Anda di halaman 1dari 69

GEOSTRATEGI DALAM

KETAHANAN NASIONAL

OLEH
KELOMPOK 2

2.1 Pengertian Geostrategi


Geostrategi
adalah
suatu
cara
atau
pendekatan
dalam
memanfaatkan
kondisi
lingkungan
untuk
mewujudkan
cita-cita
proklamasi dan tujuan nasional.

2.2 Pengertian Ketahanan Nasional


Terdapat tiga perspektif atau sudut pandang
terhadap konsepsi ketahanan nasional. Ketiga
perspektif tersebut sebagai berikut:
1. Ketahanan
nasional
sebagai
kondisi.
Perspektif ini melihat ketahanan nasional
sebagai suatu penggambaran atas keadaan
yang seharusnya dipenuhi. Keadaan atau
kondisi ideal demikian memungkinkan suatu
negara
memiliki
kemampuan
mengembangkan
kekuatan
nasional
sehingga mampu menghadapi segalam
macam ancaman dan gangguan bagi
kelangsungan
hidup
bangsa
yang

2. Ketahanan nasional sebagai sebuah pendekatan,


metode atau cara dalam menjalankan suatu
kegiatan khususnya pembangunan negara.
Sebagai suatu pendekatan, ketahanan nasional
menggambarkan pendekatan yang integral.
Integral
dalam
arti
pendekatan
yang
mencerminkan antara segala aspek/isi, baik pada
saat membangun maupun pemecahan masalah
kehidupan. Dalam hal pemikiran, pendekatan ini
menggunakan pemikiran kesisteman (system
thinking).
3. Ketahanan nasional sebagai doktrin. Ketahanan
nasional merupakan satu konsepsi khas Indonesia
yang
berupa
ajaran
konseptual
tentang
pengaturan dan penyelenggaraan bernegara.
Sebagai
doktrin
dasar
nasional,
konsep
ketahanan nasional dimasukkan dalam GBHN

Berdasarkan ketiga pengertian ini, kita


mengenal 3 (tiga) wujud atau wajah dari
ketahanan nasional (Chaidir Basrie, 2002)
yaitu
1.Ketahanan Nasional sebagai kondisi.
2.Ketahanan Nasional sebagai metode.
3.Ketahanan Nasional sebagai doktrin.

2.3 Perkembangan konsep Ketahanan


Nasional di Indonesia
2.3.1 Sejarah Lahirnya Ketahanan
Nasional

Konsepsi ketahanan nasional memiliki latar


belakang sejarah kelahirannya di Indonesia.
Gagasan tentang ketahanan nasional bermula
pada awal tahun 1990-an pada kalangan
militer angkatan darat di SSKAD yang
sekarang bernama SESKOAD (Sunardi, 1997).
Masa itu adalah sedang meluasnya pengaruh
komunisme yang berawal dari Uni Sovyet dan
Cina. Pengaruh komunisme mengajar sampai
kawasan Indo Cina sehingga satu per satu
kawasan Indo Cina menjadi negara komunis
seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja. Bahkan,
infiltrasi komunis mulai masuk ke Thailand,

Concern
atas
fenomena
tersebut
mempengaruhi para pemikir militer di SSKAD.
Mereka
mengadakan
pengamatan
atas
kejadian
tersebut,
yaitu
tidak
adanya
perlawanan yang gigih dan ulet di Indo Cina
dalam menghadapi ekspansi komunis. Bila
dibandingkan dengan Indonesia, kekuatan apa
yang dimiliki bangsa ini, sehingga mampu
menghadapi berbagai ancaman termasuk
pemberontakan
dalam
negeri.
Jawaban
sementara dari kalangan pemikir tersebut
adalah adanya kemampuan teritorial dan
perang gerilya.

Tahun 1960-an terjadi gerakan komunis di


Filipina, Malaya, Singapura, dan Thailand.
Bahkan, gerakan komunis Indonesia berhasil
mengadakan
pemberontakan
pada
30
September 1965, namun akhirnya dapat
diatasi. Menyadari atas berbagai kejadian
tersebut, semakin kuat gagasan pemikiran
tentang kekuatan apa yang seharusnya ada
dalam masyarakat dan bangsa Indonesia agar
kedaulatan dan keutuhan bangsa Indonesia
terjamin di masa-masa mendatang. Jawaban
atas pertanyaan eksploratif tersebut adalah
adanya kekuatan nasional yang antara lain
berupa unsur kesatuan dan persatuan serta
kekuatan nasional.

Pengembangan atas pemikiran awal di atas


semakin kuat setelah berakhirnya gerakan G
30 S PKI. Pada tahun 1968, pemikiran di
lingkungan SSKAD tersebut dilanjutkan oleh
Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional).
Tantangan dan ancaman terhadap bangsa
harus diwujudkan dalam bentuk ketahanan
bangsa yang dimanifestasikan dalam bentuk
tameng yang terdiri dari unsur-unsur ideologi,
ekonomi, sosial, dan militer. Tameng yang
dimaksud adalah sublimasi dari konsep
kekuatan sebagai manifestasi konsep dari
SSKAD.

