Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Pascasarjana XIV ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014

ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Permodelan Parametrik sebagai Pemicu Kreatifitas Desain Arsitektur


Etnik Nusantara yang Mengkini
Studi Obyek : Rumah Bugis
Nurfahmi Muchlis 1*, Josef Prijotomo 1, Hari Purnomo 1
Jurusan Arsitektur - FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia1*
fahmi.muchlis@yahoo.co.id
Abstrak
Pengembangan arsitektur etnik Nusantara yang mengkini dalam proses kreatif desain menjadi cukup
sulit untuk dilakukan. Perubahan bentuk namun tetap harus mempertahankan karakteristik acuannya
adalah kendala yang sering dihadapi seorang perancang. Permodelan parametrik memungkinkan
eksplorasi varian bentuk arsitektur etnik Nusantara dengan menggunakan logika dalam komputasi.
Sebuah acuan bangunan akan dimodelkan dengan menyusun algoritma setiap konfigurasi elemen
bangunan beserta parameternya. Nilai parameter elemen bangunan dapat diubah untuk membuat
bentuk-bentuk generatif. Eksplorasi dalam model parametrik dilakukan dalam program Grasshopper.
Setiap perubahan pada parameter memberikan kesempatan perancang memilih beragam output
bentuk. Termasuk di dalamnya varian yang mudah dikenali atau menjauh dari acuannya.
Kata kunci: algoritma , arsitektur, bentuk, Nusantara, parametrik.

1. Pendahuluan
1.1 Arsitektur Nusantara yang Mengkini
Arsitektur Nusantara memiliki keragaman yang
tinggi karena seluruh etnik memiliki corak
berbeda-beda.
Pengembangan
arsitektur
Nusantara yang mengkini dapat dilakukan pada
satu etnik dengan mengeksplorasi elemen yang
ada padanya. Penghadiran sesuatu yang baru
dapat dilakukan dengan mengambil semua atau
sebagian dari etnik tertentu (Prijotomo, 1988).
Dalam hal ini, unsur rinupa yang dimiliki
merupakan sesuatu yang paling mudah diamati
dan memiliki potensi yang besar untuk diolah.
Pengembangan arsitektur Nusantara berarti
membuat sebuah keterkaitan dengan referensi
yang diambilnya namun sekaligus melibatkan
transformasi pada hal-hal tertentu. Perubahan ini
masih dapat ditelusuri dari adanya kedekatan
visual (unsur rinupa) dari elemen-elemen
transformasinya. Menurut Prijotomo (1988),
setidaknya terdapat beberapa patokan yang dapat
diterapkan untuk melakukan pengembangan
seperti ini yaitu menghadirkan penaung,
penopang bangunan, ornamen dan dekorasi, serta
ruangan.
Pengamatan pada karakteristik yang ingin
dibangun pada arsitektur Nusantara dapat
dilakukan pada bentuk dengan lebih spesifik
menyebutkan bangun (shape) dan rupa
(appearance). Bentuk merupakan substansi
utama arsitektur selain ruang. Sementara
geometri merupakan unsur arsitektur yang
membantu memahami subtansi bentuk secara
tepat (Antoniades, 1990).

1.2 Rumah Bugis


Arsitektur Nusantara
etnik Bugis cukup
memiliki keragaman. Dengan melihat persebaran
masyarakatnya, hal ini dapat ditelusuri.
Masyarakat etnik Bugis yang berada di luar
Sulawesi Selatan mampu menjangkau daerah
Kalimantan, Sumatera hingga semenanjung
Malaysia dan bagian Flores (Pelras, 2006). Di
luar asalnya, rumah Bugis bertransformasi
dengan menggabungkan diri dengan corak etnik
yang lain. Ini terlihat pada rumah-rumah Bugis
yang berada di pinggir pantai di luar Sulawesi
Selatan. Pada daerah semenanjung Malaysia,
rumah Melayu memiliki sikuen penambahan
yang dapat disandingkan dengan rumah Bugis
(Yuan, 1987). Diasumsikan bahwa etnik lain
meminjam atau mengadaptasi konsep atau
struktur rumah Bugis (Doubrawa dkk, 2008).
Hal ini juga membuktikan bahwa arsitektur
Nusantara etnik Bugis memiliki morfologi corak
etnik ganda karena kemampuannya untuk tampil
beragam dan menggabungkan diri (Prijotomo,
2004). Sedangkan di dalam Sulawesi Selatan
sendiri, rumah Bugis telah memperlihatkan
variasi dan evolusi dalam kurun waktu yang
panjang (Pelras, 2003).
1.3 Permodelan Parametrik dengan
Algoritma
Secara rasional, desain dapat dirumuskan dalam
sebuah langkah-langkah penyelesaian. Desain
arsitektur bersumber dari aturan dan elemen yang
sifatnya memberi batas (constrain) (Wojtowicz
dkk, 1986). Dalam pengembangan rumah Bugis,
pendekatan
ini
menjadi
tepat,
sebab
pengembangan tersebut menginginkan sesuatu
yang masih dapat dikenali dari unsur rinupanya.

