan tubuh. Pada diabetisi dengan gula
darah tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadi
peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat
fatal. Satu penelitian mendapati bahwa pada kadar glukosa darah sekitar
332 mg/dl, bila tetap melakukan latihan jasmani, akan berbahaya bagi
yang bersangkutan. Jadi sebaliknya, bila ingin melakukan latihan
jasmani, seorang diabetisi harus mempunyai kadar glukosa darah tak
lebih 250 mg/dl. 28

31

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip


latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti :
frekuensi, intensitas, durasi dan jenis.
1) Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan
dengan teratur 3-5 kali per minggu.
2) Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate)
3) Durasi

: 30-60 menit.

4) Jenis

: latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan


kemampuan kardiorespirasi

seperti jalan,

jogging,

berenang dan bersepeda. 28


Aktivitas fisik mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar
0. 89 kali.18 Aktivitas fisik dengan indeks aktivitas 120 menit lebih per
hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2
dan ditemukan dapat mencegah DM sebesar 0,15-0,22 kali. 25

c. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg


Telah dibuktikan pada penyelidikan Framingham bahwa hipertensi
merupakan suatu faktor risiko penting pada diabetes melitus. Hipertensi
merupakan suatu acceleration pada komplikasi kardiovaskular dan
mempunyai pengaruh buruk pada mikroangiopati (retina, ginjal).
Prevalensi hipertensi pada DM dua kali lebih banyak daripada

32

penduduk umum. 80% pasien diabetes menderita hipertensi, di


Indonesia diketemukan 12-26.8% penderita hipertensi oleh karena
diabetes. 29
Christlieb membagi hipertensi dalam 3 kategori:
a. Hipertensi yang dapat disembuhkan dengan pembedahan: Renal
artery stenosis, coarctatio Aorta, pheochromocytoma, Syndrome
Cushing, Hiperaldosteronism primer.
b. Hipertensi tanpa nefropati: Essential, sistolik, kalau ada neuropati,
Supine Hypertension dengan ortostatik Hypertansion.
c. Hipertensi dengan nefropati (Diabetic Hypertension). 29
Hipertensi tanpa nefropati lebih umum ditemukan pada diabetes
tipe 2 sebelum atau sesudah didiagnosis diabetes. Hipertensi dapat
dikaitkan dengan aktivitas plasma renin yang normal, tinggi atau rendah
seperti pada hipertensi esensial. Hipertensi diabetes merupakan
komplikasi berat bagi Diabetes tipe 1 (30-35%) dan juga untuk diabetes
tipe 2. 25% diantaranya meninggal karena nefropati. 29
Menurut Sandeep tahun 2009 menyatakan bahwa hipertensi
merupakan komorbiditas penting dalam diabetes, hipertensi dapat
menjadi penyulit maupun sebagai faktor prediksi diabetes. Hal ini
disebabkan perannya yang sangat penting dalam proses perkembangan
sindrom metabolik. Chuang dkk tahun 2004 menyebutkan bahwa

33

hipertensi sebagai bagian dari sindrom metabolik merupakan faktor


risiko penting bagi penyakit diabetes melitus tipe 2.16
Hipertensi memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
diabetes melitus.17 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adi,
dkk dalam Buletin Kesihatan Masyarakat tentang Prevalens Diabetes
Melitus dan Faktor-Faktor yang Berkaitan Dikalangan penduduk Bukit
Badong, Kuala Selangor di Malaysia, bahwa hipertensi mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus, dan
prevalensi diabetes melitus ditemukan lebih tinggi dikalangan penderita
hipertensi dibanding tidak hipertensi, dan hasil ini di dukung dengan
penelitian sebelumnya bahwa hipertensi menyumbang kejadian diabetes
melitus sebesar 20%.19

d. Dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau


Trigliserida 250 mg/dl)
Konsumsi lemak adalah mengkonsumsi makanan yang lebih
dominan kandungan lemak seperti sop buntut, sate, pizza, burger,
makanan gorengan dll.14
Sumber utama lemak adalah mentega, margarin, lemak hewan
(lemak daging, dan ayam), dan minyak tumbuh-tumbuhan (minyak
kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan
sebagainya). Sumber lemak lain adalah kekacangan, bebijian, daging

34

dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan
yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali
alpukat) sangat sedikit mengandung lemak. 25
Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori
pergramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa
vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K.
berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokan menjadi
lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh
dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetes karena terbukti dapat
memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada
diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty
acid = MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat
memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA
pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total,
kolesterol VLDL, dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan
asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid =
PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,
memperbaiki agregasi trombosit. PIFA mengandung asam lemak omega
3 yang dapat menurunkan sintesi VLDL di dalam hati dan
meningkatkan

aktivitas

enzim

lipoprotein

lipase

yang

dapat

menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat


menurunkan kadar kolesterol. 28

35

Rekomendasi pemberian lemak :


1) Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah
maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.
2) Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh
diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari.
3) Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol
LDL 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat
dikonsumsi 200 mg/hari.
4) Batasi asupan asam lemak bentuk trans.
5) Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam
lemak tidak jenuh rantai panjang.
6) Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari
asupan kalori per hari. 28
Konsumsi saturated fat yang tinggi menyebabkan timbulnya
resistensi insulin dan dislipidemia. Saturated fat dapat menyebabkan
resistensi insulin karena perubahan komposisi phospholipid dalam
membran sel, perubahan sinyal insulin dapat menghambat sintesis
glikogen, atau mekanisme lainnya.30 Orang yang memiliki lemak
berlebihan

pada

batang

tubuh,

terutama

bagian

perut

lebih

memungkinkan terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini


karena lemak pada organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah
untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh

36

energi, kadar asam lemak di dalam darah meningkatkan resistensi


terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot-otot tubuh. 21
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk bahwa ada
hubungan yang signifikan antara trigliserida dan HDL dengan kejadian
diabetes melitus.17 Orang yang mengkonsumsi lemak jenuh mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan
risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 88 kali. 18 dan orang yang
mengkonsumsi lemak 40 gr per hari mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian
DM tipe 2 sebesar 2,07 kali, dan dengan menggunakan analisis
multinominal logistik bahwa mengkonsumsi lemak 40 gr per hari
memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 4,43 kali. 25

e. Pola hidup tidak sehat


1) Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui
dalam kehidupan sehari- hari. Gaya hidup/ life style ini menarik
sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat, minimal dianggap
sebagai faktor risiko dari berbagai macam penyakit.15 Merokok
merupakan salah satu kegiatan yang akan memberikan banyak
dampak negatif terhadap kesehatan. Merokok adalah faktor risiko

37

dari beberapa penyakit, diantaranya kanker, jantung koroner,


diabetes melitus, hipertensi, katarak, dan lain sebagainya. 31
Menurut Tsiara kebiasaan merokok secara mekanisme
biologi dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang
menyebabkan kerusakan fungsi sel endotel dan merusak sel beta di
pankreas.16
Menurut Bustan tahun 1997 jumlah rokok yang dihisap dapat
dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat
dibagi atas 3 kelompok yaitu:
a) Perokok ringan, jika merokok kurang dari 10 batang perhari.
b) Perokok sedang, jika merokok 10-20 batang perhari.
c) Perokok berat, jika merokok lebih dari 20 batang perhari.32
Menurut Bustan tahun 1997 merokok dimulai sejak umur <
10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang
merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya
dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan
semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai
sejak usia remaja, merokok sigaret dapat berhubungan dengan
tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah sehubungan
dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih
dini. 32

38

Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok


dengan kejadian diabetes melitus.17 dan merokok memberikan
risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali. 18

2) Konsumsi alkohol
Alkohol mengandung banyak karbohidrat dan kalori.
Pengaturan

glukosa

darah

menjadi

labih

sulit

apabila

mengkonsumsi alkohol. Pecandu alkohol yang berhenti minum bisa


mengalami hipoglikemia. Alkohol menghambat hati melepaskan
glukosa ke darah sehingga kadar glukosa darah bisa turun. Bila
seseorang mengkonsumsi obat diabetes atau melakukan suntik
insulin, hipoglikemia bisa timbul bila seseorang peminum alkohol.
Oleh karena itu, batasi minum alkohol atau jangan minum alkohol
pada saat perut kosong dan glukosa darah sedang turun.7
Menurut Suyanto alkohol dapat menghambat proses oksidasi
lemak dalam tubuh, yang menyebabkan proses pembakaran kalori
dari lemak dan gula terhambat dan akhirnya berat badan akan
bertambah.

Menurut

Rahatta

dalam

juga

alkohol

dapat

mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan epinefrin


yang mengarah kepada hiperglikemia transient dan hiperlipidemia
sehingga konsumsi alkohol kotraindikasi dengan diabetes.20 Orang
yang mengkonsumsi alkohol

mempunyai hubungan yang

39

signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko


kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 88 kali.18

3) Konsumsi kafein
Kafein merupakan stimulan ringan, termasuk zat psikoaktif
yang paling banyak digunakan di dunia. Kafein terdapat di dalam
kopi, teh, minuman ringan, kokoa, cokelat, serta berbagai resep dan
obat-obat yang dijual bebas. Kafein meningkatkan sekresi
norepinefrin dan meningkatkan aktifitas syaraf pada berbagai area
di otak. Kafein diabsorbsi dari traktus digestivus, dan segera
didistribusikan ke seluruh jaringan kafein mempunyai efek
antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin.

Adenosin

merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi


pada susunan syaraf pusat.33 Kafein diduga dapat meningkatkan
kadar gula darah, sehingga perlu diwaspadai untuk para penderita
diabetes melitus (kencing manis).
Menurut Goodman dan Gilmans tahun 1996 dari beberapa
penelitian fisiologi diketahui bahwa, konsumsi kafein dengan
konsentrasi yang tinggi (4 sampai 8 mg per kg berat badan)
diketahui mempunyai efek meningkatkan FFA (free fatty acid)
dalam

plasma

darah,

merangsang

lipolisis,

meningkatkan

40

konsentrasi serum gliserol, dan mengganggu pengambilan dan


penyimpanan Ca++ oleh sarcoplasmic reticulum pada otot lurik.25
Boden dan Chen tahun 2000 mengatakan bahwa peningkatan
FFA dalam plasma diketahui merupakan penyebab resistensi
insulin, karena penguraian jaringan adiposa atau penyerapan lemak
yang tinggi akan melemahkan stimulasi insulin pada otot rangka
dan liver, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan
sensitivitas insulin. Peningkatan FFA dalam plasma juga dapat
menyebabkan perubahan pada cairan membran sel dan struktur
membran sel, sehingga reseptor insulin mengalami perlekatan
dengan lemak bilayer dan plasma membran, yang pada akhirnya
akan mengganggu jalan masuk reseptor insulin, pengikatan insulin
pada sel dan reaksi insulin. 25
Penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng tahun 2004 bahwa
ada hubungan antara konsumsi kopi dengan penyakit diabetes
melitus, semakin tinggi konsumsi kopi, besarnya risiko DM tipe 2
semakin meningkat. Semakin tinggi konsumsi kopi, laju insidensi
DM tipe 2 semakin meningkat. Seperti penelitian yang dilakukan
olehnya mengenai Risiko Kebiasaan Minuman Kopi pada Kasus
Toleransi Glukosa Terganggu Terhadap Terjadinya DM Tipe 2
ditemukan bahwa mengkonsumsi kopi tinggi (240-359,9 mg kafein
per hari), memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 2, 31 kali,

41

dan konsumsi kopi sangat tinggi (360 mg kafein lebih perhari)


memberikan risiko kejadian sebesar 2, 92 kali dibanding konsumsi
kopi rendah (< 184,6 mg kafein per hari). 25
Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh rnlv7
tahun 2004 tentang konsumsi kopi pada orang sehat yang tidak
menderita diabetes ternyata memperlihatkan hasil yang sebaliknya.
rnlv7 menemukan bahwa konsumsi kopi dan teh dapat
meningkatkan sensitifitas insulin. Setelah melakukan penyesuaian
terhadap konsumsi teh, jumlah gula dan krim yang digunakan di
dalam kopi, kue dan biskuit yang dimakan bersamaan dengan kopi,
konsumsi alkohol, indeks massa tubuh, beratnya aktivitas fisik, dan
status merokok, rnlv7 menemukan bahwa peningkatan konsumsi
1 gelas kopi sehari berhubungan dengan peningkatan sensitifitas
insulin sebesar 0,16 unit. Dengan demikian konsumsi kopi dan teh
secara independen berhubungan dengan peningkatan sensitifitas
insulin. Karena kafein telah dilaporkan dapat mengganggu kerja
insulin, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mungkin
terdapat unsur lain dalam kopi dan teh yang berperan dalam
meningkatkan

sensitifitas

insulin.

Baik

kopi

maupun teh

mengandung senyawa fenol yang mempunyai aktivitas antioksidan.


Terdapat kemungkinan antioksidan di dalam kopi ini dapat
meningkatkan sensitifitas insulin karena telah dilaporkan bahwa

42

antioksidan dapat meningkatkan sensitifitas insulin pada penderita


diabetes melitus tipe 2.33
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tjekyan tahun
2007 dalam jurnal Makara Kesehatan mengenai Risiko Penyakit
Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan Peminum Kopi di Kotamadya
Palembang

Tahun

206-2007,

bahwa

terdapat

hubungan

penurunan risiko kejadian DM Tipe 2 pada kelompok peminum


kopi dengan OR 0,75 artinya kebiasan minum kopi merupakan
faktor protektif sebesar 0.75 kali terhadap kejadian DM Tipe 2.
Frekuensi, kekentalan kopi, jenis kopi, lamanya minum kopi yang
tinggi merupakan faktor protektif terhadap DM tipe 2. 33

4) Kurang Konsumsi buah dan sayur


Sejak tahun 1990, telah dicanangkan dalam Dietary for
American bahwa rekomendasi minimal untuk mengkonsumsi buah
adalah 2 porsi/hari dan 3 porsi/hari untuk konsumsi sayur atau
setara dengan konsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari. Menurut
WHO/FAO (2003), yang dimaksud dengan satu porsi sayur adalah
1 mangkuk sayur segar atau mangkuk sayur masak dan satu porsi
buah adalah 1 potongan sedang atau 2 potongan kecil buah atau 1
mangkuk buah irisan. Konsumsi buah dan sayur dianggap cukup
apabila asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari.

43

Sedangkan yang dianggap kurang apabila asupan buah dan sayur


kurang dari 5 porsi sehari. 14
Konsumsi buah dan sayur menurut adalah frekuensi rata-rata
dan porsi asupan buah dan sayur responden dalam sehari selama
seminggu.14 buah dan sayur banyak mengandung serat yang
berguna untuk menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah.
Pada umumnya, makanana serat tinggi mengandung energi rendah,
dengan demikan dapat membantu menurunkan berat badan. Serat
makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua
makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi
berpengaruh baik untuk kesehatan. 26
Menurut Sukardji tahun 2007 konsumsi serat terutama
insoluble fiber (serat tidak larut) yang terdapat biji-bijian dan
beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya diabetes
dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur
gula darah di dalam tubuh.20 Serat terdiri atas dua golongan, yaitu
serat larut air dan tidak larut air. Serat tidak larut air adalah
selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang banyak terdapat dalam
dedak beras, gandum, sayuran, dan buah-buahan. Serat golongan
ini dapat melancarkan defekasi sehingga mencegah obtipasi,
hemoroid, dan diverticulosis. Serat larut air yaitu pektin, gum, dan
mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacang-

44

kacangan, sayur, dan buah-buahan. Serat golongan ini dapat


mengikat empedu sehingga dapat menurunkan absorbsi lemak dan
kolesterol darah, sehingga menurunkan risiko, mencegah, atau
meringankan penyakit jantung koroner dan dislipidemia.26
Pada Studi yang dilakukan terhadap 84.000 perawat wanita
yang mulai diteliti oleh peneliti Harvard pada tahun 1980
mendapatkan hubungan antara konsumsi kekacangan dan risiko
DM tipe 2. Jika dibandingkan dengan wanita yang jarang makan
kacang, mereka yang makan satu sampai dengan 4 ons setiap
minggu mempunyai pengurangan 16% insiden DM tipe 2 , dan
mereka yang makan sedikitnya 5 ons perminggu memperlihatkan
pengurangan 27%. Para peneliti berpendapat, bahwa meskipun
kekacangan dapat memberikan 80% kalori lemak, lemak itu adalah
lemak jenis unsaturated yang dapat mengontrol hormon insulin dan
glukosa. Ditemukan bahwa mengkonsumsi serat 25 gr per hari
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2
dan dapat mencegah kejadian DM tipe 2 sebesar 0,29- 0,42 kali.25

D. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi yang disebabkan dari penyakit diabetes adalah dehidrasi,
napas berbau, mual, muntah, napas dalam dan semakin cepat, keadaan yang
sangat lemah, penyakit arteri koroner, nefropati, neuropati, dan retinopati. 21

45

DM dapat menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai


dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi itu bisa berupa, masingmasing pada sistem:
1. Sistem kardiovaskuler : hipertensi, infark miokard, dan insufiensi koroner.
2. Mata: retinopati diabetika dan katarak.
3. Saraf: neropati diabetika.
4. Paru-paru: TBC.
5. Ginjal: pielonefritis dan glomeruloskelrosis.
6. Hati: sirosis hepatitis.
7. Kulit: gangren, ulkus dan furunkel.8

