Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pregabalin adalah suatu obat antikonvulsan yang digunakan untuk nyeri neuropatik
dan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial tanpa atau dengan generalisasi pada orang
dewasa. Juga efektif sebagai obat pada anxietas dan telah disetujui pemakaiannya di Eropa
sejak tahun 2007. Pregabalin disetujui penggunaannya oleh FDA untuk pengobatan epilepsy,
nyeri neuropati pada diabetes mellitus, dan neuralgia post herpetic, pada Juni 2005.23
Tramadol merupakan analgetik sentral yang bekerja sebagai agonis reseptor opioid
dan menghambat ambilan kembali serotonin dan noradrenalin. Penelitian eksperimantal
memperlihatkan bahwa tramadol mampu memacu pelepasan 5 HT ke dalam celah sinaps.
Efek ganda tramadol pada reseptor opioid dan sistem monoamin memberikan kemampuan
analgesik yang memadai.14
Banyak pakar menyatakan bahwa pemahaman patofisiologi nyeri neuropatik yang
mendasari timbulnya gejala sangat membantu dalam penanganan.1,2 Pengobatan berdasarkan
mekanisme merupakan hal yang penting, mengingat banyak penderita dengan sindroma nyeri
neuropatik yang sama menunjukkan gejala yang berbeda seperti misalnya pada neuropati
diabetika.5,7,8 Satu penderita neuropati diabetika dapat mengalami gejala berupa rasa panas
berkepanjangan di kaki (spontaneous burning pain) dan pasien lainnya mengalami gejala
disestesia spontan. Kedua gejala tersebut menggambarkan mekanisme yang berbeda. Oleh
karena itu obat yang diberikan sebaiknya ditujukan ke mekanisme yang bertanggung jawab
atas gejala tersebut.,25
DM merupakan merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin kedua-duanya. Sedangkan menurut
WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes Mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. DM disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan. 30
1

1.2 RUMUSAN MASALAH


Apakah Pregabalin lebih efektif secara dini daripada Tramadol dalam mengatasi nyeri
neuropati pada penderita DM Tipe II ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui apakah terapi dengan Pregabalin lebih efektif secara dini dalam
mengatasi nyeri neuropati pada DM tipe II dibandingkan dengan Tramadol.
1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat Umum : Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Ilmu Penyakit


Saraf terutama dalam mengatasi nyeri neuropati pada penderita diabetes mellitus tipe
II.

Manfaat Khusus : Diharapkan dengan penelitian ini dapat diketahui apakah memang
benar bahwa dalam pemberian pregabalin lebih efektif dalam mengatasi nyeri
neuropati dibandingkan dengan tramadol. Bila terbukti demikian, maka diperlukan
perhatian yang khusus oleh para dokter pada lini depan dalam pemilihan obat
neuropati yang terbukti efektivitasnya. Sehingga diharapkan kesakitan yang diderita
oleh penderita dapat berkurang bahkan hilang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1 PREGABALIN
Pregabalin adalah suatu obat antikonvulsan yang digunakan untuk nyeri neuropatik
dan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial tanpa atau dengan generalisasi pada orang
dewasa. Juga efektif sebagai obat pada anxietas dan telah disetujui pemakaiannya di Eropa
sejak tahun 2007. Pregabalin disetujui penggunaannya oleh FDA untuk pengobatan epilepsy,
nyeri neuropati pada diabetes mellitus, dan neuralgia post herpetic, pada Juni 2005.23
Pregabalin bukan merupakan agonis GABA. Pregabalin mengikat subunit alfa2delta
dari voltage dependent calcium channel pada system saraf sentral. Hal ini mengurangi influks
kalsium ke terminal saraf. Pregabalin juga menurunkan pelepasan neurotransmitter seperti
glutamate, noradrenalin dan substansi P.24
Pregabalin secara cepat diabsorpsi pada saat diberikan sebelum makan dengan
konsentrasi plasma puncak terjadi dalam 1 jam. Bioavailabilitas pregabalin diperkirakan lebih
atau sama dengan 90% dan tidak tergantung dosis. Tingkat absorpsi pregabalin menurun bila
diberikan bersama-sama dengan makanan, kira-kira 25-30% pada Cmax dan penurunan pada
Tmax kurang lebih 2,5 jam.11
Pregabalin dapat melewati sawar darah otak pada tikus dan monyet. Pregabalin dapat
melewati plasenta pada tikus dan muncul pada air susu tikus yang sedang menyusui. Pada
manusia volume distribusi pregabalin pada pemberian oral kira-kira 0,56 L/kg dan tidak
terikat pada protei plasma. Pregabalin diekskresi dari sirkulasi secara primer melalui ekskresi
renal tanpa perubahan.23
Dikatakan pemberian pregabalin mempunyai efektivitas analgesik baik pada kasus
neuralgia paska herpetika, neuropati diabetikum dan pasien dengan nyeri CNS oleh karena
trauma medulla spinalis. Didapatkan pula hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas.24