Seminar Nasional Pascasarjana XIV ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014


ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Sehingga terdapat batasan yang jelas bagaimana


sebuah perubahan harus tetap dikenali.
Desain secara rasional menggunakan algoritma
di dalam komputasi. Algoritma merupakan
penyelesaian sebuah permasalahan tertentu
dengan langkah tertentu pula. Perintah-perintah
ini dapat diterjemahkan secara bertahap dari awal
hingga akhir. Masalah tersebut dapat berupa apa
saja, dengan catatan untuk setiap masalah, ada
kriteria kondisi awal yang harus dipenuhi
sebelum menjalankan algoritma (Terzidis, 2006).
Algoritma dapat memperluas kemampuan
perancang dalam menemukan solusi sebuah
permasalahan. Bentuk pengembangan kekinian
arsitektur Nusantara merupakan solusi yang akan
dicari dari algoritma. Kajian algoritma
mengkhususkan pada algoritma generatif.
Dengan algoritma, sebuah acuan dari salah satu
sumber arsitektur Nusantara dijadikan sebagai
referensi model. Referensi model dapat
digunakan untuk membuat generate varian yang
memiliki kedekatan dari referensi asalnya.
Transformasi
pada
arsitektur
Nusantara
menggunakan transformasi elemen bangunan
yang dapat dibaca sebagai transformasi pada
konfigurasi geometri. Algoritma generatif
menggunakan teknik parametrik untuk menyusun
konfigurasi geometri yang sesuai dengan
konfigurasi elemen bangunan. Konfigurasi ini
disusun dalam model parametrik dengan
sejumlah parameter tertentu. Setiap perubahan
pada sebuah parameter secara otomatis memicu
pembaruan pada elemen yang memiliki
parameter lain yang berasosiasi di dalamnya
(Jabi dkk, 2013).
Parameter pada model parametrik dapat disetting untuk mengubah rasio serta model
transformasi dari referensi model arsitektur
Nusantara.
Parameter
diletakkan
dalam
properties
entitas
penyusun
konfigurasi
geometri. Transformasi dapat berupa modifikasi,
transformasi, kombinasi dan dekomposisi.
Perancang secara intuitif dapat memperhitungkan
beragam perubahan dengan mengubah nilai
parameter- parameter ini.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen
dalam
mengeksplorasi
varian
melalui
permodelan parametrik secara komputasi.
Elemen bangunan rumah Bugis (Gambar.1) yang
akan dimodelkan adalah konfigurasi atas
bangunan (rakkeang) yang terdiri dari penutup
atap dan tutup bubungan (timpalaja); konfigurasi

tengah bangunan (ale bola) yang terdiri dari


dinding (renring) dan lantai ruangan (tampian
dan watampola); serta konfigurasi bawah
bangunan yang terdiri dari kolom (aliri) dan
balok (pattolo) (Mardanas dkk, 1985).

Gambar 1. Elemen bangunan rumah Bugis.

Model parametrik disusun dengan algoritma


generatif. Untuk membuat sebuah konfigurasi
geometri maka referensi model harus dianalisis.
Data analisis berupa data kuantitatif. Yakni
menyangkut tentang properties dari seluruh
geometri. Data ini diperoleh dari penguraian
konfigurasi elemen sebagai konfigurasi geometri.
Properties menyangkut dimensi, arah dan posisi.
Setiap geometri akan diasosiasikan satu sama
lain
menggunakan
parameter
dengan
memperhatikan hirarki dan interdependensi
obyek masing-masing. Dengan cara ini, rekomposisi geometri akan memiliki kontrol
masing-masing
untuk
menghadirkan
transformasi.
Model
parametrik
dirangkai
menggunakan
algoritma
dalam
Grasshopper.

dengan
software

Gambar 2. Penulisan visual-script.