E. Pencegahan Diabetes Melitus (DM)


Pada penyakit diabetes melitus (DM) seperti juga pada penyakit lain
usaha pencegahan terdiri dari:
1. Pencegahan primer, yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit DM,
meliputi penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat
sedini mungkin dengan memberikan pedoman untuk mempertahankan
pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang (meningkatkan konsumsi
sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat
sederhana, melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur
dan kemampuan, serta menghindari obat yang bersifat diabetogenik.11

46

2. Pencegahan sekunder, yaitu sejak awal sudah harus dicegah kemungkinan


timbulnya komplikasi kronis sehingga penderita dapat hidup sehat dan
wajar berdampingan dengan penyakitnya. Peningkatan nilai kualitas hidup
penderita lebih ditekankan dan juga diupayakan selama mungkin
timbulnya komplikasi kronis.
Pilar utama pengelolaan penyakit diabetes melitus sampai saat ini
tetap berdasarkan perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik,
penyuluhan, dan pemantauan mandiri kadar glukosa darah atau urin.11

47

F. Teori Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit


Diabetes Melitus (DM)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi

Faktor risiko yang tidak dapat


dimodifikasi

1. Kegemukan/obesitas

1. Usia/Umur > 45 tahun

2. Aktivitas fisik

2. Riwayat keluarga DM

3. Hipertensi, tekanan darah


diatas 140/90 mmHg

3. Riwayat diabetes
gestasional

4. Konsumsi lemak

4. Jenis kelamin

5. Pola hidup tidak sehat:

5. Pendidikan

a. Merokok
6. Pekerjaan
b. Konsumsi alkohol
c. Konsumsi kafein
d. Kurang konsumsi buah

dan sayur

Diabetes Melitus

Sumber: Modifikasi Teori Depkes (2006)34, Depkes (2008)13, Notoatmodjo


(2003)15, Rahajeng (2004)25

48

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan pedoman untuk penelitian dan
merupakan model yang menunjukan hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen, dimana masing-masing variabel tersebut sudah dapat
dioperasionalkan dan diukur oleh peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus
yang meliputi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat
dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu obesitas, aktivitas fisik,
hipertensi, konsumsi lemak, diet tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur), dan faktor yang tidak
dapat dimodifikasi yaitu usia, riwayat keluarga DM, riwayat diabetes
gestasional, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada gambar 3.1 dibawah ini, namun dalam penelitian ini ada beberapa
variabel yang tidak diteliti oleh peneliti karena pada penelitian RISKESDAS
2007 variabel tersebut tidak tersedia. Variabel tersebut yaitu riwayat keluarga
DM dan riwayat diabetes gestasional yang termasuk ke dalam faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi.

49

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor risiko yang tidak dapat


dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pedidikan
4. Pekerjaan
Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi:
1. Obesitas
2. Aktivitas fisik
3. Hipertensi
4. Konsumsi lemak
5. Merokok
6. Konsumsi alkohol
7. Konsumsi kafein
8. Kurang konsumsi buah
dan sayur

Penyakit
Diabetes
Melitus

50

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No

Variabel

Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

1.

Diabetes
Melitus (DM)

2.

3.

Skala

Penyakit dengan kadar gula


darah yang melebihi normal
dengan kadar glukosa 200
mg/dl setelah dua jam
pembebanan.27

Pengambilan
spesimen
darah
responden

Alat-alat
medis untuk
pengambilan
spesimen
darah

0. Diabetes Melitus, jika


200 mg/dl
1. Non diabetes melitus,
jika < 200 mg/dl.

Ordinal

Umur

Masa hidup responden dalam


tahun dengan pembulatan ke
bawah atau umur pada waktu
ulang tahun yang terakhir.14

Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
B4K5

Umur responden dalam


tahun

Ratio

Jenis Kelamin

Perbedaan seks yang di dapat


sejak lahir yang dibedakan
antara laki-laki dan
perempuan.14

Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
B4K4

0. Perempuan
1. Laki-laki.15

Nominal

51

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan)
No

Variabel

4.

Pendidikan

5.

Pekerjaan

6.

Obesitas

7.

Aktivitas fisik

Definisi Operasional
Tingkat pendidikan tertinggi
yang telah dicapai
responden.15
Pekerjaan yang menggunakan
waktu terbanyak responden
atau pekerjaan yang
memberikan penghasilan
terbesar.14
Berdasarkan perhitungan
IMT, yaitu BB (kg)/TB2(m).4
Segala aktivitas fisik yang
dilakukan terus-menerus
selama 10 menit atau lebih
dalam setiap kali kegiatan
baik yang berkaitan dengan
pekerjaan, waktu segang dan
perjalanan.14

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Angket
Riskesdas
2007
Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
kolom 7
Kuesioner
Riskesdas
kolom 8

0. Rendah, jika SMP


1. Tinggi, jika SMA.20

Ordinal

0. Tidak bekerja
1. Bekerja. 15

Ordinal

Angket
Riskesdas
2007
Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas U1
dan U2A
Kuesioner
Riskesdas
D22-D30

0. Obesitas/kegemukan,
jika IMT 25
1. Normal, jika IMT < 25.4
0. Kurang, jika < 150 menit
selama lima hari dalam
seminggu.
1. Cukup, jika 150 menit
selama lima hari dalam
seminggu.4

Ordinal

Ordinal

52

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan)
No

Variabel

8.

Hipertensi

9.

Konsumsi
lemak

Definisi Operasional
Hasil pengukuran tekanan
darah sistolik 140 mmHg
atau tekanan darah diastolik
90 mmHg .36
Konsumsi makanan
berlemak, yaitu makanan
yang lebih dominan
kandungan lemak seperti sop
buntut, sate, pizza, burger,
makanan gorengan dll.14

Cara Ukur

Alat Ukur

Pengukuran
tekanan darah

Tensimeter
digital

Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
D35

Hasil Ukur
0. Ya, jika tekanan darah
140/90 mmHg.
1. Tidak, jika tekanan
darah < 140/90 mmHg.36
0. Sering, jika
mengkonsumsi 1 kali
atau > 1 kali per hari
1. Jarang, jika
mengkonsumsi 3-6 kali,
1-2 kali per minggu dan
3 kali per bulan
2. Tidak pernah, jika tidak
pernah mengkonsumsi
makanan berlemak.4

Skala
Ordinal

Ordinal

53

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan)
No

Variabel

Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

10. Merokok

Kebiasaan merokok sekarang


meliputi jumlah batang rokok
yang biasa dihisap setiap hari
sesuai jenis.14

Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
D11

0. Perokok berat, jika merokok Ordinal


> 20 batang perhari.
1. Perokok sedang, jika
merokok 10-20 batang
perhari.
2. Perokok ringan, jika
merokok < 10 batang
perhari.
3. Tidak pernah merokok.

11. Konsumsi
alkohol

Minuman yang mengandung


alkohol antara lain adalah bir,
wine, anggur sprit, fermentasi
sari buah atau minuman
setempat seperti tuak, poteng
cap tikus, topi miring.14

Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
D18-D19

0. Ya, jika konsumsi alkohol


dalam 1 bulan terkahir
1. Tidak, jika tidak konsumsi
alkohol dalam 1 bulan
terakhir dan tidak pernah
konsumsi alkohol.4

Ordinal

54

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan)
No

Variabel

Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

12.

Konsumsi
kafein

Minuman yang mengandung


kafein seperti kopi, coca
cola, keratingdaeng .14

Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
D35

13.

Kurang
konsumsi buah
dan sayur

Frekuensi rata-rata dan porsi


asupan buah dan sayur
responden dalam sehari
selama seminggu.14

Angket
Riskesdas
2007

Kuesioner
Riskesdas
D31-D34

Hasil Ukur
0. Sering, jika mengkonsumsi
1 kali atau > 1 kali per hari
1. Jarang, jika mengkonsumsi
3-6 kali, 1-2 kali per
minggu dan 3 kali per
bulan
2. Tidak pernah, jika tidak
pernah mengkonsumsi
minuman berkafein.14
0. Kurang, jika konsumsi
buah dan sayur < 5 porsi
sehari selama seminggu.
1. Cukup, jika konsumsi buah
dan sayur 5 porsi sehari
selama minggu.14

Skala
Ordinal

Ordinal

55

C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan penyakit DM pada penduduk daerah
perkotaan di Indonesia tahun 2007.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit DM pada penduduk
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
3. Ada hubungan antara pendidikan dengan penyakit DM pada penduduk
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan penyakit DM pada penduduk
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
5. Ada hubungan antara obesitas dengan penyakit DM pada penduduk daerah
perkotaan di Indonesia tahun 2007.
6. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan penyakit DM pada penduduk
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
7. Ada hubungan antara hipertensi dengan penyakit DM pada penduduk
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
8. Ada hubungan antara konsumsi lemak dengan penyakit DM pada
penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
9. Ada hubungan antara merokok dengan penyakit DM pada penduduk
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
10. Ada hubungan antara konsumsi alkohol dengan penyakit DM pada
penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
11. Ada hubungan antara konsumsi kafein dengan penyakit DM pada
penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
12. Ada hubungan antara kurang konsumsi buah dan sayur dengan penyakit
DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.

56

BAB IV
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Disain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan disain studi
cross sectional, dimana variabel independen sebagai faktor risiko

dan

variabel dependen sebagai penyakit diambil dalam waktu bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di bagian Jaringan Informasi dan Publikasi
Penelitian (JIPP) berdasarkan data Riskedas (riset kesehatan dasar) 2007 di
Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2010.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Riskesdas bidang Biomedis dilakukan di 33 provinsi di Indonesia
dengan populasi penduduk di daerah urban di Indonesia yang berusia 15
tahun keatas, jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas dan tinggal
di daerah perkotaan adalah 162,98 juta jiwa.37

57

2. Sampel
Sampel untuk Riskesdas adalah rumah-tangga terpilih di BS terpilih
menurut sampling yang dilakukan oleh BPS untuk Susenas 2007. Seluruh
anggota rumah-tangga terpilih merupakan unit observasi/ pengamatan
dalam rumah-tangga, sesuai dengan kuesioner yang telah disiapkan.
Instrumen untuk wawancara, pemeriksaan antropometri dipergunakan
untuk seluruh anggota rumah tangga terpilih.
Kerangka pengambilan sampel (sampling frame) menggunakan blok
sensus (BS) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Cara pengambilan sampel
adalah cluster sampling dengan menggunakan blok sensus BPS.
Rancangan sampel 2 tahap di daerah perkotaan. Untuk rancangan sampel 2
tahap, tahap-1 dari kerangka sampel BS dipilih sejumlah BS secara
probability proportional to size (PPS) sampling, artinya penentuan
banyaknya blok sensus disesuaikan dengan jumlah penduduk secara
proporsional. Jumlah blok sensus dalam Riskesdas 2007 adalah 17.150
blok sensus dari 440 kabupaten/kota. Pada tahap-2, dari setiap blok sensus
terpilih kemudian dipilih 16 rumah tangga secara acak sederhana (linear
systematic sampling).
Sampel Riskesdas bidang biomedis adalah seluruh anggota rumah
tangga (RT) dari RT terpilih di blok sensus terpilih di daerah urban sesuai
Susenas Kor 2007 yang berjumlah 6.474 blok sesnsus. Jumlah sampel
yang diambil adalah 15% daerah urban di Indonesia secara systematic

58

random sampling. Besar sampel adalah 15.536 RT dari 971 BS. Jumlah
rumah tangga yang terpilih sebanyak 15.536 rumah tangga dan anggota
rumah tangga yang diambil sampel gula darahnya berjumlah 24.417
individu, setelah dilakukan proses cleaning data jumlah sampel tersisa
yang siap dianalisis berjumlah 17.641 individu.
Gambar 4.1 Alur Pengambilan Sampel Biomedis Pemeriksaan
Gula Darah Riskesdas 2007

Propisnsi

33propinsi

Kabupaten/Kota

440 kabupaten/kota

Blok sensus

17.150 blok sensus

Blok sensus perkotaan

6.474 blok sensus

Blok sensus perkotaan


terpilih (15%)

971 blok sensus terpilih

Sampel RT terpilih

Anggota RT usia 15
thn terpilih
Sumber:

15.536 RT

Pencacahan 24.417 individu

Pedoman Pengambilan, Penyimpanan, Pengemasan dan


Pengiriman Spesimen Darah dan Metodelogi Penelitian
Riskesdas 2007. 38, 35

59

Kriteria inklusi pemeriksaan glukosa darah adalah usia 15 tahun


keatas, tidak hamil (alasan medis dan etika), tercantum dalam daftar
responden

Kesehatan Masyarakat,

bersedia

menandatangani

surat

pernyataan ikutserta (informed consent) dalam penelitian. Dan kriteria


eksklusi pemeriksaan glukosa darah adalah riwayat perdarahan (hemofili,
ITP) penyakit kronis yang menggunakan obat pengencer darah (asam
asetil salisilat: asetosal, aspirin, aspilet, ascardia) secara rutin. 38
Untuk kepentingan analisis penelitian, maka perhitungan sampel
minimal disesuaikan dengan rumus uji yang akan digunakan yaitu rumus
uji hipotesis beda dua proporsi (two-tail) (Ariawan,1998) sebagai berikut:
[ Z

1-/2

2P(1-P ) + Z

1- P1(1-P1)

+ P2(1-P2)] 2

n=

X deff
(P1 - P2)

Keterangan : n

= Jumlah sampel penelitian

Z1-/2

= Derajat kemaknaan, 5%

Z1-

= Kekuatan Uji, 99%

P1

= Proporsi kejadian diabetes di Indonesia (pada jenis


kelamin laki-laki), SKRT (2004) ; P1 = 12,9% =
0,129

60

P2

= Proporsi kejadian diabetes di Indonesia (pada jenis


kelamin perempuan), SKRT (2004) ; P2 = 9,7% =
0,097

= Rata-rata pada populasi

P=

P1+P2
P2

Berdasarkan rumus diatas, di dapatkan jumlah sampel minimal yang


dibutuhkan yaitu 4151, dikalikan dengan disain efek (dua) 2, maka jumlah
sampel yang dibutuhkan 8302 orang. Untuk menghindari drop out atau
missing jawaban dari responden maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah
sampel yang di dapat sehingga jumlah sampel secara keseluruhan
sebanyak 9133 orang. Jumlah sampel minimal ini digunakan oleh peneliti
untuk menilai kecukupan dan melihat apakah jumlah sampel tersebut
memenuhi syarat untuk dilakukan uji hipotesis. Adapun jumlah sampel
yang dianalisis berjumlah 17.641 orang. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan jumlah sampel yang didapatkan sudah memenuhi syarat untuk
dilakukan uji hipotesis.
Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan
kekuatan uji untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan
antara dua variabel yang diteliti. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan
uji menggunakan rumus di atas didapatkan didapatkan hasil Z 1- adalah
99%.

61

D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner RISKESDAS
2007. Dibawah ini adalah beberapa variabel yang diteliti oleh peneliti:
Tabel 4.1
Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian
No.
Variabel Penelitian
1. Diabetes Melitus (DM)

Instrument Penelitian
Alat kimia klinis otomatis atau
fotometri

2.

Umur

Kuesioner Riskesdas kolom 5

3.

Jenis Kelamin

Kuesioner Riskesdas kolom 4

4.

Pendidikan

Kuesioner Riskesdas kolom 7

5.

Pekerjaan

Kuesioner Riskesdas kolom 8

6.

Obesitas

Timbangan Digital dan Microtoise

7.

Aktivitas fisik

Kuesioner Riskesdas D22-D30

8.

Hipertensi

Digital Sphygmomanometer

9.

Konsumsi lemak

Kuesioner Riskesdas D35

10. Merokok

Kuesioner Riskesdas D11-D17

11. Konsumsi alkohol

Kuesioner Riskesdas D18-D21b

12. Konsumsi kafein

Kuesioner Riskesdas D35

13. Kurang konsumsi buah dan Kuesioner Riskesdas D31-D34


sayur
Sumber : Pedoman Pengisian Kuesioner RISKESDAS 2007, Pedoman
Pengukuran dan Pemeriksaan RISKESDAS 2007, Pedoman
Pengambilan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengriman
Spesimen Darah.14, 36, 28
Keterangan: D: Kode kuesioner pertanyaan prilaku
U: Kode kuesioner pengukuran

62

1. Scoring (Penilaian)
a. Umur
Masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah
atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Dalam penelitian ini
dilihat dari rata-rata umur responden.
b. Jenis kelamin
Perbedaan seks yang di dapat sejak lahir yang dibedakan antara
laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini jenis kelamin
dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu perempuan dengan nilai 0 (nol) dan
laki-laki dengan nilai 1 (satu).
c. Pendidikan
Pendidikan di ukur berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang
telah dicapai responden, dalam penelitian ini pendidikan dikategorikan
menjadi dua yaitu rendah dan tinggi. Penilaian rendah dilakukan dengan
memberikan nilai 0 (nol) jika SMP, dan penilaian tinggi dilakukan
dengan memberikan nilai 1 (satu) SMA.
d. Pekerjaan
Pekerjaan di ukur berdasarkan pekerjaan yang menggunakan waktu
terbanyak responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan
terbesar. Dalam penelitian ini pekerjaan dikategorikan menjadi dua
yaitu tidak bekerja dan bekerja. Penilaian tidak bekerja dilakukan
dengan memberikan nilai 0 (nol) dan bekerja diberikan nilai 1 (satu).