Dalam pemikiran Lemhanas tahun 1968


tersebut telah ada kemajuan konseptual
berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata
kehidupan nasional yang berupa ideologi,
politik, ekonomi, sosial, dan militer. Pada tahun
1969, lahirlah istilah ketahanan nasional yang
menjadi pertanda dari ditinggalkannya konsep
kekuatan, meskipun dalam ketahanan nasional
sendiri terdapat konsep kekuatan. Konsepsi
ketahanan nasional itu dirumuskan sebagai
keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang
mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan yang membahayakan kelangsungan
hidup bangsa dan negara Indonesia. Kata
segala
menunjukkan
kesadaran
akan

Kesadaran akan spektrum ini diperluas pada


tahun 1972 menjadi ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan (ATHG). Konsepsi
ketahanan nasional tahun 1972 dirumuskan
sebagai kondisi dinamis suatu bangsa yang
berisi keuletan dan ketangguhan yang
mengandung
kemampuan
untuk
mengembangkan kekuatan nasional, di dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan abik yang
datang dari luar maupun dari dalam, yang
langsung maupun tidak langsung yang
membahayakan
identitas,
integritas
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta
perjuangan mengejar tujuan perjuangan

Dari sejarah tersebut dapat disimpulkan


bahwa konsepsi ketahanan nasional Indonesia
berawal dari konsepsi kekuatan nasional yang
dikembangkan
oleh
kalangan
militer.
Pemikiran konseptual ketahanan nasional ini
mulai menjadi doktrin dasar nasional setelah
dimasukkan ke dalam GBHN.

2.3.2 Ketahanan Nasional Dalam GBHN


Konsepsi ketahanan nasional untuk pertama
kali dimasukkan dalam GBHN 1973 yaitu
ketetapan MPR No. IV/MPR/1973. Rumusan
ketahanan nasional dalam GBHN 1973 adalah
sama dengan rumusan ketahanan nasional
tahun 1972 dari Lemhanas. Konsep ketahanan
nasional berikut perumusan yang demikian
lanjut pada GBHN 1978, GBHN 1983, dan
GBHN 1988.

Pada GBHN 1993 terjadi perubahan


perumusan mengenai konsep ketahanan
nasional. Ketahanan Nasional dirumuskan
sebagai kondisi dinamis yang merupakan
integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan
bangsa
dan
negara.
Pada
hakikatnya
ketahanan nasional adalah kemampuan dan
ketangguhan suatu bangsa untuk dapat
menjamin
kelangsungan
hidup
menuju
kejayaan bangsa dan negara. Perumusan
ketahanan nasional dalam GBHN 1993
berlanjut
pada
GBHN
1998.
Konsepsi
ketahanan nasional pada GBHN 1998 adalah
rumusan yang terakhir. Pada GBHN 1999
sebagai GBHN terakhir sebab sesudahnya

Rumusan mengenai ketahanan nasional dalam


GBHN 1998 adalah sebagai berikut :
1. Untuk tetap memungkinkan berjalannya
pembangunan nasional yang selalu harus
menuju ke tujuan yang ingin dicapai dan
agar dapat secara efektif dielakkan dari
hgambatan, tantangan, ancaman, dan
gangguan yang timbul baik dari luar
maupun dari dalam maka pembangunan
nasional
diselenggarakan
melalui
pendekatan ketahanan nasional yang
mencerminkan keterpaduan antara segala
aspek kehidupan nasional bangsa secara
utuh dan menyeluruh.

2. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis


yang merupakan integrasi dari kondisi tiap
aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada
hakikatnya ketahanan nasional adalah
kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa
untuk dapat menjamin kelangsungan hidup
menuju kejayaan bangsa dan negara.
Berhasilnya pembangunan nasional akan
meningkatkan
ketahanan
nasional.
Selanjutnya Ketahanan Nasional yang
tangguh akan mendorong pembangunan
nasional.

1. Ketahanan
nasional
meliputi
ketahanan
ideologi, ketahan politik, ketahanan ekonomi,
ketahanan sosial budaya, dan ketahanan
pertahanan keamana.
a. Ketahanan ideologi adalah kondisi mental
bangsa
Indonesia
yang
berlandaskan
keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila
yang mengandung
kemampuan untuk
menggalang dan memelihara persatuan dan
kesatuan
nasional
dan
kemampuan
menangkal penetrasi ideologi asing serta
nilai-nilai
yang
tidak
sesuai
dengan
kepribadian bangsa.
b. Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan
politik bangsa Indonesia yang berlandaskan
demokrasi politik berdasarkan Pancasila dan

c. Ketahanan
ekonomi
adalah
kondisi
kehidupan perekonomian bangsa yang
berlandaskan demokrasi ekonomi yang
berdasarkan Pancasila yang mengandung
kemampuan memelihara stabilitas ekonomi
yang sehat dan dinamsi serta kemampuan
menciptakan kemandirian ekonomi nasional
dengan daya saing yang tinggi dan
mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil
dan merata.