2.2 TRAMADOL
Tramadol merupakan analgetik sentral yang bekerja sebagai agonis reseptor opioid
dan menghambat ambilan kembali serotonin dan noradrenalin. Penelitian eksperimantal
3

memperlihatkan bahwa tramadol mampu memacu pelepasan 5 HT ke dalam celah sinaps.


Efek ganda tramadol pada reseptor opioid dan sistem monoamin memberikan kemampuan
analgesik yang memadai.14
Efek tramadol pada sistem monoaminergik merupakan dasar penggunaan tramadol
untuk terapi nyeri neuropatik. Uji klinik pada 45 pasien dengan nyeri neuropatik
memperlihatkan bahwa pemberian sediaan tramadol secara bermakna memperbaiki nyeri,
parestesia, dan alodinia dibanding plasebo. Tramadol memiliki nilai Number Needed to Treat
(NNT) 4,3 (95% CI: 2,4-20) untuk mengurangi gejala nyeri. Kajian sistematik Duhmke, dkk
(2004) pada 5 uji klinik terdahulu menunjukkan bahwa tramadol efektif untuk nyeri
neuropatik. Nilai NNT adalah 3,5 (95% CI 2,4-5,9). Tramadol memiliki efek yang signifikan
untuk mengurangi parestesia dan alodinia. 12 Mekanisme kerja tramadol untuk nyeri neuropati
diperkirakan melalui 2 cara: (1) hiperpolarisasi neuron post sinaptik akibat perangsangan
reseptor opiat post sinaptik, dan (2) memperkuat sistem inhibisi dengan menghambat ambilan
kembali serotonin dan noradrenalin.27
2.3 DIABETES MELITUS
2.3.1 Definisi
Diabetes Melitus merupakan merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin kedua-duanya.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes Mellitus merupakan sesuatu yang
tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. DM disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan. 30

2.3.2 Diagnosis
Kriteria Diagnosis DM adalah apabila seseorang dengan gejala spesifik atau klasik
berupa poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
4

sebabnya , dengan kadar gula darah sewaktu >200mg/dl, dikonfirmasi dengan kadar gula
darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa 2 jam post prandial (PP) dengan tes toleransi glukosa
(TTG) adalah >200 mg/dl (konsensus perkeni 2006, ADA 2007).

2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut WHO tidak didasarkan atas umur atau waktu mendapat
diabetes, tetapi berdasarkan tipe diabetes. 30 Berdasarkan etiologi, DM diklasifikasi sebagai
DM tipe-1 (kerusakan pada sel beta pankreas ), DM tipe-2 yang ditandai oleh dominan
resistensi dengan insulin defisiensi relatif atau dominan efek sekresi insulin dengan resistensi
insulin, DM tipe lain (antara lain karena defek genetik fungsi sel beta pankreas, defek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,endokrinopati, induksi oleh obat, bahan kimia,
infeksi, sidroma ginetik lain) dan DM gestasional. DM tipe-2 paling banyak dijumpai dengan
prevalensi yang terus menurus meningkat dari tahun ketahun.30

Tabel 1. Perbandingan antara DM Tipe-1 dan DM Tipe-2

DM Tipe-1

DM Tipe-2

Umur

Biasa < 40 tahun

Biasa > 40 tahun

Keadaa klinis saat diagnosis

Berat

Ringan

Kadar insulin

Tidak insulin

Insulin cukup/tinggi

Berat Badan

Biasanya kurus

Biasanya gemuk atau normal

Pengobatan

Insulin, diet, olah raga

Diet, olah raga, tablet, insulin

2.3.4 Komplikasi Diabetes Mellitus


Dalam perjalanan penyakit DM tipe-2, dapat terjadi komplikasi akut dan kronik.
Komplikasi akut DM tipe-2 yaitu: ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik,
hipoglikemia. Komplikasi DM tipe-2 sangat banyak dan meliputi berbagai organ. Komplikasi
kronik terutama mengenai organ otak, mata, jantung, ginjal sistim saraf, kulit, tulang, dan
sendi serta kerentanan terhadap infeksi.30
5