63

e. Obesitas
Obesitas di ukur berdasarkan hasil pengukuran IMT, obestitas
dikategorikan menjadi dua yaitu obesitas dan normal. Penilaian obesitas
dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) untuk IMT 25, dan
penilaian normal dilakukan dengan memberikan nilai 1 (satu) untuk
IMT < 25.
f. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori,
misalnya menyapu, mengepel, mencuci baju, menimba air, bercocok
tanam dll. Aktivitas fisik dikategorikan menjadi dua yaitu aktivitas
kurang dan aktivitas cukup. Penilaian aktivitas kurang dilakukan
dengan memberikan nilai 0 (nol) jika < 150 menit selama lima hari
dalam seminggu dan penilaian aktivitas cukup dilakukan dengan
memberikan nilai 1 (satu) jika 150 menit selama lima hari dalam
seminggu.
g. Hipertensi
Hipertensi di ukur berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.
Penilaian hipertensi dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) jika
tekanan darah 140/90 mmHg, dan penilaian tidak hipertensi dilakukan
dengan memberikan nilai 1 (satu) jika tekanan darah < 140/90 mmHg.

64

h. Konsumsi lemak
Konsumsi makanan berlemak, yaitu makanan yang lebih dominan
kandungan lemak seperti sop buntut, sate, pizaa, burger, makanan
gorengan dll. Penilaian dilakukan dengan memberikan kategori sering
dengan nilai 0 (nol) jika mengkonsumsi 1 kali atau > 1 kali per hari,
kategori jarang dengan nilai 1 (satu) jika mengkonsumsi 3-6 kali, 1-2
kali per minggu dan < 3 kali per bulan dan kategori tidak pernah dengan
nilai 2 (dua) jika tidak pernah mengkonsumsi makanan berlemak.
i. Merokok
Merokok adalah kebiasaan merokok sekarang meliputi jumlah
batang rokok yang biasa dihisap setiap hari sesuai jenis. Merokok
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu perokok berat, sedang dan
ringan. Penilaian perokok berat dilakukan dengan memberikan nilai 0
(nol) jika merokok > 20 batang per hari, penilaian perokok sedang
dilakukan dengan memberikan nilai 1 (satu) jika merokok 20-10 batang
per hari, penilaian perokok ringan dilakukan dengan memberikan nilai 2
(dua) jika merokok < 10 batang per hari, dan penilaian tidak pernah
merokok dengan memberikan nilai 3 (tiga).
j. Konsumsi alkohol
Konsusmi alkohol adalah konsumsi minuman yang mengandung
alkohol antara lain adalah bir, wine, anggur sprit, fermentasi sari buah
atau minuman setempat seperti tuak, poteng cap tikus, topi miring.

65

Konsumsi alkohol dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori


konsumsi dan tidak konsumsi alkohol. Penilaian konsumsi alkohol
dengan memberikan nilai 0 (nol) jika konsumsi alkohol dalam 1 bulan
terakhir dan memberikan nilai 1 (satu) jika tidak konsumsi alkohol
dalam 1 bulan terakhir dan tidak pernah konsumsi alkohol.
k. Konsumsi kafein
Konsumsi kafein adalah konsumsi minuman yang mengandung
kafein seperti kopi, coca cola, keratingdaeng. Konsumsi kafein
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kategori sering, jarang dan
tidak pernah. Penilaian sering dilakukan dengan memberikan nilai 0
(nol) jika mengkonsumsi 1 kali atau > 1 kali per hari, jarang dengan
nilai 1 (satu) jika mengkonsumsi 3-6 kali, 1-2 kali per minggu dan < 3
kali per bulan dan tidak pernah dengan nilai 2 (dua) jika tidak pernah
mengkonsumsi minuman berkafein.
l. Kurang konsumsi buah dan sayur
Konsumsi buah dan sayur dilihat dari frekuensi rata-rata dan porsi
asupan buah dan sayur responden dalam sehari selama seminggu.
Konsumsi buah dan sayur dikategorikan menjadi dua kategori yaitu
kurang dan cukup. Penilaian konsumsi kurang dilakukan dengan
memberikan nilai 0 (nol) jika konsumsi buah dan sayur < 5 porsi sehari
selama seminggu, dan penilaian konsumsi cukup dilakukan dengan

66

memberikan 1 (satu) jika konsumsi buah dan sayur sayur 5 porsi


sehari selama minggu.

E. Pengumpulan Data Biomedis dan Tekanan Darah


1. Pengumpulan Data Biomedis Diabetes Melitus
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder
RISKESDAS 2007. Data yang dikumpulkan adalah hasil pemeriksaan
biomedis. Pengumpulan data biomedis berupa spesimen darah dilakukan
di 33 provinsi di Indonesia dengan populasi penduduk di blok sensus
perkotaan di Indonesia. Pengambilan sampel darah dilakukan dari anggota
rumah tangga yang berumur 15 tahun, kecuali wanita hamil (alasan
etika). Responden terpilih memperoleh pembebanan sebanyak 75 gram
glukosa oral setelah puasa 10-14 jam. Khusus untuk responden yang sudah
diketahui positif menderita diabetes melitus (berdasarkan konfirmasi
dokter) hanya diberi pembebanan sebanyak 300 kalori (alasan medis dan
etika). Pengambilan darah vena dilakukan setelah 2 jam pembebanan.
Darah didiamkan selama 20-30 menit, disentrifius sesegera mungkin untuk
dijadikan serum. Serum segera diperiksa dengan menggunakan alat kimia
klinis otomatis.35

67

2. Pengumpulan Data Tekanan Darah Hipertensi


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder
RISKESDAS 2007. Data yang dikumpulkan adalah hasil pengukuran
tekanan darah. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden
menghindari kegiatan aktivitas fisik seperti olah raga, merokok, dan
makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk
beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran. Pengukuran
dilakukan pada responden dalam kondisi tenang tidak stress, dalam
ruangan yang tenang dan dalam posisi duduk. Kemudian responden duduk
dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi kedua telapak kaki datar
menyentuh lantai dan meletakkan lengan kanan responden di atas meja
sehinga mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden.
Lalu menyingsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden
dan memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak
berbicara pada saat pengukuran.36
Pengukuran tekanan darah dilakukan sampai denyut tidak terdeteksi
dan tekanan udara dalam mancet berkurang, angka sistolik, diastolik dan
denyut nadi akan muncul. Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua
pengukuran sebaiknya antara 2 menit dengan melepaskan mancet pada
lengan. Apabila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih > 10
mmHg, ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat selama 10 menit dengan
melepaskan mancet pada lengan. Apabila responden tidak bisa duduk,

68

pengukuran dapat dilakukan dengan posisi berbaring, dan catat kondisi


tersebut di lembar catatan. 36

F. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam
penelitian. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan
dalam proses pengolahan data adalah editing, coding dan entry data.39
Adapun proses tersebut telah dilakukan oleh Tim manajemen dan kuesioner
Riskesdas 2007. Sedangkan pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti
adalah cleaning data, cleaning data merupakan

proses yang amat

menentukan kualitas hasil RISKESDAS 2007. Pada tahap ini dilakukan


pengecekan kembali terhadap data-data yang missing sebelum data-data
tersebut dianalisis.

G. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan komputer, yaitu
dengan menggunakan program stata. Adapun analisis data yang digunakan
adalah:
1. Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel dependen dan variabel independen. Variabel
tersebut adalah penyakit DM, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

69

obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi


alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur di
Indonesia.
2. Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel independen (umur, jenis kelamin, obesitas, kurang
aktivitas, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) dengan variabel
dependen (penyakit DM) yang diteliti, analisis ini menggunakan dua uji,
yaitu uji Chi-square Test dan Independen T-tes, dengan Pvalue 0,05
artinya ada hubungan signifikan secara statistik antara variabel independen
dan dependen, dan Pvalue 0,05 yang artinya tidak ada hubungan
signifikan secara statistik antara variabel independen dan dependen. Untuk
melihat besarnya hubungan dilihat dari nilai odds rasio (OR). Rumus uji
Chi-square adalah sebagai berikut:
X2 = (0-E) 2
E
Keterangan:
X2 = statistic chi-square
0 = nilai observasi
E = nilai yang diharapkan. 40

70

3. Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor yang paling
dominan mempengaruhi kejadian penyakit DM daerah perkotaan di
Indonesia. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik berganda karena
variabel dependennya berbentuk kategorik dengan model prediksi yang
bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabelindependen yang dianggap baik untuk memprediksi kejadian variabel
dependen, prosedur permodelan multivariat sebagai berikut:
a. Pemilihan kandidat dengan melakukan analisis bivariat antara masingmasing variabel independen dengan variabel dependennya. Apabila
hasil uji bivariat mempunyai nilai Pvalue < 0,25, maka variabel tersebut
menjadi kandidat model dan dapat masuk model multivariat, tetapi jika
Pvalue > 0,25 maka tidak masuk model multivariat.
b. Melakukan analisis variabel yang masuk ke dalam kandidat model
secara bersamaan, kemudian variabel yang memiliki Pvalue 0,05
masuk kedalam model, dan sebaliknya untuk variabel yang Pvalue
0,05 dikeluarkan dari model satu persatu di mulai dari pvalue yang
paling besar.
c. Melakukan tahap model matematis untuk memprediksi variabel
dependennya.

71

BAB V
HASIL

A. Gambaran Umum Daerah Perkotaan di Indonesia


Perkotaan (urban) adalah suatu karakteristik sosio ekonomik dari unit
wilayah administratif terendah. Suatu wilayah dikatakan sebagai perkotaan
jika memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, kegiatan
ekonomi utama, dan tersedianya fasilitas perkotaan seperti sekolah, rumah
sakit, jalan sepal, dan listrik.41
Perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2007 adalah sebesar 225,18
juta jiwa dan persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan menurut
umur penduduk diatas 15 tahun sebesar 72,38 persen, lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan sebesar 69,40
persen.37
Menurut Aditama tahun 2010 Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan yang dikutip dari Menteri Kesehatan, bahwa makin
lama akan semakin banyak masyarakat tinggal di perkotaan. Hal itu akan
berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, khususnya masalah polusi dan
limbah, juga pada ketersediaan air minum. Jika polusi makin tinggi, maka
berbagai penyakit menular dan tidak menular akan mudah timbul.
Dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, penyebab utama kematian pada
masyarakat perkotaan banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular
(degeneratif) salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. 6

72

Faktor risiko yang mempermudah seseorang terkena diabetes melitus


antara lain keturunan, stres kronis, usia di atas 40 tahun, obesitas, hipertensi,
perilaku (kebiasaan) merokok dan minum alkohol, pola aktivitas fisik yang
cenderung jauh dari olahraga, pola makan yang tinggi lemak dan rendah
serat.6

B. Gambaran Penyakit Diabetes Melitus (DM )


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data penyakit
DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
DM
Non DM
Total
Sumber: Data Primer

Frekuensi
Jumlah (n)
792
16.849
17.641

Persen (%)
4,5
95,5
100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui jumlah penduduk yang mengalami


diabetes melitus di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 792
orang (4,5%), dan penduduk yang tidak mengalami diabetes melitus
sebanyak 16.849 orang (95,5%).

73

C. Gambaran Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus (DM)


1. Gambaran Umur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data umur
pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Umur Pada Penduduk Daerah Perkotaan di
Indonesia Tahun 2007
Umur
Umur

Mean
50,04

SD
115,2

Min-Max
15-99

95% CI Interval
48,34112 51,74164

Sumber: Data Primer


Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata umur penduduk di Indonesia
khususnya daerah perkotaan adalah 50,04 tahun, umur minimum penduduk
perkotaan adalah 15 tahun dan maksimum 99 tahun dan berada pada
interval 48,34112 sampai 51,74164 tahun.

2. Gambaran Jenis kelamin


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data jenis
kelamin pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Penduduk Daerah
Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah (n)
9.545
8.096
17.641

Persen (%)
54,1
45,9
100

74

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui jumlah jenis kelamin perempuan di


Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 9.545 orang (54,1%),
dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 8.096 orang (45,9%).

3. Gambaran Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
tingkat pendidikan pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai
berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pada Penduduk Daerah
Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Tingkat Pendidikan
Rendah
Tinggi
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah (n)
10.542
7.099
17.641

Persen (%)
59,8
40,2
100

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui jumlah penduduk yang berpendidikan


rendah di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 10.542 orang
(59,8%), dan penduduk yang berpendidikan tinggi sebanyak 7.099 orang
(40,2%).

4. Gambaran Pekerjaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
tingkat pekerjaan pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai
berikut:

75

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Pekerjaan Pada Penduduk Daerah
Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Pekerjaan
Tidak bekerja
Bekerja
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah (n)
1.651
15.990
17641

Persen (%)
9,4
90,6
100

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui jumlah penduduk yang tidak bekerja


di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 1.651 orang (9,4%),
dan penduduk yang bekerja sebanyak 15.990 orang (90,6%).

5. Gambaran Obesitas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
obesitas pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Obesitas Pada Penduduk Daerah Perkotaan di
Indonesia Tahun 2007
Obesitas
Obesitas
Normal
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah (n)
4.455
13.186
17.641

Persen (%)
25,3
74,7
100

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui jumlah penduduk yang mengalami


obesitas pada penduduk perkotaan di Indonesia sebanyak 4.455 orang
(25,3%), dan penduduk yang normal atau tidak mengalami obesitas
sebanyak 13.186 orang (74,7%). Dari penduduk yang obesitas didapatkan

76

penduduk yang mengalami obesitas berat sebesar 14,2% (IMT >27) dan
penduduk yang mengalami obesitas ringan sebesar 11% (IMT 25-27).

6. Gambaran Aktivitas Fisik


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
aktivitas fisik pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai
berikut:
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Akitivitas Fisik Pada Penduduk Daerah
Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Aktivitas fisik
Kurang
Cukup
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah
8.822
8.819
17.641

Persen (%)
50
50
100

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui jumlah penduduk yang kurang


aktivitas fisik di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 8.822
orang (50%), dan penduduk yang cukup aktivitas fisik sebanyak 8.819
orang (50%).

7. Gambaran Hipertensi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
hipertensi pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:

77

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Hipertensi Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007
Hipertensi
Ya
Tidak
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah
3.214
14.427
17.641

Persen (%)
18,2
81,8
100

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui jumlah penduduk yang mengalami


hipertensi di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 3.124 orang
(18,2%), dan penduduk yang tidak hipertensi sebanyak 14.427 orang
(81,8%).

8. Gambaran Konsumsi Lemak


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
konsumsi lemak pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai
berikut:
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Lemak Pada Penduduk
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Konsumsi lemak
Sering
Jarang
Tidak pernah
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah
2.847
9.010
5.724
17.641

Persen (%)
16,1
51,4
32,4
100

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui jumlah penduduk yang sering


mengkonsumsi lemak di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak

78

2.847 orang (16,1%), jarang konsumsi lemak sebanyak 9.010 orang


(51,4%) dan tidak pernah konsumsi lemak sebanyak 5.724 orang (32,4%).

9. Gambaran Merokok
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
penduduk yang merokok pada daerah perkotaan di Indonesia sebagai
berikut:
Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Perokok Pada Penduduk Daerah Perkotaan
di Indonesia Tahun 2007
Perokok
Berat
Sedang
Ringan
Tidak pernah
Total
S
umber: Data Primer

Jumlah
498
2.451
2.430
12.260
17.641

Persen (%)
2,8
13,9
13,8
69,5
100

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui jumlah perokok berat di Indonesia


khususnya daerah perkotaan sebanyak 498 orang (2,8%), perokok sedang
sebanyak 2.451 orang (13,9%), perokok ringan sebanyak 2.430 (13,8%)
dan tidak pernah merokok sebanyak 12.260 (69,5%).

10. Gambaran Konsumsi Alkohol


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
konsumsi alkohol pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai
berikut:

79

Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Alkohol Dalam 1 Bulan
Terakhir Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Konsumsi alkohol
Ya
Tidak
Total
Sumber: Data Primer
Berdasarkan

tabel

Jumlah
476
17.165
17.641

5.11

diketahui

Persen (%)
2,7
97,3
100

jumlah

penduduk

yang

mengkonsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir di Indonesia khususnya


daerah perkotaan sebanyak 476 orang (2,7%), dan orang yang tidak
konsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir sebanyak 17.165 orang (97,3%).

11. Gambaran Konsumsi kafein


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
konsumsi kafein pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai
berikut:
Tabel 5.12
Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Kafein Pada Penduduk
Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Konsumsi kafein
Sering
Jarang
Tidak pernah
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah
5.984
2.795
8.862
17.641

Persen (%)
33,9
15,8
50,2
100

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui jumlah penduduk yang sering


mengkonsumsi kafein di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak

80

5.984 orang (33,9%), jarang konsumsi kafein sebanyak 2.795 orang


(15,8%) dan tidak pernah konsumsi kafein sebanyak 8.862 orang (50,2%).