d. Ketahanan sosial budaya adalah kondisi


kehidupan sosial budaya bangsa yang
dijiwai kepribadian nasional berdasarkan
Pancasila yang mengandung kemampuan
membentuk
dan
mengembangkan
kehidupan sosial budaya masnusia dan
masyarakat Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas,
maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang
serba selaras, serasi, seimbang, serta
kemampuan menangkal penetrasi budaya
asing
yang
tidak
sesuai
dengan
kebudayaan nasional.

e. Ketahanan pertahanan keamanan adalah


kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi
kesadaran bela Negara seluruh rakyat yang
mengandung
kemampuan
memelihara
stabilitas pertahanan keamanan Negara
yang
dinamis,
mengamankan
pembangunan dan hasil-hasilnya serta
kemampuan mempertahankan kedaulatan
Negara dan menangkal segala bentuk
ancaman.

Menyimak rumusan mengenai konsepsi


ketahanan nasional dalam GBHN tersebut, kita
kembali mengetahui akan adanya tiga wujud
atau wajah konsep ketahanan nasional, yaitu
1. Ketahanan
nasional
sebagai
metode
pendekatan sebagaimana tercermin dari
rumusan pertama;
2. Ketahanan
nasional
sebagai
kondisi
sebagaimana tercermin dari rumusan
kedua;
3. Ketahanan nasional sebagai doktrin dasar
nasional
sebagaimana
tercermin
dari
rumusan ketiga.

Pada wujud yang pertama, yaitu ketahanan


nasional sebagai pendekatan dimaksudkan
konsepsi
ketahanan
nasional
digunakan
sebagai
strategi
atau
cara
dalam
melaksanakan pembangunan.
Pada wujud kedua, yaitu ketahanan nasional
sebagai kondisi yang dimaksud adalah kondisi
yang dinamis yang merupakan integrasi dari
tiap aspek kehidupan bangsa dan Negara.
Adapun pada wujud yang ketiga, yaitu
ketahanan nasional sebagai doktrin dasar
nasional menggambarkan kondisi ideal dari
bidang-bidang pembangunan. Kondisi yang
ideal ini menjadi arah, acuan, ukuran sekaligus
batu
ujian
apakah
pembangunan
dan

2.4 Unsur-Unsur Ketahanan Nasional


2.4.1 Gatra Dalam Ketahanan Nasional
Unsur,
elemen
atau
faktor
yang
mempengaruhi kekuatan/ketahanan nasional
suatu Negara terdiri atas beberapa aspek.
Para ahli memberikan pendapatnya mengenai
unsur-unsur kekuatan nasional suatu Negara.
1. Unsur kekuatan nasional menurut Hans J.
Morgenthou.
Unsur kekuatan nasional Negara terbagi
menjadi dua faktor, yaitu
a. Faktor tetap (stable factors) terdiri atas
geografi dan sumber daya alam;
b. Faktor berubah (dynamic factors) terdiri
atas kemampuan industry, militer,
demografi, karakter nasional, moral

2. Unsur kekuatan nasional menuru James Lee


Ray
Unsur kekuatan nasional Negara terbagi
menjadi dua faktor, yaitu
a. Tangible factors terdiri dari penduduk,
kemampuan industry, dan militer;
b. Intangible factors terdiri atas karakter
nasional, moral nasional, dan kualitas
kepemimpinan
3. Unsur kekuatan nasional menurut Palmer &
Perkins
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas
tanah, sumber daya, penduduk, teknologi,
ideology, moral, dan kepemimpinan.

4. Unsur kekuatan nasional menurut Parakhas


Chandra
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri dari atas
tiga, yaitu
a. Alamiah terdiri atas geografi, sumber daya,
dan penduduk;
b. Sosial terdiri atas perkembangan ekonomi,
struktur politik, budaya dan moral nasional;
c. Lain-lain: ide, intelegensi, dan diplomasi,
kebijaksanaan pemerintah.
5. Unsur kekuatan nasional menurut Alfred T.
Mahan
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas
letak geografi, wujud bumi, luas wilayah,
jumlah penduduk, watak nasional, dan sifat
pemerintahan.

7. Unsur kekuatan nasional model Indonesia


Unsur-unsur kekuatan nasional di Indonesia
diistilahkan dengan gatra dalam ketahanan
nasional Indonesia. Pemikiran tentang gatra
dalam ketahanan nasional dirumuskan dan
dikembangkan oleh Lemhanas. Unsur-unsur
kekuatan nasional di Indonesia dikenal
dengan nama Astagatra yang terdiri atas
Trigatra dan Pancagatra.
a. Trigatra adalah aspek alamiah (tangible)
yang terdiri atas penduduk, sumber daya
alam, dan wilayah.
b. Pancagatra
adalah
aspek
sosial
(intangible) yang terdiri atas ideology,
politik, ekonomi, sosial budaya dan