Penyakit kronik DM tipe-2 pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh tubuh (angiopati diabetik). Angiopati diabetik dibagi 2 yaitu : makroangiopati
(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler). Komplikasi spesifik meliputi penyakit
mikrovaskuler (retinopati, nefropati, neuropati, kardiomiopati) dan penyakit makrovaskuler
(PJK, stoke, penyakit pembuluh darah periferi terutama pada tungkai).30
Terdapat 3 hipotesis utama mekanisme terjadinya komplikasi kronik DM. Hipotesis
pertama adalah peningkatan glukosa intraseluler yang menyebabkan pembentukan advanced
glycosidation and products (AGES) melalui glikosidasi non ensimatik proteinseluler. AGES
mempercepat aterosklerosis, disfungsi glomerulus, menurunkan sintesis nitrid oksid,
menginduksi disfungsi endotel, perubahan struktur dan komposisi matriks ekstraseluler.
Hipotesis kedua adalah bahwa hiperglikemia meningkatkan metabolisme glukosa melalui
jalur sorbitol menyebabkan penurunan konsentrasi mioinositol, mengurangi potensial redoks
dan menyebabkan disfungsi seluler. Hipotesis ketiga adalah bahwa hiperglikemia
meningkatkan pembentukan diasil gliserol (DAG) yang menyebabkan aktivasi isoforn
tertentu protein kinase C (PKC).30

2.4 NEUROPATI
Banyak pakar menyatakan bahwa pemahaman patofisiologi nyeri neuropatik yang
mendasari timbulnya gejala sangat membantu dalam penanganan.1,2 Pengobatan berdasarkan
mekanisme merupakan hal yang penting, mengingat banyak penderita dengan sindroma nyeri
neuropatik yang sama menunjukkan gejala yang berbeda seperti misalnya pada neuropati
diabetika.5,7,8 Satu penderita neuropati diabetika dapat mengalami gejala berupa rasa panas
berkepanjangan di kaki (spontaneous burning pain) dan pasien lainnya mengalami gejala
disestesia spontan. Kedua gejala tersebut menggambarkan mekanisme yang berbeda. Oleh
karena itu obat yang diberikan sebaiknya ditujukan ke mekanisme yang bertanggung jawab
atas gejala tersebut.,25
Terdapat tiga proses utama dalam mekanisme atau patofisiologi nyeri yaitu:9
1. sensitisasi perifer.
2. sensitisasi sentral.
3. disinhibisi sentral.
6

Dalam mekanisme sensitisasi perifer proses yang paling berperan adalah aktivitas ektopik
(AE). Terdapat dua tempat munculnya AE yaitu:
1. Neuroma atau serabut saraf yang mengalami lesi misalnya akibat kompresi
2. Neuron di ganglion radiks dorsalis dari serabut saraf yang mengalami lesi
AE menimbulkan NN melalui:
1. Aliran impuls yang abnormal ke sistem saraf pusat (SSP) yang langsung dapat
menimbulkan gejala parestesia, disestesia dan nyeri misalnya:
a. Aktivitas yang dijalankan melalui serabut saraf C menimbulkan timbulnya
persepsi panas (burning pain).
b. Aktivitas spontan yang intermitten di serabut A? atau A? menyebabkan nyeri
seperti ditikam (lancinating) disestesia atau parestesia.
2. Adanya saluran-saluran baru di daerah lesi (neuroma, lokasi lesi, ganglion radiks
dorsalis) menyebabkan timbulnya reseptor-reseptor yang sensitif terhadap impuls
mekanikal, termal atau kemikal. Kumpulan reseptor ektopik ini menyebabkan
terjadinya hiperalgesia, misalnya ketukan ringan di lokasi ektopik dapat menimbulkan
nyeri seperti pada sindroma terowongan karpal (tanda Tinel). Stres menyebabkan
nyeri memberat karena katekolamin yang mengaktivasi reseptor adrenergik.
3. AE menyebabkan sensitisasi sentral sebagai penyebab utama hiperalgesia dan
alodinia.1,3,4,9

2.4.1 Tipe Nyeri Neuropati


2.4.1.1 Nyeri Spontan
Nyeri spontan dapat bersifat kontinyu maupun paroksismal, dengan karakter yang
bermacam-macam. Nyeri kontinu dapat menghentak, seperti kesetrum, seperti terbakar
(burning) dan sebagainya. Nyeri paroksismal karakternya mungkin sama seperti tersebut di
atas, namun perlangsungannya hanya beberapa detik. Mekanisme yang mendasari nyeri
7

spontan terutama adalah munculnya aktivitas ektopik di serabut saraf C. Nyeri seperti
terbakar atau disestesia dan parestesia disebabkan aktivitas ektopik di serabut A. Penurunan
inhibisi di kornu dorsalis disebabkan penurunan reseptor dan terjadi apoptosis, khususnya
neuron-neuron inhibisi. Penurunan inhibisi sama artinya dengan eksitasi dan dapat
menimbulkan nyeri spontan.5,7
Penderita nyeri neuropatik sering mengeluhkan nyeri spontan yang memberat bila
penderita dalam keadaan stres fisik maupun emosional. Hal ini disebabkan pada lesi serabut
saraf aferen sering terbentuk adrenoceptor di bagian proksimal dari lesi. Reseptor ini peka
terhadap katekolamin yang dilepaskan terminal simpatis pasca ganglion. Di samping
munculnya adrenoceptor diketahui pula bahwa serabut saraf simpatis pasca ganglion
menambah cabang-cabangnya (sprouting) di sekeliling neuron ganglion spinalis, yang juga
dapat mengaktivasi ganglion dan timbul rasa nyeri.5,7
2.4.1.2 Nyeri karena adanya stimulus (Stimulus-evoked pain)
Jenis nyeri ini dibagi atas 2 tipe, yaitu hiperalgesia (primer dan sekunder), dan
alodinia. Hiperalgesia adalah respon yang berlebihan terhadap stimulus yang secara normal
tidak menimbulkan nyeri. Alodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara
normal tidak menimbulkan nyeri.2 Hiperalgesia dapat terjadi karena mekanisme perifer
maupun sentral. Mekanisme perifer serabut saraf aferen memacu terjadinya remodelling dan
hipereksitabilitas membran. Di bagian proksimal lesi, dalam waktu beberapa jam atau hari
akan tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas tersebut sebagian akan mencapai
organ target sebagian lagi tidak, dan membentuk neuroma. Di tunas-tunas baru, neuroma,
serabut saraf dari lesi ke badan sel, badan sel di ganglion radiks dorsalis berakumulasi saluran
ion natrium dan saluran-saluran ion lainnya. Akumulasi saluran ion tersebut menyebabkan
munculnya ectopic pacemaker.3 Di samping saluran-saluran ion, juga muncul molekulmolekul transduser dan reseptor baru (modifikasi) yang secara keseluruhan dapat
menyebabkan

terjadinya

aktifitas

ektopik

(AE),

abnormal

mechanosensitivity,

thermosensitivity, dan chemosensitivity.4


Lesi serabut saraf juga memacu munculnya mediator inflamasi seperti prostaglandin,
bradikinin dan lain sebagainya, yang mampu menyebabkan sensitisasi reseptor yang juga
menimbulkan hiperalgesia.5 Adanya aktivitas ektopik pada lesi saraf perifer menyebabkan
banjirnya impuls yang mengalir ke kornu dorsalis. Neuron-neuron di kornu dorsalis terutama
8

wide dynamic range (WDR) menjadi neuron yang sangat sensitif yang dikenal dengan istilah
wind up.6,9 Sensitisasi neuron WDR ini menyebabkan daerah penerimaan impuls noksius
meluas dan jumlah potensial aksi sebagai respon terhadap stimulus yang masuk meningkat
secara progresif. Sensitisasi sentral atau wind up mampu menimbulkan hiperalgesia sebab
stimulus yang dihantarkan serabut saraf C akan direspon secara berlebihan.9
2.4.2 Proses sentral dalam mekanisme nyeri neuropatik
Proses sentral dalam mekanisme nyeri neuropatik diperantarai oleh neurotransmiter
glutamat sebagai eksitatori, GABA sebagai inhibitori dengan masing-masing reseptornya, dan
saluran ion yang dinamakan voltaged sensitive sodium channel (VSSC) dan voltaged
sensitive calcium channel (VSCC). Keempat hal ini sangat berperan dalam kelainan di
susunan saraf sentral Di samping sensitisasi sentral mekanisme lain yang mendasari NN di
SNS adalah disinhibisi. Penurunan inhibisi berarti eksitasi. Impuls perifer yang datang di
kornu dorsalis biasanya berupa eksitasi. Impuls tersebut sebelum dijalankan ke otak selalu
dimodifikasi oleh serabut saraf intersegmental atau serabut saraf desendens yang bersifat
inhibisi. Pada tingkat medula spinalis proses ini diperantarai oleh neuron inhibisi yang
melepaskan GABA dan glisin. Input desenden dari batang otak bekerja melalui
norepinefrin/noradrenalin dan serotonin. Percobaan eksperimental memperlihatkan bahwa
blokade reseptor GABA dan glisin akan menghasilkan hipersensitivitas nyeri 6,9,11,28
Disinhibisi terutama terjadi karena kematian interneuron GABA setelah cedera saraf.
Pada nyeri kronik khususnya nyeri neuropatik terlihat adanya penurunan aktivitas inhibisi
yang berarti eksitasi. Keadaan ini akan menyebabkan alodinia. 28 Penelitian eksperimental
memperlihatkan bahwa 1 minggu setelah cedera akan terjadi apoptosis neuron di kornu
dorsalis. Proses apoptosis dapat terjadi karena eksitasi berlebih akibat pelepasan glutamat
atau kegagalan ambilan kembali glutamat, dapat pula terjadi sebagai bentuk sinyal bunuh diri
akibat pelepasan tumor necrosis factor dari microglia.6
2.4.3 Perhitungan Skala Nyeri
Untuk menghitung skala nyeri peneliti menggunakan perhitungan yang dibuat oleh McGill
tahun 1975 dan disederhanakan oleh Ronald Melzack tahun 1984. Perhitungan ini diharapkan
bisa menghitung derajat nyeri neuropati seseorang.4

SHORT-FORM McGILL PAIN QUESTIONNAIRE


RONALD MELZACK

None
Throbbing
Shooting
Stabbing
Sharp
Cramping
Gnawing
Hot-burning
Aching
Heavy
Tender
Splitting
Tiring-exhausting
Sickening
Fearful
Punishing-cruel

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Mild
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Moderate
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Severe
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

2.4.4 Prinsip terapi Nyeri Neuropatik


Nyeri neuropatik merupakan akibat dari fungsi abnormal sistem saraf. Abnormalitas
fungsi sistem saraf perifer, sentral, maupun simpatis dapat menyebabkan munculnya nyeri
neuropatik. Kasus nyeri neuropatik (tanpa memandang kausa) menunjukkan mekanisme
patofisiologi dan gambaran klinis yang hampir serupa. Nyeri neuropatik merupakan sindroma
nyeri kronik yang sangat mempengaruhi segala aspek dari kehidupan pasien. Pada kondisi
nyeri neuropatik, etiologi biasanya sudah berlalu, tetapi nyeri tetap mengganggu.
Berdasarkan 2 fakta tersebut di atas, maka pengobatan terhadap fenomenologi dan
mekanisme lebih penting daripada pengobatan etiologi.9,28

10

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA KONSEPTUAL

11

3.2 HIPOTESIS
Ho : Pregabalin sama efektifnya dengan tramadol dalam mengatasi neuropati
pada penderita DM tipe II.
H1 : Pregabalin lebih efektif daripada tramadol dalam mengatasi neuropati
pada penderita DM tipe II.

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional longitudinal.
O1 PGB O2
12

PSR

O3 TRDL O4
O5 PLC (Kontrol) O6

: Populasi

: Sampel

: Random

: Penderita neuropati diabetikum

O1

: Penderita neuropati diabetikum sebelum diberi pregabalin.

O2

: Penderita neuropati diabetikum sesudah diberi pregabalin.

O3

: Penderita neuropati diabetikum sebelum diberi tramadol.

O4

: Penderita neuropati diabetikum sesudah diberi tramadol.

O5

: Penderita neuropati diabetikum sebelum diberi plasebo.

O6

: Penderita neuropati diabetikum sesudah diberi plasebo.

PGB

: Pemberian pregabalin.

TRDL

: Pemberian tramadol.

PLC

: Pemberian plasebo sebagai kontrol.

4.2 POPULASI DAN SAMPEL


Populasi adalah semua pasien Diabetes Mellitus dengan Neuropati yang berobat ke
poliklinik Penyakit Dalam RSU Prof.R.D. Kandou periode Agustus 2011 November 2011.
Sampel adalah semua pasien Diabetes Mellitus dengan Neuropati yang berobat ke
poliklinik Penyakit Dalam RSU Prof. R. D. Kandou yang memenuhi kriteria inklusi periode
Agustus 2011 November 2011.
Besar sampel dihitung memakai rumus infinitive (Tendean, O.S. 2008)
13

=
4.3 KRITERIA PENELITIAN
4.3.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien berusia diatas dua puluh lima tahun.
2. Pasien menderita DM lebih dari 6 bulan dan mengalami neuropati yang
diagnosisnya ditegakkan dengan menggunakan anamnesa, pemeriksaan fisik.
3. Tidak minum obat neurotropika.
4. Pada assesment dengan skor McGill didapatkan nilai di atas 30
5. Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent

4.3.2 Kriteria Eksklusi


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pasien dibawah dua puluh lima tahun.


Penderita menderita hipertensi.
Penderita menderita keganasan.
Penderita alergi terhadap pregabalin
Penderita alergi terhadap tramadol
Penderita mengkonsumsi obat anti depresan
Penderita mengkonsumsi obat analgetik

4.4 VARIABEL PENELITIAN


Variabel bebas

: 1. Pemberian Pregabalin 2 x 75 mg / hari


2. Pemberian Tramadol 2 x 50 mg / hari

Variabel tergantung

: Penurunan derajat nyeri pada penderita neuropati


Diabetikum berdasarkan klasifikasi dari McGill.

4.5 DEFINISI OPERASIONAL

14

1. Neuropati adalah rasa terbakar (burning), rasa ditikam, kesetrum, disobek, diikat,
hiperalgesia dan alodinia yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf akibat dari komplikasi dari penyakit Diabetes Mellitus (DM) tipe II.
2. Diagnosis Neuropati ditegakkan dengan menggunakan kuesioner McGill dengan
skor diatas 30.
3. Pengobatan dengan Pregabalin adalah pemberian dengan Pregabalin kapsul dengan
dosis 2 x 75 mg/hari
4. Pengobatan dengan Tramadol adalah pemberian dengan Tramadol kapsul dengan
dosis 2 x 50 mg/hari.
5. Penurunan derajat nyeri dinilai bila penilaian skor McGill setelah pemberian obat
selama satu bulan turun dibawah 15.

4.6 INSTRUMEN PENELITIAN


1. Formulir pencatatan dan penelitian
2. Kuesioner McGill
3. Formulir persetujuan penelitian.
4. Status Poliklinik Penyakit Dalam RSU Prof. R. D. Kandou.

4.7 PROSEDUR PENELITIAN


1. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian diberikan informasi yang jelas tentang
penelitian tersebut dan menandatangani inform consent.
2. Penilaian kuesioner McGill dilakukan oleh dua orang perawat yang sudah dilatih
untuk menggunakan instrumen tersebut.
3. Semua pasien yang yang memenuhi kriteria inklusi dibagi secara random menjadi 3
kelompok, dimana kelompok 1 mendapat Pregabalin, kelompok 2 mendapat
Tramadol, dan kelompok 3 placebo sebagai kontrol.
4. Dilakukan evaluasi ulang setelah 1 bulan pengobatan.
5. Pengobatan bermakna bila skor McGill di bawah 15.
15

4.8 FAKTOR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK


Pada penelitian ini yang termasuk dalam faktor intrinsik adalah umur karena penderita
DM tipe II biasanya diderita oleh mereka yang dewasa. Faktor ekstrinsik adalah penyakit lain
dan obat-obatan yang bisa mengaburkan diagnosis neuropati.
4.9 ANALISA DATA
Data pada penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan analisa statistik non
parametric dengan chi-square test dengan bantuan program SPSS.

BAB V
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
5.1 TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Poli Penyakit Dalam RSU Prof. R. D. Kandou.
5.2. WAKTU PENELITIAN
Waktu penelitian dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai November 2011.
5.3. JADWAL PENELITIAN
Kegiatan

Minggu
16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

11 1

Persiapan
Pembuatan usulan
penelitian
Pembuatan organisasi
Pembuatan kuesioner

* *
*
*
*

Melatih tenaga

penelitian
Uji lapangan
Pengadaan alat-alat

*
*

Pengurusan surat-surat
Pelaksanaan
Penelitian

* * * * * * *

Pengumpulan data
Pengolahan data

Analisa data
Diskusi
Pelaporan

17

BAB VI
PERSONALIA DAN BIAYA PENELITIAN

6.1. PERSONALIA PENELITIAN


1. Ketua Penelitian
2. Konsultasi
3. Anggota peneliti
4. Tenaga administrasi

6.2. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN


Bahan dan peralatan penelitian

Rp.

7.500.000

Perjalanan dan transportasi

Rp.

1.500.000

18

Alat tulis menulis

Rp.

500.000

Biaya analisis dan laporan penelitian

Rp.

2.000.000

Biaya Survey

Rp.

2.000.000

Honorarium

Rp.

5.000.000

Total

Rp. 18.500.000

DAFTAR PUSTAKA

1.

Attal, N., Nicholson, B., Serra, J., New Directions in Neuropathic Pain: Focusing
Treatment Symptoms and Mechanisms. Royal Society of Medicine Press Ltd., London,
2000.

2.

Tolle, T.H., Mechanisms to Pain Management: The Issues of Diagnosis. In: Highlights of
Symposium Rationale Treatment Strategies for the Succesful Management of
Neuropathic Pain, Cannes, France, 2000.

3.

Cervero, F., Laird, J.M.A., From Acute to Chronic Pain. Mechanisms and Hypothesis. In
Carlig and Zimmermann, M., (eds), Progress in Brain Research, Vol.110. Elsevier,
Amsterdam, 1996: pp 3-15

19

4.

Devor, M., & Seltzer, Z, Pathophysiology of damaged nerves in relation to chronic pain.
In P. Wall & . Melzack (Eds.), Textbook of pain 4th ed, Edinburgh: Churchill
Livingstone, 1999: 129164

5.

Woolf, C.J., Molecular Signals Responsible for the Reorganization of the Synaptic
Circuity of the Dorsal Horn After Peripheral Nerve Injury: The Mechanisms of Tactile
Allodynia. In: Borsook, D., (ed) Molecular Neurobiology of Pain, Progress in Pain
Research and Management. Vol.9. IASP Press, Seattle.

6.

Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific
Pharmacologic Management, Ann Intern Med; 1997:140, 441-451.

7.

Dickenson, A.H, Balances Between Excitatory and Inhibitory Events in the Spinal Cord
and Chronic Pain. In: Kumuzawa, T., Kruger, Mizumura, K., (eds) Progress in Brain
Research Vol 113, Elsevier Amsterdam, 1999.

8.

Gilron, I., Watson, P.N., Cahill, C.M., Moulin, D.E. Neuropathic Pain: A Practical Guide
to Clinician. CMAJ; 2006;.3,265-275.

9.

Meliala, L. Terapi Rasional Nyeri. Medika Gama Press, Yogyakarta. 2004.

10. Beydoun, A., Kutluay, E. Oxcarbazepin, Expert Opinion in Pharmacotherapy, 2002;


3(1):59-71
11. Caraceni, A., Zecca, E., Bonezzi, C., Arcuri, E., Tur, R.Y., Maltoni, M., Visentin, M.,
Gorni, G., Martini, C., Tirelli, W., Barbieri, M., De Conno, F. Gabapentin for
Neuropathic Cancer Pain: A Randomized Controlled Trial From the Gabapentin Cancer
Pain Study Group. Journal of Clinical Oncology; 2004, 22:14:2909-2917
12. Duhmke, R.M., Cornblath, D.D., Hollingshead, J.R.F., Tramadol for Neuropathic Pain.
The Cochrane Lybrary, Issue 4, 2004.
13. Gidal, B., Billington, R., New and Emerging Treatment Options for Neuropathic Pain.
Am J Manag Care; 2006, 12:S269-S278
14. Bamigbade T.A., Davidson, C., Langford, R.M., Stamford, J.A.. Action of Tramadol, Its
Enantiomers and Principal Metabolites, O-Desmethyltramadol, on Serotonine(5HT)
Efflux and Uptake in the rat Dorsal Raphe Nucleus. British Journal of Anesthesia; 1997,
79:352-356.
15. Dworkin, RHH., OConnor, BB., Backonja, M., Farrar, JTT., Finnerup, NBB., Jensen,
TSS., Kalso, EAA., Loeser, JDD., Miaskowski, C., Nurmikko, TJJ., Portenov, RKK.,
Rice, ASCS., Stacey, BRR., Trede, RDD., Turk, DCC., Wallace, MSS., Pharmacologic
management

of

neuropathic

pain:

Evidence-based

2007.132(3):237-51.
20

recommendations.,

PAIN;

16. Fehrenbacher, J,C,, Taylor, C.P., Vasko, M.R. Pregabalin and gabapentin reduce release
of substance P and CGRP from rat spinal tissues only after inflammation or activation of
protein kinase C PAIN; 2003; 105(1-2):133-41.
17. Furlan, A.D., Sandoval, J.A., Mailis-Gagnon, A., Tunks, E. Opioids for Chronic
Noncancer Pain: A Metaanalysis of Effectiveness and Side Effects. CMAJ; 2006,
174(II):1589-94.
18. Gilron, I., Bailey, J.M., Tu, D., Holden, R.R., Weaver, D.F., Houlden, R.L. Morphine,
Gabapentin, or Their Combination for Neuropathic Pain. N Engl J Med; 2005, 352:13241334.
19. Keller, D.L.,. Drug Watch 2006: Pain Reliever. http://www.RNweb.com
20. Lynch, M.E., Watson, C.P.N., 2006. The Pharmacotherapy of Chronic Pain: A Review.
Pain Res Manage; 2006: 11(1):11-38.
21. McQuay HI, Moore RA.. An Evidence-based Resource for Pain Relief, Oxford
University Press. 1999
22. Rickels, K., Pollack, M.H., Feltner, D.E., Lydiard B., Zimbroff, D.L., Bielski, R.J.,
Tobias, K., Brock, J.D., Zornberg, G.L., Pande, A.C. Pregabalin for the Treatment of
Generalized Anxiety Disorders: A 4-week, Multicenter, Double-Blind, PlaceboControlled Trial of Pregabalin and Alprazolam ; Arch Gen Psychiatry; 2005;62:10221030
23. Rose, M.A., Kam, P.C.A. Pregabalin: pharmacology and its use in pain management.
Anaesthesia 2005.; 57: 451-462.
24. Rowbotham, M. C., Petersen, K.L., Davies, P.S., Friedman, E.K., & Fields, H.L., Recent
Development in The Treatment of Neuropathic Pain. In: Devor, M., Rowbotham, M.C.,
& Wiesenfeld-Hallin, Z. (ed). Proceeding of the 9th World on Pain. IASP Press, Seattle,
2000; 833-855.
25. Rowbotham, M.C., Twilling, L., Davies, P.S., Reisner, L., Taylor, K., Mohr,D. Oral
Opioid Therapy for Chronic Peripheral and Central Neurophatic Pain. N Engl J Med;
2003;348:1223-1232.
26. Serra, J., Overview of Neuropathic Pain Syndromes. Acta Neurol Scand: Suppl. 173,
1999;7-11
27. Sindrup S.H., Andersen, G., Madsen, C., Smith, T., Brosen, K., Jensen, T.S., Tramadol
Relieves Pain and Allodynia in Polyneuropathy: A Randomized, Double Blind,
Controlled Trial. PAIN; 1999;83:85-90.
21

28. Yudiyanta., Meliala, L. Peranan Pregabalin pada Nyeri Neuropati Diabetikum,


Medikagama Press, Yogyakarta. 2007.
29. Tendean OS Metodologi Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Manado. 2007: 27
30. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo., 2008. Harrisons
Principles Of Internal Medicine 17th Ed. McGraw-Hill, 2008:2275-2304

22

Anda mungkin juga menyukai