12. Gambaran Konsumsi Buah dan Sayur


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data
konsumsi buah dan sayur pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
sebagai berikut:
Tabel 5.13
Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Buah dan Sayur Pada
Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Konsumsi buah dan sayur
Kurang
Cukup
Total
Sumber: Data Primer

Jumlah
17.172
469
17.641

Persen (%)
97,3
2,7
100

Berdasarkan tabel 5.13 diketahui jumlah penduduk yang kurang


konsumsi buah dan sayur di Indonesia khususnya daerah perkotaan
sebanyak 17.172 orang (97,3%), dan orang yang cukup konsumsi buah dan
sayur sebanyak 469 orang (2,7%).

81

D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus


1. Hubungan Antara Umur dengan Penyakit DM
Hubungan antara umur dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat
dilihat dalam tabel 5.14 berikut:
Tabel 5.14
Rata-rata Umur dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada
Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Umur
Status DM
DM

Mean

SD

95% CI Interval

59,30

106,854

51.9 - 66.7

Non DM
49,61
115,575
Sumber: Data Primer

47.9 - 51.4

Pvalue

0,021

792
16849

Berdasarkan tabel 5.14 rata-rata umur penduduk yang mengalami


diabetes melitus adalah 59,30 tahun berada pada interval 51,9 sampai 66,7
tahun dan rata-rata penduduk yang tidak mengalami diabetes melitus (DM)
adalah 49,61 tahun berada pada interval 47,9 sampai 51,4 tahun. Dari
hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,021 artinya pada 5%
ada hubungan signifikan antara umur dengan penyakit diabetes melitus.

2. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Penyakit DM


Hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes melitus
(DM) dapat dilihat dalam tabel 5.15 berikut:

82

Tabel 5.15
Distribusi Jenis Kelamin dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
DM
Non DM
n
%
n
%
Perempuan 489
5,1
9.065
94,9
Laki-laki
303
3,7
7.793
96,3
Total
792
4,5 16.849
95,5
Sumber: Data Primer
Jenis
kelamin

Total
n
9545
8095
17641

%
100
100
100

Pvalue
0,000

Berdasarkan tabel 5.15 diketahui diabetes melitus pada jenis kelamin


perempuan sebanyak 489 orang (5,1%) dan laki-laki sebanyak 303 orang
(3,7%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar
0,000 artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara jenis kelamin
dengan penyakit diabetes melitus.
Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,39 artinya jenis
kelamin perempuan memiliki kecenderungan 1,39 kali untuk terkena
penyakit diabetes melitus dibanding jenis kelamin laki-laki.

3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Penyakit DM


Hubungan antara pendidikan dengan penyakit diabetes melitus (DM)
dapat dilihat dalam tabel 5.16 berikut:

83

Tabel 5.16
Distribusi Pendidikan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada
Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
Pendidikan
DM
Non DM
n
%
n
%
Rendah
469
4,4 10.073
95,6
Tinggi
323
4,5
6.776
95,5
Total
792
4,5 16.849
95,5
Sumber: Data Primer

Total
n
10.542
7.099
17.641

%
100
100
100

Pvalue
0,751

Berdasarkan tabel 5.16 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang berpendidikan rendah sebanyak 469 orang (4,4%) dan penduduk
yang berpendidikan tinggi sebanyak 323 orang (4,5%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,751 artinya pada 5%
tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan penyakit diabetes
melitus.

4. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Penyakit DM


Hubungan antara pekerjaan dengan penyakit diabetes melitus (DM)
dapat dilihat dalam tabel 5.17 berikut:
Tabel 5.17
Distribusi Pekerjaan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada
Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007

Pekerjaan

Penyakit DM
DM
Non DM
n
%
n
%
95
5,7
1.556
94,2

Tidak
bekerja
Bekerja
697
4,4
Total
792
4,5
Sumber: Data Primer

15.293
16849

95,6
95,5

Total
n
1.651

%
100

15.990
17.641

100
100

Pvalue
0,009

84

Berdasarkan tabel 5.17 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang tidak bekerja sebanyak 95 orang (5,7%) dan penduduk yang bekerja
sebanyak 697 orang (4,4%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitasnya sebesar 0,009 artinya pada 5% ada hubungan signifikan
antara pekerjaan dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis
didapatkan nilai OR sebesar 1,34 artinya penduduk yang tidak bekerja
memiliki kecenderungan 1,34 kali untuk mengalami penyakit diabetes
melitus dibanding penduduk yang bekerja.

5. Hubungan Antara Obesitas dengan Penyakit DM


Hubungan antara obesitas dengan penyakit diabetes melitus (DM)
dapat dilihat dalam tabel 5.18 berikut:
Tabel 5.18
Distribusi Obesitas dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada
Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
Obesitas
DM
Non DM
n
%
n
%
Obesitas
344
7,7
4.111
92,3
Normal
448
3,4 12.738
96,6
Total
792
4,5 16.849
95,5
Sumber: Data Primer

Total
n
4.455
13.186
17.641

%
100
100
100

Pvalue
0,000

Berdasarkan tabel 5.18 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang obesitas sebanyak 344 orang (7,7%) dan penduduk yang normal atau
tidak obesitas sebanyak 448 orang (3,4%). Pada penduduk diabetes melitus

85

yang mengalami obesitas berat (IMT > 27) sebesar 8,7% dan yang
mengalami obesitas ringan (IMT 25-27) sebesar 6,4%.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000
artinya pada 5%

ada hubungan signifikan antara obesitas dengan

penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar


2,38 artinya penduduk yang kegemukan memiliki kecenderungan 2,38 kali
untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang
normal atau tidak kegemukan.

6. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM


Hubungan antara aktivitas fisik dengan penyakit diabetes melitus
(DM) dapat dilihat dalam tabel 5.19 berikut:
Tabel 5.19
Distribusi Aktivitas Fisik dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
DM
Non DM
n
%
n
%
Kurang
383
4,3
8.439
95,6
Cukup
409
4,6
8.410
95,4
Total
792
4,5 16.849
95,5
Sumber: Data Primer
Aktivitas
fisik

Total
n
8.822
8.819
17.641

%
100
100
100

Pvalue
0,342

Berdasarkan tabel 5.19 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang kurang aktivitas fisik sebanyak 383 orang (4,3%) dan penduduk
yang cukup aktivitas fisik sebanyak 409 orang (4,6%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,342 artinya pada 5%

86

tidak ada hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan penyakit


diabetes melitus.

7. Hubungan Antara Hipertensi dengan Penyakit DM


Hubungan antara hipertensi dengan penyakit diabetes melitus (DM)
dapat dilihat dalam tabel 5.20 berikut:
Tabel 5.20
Distribusi Hipertensi dengan Penyakit Diabetes Melitus
(DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
Hipertensi
DM
Non DM
n
%
n
%
Ya
168
5,2
3.046
94,8
Tidak
624
4,3 13.803
95,7
Total
792
4,5 16.849
100
Sumber: Data Primer

Total
n
3.214
14.427
17.641

%
100
100
100

Pvalue
0,026

Berdasarkan tabel 5.20 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang mengalami hipertensi sebanyak 168 orang (5,2%), dan penduduk
yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 624 orang (4,3%). Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,026 artinya pada 5%
ada hubungan signifikan antara hipertensi dengan penyakit diabetes
melitus.
Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,2 artinya penduduk
yang mengalami hipertensi memiliki kecenderungan 1,2 kali untuk
mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang tidak
hipertensi.

87

8. Hubungan Antara Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM


Hubungan antara konsumsi lemak dengan penyakit diabetes melitus
(DM) dapat dilihat dalam tabel 5.21 berikut:
Tabel 5.21
Distribusi Konsumsi Lemak dengan Penyakit Diabetes Melitus
(DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Konsumsi
Lemak

Penyakit DM
DM
Non DM
n
%
n
%
130
4,6
2.717
95,4
370
4,1
8.700
96
292
5,1
5.432
95

Sering
Jarang
Tidak
pernah
Total
792
4,5
Sumber: Data Primer

16.849

95,5

Total
n
2.847
9.070
5.724

%
100
100
100

17.641

100

Pvalue
0,014

Berdasarkan tabel 5.21 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang sering mengkonsumsi lemak sebanyak 130 orang (4,6%), penduduk
yang jarang mengkonsumsi lemak sebanyak 370 orang (4,1%) dan
penduduk yang tidak pernah mengkonsumsi lemak sebanyak 292 orang
(5,1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar
0,014 artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi lemak
dengan penyakit diabetes melitus.
Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,91 artinya penduduk
yang sering mengkonsumsi lemak memiliki kecenderungan 0,91 kali untuk
mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang jarang dan
tidak pernah mengkonsumsi lemak .

88

9. Hubungan Antara Merokok dengan Penyakit DM


Hubungan antara merokok dengan penyakit diabetes melitus (DM)
dapat dilihat dalam tabel 5.22 berikut:
Tabel 5.22
Distribusi Perokok dengan Penyakit Diabetes Melitus
(DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007

Perokok

Penyakit DM
DM
Non DM
n
%
n
%
27
5,4
471
94,6
86
3,5
2.365
96,5
88
3,6
2.342
96,4
591
4.8 11.671
95,2

Berat
Sedang
Ringan
Tidak
pernah
Total
792
4,5
Sumber: Data Primer

16.849

95,5

Total
n
498
2.451
2.430
12.262

%
100
100
100
100

17.641

100

Pvalue
0,003

Berdasarkan tabel 5.22 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang perokok berat

dengan rata-rata >20 batang perhari sebanyak 27

orang (5,4%), pada penduduk yang perokok sedang dengan rata-rata 20-10
batang perhari sebanyak 86 orang (3,5%), penduduk yang perokok ringan
dengan rata-rata < 10 batang perhari sebanyak 88 orang (3,%) dan tidak
pernah merokok sebanyak 591 orang (4,8%). Dari hasil uji statistik
didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,003 artinya pada 5% ada
hubungan signifikan antara perokok dengan penyakit diabetes melitus.
Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,89 artinya penduduk
yang perokok berat memiliki kecenderungan 0,89 kali untuk mengalami
penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang perokok sedang,
ringan dan tidak pernah merokok.

89

10. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM


Hubungan antara konsumsi alkohol dengan penyakit diabetes melitus
(DM) dapat dilihat dalam tabel 5.23 berikut:
Tabel 5.23
Distribusi Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
DM
Non DM
n
%
n
%
Ya
9
1,9
467
98,1
Tidak
783
4,6 16.382
95,4
Total
792
4,5 16.849
95,5
Sumber: Data Primer
Konsumsi
alkohol

Total
n
476
17.165
17.641

%
100
100
100

Pvalue
0,005

Berdasarkan tabel 5.23 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 9 orang (1,9%) sedangkan
penduduk yang tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 783 orang (4,6%).
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,005
artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi alkohol
dengan penyakit diabetes melitus.
Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,40 artinya penduduk
yang mengkonsumsi alkohol memiliki kecenderungan 0,40 kali untuk
mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang tidak
mengkonsumsi alkohol.

90

11. Hubungan Antara Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM


Hubungan antara konsumsi kafein dengan penyakit diabetes melitus
(DM) dapat dilihat dalam tabel 5.24 berikut:
Tabel 5.24
Distribusi Konsumsi Kafein dengan Penyakit Diabetes Melitus
(DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Konsumsi
kafein

Penyakit DM
DM
Non DM
n
%
n
%
223
3,7
5.761
96,3
114
4,1
2.681
95,9
445
5,1
8.407
94,9

Sering
Jarang
Tidak
pernah
Total
792
4,5
Sumber: Data Primer

16.849

95,5

Total
n
5.984
2.795
8.862

%
100
100
100

17.641

100

Pvalue
0,000

Berdasarkan tabel 5.24 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang sering mengkonsumsi kafein sebanyak 223 orang (3,7%), pada
penduduk yang jarang mengkonsumsi kafein sebanyak 114 orang (4,1%)
dan pada penduduk yang tidak pernah mengkonsumsi kafein sebanyak 445
orang (5,1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya
sebesar 0,000 artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi
kafein dengan penyakit diabetes melitus.
Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,84 artinya penduduk
yang sering mengkonsumsi kafein memiliki kecenderungan 0,84 kali
untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang
jarang dan tidak pernah mengkonsumsi kafein.

91

12. Hubungan Antara Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit DM


Hubungan antara konsumsi buah dan sayur dengan penyakit diabetes
melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.25 berikut:
Tabel 5.25
Distribusi Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit Diabetes Melitus
(DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Penyakit DM
Konsumsi
buah dan
DM
Non DM
sayur
n
%
n
%
Kurang
764
4,5 16.408
95,6
Cukup
28
6
441
94
Total
792
4,5 16.849
95,5
Sumber: Data Primer

Total
n
17.172
469
17.641

%
100
100
100

Pvalue
0,116

Berdasarkan tabel 5.25 diketahui diabetes melitus pada penduduk


yang sering kurang konsumsi buah dan sayur yang menderita diabetes
melitus sebanyak 764 orang (4,5%) dan penduduk yang cukup konsumsi
buah dan sayur sebanyak 28 orang (6%). Dari hasil uji statistik didapatkan
nilai probabilitasnya sebesar 0,116 artinya pada 5% tidak ada hubungan
signifikan antara konsumsi buah dan sayur dengan penyakit diabetes
melitus.

E. Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Kejadian Penyakit DM


Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel independen
mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Analisis ini
menggunakan regresi logistik berganda karena variabel dependen adalah
variabel kategorik, menggunakan model prediksi dengan asumsi bahwa semua

92

variabel independen sejajar mempengaruhi variabel dependen. Tahap pertama


dalam analisis multivariat adalah pemilihan kandidat model dengan Pvalue <
0,25. Variabel yang masuk dalam kandidat model adalah sebagai berikut:
Tabel 5.26
Variabel-Variabel yang Menjadi Kandidat Model
Variabel
Pendidikan

Pvalue
0,751

Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Obesitas
Aktivitas Fisik
Hipertensi
Konsumsi Lemak
Merokok
Konsumsi Alkohol
Konsumsi Kafein
Konsumsi Buah dan
Sayur
Sumber: Data Primer

0,021
0,000
0,009
0,000
0,342
0,026
0,014
0,003
0,005
0,000
0,116

Keterangan
Tidak masuk
kandidat model
Masuk
kandidat model

Berdasarkan tabel 5.26 Pvalue yang diberi cetak tebal adalah Pvalue <
0,25 yang masuk dalam kandidat model, walaupun variabel aktivitas fisik
memiliki Pvalue 0,25 variabel aktivitas fisik tetap dimasukkan ke dalam
kandidat model karena secara teori variabel tersebut mempunyai hubungan
dengan kejadian diabetes melitus. Untuk tahap selanjutnya adalah tahap
permodelan dengan syarat Pvalue 0,05 dapat dilihat pada tabel 5.26 dibawah
ini:

93

Tabel 5.27
Model Prediksi Multivariat
Variabel

Model
I
0,006
0,175
0,002
0,000
0,142
0,048
0,085
0,183
0,040
0,007
0,251*

Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Obesitas
Aktivitas Fisik
Hipertensi
Konsumsi Lemak
Merokok
Konsumsi Alkohol
Konsumsi Kafein
Konsumsi Buah dan
Sayur
Sumber: Data Primer

Model
II
0,006
0,175
0,002
0,000
0,148
0,047
0,094
0,175*
0,042
0,007
-

Model Model
III
IV
0,006 0,005
0,167 0,171*
0,002 0,002
0,000 0,000
0,192*
0,043 0,046
0,097 0,077
0,037 0,040
0,004 0,006
-

Model
V
0,005
0,002
0,000
0,046
0,079*
0,026
0,001
-

Model
VI
0,004
0,002
0,000
0,050
0,025
0,001
-

Keterangan: * : Pvalue > 0,05

Berdasarkan tabel 5.27 Pvalue yang > 0,05 dikeluarkan satu persatu dari
pvalue yang paling besar, hingga tidak ada lagi variabel yang > 0,05. Pada
model keenam semua variabel memiliki pvalue 0,05 variabel tersebut adalah
umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi dan konsumsi kafein.
1. Model Akhir Multivariat
Tabel 5.28
Model Prediksi Diabetes Melitus (DM)
Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Variabel
B
Umur
0,000
Pekerjaan
0,352
Obesitas
0,856
Hipertensi
0,176
Konsumsi alkohol
-0,767
Konsumsi kafein
-0,143
Constant
2,992
Sumber: Data Primer

Wald
4,991
9,609
132,903
3,857
5,099
11,614
67,428

Pwald
0,004
0,002
0,000
0,050
0,025
0,001
0,000

OR
0,999 (0,999-1,000)
1,421 (1,138-1,775)
2,353 (2,034-2,721)
1,193 (1,000-1,422)
0,464 (0,238-0,904)
0,867 (0,799-0,941)
19,918

94

Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel umur, pekerjaan, obesitas,


hipertensi, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein terbukti berhubungan
signifikan dengan kejadian penyakit diabetes melitus. Dari keenam variabel
diatas variabel obesitas merupakan variabel pertama yang paling besar
mempengaruhi kejadian diabetes melitus karena memiliki nilai OR yang
paling besar dari variabel lainnya yaitu 2,353 artinya orang yang obesitas
mempunyai peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 2,353
kali

dibandingkan

orang

yang

tidak

obesitas/normal

setelah

dikontrol/dipengaruhi dengan variabel umur, pekerjaan, hipertensi, konsumsi


alkohol dan konsumsi kafein.
Variabel pekerjaan merupakan variabel kedua yang paling besar
mempengaruhi kejadian diabetes melitus dengan nilai OR sebesar 1,421
artinya orang yang tidak bekerja mempunyai peluang untuk mengalami
kejadian diabetes melitus sebesar 1,421 kali dibandingkan orang yang bekerja
setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi,
konsumsi alkohol dan konsumsi kafein. Variabel hipertensi merupakan
variabel ketiga yang paling besar mempengaruhi kejadian diabetes dengan
nilai OR sebesar 1,193 artinya orang yang hipertensi mempunyai peluang
untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 1,193 kali dibandingkan
orang yang tidak hipertensi setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan,
obesitas, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein.