Ketahanan nasional pada hakikatnya adalah


kondisi yang dinamis dari integrasi tiap gatra
yang ada. Model ketahanan nasional dengan
delapan gatra (Asta Gatra) ini secara
matematis dapat digambarkan sebagai berikut
(Sunardi, 1997).
K(t) = f (Tri Gatra, Panca Gatra)t atau
= f (G, D, A), (I, P, E, S, H)t

Keterangan:
K(t) = kondisi ketahanan nasional yang
dinamis
G = kondisi geografi
D = kondisi demografi
A = kondisi kekayaan alam
I = kondisi sistem ideologi
P = kondisi sistem politik
E = kondisi sistem ekonomi
S = kondisi sistem sosial budaya
H = kondisi sistem hankam
f = fungsi, dalam pengertian matematis
t = dimensi waktu

2.4.2

Penjelasan atas tiap Gatra dalam


Ketahanan Nasional

a. Unsur atau Gatra Penduduk


Penduduk suatu Negara menentukan kekuatan
atau ketahanan nasional Negara yang bersangkutan.
Faktor yang berkaitan dengan penduduk Negara
meliputi dua hal berikut.
1) Aspek kualitas mencakup tingkat pendidikan,
keterampilan, etos kerja, dan kepribadian.
2) Aspek kuantitas yang mencakup jumlah penduduk,
pertumbuhan,
persebaran,
perataan,
dan
perimbangan penduduk di tiap wilayah Negara.
Terkait dengan unsur penduduk adalah faktor
moral nasional dan karakter nasional. Moral
nasional menunjuk pada dukungan rakyat secara
penuh terhadap negaranya ketika menghadapi
ancaman. Karakter nasional menunjukkan ciri-ciri

b. Unsur atau Gatra Wilayah


Wilayah turut pula menentukan kekuatan
nasional Negara. Hal yang terkait dengan
wilayah Negara meliputi:
1) Bentuk wilayah Negara dapat berupa
Negara pantai, Negara kepulauan atau
Negara continental;
2) Luas wilayah Negara; ada Negara dengan
wilayah yang luas dan Negara dengan
wilayah yang sempit (kecil);
3) Posisi geografis, astronomis, dan geologis
Negara;
4) Daya dukung wilayah Negara; ada wilayah
yang habitable dan ada wilayah yang
unhabitable.

Hal-hal yang berkaitan dengan unsur


sumber daya alam sebagai elemen ketahanan
nasional, meliputi:
1. Potensi sumber daya alam wilayah yang
bersangkutan mencakup sumber daya alam
hewani, nabati, dan tambang;
2. Kemampuan mengeksplorasi sumber daya
alam;
3. Pemanfaatan sumber daya alam dengan
memperhitungkan
masa
depan
dan
lingkungan hidup;
4. Control atas sumber daya alam.
5. Unsur atau Gatra di Bidang Ideologi

Ideologi adalah seperangkat gagasan, ide,


cita dari sebuah masyarakat tentang kebaikan
bersamaa yang dirumuskan dalam bentuk
tujuan yang harus dicapai dan cara-cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan itu. (Ramlan
Surbakti, 1999). Ideology itu berisikan
serangkaian nilai (norma) atau sistem dasar
yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang
dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat
atau
bangsa
sebagai
wawasan
atau
pandangan
hidup
mereka.
Nilai
yang
terkandung di dalam ideology tersebut
diyakini oleh masyarakat sebagai nilai yang
baik, adil, dan benar sehingga keinginan untuk
melaksanakan segala tindakan berdasarkan

Ideology mendukung ketahanan suatu


bangsa oleh karena ideologi bagi suatu bangsa
memiliki du fungsi pokok, yaitu
1. Sebagai tujuan atau cita-cita dari kelompok
masyarakat yang bersangkutan, artinya
nilai-nilai yang terkandung dalam ideology
itu menjadi cita-cita yang hendak dituju
secara bersama;
2. Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat
yang bersangkutan, artinya masyarakat
yang banyak dan beragam itu bersedia
menjadikan ideologi sebagai milik bersama
dan menjadikannya satu.

Sejarah dunia telah membuktikan bahwa


ideologi dapat digunakan sebagai unsur untuk
membangun kekuatan nasional Negara. Bagi
bangsa Indonesia, Pancasila telah ditetapkan
sebagai ideologi nasional melalui kesepakatan.
Pancasila adalah kesepakatan bangsa, rujukan
bersama, common denominator yang mampu
memperkuat persatuan bangsa. Kesepakatan
atas Pancasila menjadi segenap elemen
bangsa bersedia bersatu di bawah Negara
Indonesia.

e. Unsur atau Gatra di Bidang Politik


Politik penyelenggaraan bernegara amat
memengaruhi
kekuatan
nasional
suatu
Negara. Penyelenggaraan bernegara dapat
ditinjau dari beberapa aspek, seperti
1. Sistem politik yang dipakai yaitu apakah
sistem demokrasi atau nondemokrasi;
2. Sistem pemerintahan yang dijalankan
apakah
sistem
presidensiil
atau
parlementer;
3. Bentuk pemerintahan yang dipilih apakah
republic atau kerajaan;
4. Susunan Negara yang dibentuk apakah
sebagai Negara kesatuan atau Negara
serikat.

Pemilihan
suatu
bangsa
atas
politik
penyelenggaraan
bernegara
tentu
saja
tergantung pada nilai-nilai dan aspirasi bangsa
yang bersangkutan. Dalam realitasnya, sebuah
bangsa
bisa
mengalami
beberapa
kali
perubahan
dan
pergantian
politk
penyelenggaraan bernegara. Misalnya Negara
Prancis dari bentuk kerajaan menjadi republik.
Indonesia pernah mengalami pergantian dari
presidensiil ke parlementer dan pernah berubah
dalam bentuk Negara serikat.
Bangsa
Indonesia
sekarang
ini
telah
berketetapan
untuk
mewujudkan
Negara
Indonesia yang bersusunan kesatuan, berbentuk
republic
dengan
sistem
pemerintahan
presidensiil. Adapun sistem politik yang

f. Unsur atau Gatra di Bidang Ekonomi


Ekonomi yang dijalankan oleh suatu Negara
merupakan kekuatan nasional Negara yang
bersangkutan terlebih di era global sekarang ini.
Bidang ekonomi berperan langsung dalam upaya
pemberian dan distribusi kebutuhan warga
Negara. Kemajuan pesat di bidang ekonomi tentu
saja menjadikan Negara yang bersangkutan
tumbuh sebagai kekuatan dunia. Contoh, Jepang
dan Cina.
Setiap Negara memiliki sistem ekonomi dalma
rangka mendukung kekuatan ekonomi bangsanya.
Sistem ekonomi secara garis besar dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu sistem ekonomi liberal
dan sistem ekonomi sosialis.suatu
Negara dapat pula mengembangkan sistem

g. Unsur atau Gatra di Bidang Sosial Budaya


Unsur
budaya
di
masyarakat
juga
menentukan kekuatan nasional suatu Negara.
Hal-hal yang dialami sebuah bangsa yang
homogeny tentu saja akan berbeda dengan
yang dihadapi bangsa yang heterogen (plural)
dari segi sosial budaya masyarakatnya.
Contoh, bangsa Indonesia yang heterogen
berbeda dengan bangsa Israel atau bangsa
Jepang yang relatif homogeny.

Pengembangan integrasi nasional menjadi hal


yang amat penting sehingga dapat memperkuat
ketahanan nasionalnya. Integrasi bangsa dapat
dilakukan dengan 2 (dua) strategi kebijakan, yaitu
assimilationist policy dan bhineka tunggal ika
policy (Winarno, 2002). Strategi pertama dengan
cara penghapusan sifat-sifat cultural utama dari
komunitas kecil yang berbeda menjadi semacam
kebudayaan nasional. Strategi kedua dengan cara
penciptaan
kesetiaan
nasional
tanpa
menghapuskan kebudayaan lokal. Tidak dapat
ditentukan strategi mana yang paling benar.
Negara dapat pula melakukan kombinasi dari
keduanya. Kesalahan dalam strategi dapat
mengantarkan bangsa yang bersangkutan ke
perpecahan bahkan perang saudara. Misal,

h. Unsur atau Gatra di Bidang Pertahanan


Keamanan
Pertahanan
keamanan
suatu
Negara
merupakan unsur pokok terutama dalam
menghadapi ancaman militer Negara lain. Oleh
karena
itu,
unsure
utama
pertahanan
keamanan berada di tangan tentara (militer).
Pertahanan keamanan Negara juga merupakan
salah satu fungsi pemerintahan Negara.
Negara dapat melibatkan rakyatnya dalam
upaya pertahanan Negara sebagai bentuk dari
hak dan kewajiban warga Negara dalam
membela Negara. Upaya melibatkan rakyat
menggunakan cara yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem dan politik pertahanan yang

Bangsa Indonesia dewasa ini menetapkan


politik pertahanan sesuai dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan
Negara.
Pertahanan
Negara
Indonesia
bersifat
semesta
dengan
menempatkan tentara sebagai komponen
utama pertahanan.
Ketahanan Nasional Indonesia dikelola
berdasarkan unsur Astagatra yang meliputi
unsur-unsur (1) geografi, (2) kekayaan alam,
(3) kependudukan, (4) ideologi, (5) politik, (6)
ekonomi,
(7)
sosial
budaya,
dan
(8)
pertahanan keamanan. unsur 1) geografi, (2)
kekayaan alam, (3) kependudukan disebut
Trigatra. Unsur (4) ideologi, (5) politik, (6)

2.5 Bela Negara


Terdapat hubungan antara ketahanan
nasional suatu Negara dengan pembelaan
Negara. Kegiatan pembelaan Negara pada
dasarnya merupakan usaha dari warga Negara
untuk mewujudkan ketahanan nasional.
Bela Negara biasanya selalu dikaitkan
dengan militer atau militerisme, seolah-olah
kewajiban
dan
tanggung
jawab
untuk
membela Negara hanya terletak pada Tentara
Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal
27 dan 30 UUD 1945, masalah bela Negara
dan pertahanan Negara merupakan hak dan
kewajiban
setiap
warga
Negara
untuk

2.5.1 Makna Bela Negara


Membela Negara merupakan kewajiban
sebagai warga Negara membela Negara
merupakan kewajiban sebagai warga Negara.
Membela Negara ternyata bukan hanya
kewajiban tetapi juga hak setiap warga Negara
terhadap negaranya. Membela Negara Indonesia
adalah hak dan kewajiban dari setiap warga
Negara Indonesia. Hal ini tercantum secara jelas
dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 Perubahan
Kedua berbunyi Setiap warga Negara berhak
dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara. Setiap warga Negara juga berhak dan
wajib ikut serta dalam pertahanan Negara. Hal
demikian sebagaimana tercantum dalam Pasal
30 UUD 1945 Perubahan Kedua bahwa tiap-tiap

Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945


dan Pasal 30 UUD 1945 tersebut dapat
disimpulakn baha usaha pembelaan dan
pertahanan Negara merupakan hak dan
kewajiban setiap warga Negara Indonesia. Hal
ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap
warga Negara berhak dan wajib untuk turut
serta dalam menentukan kebijakan pembelaan
Negara melalui lembaga-lembaga perwakilan
sesuai dengan UUD 1945 dan perundangundangan yang berlaku. Selain itu, bahwa
setiap warga Negara harus turut serta dalam
setiap usaha pembelaan Negara sesuai
dengan kemampuan dan profesinya masingmasing.

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002


tentang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat (1)
disebutkan bahwa Setiap warga Negara berhak
dan wajib ikut serta dalam upaya bela Negara
yang diwujudkan dalam penyelenggaraan
pertahanan
Negara.
Bagian
penjelasan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 menyatakan
bahwa upaya bela Negara adalah sikapt dan
perilaku warga Negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Upaya
bela Negara, selain sebagai kewajiban dasar
manusia, juga merupakan kehormatan bagi
setiap warga Negara yang dilaksanakan dengan

Konsep Bela Negara dapat diuraikan secara


fisik maupun nonfisik. Secara fisik yaitu
dengan cara memanggul bedil menghadapi
serangan atau agresi musuh. Bela Negara
secara fisik dilakukan untuk menghadapi
ancaman dari luar. Adapun bela Negara secara
nonfisik dapat didefinisikan sebagai segala
upaya
untuk
mempertahankan
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan cara
meningkatkan kesadaran berbangsa dan
bernegara, menanamkan kecintaan terhadap
tanah air serta berperan aktif dalam
memajukan bangsa dan Negara. Bela Negara
perlu kita pahami dalam arti sempit yaitu
secara fisik dan arti luas yaitu secara fisik

2.5.2 Peraturan Perundang-undangan


tentang Bela Negara
Ketentuan atau landasan hukum mengenai
bela Negara secara tersurat dapat kita ketahui
dalam bagian pasal atau batang tubuh UUD
1945 yaitu sebagai berikut.
a. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 Perubahan
Kedua yang berbunyi Setiap warga Negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
b. Pasal 30 UUD 1945 Perubahan Kedua yang
secara lengkap sebagai berikut.
1. Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pertahana dan
keamana Negara.

2. Usaha
pertahanan
dan
keamanan
Negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat
semesta
oleh
Tentara
Nasional
Indonesia
dan
Kepolisian
Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan
utama, dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
3. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara sebagai alat Negara
bertugas mempertahankan, melindungi,
dan
memelihara
keutuhan
dan
kedaulatan Negara.
4. Kepolisian Negara Republik Indonesia

5. Susunan dan Kedudukan Tentara Nasional


Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, hubungan kewenangan Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan
tugasnya,
syarat-syarat
keikutsertaan
warga Negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan Negara, serta hal-hal yang
terkait dengan pertahanan dan keamanan
diatur dengan undang-undang.
Sementara saat ini undang-undang yang
merupakan pelaksanaan dari Pasal 30 UUD
1945 tersebut adalah
1. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia;

3. Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang


Tentara Nasional Indonesia;p
Mengenai peran warga Negara dalam bela Negara
disebutkan dalam Pasal 9 UU No. 3 Tahun 2002, yaitu
4. Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya bela Negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara.
5. Keikutsertaan warga Negara dalam upaya bela
Negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diselenggarakan melalui:
a. Pendidikan kewarganegaraan;
b. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
c. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional
Indonesia secara sukarela atau wajib; dan
Pengabdian sesuai dengan profesi.
3. Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan,
pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan
pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan

2.5.3 Keikutsertaan warga Negara


Indonesia dalam bela Negara
Keikutsertaan warga Negara dalam
upaya menghadapi ancaman tentu saja
dengan upaya bela Negara. Uraian
sebelumnya telah dikemukakan bahwa
bela Negara mencakup pengertian bela
Negara secara fisik dan nonfisik. Bela
Negara secara fisik adalah memanggul
senjata dan menghadapi musuh (secar
militer).
Bela
Negara
secara
fisik
pengertiannya lebih sempit dari bela
Negara secara nonfisik.

a. Bela Negara secara Fisik


Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan
warga Negara dalam bela Negara secara fisik
dapat dilakukan dengan menjadi anggota
Tentara Nasional Indonesiadan Pelatihan Dasar
Kemiliteran. Sekarang ini pelatihan dasar
kemiliteran diselenggarakan melalui program
Rakyat Terlatih (Ratih), meskipun konsep
Rakyat Terlatih (Ratih) adalah amanat dari
Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang
Pokok-Pokok
Pertahanan
dan
Keamanan
Negara.

Rakyat Terlatih (Ratih) terdiri dari berbagai


unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa),
Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan Sipil
(Hansip),
Mitra
Babinsa,
dan
Organisasi
Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang telah
mengikuti Pendidikan Dasar Militer dan lainnya.
Rakyat terlatih mempunyai empat fungsi yaitu
Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat,
Keamanan Rakyat, dan Perlawanan Rakyat. Tiga
fungsi
yang
disebut
pertama
umumnya
dilakukan pada masa damai atau pada saat
terjadinya bencana alam atau darurat sipil,
dimana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu
pemerintah
daerah
dalam
menangani
Keamanan
dan
Ketertiban
Masyarakat,
sementara fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan

Bila keadaan ekonomi dan keuangan Negara


memungkinkan, dapat pula dipertimbangkan
kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer
bagi warga Negara yang memenuhi syarat
seperti yang dilakukan di banyak Negara maju
di Barat. Mereka yang telah mengikuti
pendidikan dasar militer akan dijadikan
Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama
waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya
sebulan dalam setahun untuk mengikuti
latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam
keadaan darurat perang, mereka dapat
dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugastugas tempur maupun tugas-tugas territorial.
Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur,

a. Bela Negara secara Nonfisik


Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002
keikutsertaan warga Negara dalam bela Negara
secara nonfisik dapat diselenggarakan melalui
pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai
dengan profesi. Berdasarkan hal itu, keterlibatan
warga Negara dalam bela Negara secara nonfisik
dapat dilakukan dengan berbagai bentu, sepanjang
masa dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
b. Meningkatkan
kesadaran
berbangsa
dan
bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi
dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak
memaksakan kehendak;
c. Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui
pengabdian yang tulus kepada masyarakat;
d. Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan
Negara dengan berkarya nyata (bukan reoritak);
e. Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap

e. Pembekalan mental spiritual di kalangan


masyarakat agar dapat menangkal pengaruhpengaruh budaya asing yang tidak sesuai
dengan norma-norma kehidupan bangsa
Indonesia dengan lebih bertakwa kepada
Allah
SWT,
melalui
ibadah
sesuai
agama/kepercayaan masing-masing. Sampai
saat ini belum ada undang-undang tersendiri
yang
mengatur
mengenai
pendidikan
kewarganegaraan,
pelatihan
dasar
kemiliteran secara wajib, dan pengabdian
sesuai
dengan
profesi
sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang No. 3
Tahun 2002. Apabila nantinya telah keluar
undang-undang
mengenai
pendidikan
kewarganegaraan,
pelatihan
dasar

2.5.4 Identifikasi ancaman terhadap


bangsa dan Negara
Ancaman dapat dikonsepsikan sebagai
setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri yang dinilai
membahayakan
kedaulatan
Negara,
keutuhan wilayah Negara, dan keselamatan
segenap
bangsa.
Konsep
ancaman
mencakup hal yang sangat luas dan
spectrum yang senantiasa berkembang
berubah dari waktu ke waktu. Ancaman
inilah yang perlu kita atasi melalui
keikutsertaan warga dalam upaya bela
Negara.
Menurut Undan-Undang No. 20 Tahun
1982,
ancaman
mencakup
ancaman,

Dewasa ini ancaman terhadap kedaulatan


Negara yang semula bersifat konvensional
(fisik) berkembang menjadi multidimensional
(fisik dan nonfisik), baik yang berasal dari luar
negeri maupun dari dalam negeri. Ancaman
yang bersifat multidimensional tersebut dapat
bersumber, baik dari permasalahan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya maupun
permasalahan keamanan yang terkait dengan
kejahatan internasional, antara lain terorisme,
imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian
kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan
lingkungan.

Ancaman dibedakan menjadi dua yaitu


ancaman militer dan ancaman nonmiliter.
Ancaman militer adalah ancaman yang
menggunakan kekuatan bersenjata yang
terorganisasi
yang
dinilai
mempunyai
kemampuan yang membahayakan kedaulatan
Negara, keutuhan wilayah Negara, dan
keselamatan segenap bangsa.
Bentuk-bentuk
dari
ancaman
militer
mencakup:
a.Agresi berupa penggunaan kekuaan
bersenjata
oleh
Negara
lain
terhadap
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan segenap bangsa atau dalam

1. Invasi berupa serangan oleh kekuatan


bersenjata Negara lain terhadap wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Bombardemen berupa penggunaan senjata
lainnya yang dilakukan oleh angkatan
bersenjata Negara lain terhadap wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. Blockade terhadap pelabuhan atau pantai
atau wilayah udara Negara Kesatuan
Republik
Indonesia
oleh
angkatan
bersenjata Negara lain;
4. Serangan
unsur
angkatan
bersenjata
Negara lain terhadap unsure kesatuan dara
atau satuan laut atau satuan udara Tentara
Nasional Indonesia;

5. Unsur kekuatan bersenjata Negara lain


yang berada dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
perjanjian
yang
tindakan
atau
keberadaannya
bertentangan
dengan
ketentuan dalam perjanjian;
6. Tindakan suatu Negara yang mengizinkan
penggunaan wilayahnya oleh Negara lain
sebagai daerah persiapan untuk melakukan
agresi terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
7. Pengiriman kelompok bersenjata atau
tentara bayaran oleh Negara lain untuk
melakukan tindakan kekerasan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau

b. Pelangaran wilayah yang dilakukan oleh


Negara lain, baikyang menggunakan kapal
maupun pesawat nonkomersial.
c. Spionase yang dilakukan oleh Negara lain
untuk mencari dan mendapatkan rahasia
militer.
d. Sabotase untuk merusak instalasi penting
militer dan objek vital nasional yang
membahayakan keselamatan bangsa.
e. Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh
jaringan terorisme internasional atau yang
bekerja sama dengan terorisme dalam
negeri atau terorisme luar negeri yang
bereskalasi tinggi sehingga membahayakan
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah, dan

f. Pemberontakan bersenjata.
g. Perang saudara yang terjadi antara kelompok
masyarakat bersenjata dengan kelompok
masyarakat bersenjata alinnya.
Macam ancaman yang dihadapi bangsa
Indonesia di masa depan lebih kompleks lagi.
Berdasarkan buku putih yang disusun oleh
Departemen Pertahanan (2003) prakiraan
ancaman dan tantangan masa depan bangsa
adalah sebagai berikut.
h. Terorisme
internasional
yang
memiliki
jaringan lintas Negara dan timbul didalam
negeri.
i. Gerakan
separatis
yang
berusaha
memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik
Indonesia
terutama
gerakan

c. Aksi radikalisme yang berlatar belakang


primordial etnis, ras dan agama serta
ideologi di luar Pancasila, baik berdiri
sendiri
maupun
memiliki
keterkaitan
dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri.
d. Konflik komunal, kendatipun bersumber
pada masalah sosial ekonomi, namun dapat
berkembang menjadi konflik antarsuku,
agama maupun ras/keturunan dalam skala
yang luas.
e. Kejahatan
lintas
Negara,
seperti
penyeludupan barang, senjata, amunisi dan
bahan peledak, penyeludupan manusia,
narkoba, pencucian uang dan bentukbentuk kejahatan terorganisasi lainnya.

g. Gangguan
keamanan
laut
seperti
pembajakan
dan
perompakan,
penangkapan
ikan
secara
illegal,
pencemaran, dan perusakan ekosistem.
h. Gangguan
keamanan
udara
seperti
pembajakan udara, pelanggaran wilayah
udara, dan terorisme melalui sarana
transportasi udara.
i. Perusakan lingkungan seperti pembakaran
hutan,
perambahan
hutan
illegal,
pemgbuangan limbah bahan beracun dan
berbahaya.
j. Bencana alam dan dampaknya terhadap
keselamatan bangsa.

Ketahanan Nasional Indonesia dikelola


berdasarkan unsur Astagatra yang meliputi
unsur-unsur (1) geografi, (2) kekayaan alam,
(3) kependudukan, (4) ideologi, (5) politik, (6)
ekonomi,
(7)
sosial
budaya,
dan
(8)
pertahanan keamanan. unsur 1) geografi, (2)
kekayaan alam, (3) kependudukan disebut
Trigatra. Unsur (4) ideologi, (5) politik, (6)
ekonomi,
(7)
sosial
budaya,
dan
(8)
pertahanan keamanan disebut Pancagatra.

3.1 Kesimpulan
Geostrategi adalah suatu cara atau
pendekatan
dalam
memanfaatkan
kondisi lingkungan untuk mewujudkan
cita-cita proklamasi dan tujuan nasional
Ketahanan nasional sebagai geostrategi
bangsa Indonesia memiliki pengertian
bahwa konsep ketahanan nasional
merupakan pendekatan yang digunakan
bangsa Indonesia dalam melaksanakan
pembangunan dalam rangka mencapai
cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Ketahanan nasional sebagai suatu
pendekatan merupakan salah satu
pengertian dari konsepsi ketahanan

3.2 Saran
Hendaknya pihak lembaga menyediakan
sarana dan prasarana yang lengkap
penunjang kegiatan perkuliahan sehingga
nantinya bisa menghasilkan lulusan yang
benar siap bersaing dalam kehidupan
bermasyarakat.
penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan, maka kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan.

SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai