Anda di halaman 1dari 13

Reserpine melewati sawar darah otak dan menurunkan serotonin dan dopamine sistem

saraf pusat (SSP). Meskipun efek ini tidak berhubungan dengan efek antihipertnsinya,
hal ini mungkin merupakan mekanisme mengapa reserpine menyebabkan depresi,
mimpi buruk dan sedasi. Oleh karena vasodilatasi, obat ini dapat meningkatkan volume
intravascular, sehingga penggunaan obatdiuretik wajib diberikan. Seperti guanethidine,
reserpine menginduksi deplesi norepinefrin membuat efedrin dan obat indirek lainnya
menjadi kurang efektif sehingga efek agonis direk perlu ditekankan.

Vasodilator
Tabel 43-4 menunjukkan daftar obat vasodilator direk.
Hydralazine
Hydralazine adalah salah satu antihipertensi paling lama yang masih digunakan. Obat
ini adalah vasodilator arteriolar direk dengan sedikit atau tanpa efek vasodilator vena
sirkulasi. Meskipun ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker (ATR) yang paling
sering digunakan, hydralazine masih tetap digunakan pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi obat tersebut, selama kehamilan dan secara intravena. Beberapa
mekanisme aksi telah menunjukkan efek langsung pada otot polos arteriolar, termasuk
mencegah akumulasi ion Ca2+ bebas di intraselular dan menyebabkan influx kalsium,
dan meningkatkan produksi nitric oxide (NO).
Sebagai respon dari vasodilatasi arteriolar, melalui baroreseptor maka akan terjadi
peningkatkan volume plasma, denyut jantung, curah jantung dan volume sekuncup
sering disertai dengan edema vasodilatorik. Sebagai hasilnya, b-blocker dan/atau
diuretic diberikan bersama-sama untuk meminimalkan stimulasi reflex simpatis dan
retensi cairan. Penambahan ACE inhibitor atau ARB lebih menguntukngkan daripada
diuretic untuk mengontrol edema vasodilatorik jika pasien dapat mentoleransi obat ini.
Efek samping tambahan termasuk palpitasi, sakit kepala, flushing. Dan kongesti nasal

dan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dapat memperberat angina. Karena
hydralazine dimetabolisme oleh asetilasi di hati, pada dosis yang tinggi, khususnya
dengan asetilator yang lambat, makan dapat menyebabkan gejala mirip lupus, tapi
bersifat reversible jika pengobatan dihentikan. Obat ini dapat diberikan secara oral, IV
atau intramuscular (IM) dan dapat digunakan untuk pengobatan hipertensi, gagal
jantung kongestif (CHF) dan preeklampsi. Pada perioperative, hydralazine dititrasi
secara intravena untuk kontrol hipertensi. Karena obat ini membutuhkan sampai 30
menit untuk dosis intravena sampai efek penuhnya, maka obat ini harus diberikan pada
dosis yang dibagi sesuai interval waktunya.
Minoxidil
Minoxidil, seperti hydralazine adalah vasodilator direk arteri yang tidak memberikan
efek pada sirkulasi vena. Obat ini berperan dengan membuka kanal adenosine trifosfatsensitif kalium pada sel otot polos vaskular, Obat ini digunakan untuk mengontrol
hipertensi yang resisten pada rejimen multiobat. Seperti hydralazine, minoxidil dapat
meningkatkan denyut jantung dan menyebabkan retensi cairan. Untuk meminimalkan
efek ini, maka diberikan diuretic dan b-blocker. Efek samping lainnya adlaah hirsutisme
wajah, hipertrichosis, dan jarang efusi perikard.
Sodium Nitroprusside
Sodium nitropusside (SNP) membuat dilatasi arteriol dan vena dan merupakan salah
satu obat parenteral paling efektif untuk penanganan hipertensi darurat dan gagal
jantung kongestif akut. Disisi lain pada nitrat organik, yang membutuhkan komponen
yang khusus mengandung thiol tingi untuk menghasilkan NO, SNP secara spontan
menghasilkan NO. Pada otot polos vaskular, NO mengaktivasi enzim guanylate cyclase
yang membuat peningkatan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) intraselular, yang
akan menginhibisi masuknya kalsium ke dalam sel otot polos dan dapat meningkatkan
uptake kalsium oleh reticulum endoplasma dan menyebabkan vasodilatasi.
Semetara menghasilkan NO, SNP berinteraksi dengan oksihemoglobin untuk
menghasilkan scyanmethemoglobin dan ion sianida. Ion sianida diubah menjadi
thiosianida melalui transsulfurasi dalam hati oleh enzim rhodanese, yang mana
menggunakan ion thiosulfate sebagai donor sulfur. Dalam pemberian infuse SNP
melebih 2 mikrogram/kg/menit, donor sulfur dan methemoglobin akan berkurang dan
radikal sianida akan berakumulasi dan meyebabkan klinis toksik sianida dengan

berikatan dan menginaktviasi oksidasi sitokrom jaringan. Hal ini mencegah fosfolirasi
oksidatif, sehingga menghasilkan hipoksia jaringan dan kematian sel walaupun terdapat
oksigen yang adekuat. Karena kapasitasi thiosulfate terbatas dalam metabolisme
sianida, infusi sodium thiosulfate diberikan untuk mencegah toksisitas. Thiocyanate
sendiri dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, tapi
hanya pada konsentrasi yang jarang terjadi. Obat lain yang digunakan untuk menangani
toksisitas sianida adalah natrium nitrit, yang mengubah hemoglobin di methemoglobin
dan hidroxocobalamin. Methemoglobin dan hidroxocobalamin mengikat radikal sianida,
membentuk cyanmethemoglobin dan sianocobalamin.
SNP emmberikan efek vasodilatasi vena dan arteri direk dengan dosisn tertentu yang
akan menurunkan tekanan darah dan menurunkan resistensi vaskular sistemik. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi pulmonal, menurunkan resistensi vaskular pulmonal dan
secara langsung menginihibisi vasokonstriksi hipoksik pulomnal (HPV). Efek pada
curah jantung tergantung dari volume akhir diastolik. Dengan menignkatnya volume
akhir diastol, seperti pada pasien CHF, curah jantung akan menignkat dimana dengan
volume normal, curah jantung tidak akan berubah. SNP dapat menghasilkan coronary
steal dengan mengubah arah/shunting darah menjauh dari area iskmeik. Sebagai
tambahan,

meskipun SNP mengganggu agregasi platelet dengan NO pada dosis

tertentu, durasi dari efek ini hanya berlangsung 5-25 menit. Efek yang penting dari obat
ini masih dipertanyakan, dimana penelitian masih belum menunjukkan kehilangan darah
atau transfuse darah dengan penggunaan SNP.
SNP memiliki onset cepat dan durasi aksi yang sangat pendek (1-2 menit) sehingga
membutuhkan keahlian dalam titrasi.
SNP merupakan obat yang popular untuk menginduksi hipotensi intraoperatif.
Pertimbangan mengenai toksisitasnya membuat ahli anestesi memberikan juga badrenergik blocker, CCB, nitrogliserin untuk mempertahankan kecepatan infusi SNP
kurang dari 2 mikrogram/kg/menit. SNP juga memiliki kegunaan untuk hipertensi
emergensi, penanganan gagal jantung akut dan kongestif, pheochromocytomas dan
kontrol tekanan darah selama operasi aorta dan jantung
Vasodilator lainnya
Fenoldopam. Fenoldopam, selective dopamine type 1 (DA1) receptor agonist pertama
yang digunakan untuk waktu pendek (smapai 48 jam) untuk penangnaan intravena

hipertensi bera di rumah sakit. Obat ini lebih poten daripada dopamine pada reseptor
DA1, tapi tidak bertindak sebagai agonis pada dopamine tipe 2 (DA2) reseptor atau
pada reseptor dan .
Fenoldopam menurunkan tekanan darah tanpa meningkatkan denyut jantung dan
kontraktilitas jantung. Obat ini membuat dilatasi berbagai arteri termasuk arteri koroner,
arteriol aferen dan eferen ginjal dan arteri mesenteric. Sebagai hasilnya, obat ini
menyebabkan peningkatan aliran darah ginjal, creatinine clearance, aliran urin dan
ekskresi natrium. Fenoldopam dapat digunakan secara aman untuk hipertensi emergensi
dan bermanfaat untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Infusi dimulai dengan 0.1
mikrogram/kg/menit dan dititrasi dengan interval 15 menit, tergantung pada respon
tekanan darah . Meskipun fenoldopam dapat dipertimbangkan untuk kontrol tekanan
darah perioperative, obat seperti nitroprusside lebih mudah dititrasi dan lebih baik untuk
kontrol tekanan darah menit per menit selama periode perioperative.
Fenoldopam seharusnyadiberikan secara hati-hati pada pasien dengan glaucoma atau
tekanan inrtaokular yang tinggi karena obat ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraocular. Efek samping terkait dengan efek vasodilatasi adalah sakit kepala, pusing,
takikardi atau bradikardi.
Karena efek renoprotektifnya, beberapa penelitian telah menginvestigasi kegunaan
fenoldopam sebagai profilaksis gagal ginjal akut pada operasi jantung dengan bypass
kardiopulmonal atau transplantasi hepar. Hasilnya menjadi kontroversial, semerntara
beberapa penelitian menunjukkan fungsi ginjal dipertahankan pada pasien dengan risiko
disfungis ginjal setelah operasi jantung atau transplantasi hepar ketika fenoldopam dosis
rendah digunakan pada periode perioperatif, sementara yang lainnya menunjukkan tidak
ada perbedaan pada hasil klinis dibandingkan dengan dopamine.
Elcosanoid. Prostaglandin E1 (PGE1) dan prostacyclin (PGI2) adalah vasodilator direk
pada repsetor spesifik prostanoid pada otot polos vaskular. Meskipun obat ini
menghasilkan efek reduksi pada resistensi vaskular sistemik, penggunaan paling umum
dari obat ini adalah efeknya untuk pembuluh darah pulmonal. PGE1 digunakan untuk
pada neonates atau bayi untuk secara selektif mendilatasi dan mempertahankan patensi
ductus arteriosus. PGI2 digunakan untuk penanganan jangka panjang hipertensi
pulmonal primer.

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor


Tabel 43-5 menunjukkan obat ACE-Inhibitor.

ACE inhibitor telah digunakan secara suskes untuk penanganan hipertensi, insufisiensi
ginjal dan gagal jantung kongestig. Obat ini secara umum ditoleransi dengan baik, dan
memberikan sedikit efek samping. Obat ini menginhibisi enzim yang mengubah
angiotensin 1 menjadi vasokonstriktor poten, angiotensin II (gambar 43-1). Hal ini
menurunkan angiotensin II plasma yang menyebabkan vasodilatasi pada kapasitans
vena dan resistensi arteriolar tanpa reflex yang meningkatkan denyut jantung.
ACE inhibitor juga menurunkan kadar aldosterone, potensial untuk vasodilatasi sistem
kallikrein-kinin dan mempengaruhi kadar prostaglandin. Efek samping obat ini adlaah
hipotensi, gagal ginjal akut, dan hiperkalemi. Komplikasi lainnya adlaah, batuk,
bronkospasme, edema angioneuretik dan reaksi anafilaktoid dimana terkait dengan
peningkatan kadar kinin karena ACE juga merupakan kininase. Penurunan presipitasi
pada tekanan darah dapat terjadi pada saat memulai terapi, terutama pada pasien
hipovolemik.
Pada pasien dengan dengan fungsi ginjal yang normal, ACE inhibitor secara umum
meningkatkan konsentrasi kalium plasma secara kurang dari 0.5 mEg/L. Hiperkalemi
yang berlebih dapat terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal, penggunaan bersama
dengan diuretic hemat kalium atau obat NSAID dan pada pasien tua. Penurunan fungsi
ginjal dapat muncul pada pasien dengan stenosis arteri renal bilateral, hipertensi
nefrosklerosis, gagal jantung kongestif, penyakit polikistik ginjal atau insufisiensi renal
kronik. Selain itu, sebagai hasil dari efek progresi penyakit jantung diabetik dan non
diabetik, peningkatan kreatinin serum sebanyak 35% dari batas normal masih dapat
diterima kecuali terjadi hyperkalemia.

Gambar 43-1 Skema dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem kallikreinkinin dan interaksinya dengan angiotensin-converting enzyme.
Sebagai tambahan untuk menurnunkan tekanan darah, ACE inhibitor menurunkan
progresi disfungsi jantung pada gagal jantung , menurunkan progresi penyakit ginjal
kronik, meningkatkan survival setelah infark miokard dengan menurunkan fungsi
sistolik, dan menginduksi regresi hipertrofi ventrikel kiri. Oleh karena itu, obat ini
sering digunakan sebagai pilihan antihipertensi. Obat ini juga meningkatkan kadar kinin
yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin, dan menurunkan kadar glukosa darah
pada pasien dengan diabetes tipe 2.
Selama periode perioperative, pasien yang diberikan ACE inhibitor sejak awal operasi
telah meningkatkan angka hipotensi yang membutuhkan tambahan vasopressor.

Angiotensin II Receptor Blocker


Tabel 43-6 menunjukkan obat angiotensin II receptor blocker.

Terdapat dua subtype angiotensin II receptor, yaitu AT1 dan AT2, yang keduanya
memiliki afinitas yang tinggi terhadap angiotensin II. AT1 memediasi efek
vasokonstriktor angiotensin II dan mungkin menginduksi perumbuhan ventrikel kiri dan
dinding arteri. Reseptor AT2 memiliki peran yang masih belum dimengerti.
ARB adalah blocker yang selektif untuk reseptor AT1 pada membran sel.
ARB telah digunakan untuk penanganan hipertensi, dimana obat tersebut memiliki efek
yang dengan efek monoterapi obat antihipertensi lainnya, termasuk ACE inhibitor.
Nyatanya, ARB lebih efektif daripada b-blocker untuk menurunkan risiko jangka
panjang morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. ARB memperlama survival pasien
gagal jantung dengan gagal jantung sistolik yang tidak bisa toleransi dengan ACE
inhibitor dan pasien yang diobati dengan ARB dan ACE inhibitor. Dua percobaan besar
menunjukkan manfaat yang jelas untuk proteksi renal dengan ARB pada pasien dengan
nefropati yang dikarenakan oleh diabetes tipe 2, meskipun percobaan ini tidak
membandingkan ARB dengan ACE inhibitor.
Angiotensin II receptor blocker secara umum ditoleransi. Obat ini menunjukkan efek
samping yang mirip dengan ACE inhibitor dengan pengecualian yang berhubungan
dengan kinin, seperti batuk, dimana merupakan alasan utama pasien berhenti
menggunakan ACE inihibitor. Tida seperti ACE inhibitor, obat ini efektif dan aman
untuk pengobatan hipertensi disertai gejala asma. Akan tetapi, didapatkan beberapa
kasus terjadi angioedema pada pasien yang mendapatkan losartan, yang muncul dengan
bengkak pada mulut, lidah, faring dan kelopak mata dan bahkan kadang terjadi
obstruksi laring. Oleh karena itu, dokter harus berhati-hati dalam memilih obat
antihipertensi untuk pasien yang telah berhenti menggunakan ACE inhibitor karena
angioedema.
Sama dengan ACE inhibitor, pasien yang mendapatkan ARB cenderung untuk
mengalami hipotensi intraoperative. Penelitian pada pasien operasi vaskular
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada jumlah episode hipotensi pada pasien
yang mendapatkan ARB sebelum operasi dibandingkan dengan pasien yang
mendapatkan b-blocker atau calcium channel blocker.

DIGITALIS

Lebih dari 200 tahun setelah William Withering mempublikasikan An account of the
foxglove and some of its medical uses, digoxin tetap menjadi obat jantung yang selalu
dipakai.
Mekanisme aksi dari glikosida kardiak unik. Senyawa tersebut mengikat dan secara
langsung menginhibisi membran yang terikat dengan pompa ATPase natrium-kalium
dari sel miokard, menyebabkan peningkatan natrium intraselular dan penurunan kalium
intraselular. Peningkatan natrium intraselular mengubah gradien konsentrasu natrium
dan menyebabkan penurunan pertukaran natrium ekstraselular untuk kalsium
intraselular. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraselular,
menyebabkan peningkatkan kinerja kontraktil miosit (meningkatkan velositas
pemendekan otot) dan fungsi sitolik ventrikel kiri. Digitalis tetap menjadi obat inotrope
yang paling banyak dipakai untuk penggunaan kronik oral dan menunjukkan penurunan
gejala CHF serta penurunan rawat inap. Tidak seperti inotrope, penggunaan digitalis
tidak berhubungan dengan peningkatan mortalitas.
Glikosida kardak memiliki efek elektrofisiologik. Digitalis secara tidak langsung
memperbaiki tonus parasimpatetik dan menyebabkan penurunan aktivitas simpatis
jantung. Efek ini merupakan alasan mengapa digitalis efektif untuk penanganan
disritmia supraventrikular. Dengan mempengaruhi pompa ATPase natrium-kalium,
digitalis juga memiliki efek konduksi yang tidak tergantung pada vagal tone. Pada
subjek normal, digoxin juga memiliki efek yang kecil pada nodus sinoatrial (SA). Obat
ini secara aman dapat digunakan pada pasien dengan sinus bradikardi tanpa
menurunkan denyut jantung. Akan tetapi pasien dengan bukti adanya sick sinus
syndrome yang diberikan digitalis akan memperpanjang konduksi nodus SA dan waktu
recovery/kembali.
Efek utama digitalis pada nodus atrial dan atrioventrikular (AV) jaringan dimediasi
secara vagal. Pada manusia, dosis terapeutik menurunkan velositas konduksi dan tidak
memiliki efek atau meningkatkan periode efektif refraktori atrial. Digitalis
menyebabkan perpanjangan pada waktu konduksi dan periode efektif refraktori dari
nodus AV. Pada jalur aksesorius, pasien dengan Wolff-Parkinson-White (WPW)
syndrome, digitalis dapat menurunkan periode refraktori dari jalur antegrade tanpa
mempengaruhi jalur retrograde. Oleh karena itu, obat ini tidak seharusnya digunakan

pada pasien dengan WPW syndrome. Pada ventrikel, digitalis memperpendek periode
efektif refraktori.
Digitalis memiliki indeks terapeutik yang sangat rendah. Pada kadar toksik,
menyebabkan anoreksia, nausea, lemas, gangguan visual dan kebingungan, digitalis
dapat menyebabkan gangguan konduksi yang berat. Manifestasi EKG dapat
menunjukkan sinus bradikardi atau blok eksit nodus SA, blok AV, konrtaksi prematur
atrium, takikardi junctional, kontraksi prematur ventrikel, takikardi ventrikel dan
fiibrilasi.
Faktor tertentu seperti insufisiensi ginjal, abnormalitas elektrolit (hypokalemia,
hipomagnesemia, dan hiperkalsemia), hipotiroidisme, penyakit pulmonal, dan interaksi
farmakokinetik dengan obat lain yang dapat mempengaruhi metabolisme digoxin
(quinidine, siklosporin, verapamil, rifampin) dapat meningkatkan risiko intoksikasi
digitalis.
Pengobatan toksisitas digitalis termasuk beberapa pengukuran, dari menghentikan dosis
sampai secara agresif menangani hypokalemia dan hipomagnesemia, terapi oral dengan
arang aktif atau penempatan pacemaker transvenous pada pasien dengan gejala
bradikardi atau disosiasi AV. Transvenous cardiac pacing dapat menyebabkan disritmia
jantung dan deteriorasi jantung dan harus jika memungkinkan, dihindari. Ektopi atrium,
junctional dan ventricular diterapi denan fenitoin atau procainamide. Ektopi ventrikel
biasanya ditangani dengan lidokain. Data anekdot menunjukkan bahwa magnesium,
bretylium dan amiodarone dapat menekan disritmia berat yang mengancam jiwa
meskipun amiodarone sendiri dapat meningkatkan kadar digoksin menjadi 100%.
Secara umum, obat uang dapat meningkatkan kadar digitalis serum (contoh quinidine,
propafenone, verapamil) dan pemberian garam kalsium harus dihindari.
Ketersediaan fragmen Fab spesifik digoksin secara dramatis dapat mengubah terapi
untuk toksisitas yang berat. Fragmen Gab berikatan pada digoksin di intravascular dan
jaringan. Kompleks fragmen Fab digoksin berukuran kecil, dan secara cepat dapat
diekskresi dengan filtrasi glomerulus pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal.
Berbagai penelitian menunjukkan dukungan pada respon terhadap fragmen antibodi
spesifik digoksin.

Indikasi terapeutik untuk penggunaan digitalis adalah untuk mengontrol denyut jantung
pada pasien fibrilasi atrium atau flutter atrium dan penanganan gejala gagal jantung
kongestif.
Dosis biasa dari digoxin adalah sekitar 0.25 mg/hari, dengan setengah dosis diberikan
pada pasien yang sudah tua (>65 tahun) dan pasien dengan insufisiensi ginjal. Ketika
terapi akut dibutuhkan, loading dose adalah 1-1.5 mg diberikan selama 24 jam.
Digoksin yang menyebabkan aritmia dan manifestasi toksik lainnya akan meningkat
ketika konsentrasi digoksin plasma meningkat diatas 2.0 ng/mL, diatas batas normal.
Disritmia seing muncul selama periode perioperative. Pada pasien yang menerima terapi
digitalis,

kemungkinan

toksisitas

digitalis

serta

asal

disrimia,

harus

selalu

dipertimbangkan. Hal ini dapat memperlambat pemberian obat (contoh verapamil) yang
dapat meningkatkan kadar digitalis serum atau menunda penggunaan kardioversi, yang
mana dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel dengan adanya toksisitas digitalis.
Pertimbangan ini menjadi lebih signifikan jika kita menyadari bahwa inotrope kuat dan
antidisritmia dengan waktu paruh lebih pendek dari digitalis dibtuhkan pada pemberian
akut jika dibutuhkan.
Beberapa data menunjukkan bahwa halothane, enflurane, ether, methoxyflurane,
ketamin, droperidol, dan curare dapat menunurkan kemungkinan digitalis induksi
disritmia ventrikel. Thiopental dan fentanyl tidak memiliki efek, sedangkan
succinylcholine, neostigmine, dan diazepam dapat menginduksi disritmia pada pasien
yang menerima digitalis. Tidak laporan yang menunjukkan interaksi digoksin dengan
sevoflurane atau desflurane. Lebih penting untuk didiskusikan adalah hubungan
digitalis-disritmia dan toksisitasnya khususnya untuk mencegah terjadi hypokalemia,
gangguan

keseimbangan

asam-basa,

hipoksia,

hiperkalsemia,

dan

kelebihan

katekolamin, serta menghindari pengobatan yang dapat meningkatkan kadar digitalis


serum secara akut.

ANTIANGINA
Tiga kelompok obat yaitu nitrat, b-adrenergik blocker, dan calcium channel bloker atau
kombinasi adalah jenis obat yang efektif dan secara umum digunakan untuk menangani
angina. Memiliki kelas obat atau obat tertentu dari suatu kelas, tergantung dari toleransi
efek samping setiap pasien, fungsi ventrikel, adanya atau tidak adanya penyakit
konduksi dan indikasi atau kontraindikasi realtif yang disebabkan oleh penyakit lain.

Nitrat
Nitrat dalam berbagai bentuk telah digunakan untuk penanganan dan pencegahan angina
untuk lebih dari 100 tahun. Nitrat merupakan dilator poten untuk otot polos vaskular
yang mempengaruhi kapasitans vena lebih dari resistensi arteri.
Efek hemodinamik lainnya adalah menurunkan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri,
resistensi vaskular pulmonal, dan tekanan akhir diastol ventrikel kanan. Penurunan pada
tekanan arterial rerata biasanya hanya sedikit atau lebih kecil dibandingkan parameter
hemodinamik lainnya. Dosis rendah memiliki sedikit efek pada curah jantung dan
denyut jantung pada pasien dengan volume intravascular yang normal atau meningkat.
Pemberian nitrat yang cepat atau tinggi, khususnya pada pasien dengan keadaan
volume-contracted, dapat menurunkan tekanan akhir diastol ventrikel kiri, volume
sekuncup, curah jantung dan tekanan arterial rerata dan menyebabkan peningkatan
reflex pada denyut jantung dan tonus simpatetik. Nitrogliserin menginhibisi
vasokonstriksi hipoksik pulmonal tapi lebih kecil daribandingkan dengan nitroprusside.
Penggunaan nitrogliserin sebagai antianginal sebenarnya berkaitan dengan hubungan
suplai oksigen miokard dan kebutuhan. Dengan meningkatkan kapasitans vena, dan
menyebabkan penurunan tekanan dan volume diastolik akhir ventrikel kiri, nitrogliserin
menurunkan tegangan dinding sistolik ventrikel, yang mana merupakan penentu utama
untuk konsumpsi energi miokard.
Manfaat tambahan dari nitrat adalah dengan memperbaiki aliran dari area iskemik. Efek
ini terkait dengan tekanan perfusi miokard yang lebih tinggi, yang berasal dari tekanan
diastolik ventrikel kiri yang lebih rendah dan redistribusi aliran darah koroner ke
jaringan subendokardium. Hal ini menghasilkan peningkatan rasio endocardium ke
epikardium dan kemungkinan menurunkan resisten pada aliran darah kolateral.
Nitrogliserin adalah vasodilator arteri koroner langsung; khsusunya pembuluh darai
epikard yang besar. Dilatasi dari arteri koroner besar menjelaskan efek menguntungkan
dari nitrat pada pasien dengan angina yang disebabkan oleh vasospasme koroner. Pada
pasien dengan angina klasik yang disebabkan oleh insufisiensi koroner, aliran darah
jaring koroner tidak meningkat setelah pemberian nitrogliserin. Telah didalilkan bahwa
dilatasi dari pembuluh darah epikard yang besarl atau dengan meningkatnya tekanan
perfusi jantung menyebabkan autoregulasi yang meningkat pada resistensi vaskular
koroner pada pembuluh darah distal sampai arteri koroner besar. Hal ini meningkatkan

resisten shunt aliran koroner sampai ke area iskemik dimana arteriol yang telah dilatasi
secara maksimal. Efek nitrat pada distribusi aliran darah koroner berbeda (kebalikan)
dari natrium nitroprusside dan diprydamole. Obat selanjutnya membuat dilatasi
resistensi arteriol dan menyebabkan fenomena myocardial steal.
Efek nitrogliserin pada sirkulasi sistemik dan koroner penting. Contohnya, injeksi
intrakoroner nitrogliserin tidak seefektif nitrogliserin IV pada pengobatan pacer-induced
iskemik. Efek sistemik yang menguntungkan ditunjukkan dengan adanya observasi
yang menunjukkan bahwa injeksi intrakoroner kurang efektif meskipun meningkatkan
aliran darah koroner. Sebaliknya, nitrogliserin intrakoroner pada dosis tanpa efek
sistemik menurunkan elevasi segmen ST, memperbaiki fungsi sistolik dan diastolik dan
meningkatkan aliran ke jaringan iskemik.
Nitrat memberikan efek ini dengan memasuki sel otot polos vaskular, dimana akan
dimetabolisme menjadi 1,2-glyceryl dinitrate dan nitrit melalui mitochondrial aldehyde
dehydrogenase, yang termasuk kelompok sulfhydryl dimana dibutuhkan untuk aktivitas
tersebut. Nitrit kemudian dioksidasi untuk membentuk nitric oxide. Nitric oxide
dikombinasikan dengan dengan bentuk thiol jaringan s-nitroso-thiol, sebagai activator
guanylate cyclase, enzim yang mengkatalasi pembentukan cGMP (gambar 43-2).
Sebagai second messenger, cGMP memediasi banyak efek biologis dari nitric oxide,
termasuk kontrol tonus vaskular. Defosfolirasi dari rantai ringan myosin terjadi melalui
cGMP-mediated protein kinase menyebabkan relaksasi otot polos. Kadar cGMP
intravaskular yang lebih tinggi juga menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, bilier,
gastrointestinal, ureter dan uterus. Nitrat juga memiliki efek yang menguntungkan
seperti antiplatelet dan antitrombotik. Peran yang baru-baru ini didapatkan adalah
platelet-dependent thrombotic processes pada sindrom koroner akut yang menunjukkan
bahwa nihibisi platelet denagan nitrat dapat memberikan efek tambahan untuk
memperbaiki perfusi iskemik miokard. Efek ini merupakan hasil dari stimulasi platelet
guanylate cyclase oleh nitrat yang mencegah fibrinogen berikatan dengan reseptor
platelet IIb/IIIa, yang penting untuk agregasi platelet.
Secara klinis, nitrat dapat digunakan secara transdermal atau oral untuk terapi kronik,
untuk basis intermiten melalui rute sublingual atau intravena untuk terapi akut. Indikasi
klinis, termasuk classic exertional, Prinzmetal dan angina tak stabil; Infark miokard akut
dan spasme arteri koroner. Nitrat juga berguna untuk pasien dengan gagal jantung

kongestif, terutama pada malam hari untuk pasien dengan dyspnea ortopneu atau
paroksimal nocturnal. Toleransi menjadi masalah utama dengan penggunaan nitrat
sebagai terapi antiangina kronik. Bagaimana toleransi terjadi masih belum dipahami,
tapi hal ini dikarenakan efek vaskular yang melemah dari nitrat dan bukan karena
perubahan farmakokinetik. Efek samping umum pada pasien dengan terapi nitrat adalah
sakit kepala, flushing, dan hipotensi. Nitrat harus digunakan secara hati-hati pada pasien
dengan stenosis aorta berat dan deplesi volume.

Gambar 43-2. Mekanisme aksi selular dari nitrogliserin dan nitroprusside

Anda mungkin juga menyukai