95

Selanjutnya adalah variabel umur dengan nilai OR sebesar 0,999 artinya


semakin tua umur seseorang mempunyai peluang untuk mengalami kejadian
diabetes melitus sebesar 0,999 kali dibandingkan dengan orang yang berusia
muda setelah dikontrol dengan variabel pekerjaan, obesitas, hipertensi,
konsumsi alkohol dan konsumsi kafein. Variabel konsumsi kafein dengan nilai
OR sebesar 0,867 artinya orang yang sering mengkonsumsi kafein mempunyai
peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 0,867 kali
dibandingkan orang yang jarang dan tidak pernah mengkonsumsi kafein
setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi dan
konsumsi alkohol. Terakhir adalah variabel konsumsi alkohol dengan OR
sebesar 0,464 artinya orang yang mengkonsumsi alkohol mempunyai peluang
untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 0,464 kali dibandingkan
orang yang tidak mengkonsumsi alkohol setelah dikontrol dengan variabel
umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi dan konsumsi kafein.
Nilai OR pada variabel umur, dan konsumsi alkohol memiliki nilai yang
rendah yaitu dibawah nilai satu yang artinya ketiga variabel tersebut
merupakan faktor pencegah dari kejadian diabetes melitus. Hal ini
diasumsikan bahwa jumlah sampel yang besar menyebabkan data bersifat
homogen seperti pada variabel umur dibawah 60 tahun (93,8%) lebih banyak
dibandingkan umur diatas 60 tahun (6,2%) (penderita diabetes melitus), data
yang homogen dapat mempengaruhi hasil analisis penelitian. Begitupula
dengan variabel konsumsi alkohol dan konsumsi kafein didapatkan penduduk

96

yang mengkonsumsi alkohol 2,7% lebih rendah dibandingkan dengan


penduduk yang tidak mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 97,3% dan
konsumi kafein 33,9% lebih rendah dibandingkan dengan penduduk yang
jarang dan tidak pernah konsumsi kafein 66,1%.
Dari hasil analisis multivariat secara keseluruhan, maka persamaan regresi
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Logit penyakit diabetes melitus = 2,992 + (0,856 x obesitas) + (0,352 x
pekerjaan) + (0,176 x hipertensi) + (0,000 x umur) (0,143 x konsumsi
kafein) (0,767 x konsumsi alkohol).
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa orang yang obesitas menaikkan
0,856 kali kejadian diabetes melitus, orang yang tidak bekerja menaikkan
0,352 kali kejadian diabetes melitus, orang yang hipertensi menaikkan 0,176
kali kejadian diabetes melitus, semakin tua umur seseorang akan menaikkan
0,000 kali kejadian diabetes melitus, orang yang mengkonsumsi kafein dengan
frekuensi sering menurunkan 0,143 kali kejadian diabetes melitus dan orang
yang mengkonsumsi alkohol menurunkan 0,767 kali kejadian diabetes
melitus.
Berdasarkan analisis

yang

dilakukan,

didapatkan

nilai

koefisien

determinan (R square) adalah 0,031 artinya bahwa model model regresi yang
diperoleh dapat menjelaskan 3,1% variasi variabel dependen diabetes melitus.
Dengan demikian, variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi
kafein dan konsumsi alkohol hanya dapat menjelaskan variasi variabel

97

diabetes melitus sebesar 3,1%. Sedangkan 96,9% dijelaskan oleh variabel


lainnya yang tidak diteliti.

98

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2007, itu berarti data
tersebut tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian ini. Sebagai
akibatnya, beberapa variabel yang diperlukan dan diduga berhubungan
dengan penyakit diabetes melitus (DM) tidak bisa diteliti seperti riwayat
keluarga DM dan riwayat pernah menderita diabetes gestasional.
Pada penelitian ini menggunakan disain studi cross sectional dimana
variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang
termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama, penelitian ini
cocok sekali untuk penelitian survei. Disain ini memiliki kekurangan seperti
tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit

secara akurat, tidak

valid untuk meramalkan suatu kecenderungan, kesimpulan korelasi faktor


risiko dengan faktor efek paling lemah dan hubungan sebab akibat tidak
tergambar dengan jelas.
Instrumen penelitian yang digunakan pada variabel tingkat konsumsi
lemak sebatas pertanyaan frekuensi makan tanpa mengukur seberapa banyak
jumlah lemak yang dikonsumsi individu per hari. Sehingga tidak dapat
mengukur jumlah dan kadar lemak yang dikonsumsi per hari, karena dengan

99

mengetahui konsumsi lemak individu perhari terutama konsumsi lemak 40


gram per hari dapat memberikan risiko kejadian DM tipe 2.
Bias pada penelitian seperti pada variabel aktivitas fisik, dimana
pertanyaan pada kuesioner aktivitas fisik adalah recall/mengingat kembali
aktivitas fisik yang dilakukan seseorang sehingga terkadang orang sulit
mengingat kembali aktivitas fisik yang dilakukan selama seminggu dan
dilakukan terus menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali
kegiatan, bisa saja responden menjawab dengan mengira-ngira sehingga hasil
yang di dapatkan tidak valid dan diperlukan kesabaran bagi peneliti dalam
menunggu setiap kali jawaban dari responden, dengan sampel yang besar
pada penelitian ini memiliki bias yang sangat besar pula.
Telah dijelaskan diatas berbagai keterbatasan pada penelitian ini, tetapi
penelitian ini memiliki beberapa kelebihan yaitu pada penelitian ini adalah
penelitian survei pada populasi yang besar dan sampel yang besar, dengan
sampel yang besar lebih bisa menggambarkan keadaan populasi yang
sebenarnya dan juga pada penelitian ini adalah penelitian biomedis dengan
pengambilan spesimen darah untuk pemeriksaan diabetes melitus, dengan
dilakukannya pemeriksaan darah bisa dipastikan secara jelas apakah
responden menderita diabetes melitus atau tidak dan pada penelitian ini orang
yang tidak menyadari bahwa dirinya telah menderita diabetes bisa dipastikan
dengan pemeriksaan sampel darah yang dilakukan.

100

B. Analisis Univariat
1. Gambaran Penyakit DM Daerah Perkotaan di Indonesia
Diabetes Melitus atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan
yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar
gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. 8 Menurut
Depkes (2007) Diabetes melitus adalah Penyakit dengan kadar gula darah
yang melebihi normal dan menunjukan gejala cepat lapar, cepat haus,
sering buang air kecil terutama di malam hari. 1
DM dapat menimbulkan komplikasi hampir pada seluruh sistem tubuh
manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi
tersebut yaitu komplikasi pada sistem kardiovaskuler seperti hipertensi,
infark miokard, dan insufiensi koroner, komplikasi pada mata seperti
retinopati diabetika dan katarak, komplikasi pada saraf seperti neropati
diabetika, komplikasi pada paru-paru seperti TBC, komplikasi pada ginjal
seperti pielonefritis dan glomeruloskelrosis, komplikasi pada hati seperti
sirosis hepatitis dan komplikasi pada kulit seperti gangren, ulkus dan
furunkel.8
Berdasarkan hasil penelitian jumlah penyakit diabetes melitus di
Indonesia tahun 2007 khususnya daerah perkotaan adalah sebanyak 792
orang dengan persentase 4,5%, dan jumlah orang yang tidak menderita
diabetes melitus sebanyak 16.849 orang dengan persentase 95,5%. Jika

101

dibandingkan dengan prevalensi kasus diabetes melitus tahun 2004, kasus


diabetes melitus daerah perkotaan tahun 2007 jauh lebih tinggi.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohan
dkk tahun 2008, dalam penelitiannya mengenai Urban Rural Differences
in Prevalence of Self-Reported Diabetes in IndiaThe WhoICMR Indian
NCD Risk Factor Surveillance di wilayah utara, selatan, timur dan barat
India, mengatakan bahwa kasus diabetes tertinggi ditemukan di daerah
perkotaan yaitu sebesar 7,3% dan terendah di daerah pedesaan sebesar
3,1%.5
Menurut Aditama tahun 2010 Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan yang dikutip dari Menteri Kesehatan, bahwa
makin lama akan semakin banyak masyarakat tinggal di perkotaan. Hal itu
akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, khususnya masalah
polusi dan limbah, juga pada ketersediaan air minum. Jika polusi makin
tinggi, maka berbagai penyakit menular dan tidak menular akan mudah
timbul. Dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, penyebab utama
kematian pada masyarakat perkotaan banyak disebabkan oleh penyakit
tidak menular (degeneratif) salah satunya adalah penyakit diabetes melitus.
Faktor risiko yang mempermudah seseorang terkena diabetes melitus
antara lain keturunan, stres kronis, usia di atas 40 tahun, obesitas,
hipertensi, perilaku (kebiasaan) merokok dan minum alkohol, pola

102

aktivitas fisik yang cenderung jauh dari olahraga, pola makan yang tinggi
lemak dan rendah serat.6, 7

C. Analisis Bivariat
1. Anilisis Hubungan Umur dengan Penyakit DM
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang

secara

drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering


muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah
usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga
tubuhnya tidak peka lagi terhadap.9
Berdasarkan

hasil

penelitian

rata-rata

umur

penduduk

yang

mengalami diabetes melitus (DM) adalah 59,30 (60 tahun) tahun dan ratarata penduduk yang tidak mengalami diabetes melitus (DM) adalah 49,61
tahun (50 tahun). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar
0,021 artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara umur dengan
penyakit diabetes melitus. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat
di dapatkan bahwa umur mempengaruhi kejadian diabetes melitus setelah
dikontrol oleh variabel pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol
dan konsumsi kafein dengan OR keempat terbesar setelah obesitas,
pekerjaan dan hipertensi.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding et
al (2003) bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan

103

kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0.


84 kali.18 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan
Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa
penderita diabetes tertinggi pada usia 61-65 tahun yaitu sebesar 32.5% dan
terendah pada usia kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 4%.
Menurut Waspadji tahun 2008 dibandingkan dengan usia yang lebih
muda, usia lanjut mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari
hati (hepatic glucose production), cenderung mengalami resistensi insulin,
dan gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta
pankreas. Bagi usia lanjut dengan indeks massa tubuh normal, gangguan
lebih banyak pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia
lanjut dengan obesitas, gangguan lebih banyak pada resistensi insulin di
jaringan perifer seperti sel otot, sel hati, dan sel lemak (adiposit). 16
Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian diabetes melitus di daerah
perkotaan dapat dilakukan dengan penyebaran informasi kesehatan terkait
penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus melalui penyuluhan
kesekolah-sekolah, media cetak dan elektronik seperti di majalah, koran,
televisi (TV) dan internet sedini mungkin, penyebaran informsi difokuskan
pada usia remaja atau dewasa.

104

2. Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit DM


Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar untuk
mengidap diabetes sampai usia dewasa awal. Setealah usia 30 tahun,
wanita memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding pria.21 Berdasarkan
hasil penelitian diabetes pada perempuan sebesar 5,1% dan pada laki-laki
sebesar 3,7%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar
0,000 artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara jenis kelamin
dengan penyakit diabetes melitus, jenis kelamin perempuan memiliki
memiliki kecenderungan 1,39 kali untuk mengalami kejadian diabetes
melitus dibanding jenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Harding et al (2003) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara jenis kelamin perempuan dengan penyakit diabetes
melitus tipe 2 dengan risiko kecenderungan 0. 87 kali untuk terkena
diabetes melitus tipe 2.18
Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes
melitus, dan cenderung perempuan lebih berisiko dibanding laki-laki
adalah karena pada perempuan banyak mengalami obesitas seperti pada
penelitian RISKESDAS 2007 bahwa obesitas pada perempuan sebesar
(23,8%) lebih tinggi dibanding laki-laki sebesar (13,9%). Seperti halnya
yang dikatakan oleh Damayanti bahwa wanita lebih berisiko mengidap
diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks
masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual

105

syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh


menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga
wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. 20
Namun, ketika jenis kelamin masuk kedalam model multivariat, hasil
uji tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel jenis kelamin dengan diabetes melitus. Hal ini dikarenakan
adanya interaksi antara variabel independen dalam uji multivariat. Dengan
demikian pengaruh variabel jenis kelamin tertutupi oleh variabel lainnya
yaitu variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol, dan
konsumsi kafein.
Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian diabetes melitus pada
perempuan di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan penyebaran
informasi kesehatan terkait dengan penyakit diabetes melitus melalui
penyuluhan kesekolah-sekolah, media cetak dan elektronik seperti di
majalah, koran, televisi (TV) sedini mungkin, penyebaran informasi
difokuskan pada perempuan.

3. Analisis Hubungan Pendidikan dengan Penyakit DM


Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah
laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempattempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan.15 Dengan pendidikan
yang tinggi biasanya seseorang memiliki banyak pengetahuan tentang

106

kesehatan. Oleh karena itu seseorang diharapkan dapat berprilaku sehat


seperti mencegah dirinya dari suatu penyakit seperti diabetes melitus.
Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang
berpendidikan

rendah

sebesar

4,5%

dan

pada

penduduk

yang

berpendidikan tinggi sebesar 4,0%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitas sebesar 0,291 artinya pada 5% tidak ada hubungan
signifikan antara pendidikan dengan penyakit diabetes melitus.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi, dkk
(1994) bahwa orang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai
hubungan yang signifikan untuk tidak mengalami kejadian diabetes
melitus dibanding orang yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan
karena orang yang berpendidikan tinggi lebih mengetahui faktor-faktor
risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk tidak terkena diabetes
melitus. 19
Walaupun secara statistik pendidikan tidak berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus, tetapi diabetes melitus paling tinggi dialami
oleh orang yang tidak tamat SD (7,1%) hal ini kemungkinan disebabkan
orang yang tidak tamat SD adalah orang yang berpendidikan rendah
memiliki pengetahuan yang rendah pula, termasuk pengetahuan tentang
kesehatan sehingga mempengaruhi prilaku hidup sehatnya. Seperti halnya
yang dikatakan oleh Berg tahun 1986 tingkat pengetahuan seseorang
sangat berpengaruh pada perilaku dan sikap dalam memilih jenis makanan

107

dan selanjutnya

akan

berpengaruh terhadap

keadaan gizi

yang

bersangkutan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi


tingkat pengetahuan gizi dan kesehatannya yang dapat berpengaruh
terhadap pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi. 42

4. Analisis Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit DM


Menurut Almatsier aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh
otot tubuh dan sistem penunjangnya,26 dan menurut Tandra Aktivitas fisik
adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu,
naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan berolahraga tentunya.
Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerak berurutan akan
menguatkan dan mengembangkan otot dan semua bagian tubuh. Termasuk
didalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda, jogging, atau senam.
Semua aktivitas dan olahraga berguna untuk kesehatan Anda. 7
Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang
tidak bekerja sebesar

5,7% sedangkan pada penduduk yang bekerja

sebesar 4,4%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya


sebesar 0,009 artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara pekerjaan
dengan penyakit diabetes melitus, orang yang tidak bekerja memiliki
kecenderungan 1,39 kali untuk mengalami kejadian diabetes melitus
dibanding orang yang bekerja. Kemudian berdasarkan analisis uji
multivariat di dapatkan bahwa pekerjaan mempengaruhi kejadian diabetes

108

melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, obesitas, hipertensi,


konsumsi alkohol dan konsumsi kafein dengan OR kedua terbesar setelah
obesitas.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nyenwe
dkk tahun 2003) di Port Harcourt Nigeria bahwa pekerjaan memiliki
hubungan dengan penyakit diabetes melitus dan mendapatkan 44,2%
orang yang pekerjaannya berat menderita diabetes melitus dan 55,8%
orang yang pekerjaannya ringan menderita diabetes melitus. Tetapi
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yusmayanti tahun 2008 bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan
antara pekerjaan dengan kejadian diabetes melitus.20
Diasumsikan bahwa orang yang tidak bekerja memiliki gaya hidup
yang kurang aktif dan setelah dianalisi ternyata orang yang tidak bekerja
mengalami kurang aktivitas fisik sebesar 55%. Beberapa penelitian dewasa
ini telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki gaya hidup kurang
aktif lebih mungkin terkena diabetes dibandingkan mereka yang hidupnya
aktif. Diyakini bahwa olahraga dan akitivitas fisik meningkatkan pengaruh
insulin atas sel-sel.21

109

5. Analisis Hubungan Obesitas dengan Penyakit DM


Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam darah
menjadi tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi menghantar seluruh
glukosa darah masuk ke dalam sel. Adanya resistensi insulin menyebabkan
kelenjar pankreas terpacu untuk menghasilkan lebih banyak lagi insulin,
dengan maksud menurunkan kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar
insulin di dalam darah menjadi berlebihan. Keadaan ini disebut
hiperinsulinemia, dan ini berbahaya. Dengan mengukur kadar insulin
darah dalam keadaan puasa, maka kadar yang melebihi 30 mU/ml atau
lebih 20 mU/ml menunjukkan adanya hiperinsulinemia. Keadaan
hiperinsulinemia akan menimbulkan penyakit diabetes melitus. 11
Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang
obesitas sebesar 7,7% sedangkan pada penduduk yang normal atau tidak
obesitas sebesar 3,4%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada 5% ada hubungan signifikan
antara penduduk yang obesitas dan penduduk yang normal atau tidak
obesitas dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang obesitas
memiliki kecederungan 2,38 kali untuk mengalami penyakit diabetes
melitus dibanding penduduk yang normal atau tidak obesitas. Kemudian
berdasarkan analisis uji multivariat di dapatkan bahwa obesitas
mempengaruhi kejadian diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel
umur, pekerjaan, hipertensi, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein

110

dengan OR terbesar diantara variabel lainnya. Dengan demikian obesitas


adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian diabetes
melitus di daerah perkotaan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Benner
dkk tahun 2008 pada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa
mempunyai hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian
diabetes melitus.17 Adannya hubungan antara obesitas dengan penyakit
diabetes melitus adalah karena orang yang kegemukan (obesitas) memiliki
sel-sel lemak yang lebih besar pada tubuh mereka. Diyakini bahwa sel-sel
lemak yang lebih besar tidak merespon insulin dengan baik. 21 Prevalensi
obesitas (kegemukan) untuk daerah perkotaan adalah sebesar 23,8%
melebihi angka prevalensi nasional sebesar 19,1%,4 tingginya obesitas di
daerah perkotaan disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat seperti
kurang aktivitas fisik, pola konsumsi dan gaya hidup yang tidak sehat
sebagaimana yang dikatakan oleh Ramaiah tahun 2008 bahwa gaya hidup
yang minim gerak pada masyarakat perkotaan dan pasokan energi yang
berlebihan meningkatkan risiko terkena diabetes melitus yang tidak
tergantung pada insulin. 21
Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian obesitas di daerah
perkotaan dapat dilakukan dengan membuat program jumat sehat, dengan
menggerakkan warga kota/kabupaten untuk melakukan olahraga setiap

111

hari jumat. Dengan harapan dapat menurunkan kejadian obesitas di daerah


perkotaan.

6. Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM


Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan
metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan tingkat
kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar
benda keton dan imbangan cairan tubuh. Pada diabetisi dengan gula darah
tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadi peningkatan
kadar glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. 10
Keuntungan latihan jasmani dapat memberikan kesegaran tubuh,
glukosa darah lebih terkontrol, mengurangi kebutuhan obat atau insulin,
mencegah terjadinya DM dini, menurunkan tekanan darah tinggi,
mengurangi resistensi insulin pada orang yang kegemukan, dan
memperbaiki profil lemak darah yang terganggu.11
Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang
kurang aktivitas fisik

sebesar

4,7% sedangkan pada penduduk yang

cukup aktivitas fisik sebesar 4,3%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitas sebesar 0,218 artinya pada 5% tidak hubungan signifikan
antara aktivitas fisik dengan penyakit diabetes melitus.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding
et al tahun 2003 bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan yang

112

signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM


tipe 2 sebesar 0. 89 kali. 18
Tidak ada hubungan antara variabel aktivitas fisik dengan diabetes
melitus dimungkinkan terjadi bias penelitian dimana pertanyaan pada
kuesioner aktivitas fisik adalah recall/mengingat kembali aktivitas fisik
yang dilakukan seseorang sehingga terkadang orang sulit mengingat
kembali aktivitas fisik yang dilakukan selama seminggu dan dilakukan
terus menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan, bisa
saja responden menjawab dengan mengira-ngira sehingga hasil yang di
dapatkan tidak valid dan diperlukan kesabaran bagi peneliti dalam
menunggu setiap kali jawaban dari responden, dengan sampel yang besar
pada penelitian ini memiliki bias yang sangat besar pula.
Walaupun secara statistik aktivitas fisik tidak berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus, tetapi setelah dianalisis aktivitas fisik
berhubungan dengan obesitas, obesitas merupakan faktor langsung yang
dapat mempengaruhi kejadian diabetes melitus seseorang, orang yang
obesitas memiliki distribusi lemak yang berlebih di dalam tubuhnya seperti
yang dikatakan oleh Ramaiah tahun 2008 orang yang memiliki lemak
berlebihan pada batang tubuh, terutama bagian perut lebih memungkinkan
terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada
organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh
energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam lemak

113

di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya


terhadap hati dan otot-otot tubuh. 21

7. Analisis Hubungan Hipertensi dengan Penyakit DM


Menurut

Sandeep tahun 2009

menyatakan bahwa hipertensi

merupakan komorbiditas penting dalam diabetes, hipertensi dapat menjadi


penyulit maupun sebagai faktor prediksi diabetes. Hal ini disebabkan
perannya yang sangat penting dalam proses perkembangan sindrom
metabolik. Chuang dkk tahun 2004 menyebutkan bahwa hipertensi sebagai
bagian dari sindrom metabolik merupakan faktor risiko penting bagi
penyakit diabetes melitus tipe 2.16
Berdasarkan analisis penelitian diketahui diabetes melitus pada
penduduk yang mengalami hipertensi sebanyak 168 orang (5,2%), dan
penduduk yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 624 orang (4,3%).
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,026
artinya pada 5% ada hubungan signifikan antara hipertensi dengan
penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar
1,2 artinya penduduk yang mengalami hipertensi memiliki kecenderungan
1,2 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk
yang tidak hipertensi. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di
dapatkan bahwa hipertensi mempengaruhi kejadian diabetes melitus
setelah dikontrol oleh variabel umur, pekerjaan, obesitas, konsumsi

114

alkohol dan konsumsi kafein dengan OR terbesar ketiga setelah variabel


obesitas, dan pekerjaan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bener dkk pada tahun 2008 kepada populasi orang dewasa
di Qatar menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
hipertensi dengan kejadian diabetes melitus.17
Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian hipetensi di daerah
perkotaan dapat dilakukan dengan mempromosikan gaya hidup sehat
seperti menghindari stress, rokok, diet tinggi garam, konsumsi kopi yang
berlebih, dan kejadian obesitas.

8. Analisis Hubungan Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM


Konsusmsi saturated fat yang tinggi menyebabkan timbulnya
resistensi insulin dan dislipidemia. Saturated fat

dapat menyebabkan

resistensi insulin karena perubahan komposisi phospholipid dalam


membran sel, perubahan sinyal insulin dapat menghambat sintesis
glikogen, atau mekanisme lainnya.30 Orang yang memiliki lemak
berlebihan pada batang tubuh, terutama bagian perut lebih memungkinkan
terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada
organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh
energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam lemak
di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya
terhadap hati dan otot-otot tubuh.21

115

Berdasarakan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang


sering mengkonsumsi lemak sebesar 4,6%, penuduk yang jarang
mengkonsumsi lemak sebesar 4,1% dan penduduk yang tidak pernah
mengkonsumsi lemak sebesar 5,1%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitasnya sebesar 0,014 artinya pada 5% ada hubungan signifikan
antara konsumsi lemak dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang
sering mengkonsumsi lemak memiliki kecenderungan 0,91 kali untuk
mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang jarang dan
tidak pernah mengkonsumsi lemak. Variabel konsumsi lemak memiliki
OR yang rendah yaitu kurang dari nilai satu artinya variabel konsumsi
lemak merupakan faktor pencegah dari kejadian diabetes melitus hal ini
disebabkan data pada variabel konsumsi lemak yang homogen terlihat dari
persentase penduduk yang konsumsi lemak hanya 16,1% dan penduduk
yang jarang serta tidak pernah mengkonsumsi lemak 83,4%, data yang
homogen dapat mempengaruhi hasil analisis penelitian.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk
tahun 2008 kepada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara trigliserida dan HDL dengan kejadian
diabetes melitus. Sama halnya penelitian yang dilakukan Rahajeng tahun
2004 bahwa mengkonsumsi lemak 40 gr per hari mempunyai hubungan
yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko
kejadian DM tipe 2 sebesar 4,43 kali. 17

116

Menurut tipe daerah pada Riskesdas 2007 prevalensi penduduk yang


mengkonsumsi makanan berlemak lebih tinggi di daerah perkotaan
(14,8%) dibanding daerah pedesaan (11,7%). Hal ini dimungkin karena di
kota besar banyak ditemukan tempat-tempat penjual makanan siap saji
(fast food) yang tinggi lemak dan miskin serat dan konsumen banyak yang
memilih menu fast food, karena keterbatasan waktu maupun fasilitas untuk
menyiapkan makanannya sendiri. Selain itu pada kalangan tertentu
mengkonsumsi fast food juga menjadi bagian dari gaya hidup.
Namun, ketika konsumsi lemak masuk kedalam model multivariat,
hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel konsumsi lemak dengan diabetes melitus. Hal ini
dikarenakan adanya interaksi antara variabel independen dalam uji
multivariat. Dengan demikian pengaruh variabel konsumsi lemak tertutupi
oleh variabel lainnya yaitu variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi,
konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein.
Sebagai usaha untuk mengurangi konsumsi lemak yang tinggi di
daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mempromosikan gaya hidup
sehat dengan menghindari konsumsi makanan siap saji (fast food) dan junk
food yang tinggi lemak dan miskin serat. Kemudian bekerja sama dengan
lintas sektoral dalam izin mendirikan tempat-tempat penjual makanan siap
saji (fast food) dan junk food demi mengurangi menjamurnya tempattempat penjualan fast food dan junk food dengan harapan hal tersebut

117

dapat menurunkan konsumsi lemak yang tinggi pada penduduk di daerah


perkotaan.

9. Analisis Hubungan Merokok dengan Penyakit DM


Menurut Tsiara kebiasaan merokok secara mekanisme biologi dapat
meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang menyebabkan kerusakan
fungsi sel endotel dan merusak sel beta di pankreas. 16 Telah diketahui
bahwa hormone insulin diproduksi oleh sel beta di pulai Langerhans (islets
of Langerhans) dalam pankreas, jika terjadi kerusakan pada pankreas maka
akan mempengaruhi produksi insulin yang akan menghambat jalan masuk
glukosa kedalam sel dan akhirnya akan menimbulkan kadar glukosa yang
meningkat dalam darah dan menyebabkan terjadinya diabetes melitus. 28
Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang
perokok berat sebesar 5,4%, pada penduduk yang perokok sedang sebesar
3,5%, penduduk yang perokok ringan sebesar 3,6% dan pada penduduk
yang tidak pernah merokok sebesar 4,8%. Dari hasil uji statistik
didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,003 artinya pada 5% ada
hubungan siginifikan antara perokok dengan penyakit diabetes melitus.
Penduduk yang perokok berat memiliki kecenderungan 0,89 kali untuk
mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang perokok
sedang, ringan dan tidak pernah merokok. Variabel merokok memiliki OR
yang rendah yaitu kurang dari nilai satu artinya variabel merokok

118

merupakan faktor pencegah dari kejadian diabetes melitus hal ini


disebabkan data pada variabel merokok yang homogen terlihat dari
persentase perokok hanya 2,8% dan perokok sedang, ringan dan tidak
pernah merokok 97,2%, data yang homogen dapat mempengaruhi hasil
analisis penelitian.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk
tahun 2008 bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian diabetes melitus, dan penelitian yang dilakukan
oleh Harding et al tahun 2003 menyatakan bahwa merokok mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan
risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali.18
Namun, ketika merokok masuk kedalam model multivariat, hasil uji
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
variabel merokok dengan diabetes melitus. Hal ini dikarenakan adanya
interaksi antara variabel independen dalam uji multivariat. Dengan
demikian pengaruh variabel merokok tertutupi oleh variabel lainnya yaitu
variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol, dan
konsumsi kafein.
Sebagai usaha untuk mengurangi jumlah perokok di daerah perkotaan
dapat dilakukan dengan penyuluhan dan promosi kesehatan mengenai
bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari rokok. Dengan harapan hal
tersebut dapat menurunkan jumlah perokok di daerah perkotaan.

119

10. Analisis Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM


Alkohol mengandung banyak karbohidrat dan kalori. Pengaturan
glukosa darah menjadi labih sulit apabila mengkonsumsi alkohol. Pecandu
alkohol yang berhenti minum bisa mengalami hipoglikemia. 7 Berdasarkan
hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang mengkonsumsi
alkohol sebesar

1,9% sedangkan penduduk yang tidak mengkonsumsi

alkohol sebesar 4,6%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai


probabilitasnya sebesar 0,005 artinya pada 5% ada hubungan signifikan
antara konsumsi alkohol dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang
mengkonsumsi alkohol memiliki kecenderungan 0,40 kali untuk
mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang tidak
mengkonsumsi alkohol. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di
dapatkan bahwa konsumsi alkohol mempengaruhi kejadian diabetes
melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, pekerjaan, obesitas, dan
konsumsi kafein dengan OR terendah dari variabel lainnya. Dengan
demikian variabel konsumsi alkohol merupakan variabel yang paling
rendah mempengaruhi kejadian diabetes melitus dibanding dengan
variabel obesitas, pekerjaan, hipertensi, umur dan konsumsi kafein.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding et
al tahun 2003 bahwa konsumsi alkohol

mempunyai hubungan yang

signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM


tipe 2 sebesar 0. 88 kali.18 Menurut Suyanto alkohol dapat menghambat

120

proses oksidasi lemak dalam tubuh,

yang

menyebabkan proses

pembakaran kalori dari lemak dan gula terhambat dan akhirnya berat
badan akan bertambah.20 Telah dijelaskan diatas bahwa berat badan yang
berlebih merupakan faktor pencetus diabetes melitus.
Sebagai usaha untuk mengurangi konsumsi alkohol pada penduduk di
daerah perkotaan dapat dilakukan dengan penyuluhan dan promosi
kesehatan mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari konsumsi
alkohol. Dengan harapan hal tersebut dapat menurunkan jumlah penduduk
yang mengkonsumsi alkohol di daerah perkotaan.

11. Analisis Hubungan Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM


Kafein merupakan stimulan ringan, termasuk zat psikoaktif yang
paling banyak digunakan di dunia. Kafein terdapat di dalam kopi, teh,
minuman ringan, kokoa, cokelat, serta berbagai resep dan obat-obat yang
dijual bebas. Kafein meningkatkan sekresi norepinefrin dan meningkatkan
aktifitas syaraf pada berbagai area di otak. Kafein diabsorbsi dari traktus
digestivus, dan segera didistribusikan ke seluruh jaringan kafein
mempunyai efek antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin.
Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah
fungsi pada susunan syaraf pusat.33 Kafein diduga dapat meningkatkan
kadar gula darah, sehingga perlu diwaspadai untuk para penderita diabetes
melitus (kencing manis).

121

Berdasarkan hasil penelitian diabetes melitus pada penduduk yang


sering mengkonsumsi kafein sebesar 3,7%, pada penduduk yang jarang
mengkonsumsi kafein sebesar 4,1% dan pada penduduk yang tidak pernah
mengkonsumsi kafein sebesar 5,1%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada 5% ada hubungan signifikan
antara konsumsi kafein dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang
sering mengkonsumsi kafein memiliki kecenderungan 0,84 kali untuk
mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk jarang dan tidak
pernah mengkonsumsi kafein. Kemudian berdasarkan analisis uji
multivariat di dapatkan bahwa konsumsi kafein mempengaruhi kejadian
diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, pekerjaan, obesitas,
hipertensi dan konsumsi alkohol dengan OR terbesar kelima setelah
variabel obesitas, pekerjaan, hipertensi dan umur.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng
tahun 2004 bahwa ada hubungan antara konsumsi kopi dengan penyakit
diabetes melitus, ditemukan bahwa mengkonsumsi kopi tinggi (240-359,9
mg kafein per hari), memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 2, 31
kali, dan konsumsi kopi sangan tinggi (360 mg kafein lebih perhari)
memberikan risiko kejadian sebesar 2, 92 kali dibanding konsumsi kopi
rendah (< 184,6 mg kafein per hari).25
Menurut Goodman dan Gilmans tahun 1996 dari beberapa penelitian
fisiologi diketahui bahwa, konsumsi kafein dengan konsentrasi yang tinggi

122

(4 sampai 8 mg per kg berat badan) diketahui mempunyai efek


meningkatkan FFA (free fatty acid) dalam plasma darah, merangsang
lipolisis, meningkatkan konsentrasi serum gliserol, dan mengganggu
pengambilan dan penyimpanan Ca++ oleh sarcoplasmic reticulum pada
otot lurik.25
Boden dan Chen tahun 2000 mengatakan bahwa peningkatan FFA
dalam plasma diketahui merupakan penyebab resistensi insulin, karena
penguraian jaringan adiposa atau penyerapan lemak yang tinggi akan
melemahkan stimulasi insulin pada otot rangka dan liver, yang pada
akhirnya akan menyebabkan gangguan sensitivitas insulin. Peningkatan
FFA dalam plasma juga dapat menyebabkan perubahan pada cairan
membran sel dan struktur membran sel, sehingga reseptor insulin
mengalami perlekatan dengan lemak bilayer dan plasma membran, yang
pada akhirnya akan mengganggu jalan masuk reseptor insulin, pengikatan
insulin pada sel dan reaksi insulin.25
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tjekyan tahun 2007 dalam jurnal Makara Kesehatan mengenai Risiko
Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan Peminum Kopi di
Kotamadya Palembang Tahun 206-2007, bahwa terdapat hubungan
penurunan risiko kejadian DM Tipe 2 pada kelompok peminum kopi
dengan OR 0,75 artinya kebiasan minum kopi merupakan faktor protektif
sebesar 0.75 kali terhadap kejadian DM Tipe 2. Frekuensi, kekentalan

123

kopi, jenis kopi, lamanya minum kopi yang tinggi merupakan faktor
protektif terhadap DM tipe 2.33
Menurut penelitian yang dilakukan oleh rnlv7 tahun 2004 dalam
Tjekyan (2007) tentang konsumsi kopi pada orang sehat yang tidak
menderita diabetes ternyata memperlihatkan hasil yang sebaliknya.
rnlv7 menemukan bahwa konsumsi kopi dan teh dapat meningkatkan
sensitivitas (kepekaan) terhadap insulin. 33
Sebagai usaha untuk mengurangi konsumsi kafein pada penduduk di
daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mempromosikan kesehatan
mengenai bahaya dan dampak dari konsumsi kafein yang berlebih.

12. Analisis Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit DM


Menurut Almatsier (2006) asupan serat yang dianjurkan untuk
penderita diabetes melitus adalah 25 g/hari dengan mengutamakan serat
larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah. Serat larut air yaitu pektin,
gum, dan mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacangkacangan, sayur dan buah-buahan. Serat larut air dapat mengikat asam
empedu sehingga dapat menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol
darah.26
Menurut Ali Khomsan, cara menakar 20-30 gram serat adalah jika
seseorang makan sayur dan buah lima porsi (sayur 3 porsi dan buah 2
porsi, atau sebaliknya), kemudian makan nasi cukup tiga kali sehari,

124

makan kacang-kacangan, tahu, tempe, maka itu bisa mencukupi kebutuhan


serat. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan serat tidak hanya tercukupi dengan
mengkonsumsi buah dan sayur saja tetapi juga harus dikombinasikan
dengan makanan yang lain. Serat yang terbaik adalah serat yang terdapat
dalam agar-agar karena dalam 100 gram agar-agar terdapat 81,29% serat
atau 81,29 gram serat di dalamnya.52
Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui diabetes melitus pada
penduduk yang sering kurang konsumsi buah dan sayur yang menderita
diabetes melitus sebesar

4,5% sedangkan pada penduduk yang cukup

konsumsi buah dan sayur sebesar 6%. Dari hasil uji statistik didapatkan
nilai probabilitasnya sebesar 0,116 artinya pada 5% tidak ada hubungan
siginifikan antara konsumsi buah dan sayur dengan penyakit diabetes
melitus.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahajeng (2004) bahwa mengkonsumsi serat 25 gr per hari mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan dapat mencegah
kejadian DM tipe 2 sebesar 0,29- 0,42 kali. 25
Adapun Tidak ada hubungan antara variabel konsumsi buah dan sayur
dengan kejadian diabetes melitus dimungkinkan karena pada instrumen
kartu peraga yang digunakan adalah kombinasi dari jenis buah dan sayur
yang tergolong serat larut air dan tidak larut air, padahal menurut
Almatsier (2006) anjuran serat bagi penderita diabetes adalah serat larut

125

air. Dimungkinkan pada penelitian ini terjadi bias penelitian dimana


pertanyaan

pada

kuesioner

konsumsi

buah

dan

sayur

adalah

recall/mengingat kembali konsumsi buah dan sayur yang dikonsumsi


selama satu minggu beserta ukuran porsi perhari, bisa saja pada penelitian
ini responden menjawab dengan mengira-ngira sehingga hasil yang di
dapatkan tidak valid dan diperlukan kesabaran bagi peneliti dalam
menunggu setiap kali jawaban dari responden, dengan sampel yang besar
pada penelitian ini memiliki bias yang sangat besar pula. 26
Sebenarnya kebutuhan serat individu tidak dapat tercukupi dengan
mengkonsumsi buah dan sayur saja seperti yang dikatakan oleh Khomsan
yang dikutip dari majalah Ummi Online Edisi 6 tahun 2010 bahwa
konsumsi buah dan sayur 5 porsi dan kemudian makan nasi cukup tiga kali
sehari, makan kacang-kacangan, tahu, tempe, maka itu bisa mencukupi
kebutuhan serat. 52
Walaupun secara statistik konsumsi buah dan sayur tidak berhubungan
dengan penyakit diabetes melitus, tetapi setelah dilakukan analisis
konsumsi buah dan sayur terhadap obesitas keduanya memiliki hubungan
yang signifikan. Menurut Almatsier (2006) bahwa buah dan sayur banyak
mengandung serat yang berguna untuk menurunkan absorbsi lemak dan
kolesterol darah. Pada umumnya, makanana serat tinggi mengandung
energi rendah, dengan demikan dapat membantu menurunkan berat badan.
Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua

126

makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi
berpengaruh baik untuk kesehatan.26

127

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Diketahui terdapat 792 orang (4,5%) yang mengalami diabetes melitus dan
16.849 orang (95,5%) yang tidak mengalami diabetes melitus pada
penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
2. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara umur dengan penyakit
diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
3. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.
4. Diketahui tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.
5. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan penyakit
diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
6. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara obesitas dengan penyakit
diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
7. Diketahui tidak ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan
penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.

128

8. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan penyakit


diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
9. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan
penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.
10. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan penyakit
diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
11. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan
penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.
12. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan
penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia
tahun 2007.
13. Diketahui tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi buah dan
sayur dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan
di Indonesia tahun 2007.
14. Diketahui faktor yang paling dominan mempengaruhi penyakit diabetes
melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 secara
berurutan adalah obesitas, pekerjaan, hipertensi, umur, konsumsi kafein
dan konsumsi alkohol.

129

B. Saran
1. Bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) Kementrian
Kesehatan agar melakukan intervensi kepada masing-masing variabel yang
berhubungan dengan diabetes melitus seperti:
a. Umur dan
Jenis kelamin

: Melakukan penyebaran informasi kesehatan terkait


penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus
melalui penyuluhan kesekolah-sekolah dan orang
tua, media cetak dan elektronik seperti di majalah,
koran, televisi (TV) dan internet. Melakukan
promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan
sedini mungkin.

b. Obesitas

:Membuat program jumat sehat, dengan


menggerakkan

warga

kota/kabupaten

untuk

melakukan olahraga setiap hari jumat.


c. Hipertensi

:Mempromosikan gaya hidup sehat dan pendidikan


kesehatan seperti menghindari stress, rokok, diet
tinggi garam, konsumsi kopi yang berlebih, dan
kejadian obesitas.

d. Konsumsi lemak

: Mempromosikan gaya hidup sehat dan pendidikan


kesehatan dengan menghindari konsumsi makanan
siap saji (fast food) dan junk food

yang tinggi

lemak dan miskin serat. Kemudian bekerja sama

130

dengan lintas sektoral dalam izin mendirikan


tempat-tempat penjual makanan siap saji (fast
food)

dan

junk

food

demi

mengurangi

menjamurnya tempat-tempat penjualan fast food


dan junk food dengan harapan hal tersebut dapat
menurunkan konsumsi lemak yang tinggi pada
penduduk di daerah perkotaan.
e. Merokok

: Penyuluhan, promosi dan pendidikan kesehatan


mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan
dari rokok.

f. Konsumsi alkohol : Penyuluhan, promosi dan pendidikan kesehatan


mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan
dari konsumsi alkohol.
g. Konsumsi kafein

:Promosi dan pendidikan kesehatan mengenai


bahaya dan dampak dari konsumsi kafein yang
berlebih.

2. Peneliti selanjutnya
a. Agar meneliti variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini
karena secara teori variabel tersebut berhubungan dengan penyakit
diabetes

melitus

(kehamilan).

seperti

keturunan

dan

diabetes

gestasional

131

b. Agar meneliti variabel dislipidemia dengan melihat kadar lipid


(Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau Trigliserida 250 mg/dl)
karena dalam penelitian ini untuk variabel dislipidemia tidak di ukur
dari kadar lipidnya hanya dilihat dari tingkat konsumsi lemak saja.
Secara teori variabel tersebut berhubungan dengan penyakit diabetes
melitus.
c. Agar pada penelitian diabetes melitus selanjutnya menggunakan
disain case control atau kohort untuk melihat apakah faktor risiko
benar-benar memiliki korelasi dengan faktor efek dan untuk melihat
hubungan sebab akibat secara jelas.

132

DAFTAR PUSTAKA
1.

Departemen Kesehatan R.I. Pedoman Surveilans Epidemiologi Diabetes


Melitus. Direktorat Jendral PP & PL. Jakarta: 2007

2.

Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus.


Ditjen PP & PL. Jakarta: 2008

3.

Survei Kesehatan Nasional (SKRT: Survei Kesehatan Rumah


Tangga 2004) Sudut Pandang Masyarakat Mengenai Status, Cakupan,
Ketanggapan dan Pelayanan Kesehatan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Volume 3. Jakarta: 2005

4.

Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) Indonesia


Tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2008

5.

Mohan, Viswanathan et al. Urban rural differences in prevalence of selfreported diabetes in IndiaThe WHOICMR Indian NCD risk factor
surveillance Vol. 80, Issue 1, April 2008. Diakses dari
http://www.diabetesresearchclinicalpractice.com/article/S01688227%2807%2900617-1/pdf

6.

Aditama, Tjandra Yoga. Kemenkes Ri : Urbanisasi Jadi Masalah Kesehatan


Paling
Utama
Di
Dunia.
Diakses
dari
http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/kemenkes-ri-urbanisasijadi-masalah-kesehatan-paling-utama-di-dunia/. Tanggal 26-08-2010, pukul
01:11

7.

Tandra, Hans. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes:
Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan
Mudah. PT: Gramedia. Jakarta: 2008

8.

Bustan, M. N. Epidemiologi: Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta.


Jakarta: 2007

9.

Sustrani, Lanny dkk. Diabetes. PT: Gramedia Pustaka Utama. Jakarta:


2006

10. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Cet.
II. FKUI, Jakarta. 2007
11. Dalimartha, Setiawan. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes
Melitus. Penebar Swadaya. Jakarta: 2005

133

12. Soegondo, Sidartawan. Hidup Secara Mandiri dengan: Diabetes Mellitus,


Kencing Manis, Sakit Gula. FKUI. Jakarta: 2008
13. Departemen Kesehatan R.I. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Jendral PP & PL. Jakarta: 2008
14.

Pedoman Pengisian Kuesioner RISKESDAS 2007. Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007

15. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip


Dasar. PT. Rineka Cipta. Jakarta: 2003
16. Pramono, Laurentius Aswin. Prevalensi dan Faktor-faktor Prediksi Diabetes
Melitus Tidak Terdiagnosa pada Penduduk Usia Dewasa di Indonesia.
Tesis FKMUI. Jakarta: 2010
17. Banner, Abdulbari et al. Prevalence of Diagnosed and Undiagnosed
Diabetes Mellitus and Its Risk factors in a Population-Based Study of Qatar
Vol.
84,
Issue
1,
April
2009.
Diakses
dari
http://www.diabetesresearchclinicalpractice.com/article/S01688227%2809%2900067-9/pdf
18. Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat and The Risk of Clinic Type 2
Diabetes. American Journal Of Epidemiology. Vol. 159, No. 1. 2003
19. Adi, O dkk. Prevalens Diabetes Melitus dan Faktor-Faktor yang Berkaitan
Dikalangan penduduk Bukit Badong Buletin Kesihatan Masyarakat. Jilid 1.
Bil. 1 tahun 1994
20. Irawan, Dedi. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
2 di Daerah Urban di Indonesia. Tesis FKMUI. Jakarta: 2010
21. Ramaiah, Savitri. Diabetes: Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan
Mendetksinya Sejak Dini. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta: 2008
22. Azwar, Azrul. Pengantar Pendidikan Kesehatan. Jakarta, Sastra Hudaya,
1983
23. Supariasa, I Dewa Nyoman. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta: 2001

134

24. Rahajeng, Ekowati. Buku Panduan Prediksi Risiko Diabetes Melitus Tipe 2
dengan Sistem Skor. FKUI. Jakarta: 2003
25.

Risiko Kebiasaan Minum Kopi pada Kasus Toleransi


Glukosa Terganggu Terhadap Terjadinya DM tipe 2. Disertasi FKMUI.
Jakarta: 2004

26. Almatsier, Sunita. Penuntun Diet. PT. Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta: 2006
27. Departemen Kesehatan R.I. Kartu Peraga RISKEDAS 2007. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007
28. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Cet.
II. FKUI, Jakarta. 2007
29. Sukaton, Utojo. Diabetes Melitus dan Hipertensi.
Indonesiana. No.5 Vol. XVIII Bag. II. 1986

Acta Medica

30. Soeyono, Slamet. Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam: Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Cipto
Mangunkusumo FKUI. Jakarta: 1999
31. Mujibatur, Rohmah Hubungan Merokok Dengan Terjadinya Katarak : Studi
Kasus Pada Pasien Rumah Sakit Mata Undaan Tahun 2006. Diakses dari
http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-rohmahmuji.
Tanggal 18-08-2010, pukul 02:15 WIB
32. Suheni, Yuliana Skripsi: Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Laki-laki Usia 40 Tahun ke Atas di Badan Rumah
Sakit
Daerah
Cepu
2007
Diakses
dari
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives. /HAS... - 39k. tanggal
17-08-2010, pukul 05:00 WIB
33. Tjekyan, Suryadi R.M. Risiko Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan
Peminum Kopi di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007 Makara
Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 54-60
34. Departemen Kesehatan R.I. Metode Pencegahan dan Penanggulangan
Faktor Risiko Diabetes Melitus Tahun 2006. Direktorat Jendral PP & PL.
Jakarta: 2006

135

35.

Metodelogi Penelitian Riskesdas 2007. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007

36.

Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan RISKESDAS 2007.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007

37. Badan Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007 Welfare


Statistics 2007. CV: Prodata Nusaraya, 2008
38.

Pedoman Pengambilan, Penyimpanan, Pengemasan dan


Pengiriman Spesimen Darah. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta: 2007

39. Budiarto, Eko. Biostatistika:


Masyarakat. EGC, Jakarta: 2001

Untuk Kedokteran

dan

Kesehatan

40. Sabri, Lubis dkk. Statistik Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta:
2006
41. Siswanto, Hadi dkk Data/Informasi Kependudukan Menurut Sensus Tahun
1971, 1980, 1990 SUPAS 1995, dan Proyeksinya Depkes 2000
42. Berg, Alan. 1986. Peran Gizi dalam Pembangunan. Jakarta : Rajawali.
43.

Prinsip Dasar Ilmu Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta: 2001

44. Anonim. Ruang Sehat Untuk Warga Pekotaan Hari Kesehatan Sedunia Ke62 Diakses dari http://www.kaskus.us/showthread.php. Tanggal 27-06-2010,
pukul 08:48 WIB
45. Ariawan. Iwan. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.
Jurusan Biostatik dan Kependudukan. FKM, UI Depok: 1998
46. Johanes, Chandrawlnata. 10 Penyakit Mengancam Gaya Hidup Tidak
Sehat. Diakses http://bataviase.co.id/node/158061. Tanggal 30-08-2010,
pukul: 22:41
47. Kompas, Makan Sehat Hidup Sehat. PT. Kompas Media Nusantara.
Jakarta: 2006
48. Simarmata, Martha Adelina. Perilaku Pegawai PT. Bank Kesawan Tbk,
Cabang Pematang Siantar Terhadap Pencegahan Penyakit Degeneratif
Tahun 2006 Skripsi FKM USU. 2006

136

49. Soewondo, Pradana dkk. Buku Acuan Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Bagi Dokter Puskesmas, Dokter Praktek Umum dan Edukator Diabetes.
FKUI. Jakarta: 1988
50. Takasihaeng, Jan. Hidup Sehat dengan Problem Penyakit. Kompas.
Jakarta: 2000
51. Wijayanti, Siwi Praptining. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan
Keluarga dan Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Kejadian Obesitas Anak
Pada Siswa SD Islam Terpadu Ihsanul Fikri Magelang Tahun Ajaran
2006/2007
Skripsi
FIK
UNNES.
Diakses
dari
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH019c/b899cf5a.di
r/doc.pdf. Tanggal 31-08-2010, pukul 2:30
52. Ummmi Online. Sehat dengan Serat Edisi: No. 6 Tahun XXI. Diakses dari
http://www.ummi-online.com/artikel-4-sehat-dengan-serat.html. Tanggal 1211-2010, pukul 16:52

Kuesioner Identitas Responden

Kuesioner Pengukuran dan Pemeriksaan (Obesitas dan


Hipertensi)

Kuesioner Aktivitas Fisik (D22-D30)

Kuesioner Konsumsi Buah dan Sayur (D31-D34)

Kuesioner Merokok (D11-D17)

Kuesioner Konsumsi Alkohol (D18-D21b)

Kuesioner Konsumsi Kafein dan Konsumsi Makanan Berlemak


(D35)

Kartu Peraga

A. Analisis univariat
svy: proportion dm jk didik kerja obes aktvts hiprtnsi lemak rokoklg
alkohol kafein buahsayu
(running proportion on estimation sample)
Survey: Proportion estimation
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs
Population size
Design df

=
=
=

17641
17641
17640

_prop_2: dm = non dm
_prop_4: jk = laki-laki
_prop_7: kerja = tidak bekerja
_prop_17: lemak = tidak pernah
_prop_21: rokoklg = tidak merokok
_prop_26: kafein = tidak pernah
-------------------------------------------------------------|
Linearized
Binomial Wald
| Proportion
Std. Err.
[95% Conf. Interval]
-------------+-----------------------------------------------dm
|
dm |
.0448954
.0015591
.0418394
.0479514
_prop_2 |
.9551046
.0015591
.9520486
.9581606
-------------+-----------------------------------------------jk
|
perempuan |
.5410691
.0037519
.533715
.5484232
_prop_4 |
.4589309
.0037519
.4515768
.466285
-------------+-----------------------------------------------didik
|
rendah |
.5975852
.0036922
.5903481
.6048223
tinggi |
.4024148
.0036922
.3951777
.4096519
-------------+-----------------------------------------------kerja
|
_prop_7 |
.0935888
.0021929
.0892904
.0978872
bekerja |
.9064112
.0021929
.9021128
.9107096
-------------+-----------------------------------------------obes
|
obesitas |
.2525367
.0032712
.2461248
.2589486
normal |
.7474633
.0032712
.7410514
.7538752
-------------+-----------------------------------------------aktvts
|
kurang |
.500085
.0037646
.492706
.507464
cukup |
.499915
.0037646
.492536
.507294
-------------+-----------------------------------------------hiprtnsi
|
ya |
.1821892
.0029063
.1764926
.1878858
tidak |
.8178108
.0029063
.8121142
.8235074
-------------+------------------------------------------------

lemak

|
sering |
.1613854
.0027699
.1559561
.1668147
jarang |
.5141432
.0037631
.5067671
.5215193
_prop_17 |
.3244714
.003525
.317562
.3313808
-------------+-----------------------------------------------rokoklg
|
berat |
.0262457
.0012037
.0238864
.028605
sedang |
.1353098
.0025754
.1302617
.1403578
ringan |
.1320787
.0025492
.127082
.1370754
_prop_21 |
.7063659
.003429
.6996447
.7130871
-------------+-----------------------------------------------alkohol
|
ya |
.0269826
.00122
.0245913
.0293739
tidak |
.9730174
.00122
.9706261
.9754087
-------------+-----------------------------------------------kafein
|
sering |
.3392098
.0035646
.3322227
.3461969
jarang |
.1584377
.0027493
.1530488
.1638266
_prop_26 |
.5023525
.0037646
.4949735
.5097314
-------------+-----------------------------------------------buahsayu
|
kurang |
.9734142
.0012112
.9710401
.9757883
cukup |
.0265858
.0012112
.0242117
.0289599
svy:mean umr
(running mean on estimation sample)
Survey: Mean estimation
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs
Population size
Design df

=
=
=

17641
17641
17640

-------------------------------------------------------------|
Linearized
|
Mean
Std. Err.
[95% Conf. Interval]
-------------+-----------------------------------------------umr |
50.04138
.8674354
48.34112
51.74164
--------------------------------------------------------------

B. Analisis bivariat
1. Hubungan Umur dengan DM
svy: mean umur, over( dm)
running mean on estimation sample)
Survey: Mean estimation
Number of strata =
1
Number of obs
Number of PSUs
=
1764
Population size
Design df
=
17640
P = 0.021
dm: dm = dm

=
=

17641
17641

_subpop_2: dm = non dm
-----------------------------------------------------------|
Linearized
Over |
Mean
Std. Err.
[95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------umur
|
dm |
59.29672
3.794603
51.85892
66.73451
_subpop_2 |
49.60633
.8903817
47.86109
51.35156
2. Hubungan jk dengan DM
svy:tabulate jk dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata
Number of PSUs
Design df

=
=
=

1
17641
17640

Number of obs
=
Population size =

17641
17641

------------------------------------|
dm
jk |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------perempua |
5.123
94.88
100
|
489
9056
9545
|
laki-lak |
3.743
96.26
100
|
303
7793
8096
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(1)
F(1, 17640)

=
=

19.4693
19.4682

P = 0.0000

. svy:logit dm jk, or
(running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs
=
Population size =
Design df
=

17641
17641
17640

F(1, 17640)
Prob > F

=
=

19.32
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------jk |
1.388783
.103782
4.39
0.000
1.199557
1.607859

3. Hubungan didik dengan DM


svy:tabulate didik dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs = 17641


Population size= 17641
Design df
= 17640

------------------------------------|
dm
didik |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------rendah |
4.449
95.51
100
|
469 1.0e+04 1.1e+04
|
tinggi |
4.55
95.45
100
|
319
6776
7099
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(1)
F(1, 17640)

=
=

0.1011
0.1010

P = 0.7506

4. Hubungan kerja dengan DM


svy:tabulate kerja dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs =
Population size=
Design df
=

17641
17641
17640

------------------------------------|
dm
kerja |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------tidak be |
5.754
94.25
100
|
95
1556
1651
|
bekerja |
4.359
95.64
100
|
697 1.5e+04 1.6e+04
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
chi2(1)
=
Design-based F(1, 17640)
=
svy:logit dm kerja, or
(running logit on estimation sample)

6.7926
0.7923

P = 0.0092

Survey: Logistic regression


Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs
Population size
Design df
F(1, 17640)
Prob > F

=
=
=
=
=

17641
17641
17640
137.58
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------kerja|
1.339596
.1507853
2.60
0.009
1.074375
1.67029
5. Hubungan obesitas dengan DM
svy:tabulate obes dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs
= 17641
Population size = 17641
Design df
= 17640

------------------------------------|
dm
obes |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------obesitas |
7.722
92.28
100
|
344
4111
4455
|
normal |
3.398
96.6
100
|
448 1.3e+04 1.3e+04
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(1)
F(1, 17640)

=
=

145.2044
145.1962

P = 0.0000

. svy:logit dm obes, or
(running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs
Population size
Design df
F(1, 17640)
Prob > F

=
=
=
=
=

17641
17641
17640
137.58
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------obes |
2.379218
.1758183
11.73
0.000
2.058393
2.750047
6. Hubungan hipertensi dengan DM
svy:tabulate hiperten dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata
Number of PSUs
Design df

=
=
=

1
17641
17640

Number of obs = 17641


Population size= 17641

------------------------------------|
dm
hiperten |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------ya |
5.227
94.77
100
|
168
3046
3214
|
tidak |
4.325
95.67
100
|
624 1.4e+04 1.5e+04
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(1)
F(1, 17640)

=
=

4.9862
4.9859

P = 0.0256

. svy:logit dm hiperten, or
(running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs =
Population size=
Design df
=
F(1, 17640)
=
Prob > F
=

17641
17641
17640
4.97
0.0258

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------hiperten |
1.220024
.1088227
2.23
0.026
1.024326
1.453109
7. Hubungan lemak dengan DM
svy:tabulate lemak dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs =
Population size=
Design df
=

17641
17641
17640

------------------------------------|
dm
lemak |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------sering |
4.566
95.43
100
|
130
2717
2847
|
jarang |
4.079
95.92
100
|
370
8700
9070
|
tidak pe |
5.101
94.9
100
|
292
5432
5724
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(2)
=
F(2.00, 35280.00)=

8.5937
4.2966

P = 0.0136

. svy:logit dm lemak, or
(running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs
pulation size
Design df
F(1, 17640)
Prob > F

=
=
=
=
=

17641
17641
17640
2.87
0.0904

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------lemak |
.9092209
.0510945
-1.69
0.090
.8143893
1.015095
8. Hubungan rokok dengan DM
svy:tabulate rokoklg dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs
=
Population size =

17641
17641

Design df

17640

------------------------------------|
dm
rokoklg |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------berat |
5.616
94.38
100
|
26
437
463
|
sedang |
3.519
96.48
100
|
84
2303
2387
|
ringan |
3.734
96.27
100
|
87
2243
2330
|
tidak me |
4.775
95.23
100
|
595 1.2e+04 1.2e+04
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(3)
=
F(3.00, 52920.00)=

12.0809
4.0267

P = 0.0071

. svy:logit dm rokoklg, or
(running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs =
Population size=
Design df
=
F(1, 17640)
=
Prob > F
=

17641
17641
17640
4.18
0.0408

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------rokoklg |
.9051101
.044118
-2.05
0.041
.822637
.9958514

9. Hubungan alkohol dengan DM


svy:tabulate alkohol dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs = 17641


Population size= 17641
Design df
= 17640

------------------------------------|
dm
alkohol |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------ya |
1.891
98.11
100
|
9
467
476
|
tidak |
4.562
95.44
100
|
783 1.6e+04 1.7e+04
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
chi2(1)
=
Design-based F(1, 17640)
=
svy:logit dm alkohol, or
(running logit on estimation sample)

7.7050
7.7046

P = 0.0055

Survey: Logistic regression


Number of strata =
Number of PSUs
=
Design df
=

1
17641
17640

Number of obs =
Population size=

17641
17641

F(1, 17640)
Prob > F

7.20
0.0073

=
=

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------alkohol |
.4032095
.1364953
-2.68
0.007
.2076637
.7828903

10. Hubungan kafein dengan DM


svy:tabulate kafein dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs
=
Population size =
Design df
=

17641
17641
17640

------------------------------------|
dm
kafein |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------sering |
3.727
96.27
100
|
223
5761
5984
|
jarang |
4.079
95.92
100
|
114
2681
2795
|
tidak pe |
5.134
94.87
100
|
455
8407
8862
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(2)
F(2, 35280)

=
=

17.8142
8.9066

P =0.0001

. svy:logit dm kafein, or
(running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs =
Population size=
Design df
=
F(1, 17640)
=
Prob > F
=

17641
17641
17640
16.84
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]

-------------+--------------------------------------------------------------kafein |
.8422475
.0352361
-4.10
0.000
.7759372
.9142246
----------------------------------------------------------11. Hubungan sayur dan buah dengan DM
svy:tabulate buahsayu dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs =
Population size=
Design df
=

17641
17641
17640

------------------------------------|
dm
buahsayu |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------kurang |
4.449
95.55
100
|
764 1.6e+04 1.7e+04
|
cukup |
5.97
94.03
100
|
28
441
469
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(1)
F(1, 17640)

=
=

2.4632
2.4631

P = .1166

. svy:logit dm buahsayu, or
(running logit on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

F(

2.44

1,

17640)

Number of obs =
Population size=
Design df
=

17641
17641
17640

Prob > F

0.1180

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]

-------------+--------------------------------------------------------------buahsayu |
.7333618
.145483
-1.56
0.118
.4971035
1.081906
12. Hubungan aktivitas fisik dengan DM
svy:tabulate aktvts dm, obs row percent
(running tabulate on estimation sample)
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs
= 17641
Population size = 17641
Design df
= 17640

------------------------------------|
dm
aktvts |
dm
non dm
Total
----------+-------------------------kurang |
4.341
95.6
100
|
383
8439
8822
|
cukup |
4.638
95.36
100
|
409
8410
8819
|
Total |
4.49
95.51
100
|
792 1.7e+04 1.8e+04
------------------------------------Key: row percentages
number of observations
Pearson:
Uncorrected
Design-based

chi2(1)
F(1, 17640)

=
=

0.9029
0.9029

P =0.3420

C. Multivariat
1. Model 1
svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak
rokoklg alkohol kafein buahsayu
(running logistic on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
7641

Number of obs =
Population size=
Design df
=
F(11, 17630) =
Prob > F
=

17641
17641
17640
17.09
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95%
Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------umur |
.9994452
.0002013
-2.76
0.006
.9990507
.9998398
jk |
1.119176
.0924426
1.36
0.173
.951887
1.315866
kerja |
1.430868
.1630981
3.14
0.002
1.144375
1.789085
obes |
2.298677
.1737357
11.01
0.000
1.982161
2.665733
aktvts |
.8973867
.0678175
-1.43
0.152
.7738344
1.040666
hiprtnsi |
1.195635
.1075571
1.99
0.047
1.002353
1.426186
lemak |
.9085908
.0508753
-1.71
0.087
.8141477
1.01399
rokoklg |
.9491697
.0469221
-1.06
0.291
.8615131
1.045745
alkohol |
.4907756
.1696501
-2.06
0.040
.2492422
.9663722
kafein |
.8827997
.0406937
-2.70
0.007
.8065334
.9662777
buahsayu |
.79394
.1581278
-1.16
0.247
.537333
1.173091
2. Model 2
svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak
rokoklg alkohol kafein
(running logistic on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs =
Population size=
Design df
=
F(10, 17631) =
Prob > F
=

17641
17641
17640
18.59
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------

umur |
.999441
.9990468
.9998353
jk |
1.121093
.9532931
1.31843
kerja |
1.434682
1.147426
1.793852
obes |
2.30423
1.987587
2.671318
aktvts |
.9050048
.781152
1.048495
hiprtnsi |
1.197896
1.004315
1.42879
lemak |
.9086788
.8142387
1.014073
alkohol |
.4836236
.2455546
.9525044
kafein |
.8781811
.8031671
.9602012
buahsayu |
.7895355
.534146
1.167034

.0002011

-2.78

0.005

.0927356

1.38

0.167

.1635323

3.17

0.002

.1737788

11.07

0.000

.0679507

-1.33

0.184

.1077205

2.01

0.045

.0508733

-1.71

0.087

.1672335

-2.10

0.036

.0400045

-2.85

0.004

.157406

-1.19

0.236

3. Model 3
svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak
alkohol kafein
(running logistic on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata =
Number of PSUs
=

1
17641

Number of obs
Population size
Design df
F(9, 17632)
Prob > F

=
=
=
=
=

17641
17641
17640
20.52
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------umur |
.9994437
.000201
-2.77
0.006
.9990497
.9998378
jk |
1.121085
.092763
1.38
0.167
.9532395
1.318485
kerja |
1.434835
.1635012
3.17
0.002
1.147624
1.793924
obes |
2.312526
.1745772
11.11
0.000
1.994451
2.681328

aktvts |
.9067427
.7826299
1.050538
hiprtnsi |
1.199338
1.005462
1.430599
lemak |
.9112552
.8164718
1.017042
alkohol |
.486142
.2467601
.957748
kafein |
.8775775
.8025687
.9595966

.0680943

-1.30

0.192

.1078881

2.02

0.043

.0510606

-1.66

0.097

.1681778

-2.08

0.037

.0400029

-2.86

0.004

4. Model 4
svy:logistic dm umur jk kerja obes hiprtnsi lemak alkohol
kafein
(running logistic on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs
Population size
Design df
F(8, 17633)
Prob > F

=
=
=
=
=

17641
17641
17640
22.96
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------umur |
.9994334
.0002004
-2.83
0.005
.9990407
.9998263
jk |
1.11995
.0926354
1.37
0.171
.9523302
1.317072
kerja |
1.417318
.1609524
3.07
0.002
1.134481
1.770669
obes |
2.319177
.1749833
11.15
0.000
2.000349
2.688821
hiprtnsi |
1.19603
.10752
1.99
0.046
1.002804
1.426488
lemak |
.9058278
.0505773
-1.77
0.077
.8119236
1.010593
alkohol |
.4910755
.1696885
-2.06
0.040
.2494594
.9667108
kafein |
.882727
.0397709
-2.77
0.006
.8081151
.9642277

5. Model 5
svy:logistic dm umur kerja obes hiprtnsi lemak alkohol
kafein
(running logistic on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs
= 17641
Population size = 17641
Design df
= 17640
F(7, 17634)
= 25.47
Prob > F
= 0.0000
----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------umur |
.9994362
.0002001
-2.82
0.005
.999044
.9998285
kerja |
1.420732
.1613239
3.09
0.002
1.137239
1.774895
obes |
2.357715
.1751379
11.55
0.000
2.03825
2.727253
hiprtnsi |
1.196216
.1075269
1.99
0.046
1.002976
1.426687
lemak |
.9066253
.0506601
-1.75
0.079
.8125712
1.011566
alkohol |
.4671114
.1597206
-2.23
0.026
.238972
.9130488
kafein |
.8682008
.0365925
-3.35
0.001
.7993586
.9429718

6. Model 6
svy:logistic dm umur kerja obes hiprtnsi alkohol kafein
(running logistic on estimation sample)
Survey: Logistic regression
Number of strata
Number of PSUs

=
=

1
17641

Number of obs
Population size
Design df
F(6, 17634)
Prob > F

=
=
=
=
=

17641
17641
17640
29.40
0.0000

----------------------------------------------------------------------------|
Linearized
dm | Odds Ratio
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------umur |
.9994255
.0001993
-2.88
0.004
.9990349
.9998162
kerja |
1.421418
.161328
3.10
0.002
1.137904
1.775571
obes |
2.352823
.1747043
11.52
0.000
2.034139
2.721434
hiprtnsi |
1.192758
.1071773
1.96
0.050
1.00014
1.422472
alkohol |
.4642022
.1586863
-2.24
0.025
.2375233
.9072107
kafein |
.8669509
.0365767
-3.38
0.001
.7981414
.9416927

Anda mungkin juga menyukai