Anda di halaman 1dari 9

PEMATANGAN MINYAK BUMI

Pengertian Pematangan
Pengertian pematangan atau pendewasaan minyak bumi (oil maturation) erat
hubungannya dengan masalah waktu pembentukan dan pengertian batuan induk. Banyak ahli
geologi minyak bumi berpendapat, bahwa langkah dalam sejarah pembentukan minyak bumi
terjadi dalam atau dekat reservior pada waktu atau setelah migrasi primer selesai, dan terdiri dari
suatu urutan perubahan purna-diagenesa yang menghasilkan hidrokarbon dari senyawa yang
lebih berat dengan molekul rendah. proses ini disebut pematangan atau pendewasaan
(maturation) dan hasilnya adalah minyak bumi yang sebenarnya (Dott dan Reynold, 1969).
Semua perubahan ini bersifat kimia dan disebabkan berbagai perubahan lingkungan geologi
dimana hidrokarbon tersebut berada. Dalam hal ini Phillipi (1965) berpendapat, bahwa proses
pematangan terjadi dalam batuan induk, dan yang bermigrasi adalah minyak bumi yang asli.
Suatu hal yang perlu direnungkan ialah, bahwa minyak bumi yang belum matang sebagai zat
transisi tidak ditemukan. Sedangkan jika jenis minyak aspal dan parafin dianggap sebagai zat
yang matang dan belum matang, maka pesoalannya menyangkut varietas jenis minyak bumi.
Dalam hal ini beberapa penyelidik seperti Haeberle (1951) dan Hunt (1958) menunjukkan,
bahwa fasies memegang peranan dalam menentukan jenis minyak bumi, seperti misalnya
perbedaan derajat API. Terlepas daripada fasies, waktu dan perubahan lingkungan geologi juga
dapat merubah minyak bumi secara kimia, hal mana juga dapat dipahami dari segi teori
termodinamika. Pengertian minyak 'muda' dan 'matang' : minyak bumi yang bersifat naften atau
aspal biasanya dianggap 'muda' (young oil), mengandung lebih banyak senyawa hidrokarbon
dengan berat molekul tinggi, berat jenis tinggi (derajat API rendah), perbandingan atom hidrogen
terhadap karbon rendah, dan pada umumnya mengandung lebih banyak senyawa yang
mengandung belerang, nitrogen dan oksigen, serta kadar bensinnya rendah. Minyak parafin
dianggap lebih matang (mature), dan merupakan hasil proses pematangan dari minyak bumi
naften, dengan pembentukan senyawa Hidrokarbon dengan berat molekul dan berat jenis rendah,
perbandingan atom hidrogen terhadap karbon rendah dan hanya sedikit mengandung belerang,
nitrogen dan oksigen, dan kadar bensin tinggi.
Secara termodinamika minyak bumi parafinis memang lebih rendah dan energi bebasnya
lebih stabil. proses pendewasaan ini telah dikenal sejak Rogers (1850), dan memperlihatkan

korelasi antara metamorfisme dinamis dan temperatur dengan sususnan batubara dan terdapatnya
minyak dan gas bumi. Selain itu Rogers menyimpulkan bahwa minyak dengan berat jenis
terendah mempunyai tingkat yang tertinggi, mengandung hidrokarbon ringan jenuh yang paling
dan bagian terbesar dari hidrogen dan berat jenis yang paling rendah.

PEMATANGAN SEBAGAI KONVERSI GEOKIMIA MINYAK BUMI


Proses pematangan minyak bumi mungkin lebih diyakinkan oleh konsepsi Andreev, Bogomolov,
Dobryanski dan Kartev (1958). Proses ini didasarkan atas analisa termodinamika yang
menyatakan, bahwa zat organik yang terdiri dari beraneka unsur (heteroelemental) mempunyai
energi bebas lebih tinggi, dan transformasi spontan senyawa organik akan selalu terjadi dari
enegi bebas lebih rendah. Hidrokarbon siklis yang tidak jenuh, terutama yang asimetris
mempunyai energi bebas lebih tinggi daripada molekul jenuh yang sederhana. Penurunan kadar
senyawa yang beroksigen dan dekarboxilasi dapat dipakai sebagai indeks transformasi.Dilain
pihak dari segi termodinamika, perubahan dari normal hidrokarbon menjadi golongan metil yang
bercabang lebih mungkin terjadi daripada sebaliknya, demikian pula dari parafin siklis menjadi
parafin bercabang. Hal ini sesuai dengan hukum Reznichenko (1955), yaitu 'hukum akumulasi
gugusan metil dalam reaksi kimia'. Dalam hal ini, secara termodinamika seri parafin merupakan
minyak bumi yang paling stabil. Perubahan susunan kimia ini oleh ilmiawan soviet dinamakan
sebagai : konversi geokimia minyak bumi. Proses ini menurut Andreev (1958) meliputi 11
tahap :
1. permulaan, zat organik yang telah dideoxigenasikan dalam batuan sedimen (sapropel).
2. Zat resin sekunder, yang terbentuk dengan timbulnya hidrokarbon, termasuk senyawa heterogen.
3. Zat resin primer, yang belum mempunyai sifat hidrokarbon. Konversi menghasilkan residu tak
larut selain hidrokarbon.
4.

Senyawa aromat yang berberat molekul tinggi, terdiri dari satu atau lebih cincin sikloparafin
yang disambung oleh cincin aromat yang sebenarnya.

5. Hidrokarbon aromat bisiklis dan monosiklis yang sederhana.


6. Hidrokarbon sikloparafin-polisiklis : suatu tahap yang paling tidak stabil dan segera berkonversi
menjadi zat yang berikutnya.
7. Sikloparafin monosiklis dan bisiklis.
8. Hidrokarbon bersifat parafin : sebagai objek akhir dari semua.

9. Gas alam jenis parafin. Gas ini dipisahkan karena menunjukkan dinamika munculnya gas dari
hidrokarbon jenis yang berlainan. Gas terbentuk hanya pada stadium konversi yang kemudian.
10. Senyawa yang banyak mengandung karbon dengan berat molekul tinggi dan berstruktur siklis,
merupakan suatu hasil sekunder yang khas dan belum kehilangan daya larutnya dalam pelarut
organik. zat ini merupakan mata penghubung antara zat grafit dan bagian hidrokarbon minyak
bumi.
11. tubuh grafit, merupakan hasil akhir pengkonversian minyak bumi atau sebagian minyak bumi.
KONSEPSI PEMATANGAN PHILLIPI (1965)
Phillipi (1965) berdasarkan pekerjaannya di Sumatera Selatan, Venezuela (1957) dan
cekungan Ventura dan Los Angeles, menunjukkan bahwa pematangan (matiration) minyak bumi
yang berhubungan dengan pembentukannya sendiri terjadi dalam batuan induk. Pendewasaan
minyak bumi merupakan hasil degradasi termal zat organik, sehingga merupakan fungsi gradien
geotemal. Hasil analisa hidrokarbon batuan induk pada batuan sedimen miosen dalam cekungan
yang sama, menunjukkan terdapatnya peningkatan progresif daripada jumlah dan perubahan
susunan kimia hidrokarbon minyak bumi dalam reservoir. Makin dalam letak batuan dan makin
tua umur batuan tersebut, maka kesamaan susunan kimianya dengan minyak bumi tercapai.Hal
ini menurut Phillipi (1965) adalah proses pematangan. Dalam analisanya dari jenis hidrokarbon
dalam batuan induk terhadap kedalaman didapatkan :
1.

Kadar hidrokarbon bersama dengan perbandingannya hidrokarbon/karbon non karbonat


meningkat kuat.

2. Peningkatan ini lambat pada permulaan, tetapi sangat menyolok dalam serpih Miosen Atas (15
juta tahun).
3. susunan secara keseluruhan daripada hidrokarbon dengan titik didih di atas 325 derajat celcius
tidak kelihatan berubah dalam proses pembentukan minyak bumi, tetapi sangat menyolok dan
bersistem dalam susunan detailnya, antara lain lelebihan nomor atom karbon ganjil dalam
kisaran C27 - C33 makin menghilang, dan parafin normal dalam kisaran C18 - C22 terbentuk.
4.

Konsentrasi total hidrokarbon dengan titik didih diatas 325 derajat celcius meningkat dengan
kedalaman dan umur, disertai pula peningkatan parafin normal dalam batuan serpih.
Pada permulaan, jumlah hidrokarbon yang terbentuk jauh lebih sedikit daripada daya penyerapan
zat organik non hidrokarbon, sehingga minyak (yang belum dewasa) yang mula-mula terbentuk

akan tinggal ditempat terbentuknya (dalam zat organik) sampai stadium proses pembentukan
minyak berikutnya. Jika jumlah minyak yang terbentuk melebihi daya penyerapan zat organik,
barulah minyak bumi akan dikeluarkan, dan minyak yang dikeluarkan telah matang.
Pendapat Phillipi (1965) ini menerangkan mengapa dalam lapisan semuda pliosen muda seperti
minyak yang didapatkan di California telah matang. Keberatan terhadap teori ini adalah, bahwa
minyak harus bermigrasi secara vertikal melalui serpih tebal yang rapat.
PROSES PEMATANGAN
Untuk proses pematangan ini diajukan berbagai macam hipotesa.
1. TEORI PERBANDINGAN KARBON ('CARBON - RATIO') DARI WHITE. White (1915)
menghubungkan terjadinya perubahan minyak bumi dengan metamorfisme regional, sebagaiman
diperlihatkan pada perubahan barubara. Berdasarkan penelitiannya di pegunungan Appalachia
disimpulkannya bahwa minyak bumi yang bertingkat paling rendah ditemukan di daerah dengan
formasi yang mengandung endapan karbonan yang paling sedikit terubah. Minyak bumi yang
lebih tinggi tingkatannya ditemukan di daerah dengan perubahan zat organik yang lebih lanjut,
seperti misalnya, batubara sub-bitumina. Di daerah batubara - bitumina tingkatan minyak
buminya akan lebih tinggi lagi.
Jika perubahan residu karbon melampui 65 persen atau mungkin 75 persen dari karbon tetap
dalam batubara murni, maka distilat minyak bumi terdapat berbagai gas pada temperatur batuan.
Teori ini kembali lagi diungkapkan oleh Landes (1967) yang mengkorelasikan langsung antara
cara terdapatnya jenis minyak serta gas bumi dengan tingkatan batubara (coal ranks) dan
menyebutnya sebagai proses eometamorfisma.
2. FRAKSI MINYAK DALAM BATUAN (DAY, 1916).
Teori ini mengemukakan bahwa pendewasaan disebabkan karena fraksinasi minyak bumi dalam
serpih lempung/batuan induknya. pada waktu migrasi, hidrokarbon yang tidak jenuh (naften,
aromat) akan melekat pada lempung karena kapilaritas. dengan demikian minyak bumi yang
bermigrasi akan lebih matang.
3.

HUBUNGAN BERAT JENIS (DERAJAT API) MINYAK BUMI TERHADAP UMUR DAN
KEDALAMAN.
Barton (1934) menemukan dari beberapa penelitiannya di daerah Gulfcoast, bahwa untuk umur
yang sama, maka dalam terdapatnya minyak bumi makin meningkat kadar fraksi ringan dan

derajat API-nya. Demikian pula untuk kedalaman yang sama, makin tua umurnya makin ringan
minyak buminya. Hal yang sama ditemukan oleh McNab, Smith, dan Betts (1952).
KESIMPULAN YANG DAPAT DIAMBIL : makin dalam terdapatnya minyak bumi dan makin
tua umurnya minyak bumi makin meningkatlah perbandingan hidrogen/karbon. Namun dalam
hal gas, maka ditemukan keadaan sebaliknya, makin dalam dan makin tua gas tersebut,
perbandingan hidrogen/karbon makin menurun.
Dalam hal ini sumber organik minyak bumi serta lingkungan pengendapan batuan induk harus
diperhitungkan, karena fasies merupakan faktor yang lebih kuat daripada kedalaman dan umur.
Berbagai proses pendewasaan karena kedalaman dan umur yang telah diusulkan, yaitu :
a.

Hidrogenasi dan metilisasi. Dalam proses ini hidrokarbon yang tidak jenuh dijenuhi dengan
hidrogen atau metil, dan merubah hidrokarbon siklis menjadi alifat. sebagai kemungkinan
sumber hidrogen bebas diusulkan oleh Whitehead dan Breger (1960) cara iradiasi partikel alpa,
sebagaimana tersirat dalam teorinya mengenai transformasi zat organik minyak bumi. Sumber
lain adalah hasil aktivitas bakteri seperti dikemukakan oleh Zobell (1947).

b.

Reaksi katalitis dan 'cracking'. Peninggian temperatur dan pengaktifan katalisator akan
mematahkan hidrokarbon berat menjadi hidrokarbon ringan/parafin.

c.

aromatisasi. Erdman (1965) mengajukan proses konversi yang terjadi karena penurunan
progresif dalam daya larut minyak bumi dari zat aspal, yang khas merupakan penyusunan
minyak muda atau minyak primitif. hal ini merupakan suatu polimerisasi senyawa aromatik
menjadi kompleks aspal. Dengan demikian zat naften dan aromat akan ketinggalan, dan minyak
yang bermigrasi akan menjadi lebih bersifat parafin. Pada proses ini atom hidrogen akan
dilepaskan.

d.

Migrasi pemisahan dari fasa (Silverman, 1965). Konsepsi ini meliputi pemisahan secara fisik
satu fasa dari sistem reservoir minyak bumi berfasa dua, yang kemudian yang diikuti oleh
migrasi dari fasa yang telah dipisahkan dari reservoir asalnya. Hal ini meliputi pula penurunan
tekanan untuk mendapatkan dua fasa (cairan dan uap).

MIGRASI MINYAK DAN GAS BUMI


Definisi Migrasi
Migrasi didefinisikan sebagai pergerakan minyak dan gas di bawah permukaan. Migrasi
primer merupakan sebutan untuk tahapan dari proses migrasi, berupa ekspulsi hidrokarbon
dari source rock(batuan sumber) yang berbutir halus dan berpermeabelitas rendah ke carrier
bed yang memiliki permeabelitas lebih tinggi. Akumulasi merupakan pengumpulan dari
hidrokarbon yang telah bermigrasi dalam keadaan yang secara relatif diam dalam waktu yang
lama. Trap merupakan istilah dimana migrasi terhenti dan akumulasi terjadi.
Jika minyakbumi berasal dari bahan organik dan tersebar dalam batuan sumber,
kemungkinan bentuk fisik minyakbumi yang terbentuk adalah berupa tetes-tetes kecil. Karena itu
untuk terjadinya suatu akumulasi diperlukan pengkonsentrasian, antara lain keluarnya tetes-tetes
tersebut dari reservoir dan kemudian bergerak ke perangkap. Koesoemadinata (1980)
menyatakan ada beberapa faktor tertentu sebagai sumber tenaga untuk terjadinya migrasi
minyakbumi baik primer maupun sekunder, yaitu kompaksi, tegangan permukaan, gravitasi
pelampungan (buoyancy), tekanan hidrostatik, tekanan gas, sedimentasi, dan gradien
hidrodinamik.
Jenis Migrasi
Migrasi dibagi menjadi 3 macam(Vandenbroucke, 1993). yaitu :
Migrasi Primer
Migrasi primer yaitu perpindahan hidrokarbon dari source rock ke karier bed. Migrasi primer
berjalan lambat karena minyak bumi harus cukup untuk keluar dari batuan induk yang memiliki
permeabilitas matrik yang rendah. Migrasi primer berakhir ketika hidrokarbon telah mencapai
permeable conduit atau carrier bed untuk terjadinya migrasi sekunder
Saat ini, ada tiga mekanisme migrasi primer yang membawa perhatian serius bagi
kebanyakan ahli geokimia petroleum, yaitu difusi, ekspulsi fasa minyak, dan pelarutan dalam
gas.
Difusi sebagai mekanisme aktif dalam migrasi hidrokarbon, terjadi secara terbatas pada
batuan sumber yang tipis atau pada tepian unit batuan sumber yang tebal. Pengkonsentrasian
diperlukan untuk memungkinkan terjadinya migrasi primer, dimana difusi dapat menyebabkan
akumulasi hidrokarbon dalam ukuran yang cukup besar.

Ekspulsi hidrokarbon dalam kaitannya dengan migrasi primer terjadi dalam fasa
hidrofobik. Ini terjadi pada umumnya sebagai hasil perekahan mikro selama pergerakan
hidrokarbon. Ketika tekanan dalam batuan sudah melebihi kekuatannya menahan tekanan,
perekahan mikro terjadi, terutama pada bidang lemah dari batuan tersebut, seperti bidang
perlapisan. Sehingga batuan yang terlaminasi mungkin menghasilkan hidrokarbon dengan
tingkat efisiensi yang lebih tinggi daripada batuan yang masif.
Momper (1789) dalam Rondeel (2001) menyatakan bahwa dalam banyak kasus tidak ada
perekahan mikro atau ekspulsi yang terjadi sebelum jumlah bitumen yang dihasilkan batuan
sumber mencapai batas ambang tertentu.
Mills (1923) dan Sokolov (1964) dalam Koesoemadinata (1980) sehubungan dengan
pelarutan minyakbumi dalam gas dan ekspansi gas, menyatakan bahwa minyak dapat larut dalam
gas, terutama pada temperatur dan tekanan tinggi. Gas diketahui dapat bermigrasi dengan lebih
leluasa melalui batuan bergubung tegangan permukaannya yang kecil. Karena suatu pembebasan
tekanan, maka gas berekspansi dan membawa minyakbumi terlarut. Rondeel (2001) menyatakan
bahwa mekanisme pelarutan ini hanya terjadi bergantung pada keberadaan gas yang dipengaruhi
oleh tingkat katagenesis dan kapabilitas batuan sumber untuk menghasilkan gas.
Jarak dari migrasi primer hidrokarbon pendek. Migrasi primer terjadi dengan lambat dan
sulit, dikarenakan batuan sumber yang memiliki permeabelitas yang rendah. Migrasi primer akan
terhenti ketika hidrokarbon mencapai tingkat permeabelitas yang memungkinkan terjadinya
migrasi sekunder. Migrasi primer dapat terjadi baik secara lateral, ke atas dan ke bawah
bergantung pada karakteristik carrier bed yang ada di dekat batuan sumber.
Migrasi Sekunder
Migrasi sekunder yaitu perpindahan hidrokarbon dari carier bed ke jebakan atau trap.
Problem yang sering dihadapi adalah pore throat lebih kecil dibanding oil stringers, karenanya
oil stringrs akan tertahan. untuk dapat bergerak, maka bouyancy >>>capillary-entry pressure
(setelah akumulasi tercapai).
Jika capillary-entry pressur >>> buoyancy, maka migrasi sekunder .Akan terhenti hingga
capillary-entry presure tereduksi dan Buoyant force meningkatKetika hidrokarbon berhasil
keluar dari batuan sumber dan mengalami migrasi sekunder, pergerakan dari hidrokarbon akan
dipengaruhi oleh gaya pelampungan (bouyancy). Teori pelampungan (dalam Koesoemadinata,
1980) menerangkan mekanisme pergerakan minyak bumi karena adanya perbedaan berat jenis

minyakbumi dan air. Suatu gumpalan minyak dalam air akan selalu melambung mencari tempat
yang lebih tinggi. Gumpalan ini kemudian bergerak ke atas mengikuti kemiringan penyekat
batuan reservoir.
Berlawanan dari gaya pelampungan adalah tekanan kapilaritas (Rondeel, 2001). Semakin
besar pori dari suatu batuan, semakin kecil tekanan kapilaritasnya, dan semakin kecil pori dari
suatu batuan, semakin besar tekanan kapilaritasnya. Gaya pelampungan bekerja untuk
mengerakan hidrokarbon, tetapi tekanan kapilaritas melawan gaya pelampungan tersebut.
Sehingga apabila gaya pelampungan yang bekerja lebih kecil dari pada tekanan kapilaritas, maka
migrasi dari hidrokarbon tidak akan terjadi. Aliran hidrodinamik yang merupakan gaya ketiga
yang mengerakan hidrokarbon dapat mengubah pergerakan dari hidrokarbon, tetapi hal ini
kurang memperngaruhi dasar bahwa gaya pelampungan dan tekanan kapilaritas merupakan
faktor utama yang menentukan pergerakan dari hidrokarbon.
Migrasi sekunder terjadi pada arah yang dipengaruhi oleh gaya pelampungan yang
paling besar. Pergerakan ini awalnya menuju ke arah atas, dan lalu mengikuti kemiringan carrier
bed apabila hidrokarbon menemui lapisan dengan permeabelitas kurang di atas carrier bed.
Keberadaan struktur dan perubahan fasies mungkin menyebabkan tekanan kapilaritas lebih
dominan daripada gaya pelampungan, sehingga arah migrasi mungkin akan berubah, dan atau
terhenti.
Migrasi Tersier
Migrasi tersier terjadi jika ada kebocoran (leakage) pada cap rocks yang menutupi
reservoir.Cap rocks dengan pori-pori yang lebih kecil dari batuan dibawahnya, mampu menahan
pergerakan naik dari minyak bumi. Pengisian yang progresif menyebabkan akumulasi
meningkat, dapat menyebabkan bouyancy capillary-entry pressure Fractures dan faults dapat
menyebabkan kebocoran.

DAFTAR PUSTAKA
http://stenlyroy.blogspot.com/2011/07/pematangan-sebagai-konversi-geokimia.html
http://stenlyroy.blogspot.com/
http://biarkanakumenulis.blogspot.com/2011/04/jenis-migrasi.html

Anda mungkin juga menyukai