Grasshopper memiliki script dalam format grafis,


biasa disebut sebagai visual scripts. Format ini
memiliki kesamaan dengan text-based script
yang terdapat pada bahasa program lainnya yakni
mampu menunjukkan sikuen hubungan dan
operasi untuk membangun geometri secara
otomatis (Davis dkk, 2011). Motivasi utama
dalam penggunaan script adalah untuk
meningkatkan produktifitas desain dalam
mengolah informasi yang bersifat iterative dan
mampu mengontrol desain. Dalam sisi
konvensional, desain akan terbebas dari batasan
software modeling yang prosesnya black-box
(Burry, 2011). Data permodelan di file ini dapat
dibawa ke software 3D lainnya sebagai konsep
maupun model yang akan dikembangkan.

Seminar Nasional Pascasarjana XIV ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014


ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Dalam batasan penelitian, diambil bangun pokok


rumah Bugis sebagai referensi model dari
arsitektur Nusantara. Dengan cara yang sama,
rumah etnik Nusantara yang lainnya juga dapat
dieksplorasi dalam model parametrik.
3. Pembahasan
3.1 Penyusunan Model Parametrik
Elemen bangunan yang diurai sebagai
konfigurasi
geometri
disusun
dengan
menggunakan logika tertentu. Logika ini
menyesuaikan cara elemen bangunan pada
rumah Bugis terkonfigurasi. Terdapat beberapa
hal yang diperhatikan dalam menyusun logika
pada model parametrik rumah Bugis, antara lain
bagaimana konfigurasi elemen bangunan
tersusun; cara transformasi yang dapat
dilakukan; serta dimana parameter dapat
diletakkan pada sebuah konfigurasi. Hal-hal
tersebut sepenuhnya mengacu pada analisis
bangun dan rupa dari rumah Bugis. Semuanya
dijelaskan sebagai berikut.
3.1.1 Logika Konfigurasi
a. Model parametrik mengikuti konfigurasi
utama acuannya yakni rakkeang - ale bola awa bola. Konfigurasi ini bersifat mengikat
dan tidak dapat di susun ulang dalam format
yang berbeda.
b. Elemen bangunan merupakan konfigurasi
geometri tertentu. Dimana setiap geometri
memiliki atribut arah, posisi dan ukuran
(dimensi). Atribut merupakan data yang
dilekatkan atau ditambahkan pada suatu
obyek.
c. Rakkeang - ale bola - awa bola memiliki
konfigurasi tersendiri di dalamnya. Sehingga
setiap bagian konfigurasi ini memiliki
properties
masing-masing.
Properties
merupakan data yang dimiliki setiap entitas
obyek.
3.1.2 Logika Konfigurasi
a. Komposisi geometri mengikuti hirarki dari
masing-masing unsur konfigurasi elemen
bangunan.
b. Komposisi mengandalkan interdependensi
setiap atribut dari geometri agar terjadi
perubahan yang simultan di keseluruhan
obyek.
c. Komposisi setiap elemen bangunan dapat
diperoleh
dari
perubahan
bentukan
geometrinya (bangun - shape) menjadi
konfigurasi geometri yang sesuai dengan
elemen bangunan tertentu. Ini berarti
geometri yang sama mampu membuat
komposisi bentukan yang beragam pada
elemen bangunan lainnya.

d. Properties pada masing-masing elemen


bangunan dapat memiliki atribut yang serupa
dengan elemen bangunan yang lainnya.
3.1.2 Logika Transformasi
a. Menggunakan perubahan nilai dari proporsi
dan skala acuan rumah Bugis secara rasio.
b. Perubahan nilai terjadi di atribut geometri
yakni arah dan posisi.
c. Perubahan nilai juga terjadi pada panjang,
lebar dan kedalaman (dimensi).
d. Perubahan di set untuk terjadi secara global
dan parsial pada konfigurasi.
3.1.3 Parameter
a. Bangun dan rupa yang akan diteliti
merupakan tiga hirarki utama. Konfigurasi
atas, tengah dan bawah. Pada level ini,
perubahan berpengaruh secara menyeluruh.
Jenis parameternya disebut parameter global.
b. Dalam hirarki utama elemen bangunan
terdapat berbagai macam kelompok. Setiap
bagian harus didefinisikan sebagai geometri
yang terkonfigurasi. Untuk itu perlu
diberikan definisi individual dengan jenis
parameter khusus dan disebut parameter lokal
atau parsial.
c. Sebuah transformasi dapat dimanipulasi
secara parsial dan global dengan memberi
parameter yang berbeda pada setiap
tingkatnya.
Semua konfigurasi geometri akan memiliki
berbagai macam teknik olah geometri seperti
modifikasi, transformasi, kombinasi dan
dekomposisi. Parameter akan menentukan
perubahan nilai properties dan atribut pada
komponen obyek sehingga beragam olah
transformasi ini dapat dimunculkan.
Dalam software Grasshopper, visual script
dirangkai untuk menyusun logika setiap
konfigurasi geometri untuk menjadi dikenali
sebagai elemen bangunan. Hasil eksperimentasi
dalam komputasi ini dijelaskan pada sub-bab
berikutnya.
3.2 Analisis Varian
Karakteristik rumah Bugis dapat ditampilkan
dalam model parametrik dengan mengetahui
bagaimana seluruh komponen elemen bangunan
tersusun sebagai sebuah hirarki serta keterikatan
satu dengan yang lainnya dalam sebuah sistem
interdependensi. Hirarki disusun menurut
kelompok komponen. Bagian yang satu sebagai
bagian yang lain yang lebih dominan dalam
sebuah grup. Sehingga hirarki dapat menyusun
rakkeang, ale bola dan awa bola. Sementara
interdependensi dibangun pada keseluruhan
komponen dalam grup. Sehingga setiap

Seminar Nasional Pascasarjana XIV ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014


ISBN No.xxx xxxx xxxxx

komponen dapat berpengaruh satu sama lain saat


terjadi transformasi.
Model parametrik rumah Bugis menggunakan
sejumlah parameter di setiap konfigurasi
geometri elemen bangunan. Output dapat
dihasilkan dari perubahan nilai parameter.
Perubahan ini dapat dibuat untuk berubah secara
sebagian maupun seluruhnya. Dalam hal ini,
intuisi perancang dalam menilai kedekatan
output terhadap referensi rumah Bugis sangat
diperlukan. Varian yang dimaksud merupakan
output yang memiliki keserupaan secara visual.
Secara default, model parametrik dapat
menunjukkan nilai parameter yang sama dengan
acuan rumah Bugis (Gambar 3). Dalam
eksperimen, parameter akan mengubah nilai
rasio dari kondisi default.

Gambar 6. Varian model parametrik konfigurasi bawah


bangunan (awe bola) rumah Bugis.

Pada pola renring ale bola (dinding), salah satu


acuan motif dapat dikembangkan menjadi
beberapa varian. Parameter pada pola dasar dapat
mengatur bagaimana beberapa bagian dari pola
harus berulang; dimensi pada komponen maupun
menyusun ulang pembentukan pola (Gambar.7).
Dengan mengubah nilai perulangan, secara
simultan perubahan akan terjadi pada seluruh
bagian renring dan memberikan persepsi yang
berbeda.

Gambar 3. Kondisi default model parametrik rumah Bugis.

Eksperimen dengan transformasi secara parsial


menunjukkan bahwa pada konfigurasi rakkeang,
penutup atap beserta timpalaja dapat berubahubah menyesuaiakan input parameter perubahan
tanpa menghilangkan karakteristik atap rumah
Bugis (Gambar.4). Perubahan parsial juga
dilakukan pada konfigurasi ale bola, dimana
elevasi watampola dan tampian dapat diubah
(Gambar.5). Sementara pada awa bola,
Perubahan parsial dapat dilakukan dengan
mengubah dimensi, arah maupun bentuk setiap
aliri dan pattolo (Gambar.6).

Gambar 4. Varian model parametrik konfigurasi atas


bangunan (rakkeang) rumah Bugis.

Gambar 5. Varian model parametrik konfigurasi tengah


bangunan (ale bola) rumah Bugis.

Gambar 7. Varian model parametrik dinding konfigurasi


tengah bangunan (renring ale bola) rumah Bugis.

Pada transformasi parsial, terlihat bahwa meski


perubahan terjadi hanya pada sebagian
konfigurasi namun pengaruh perubahan ini juga
ternyata dapat ditunjukkan pada konfigurasi
lainnya. Interdependensi ini disebabkan oleh
transformasi yang terkunci pada hirarki. Hirarki
rakkeang-ale bola- awa bola merupakan sebuah
grup yang memiliki anggota komponenkomponen grup. Perubahan pada komponen grup
akan mengikuti alur pengelompokan ini.
Demikian pula bila yang berubah adalah pada
grup maka dengan sendirinya perubahan juga
akan diikuti oleh anggota komponen grup.
Untuk menampilkan perubahan secara global
dalam desain, transformasi model parametrik
mengubah parameter secara kombinasi. Beragam
nilai parameter dapat diubah secara acak atau
mengabaikan rasio dari kondisi default. Variasi
dapat dikembangkan dengan mengandalkan
intuisi perancang sehingga dapat menemukan
output yang pas. Pada Gambar.8 diperlihatkan
beberapa hasil output yang dapat disebut sebagai
varian rumah Bugis.

Seminar Nasional Pascasarjana XIV ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014


ISBN No.xxx xxxx xxxxx

karena penafsiran dari referensi model sebagai


konfigurasi geometri juga secara fleksibel
ditentukan oleh perancang.
5. Penghargaan
Penulis mengucapkan terima kasih pada DIKTI
atas beasiswa selama menempuh studi sehingga
dapat melaksanakan penelitian ini. Beserta Prof.
Dr. Ir. Josef Prijotomo, M.Arch dan Ir. Hari
Purnomo, M.Bdg.Sc selaku pembimbing dan copembimbing.

Gambar 8. Varian model parametrik bangunan rumah Bugis


yang diubah secara keseluruhan.

Pada kedua jenis transformasi model parametrik,


baik secara global maupun parsial tetap dapat
memunculkan karakteristik dari rumah Bugis.
Hal ini dapat terjadi dengan memanfaatkan
sistem kerja dalam parameter dan grup obyek.
Parameter yang mengubah konfigurasi elemen
bangunan
dikendalikan
secara
grup
menyesuaikan dengan kelompok dalam hirarki.
Hal ini juga memungkinkan bagi transformasi
pada tiap level grup. Dengan adanya kesempatan
ini, berbagai macam kemungkinan transformasi
dapat dieksplorasi lebih jauh.
4. Kesimpulan
Kreatifitas dalam desain arsitektur yang
mengkini dapat dieksplorasi dalam model
parametrik karena dapat membuka berbagai
macam kemungkinan alternatif pengembangan
yang sifatnya open ended sesuai dengan karakter
dari algoritma. Berbagai macam model
transformasi dapat berkembang sesuai dengan
intuisi yang dimiliki oleh perancang. Persepsi
konfigurasi referensi model sebagai geometri
maupun terhadap cara transformasi akan sangat
berpengaruh terhadap output yang akan
dihasilkan.
Eksplorasi model parametrik sebagai bagian dari
proses perancangan akan membantu seorang
perancang dalam menentukan bagaimana sebuah
ide akan berkembang. Dengan memodelkan
rumah Bugis sejumlah output yang menunjukkan
kedekatan secara visual dapat dihasilkan. Output
ini dapat dijadikan sebagai rujukan atau memicu
ide bagi perancangan arsitektur Nusantara yang
mengkini. Pengkayaan transformasi arsitektur
Nusantara juga dapat menjadi lebih kompleks

6. Pustaka
Antoniades, A.C., (1990). Poetics of Architecture
: Theory of Design. New York: Van
Nostrand Reinhold.
Burry, M., (2011). Scripting Cultures, John
Wiley & Sons Ltd, West Sussex.
Davis, D., Burry, J., Burry, M., (2011).
Understanding visual scripts: Improving
collaboration
through
modular
programming, The International Journal of
Architectural Computing.
Doubrawa, I dan Zmolyi, D.I.F.G. (2008).
Documenting the Past- Transformation and
Change in South Sulawesi Architecture.
Museum of Anthropology of Vienna,
Vienna.
Jabi, W. dan Johnson, B., (2013), Parametric
Design for Architecture, Laurence King
Publishing Ltd., London.
Mardanas, I. Abu, R. Maria (1985). Arsitektur
Tradisional Daerah Sulawesi Selatan, Dep.
P&K, Ujung Pandang.
Pelras, C. (2003). Bugis and Makassar Houses :
Variation and Evolution dalam Scefold, R,
Domenig, G , Nas, P, Indonesian Houses :
Tradition
and
Transformation
in
Vernacular Architecture, edisi ke-1,
Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en
Volkenkunde, Leiden.
Pelras, C. (2006). Manusia Bugis, edisi ke-1,
Nalar, Jakarta.
Prijotomo, J. (1988). Pasang Surut Arsitektur di
Indonesia, edisi ke-1,CV.Ardjun, Surabaya.
Prijotomo, J. (2004). Arsitektur Nusantara
Menuju Keniscayaan, edisi ke-1, Wastu
Lanas Grafika, Surabaya.
Terzidis, K. (2006). Algorithmic Architecture,
edisi ke-1, Architectural Press, Burlington,
USA.
Wojtowicz, J dan
Fawcett, W. (1986).
Architecture: Formal Approach, Academy
Editions, Michigan University.
Yuan, L. J. (1987). The Malay House Rediscovering
Malaysia's
Indigenous
Shelter System, Institut Masyarakat, Pulau
Pinang, Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai