Anda di halaman 1dari 16

1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Space Occupying Lesions Intracranial (SOL)
3.1.1 Definisi
Sol dapat didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat
primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang
berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma, berbagai jenis kista dan
malformasi vaskuler.1
3.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga intrakranial dan
tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak dan 3 berasal dari
lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah
akibat infeksi, terutama tuberculosis.Dari data tersebut terdapat 6 kasus astrocytoma
dan 3 kasus meningioma. Dalam kasus tersebut masing-masing terdapat 2 kasus lagi
yakni, pilocytic astrocytoma and medulloblastoma. Selain itu juga terdapat kasus
pineal tumour, craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular schwannoma
danoligodendroglioma dan 6 kasusindeterminate . ada 3 kasus SOL yang mengenai
spinal yakniarachnoiditis, subdural abscess dantuberculoma.2
3.1.3. Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya

meningioma (neoplasma

selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat
belum diketahui gejala klinis.

2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis
tuberose, neurofibromatosis.
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan

terbentuknya

neoplasma

primer

susunan

hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.


4. Defisisensi imunologi dan congenital3
3.1.4.Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi:
1. Jinak
a. Acoustic Neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma (grade1)
2. Malignant
a. Astrocytoma (grade 2)
b.Oligodendroglioma
c. Apendymoma

saraf

pusat

tetapi

Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :


1. Tumor Intradural
a. Ekstramedular
b. Cleurofibroma
c. Meningioma Intramedular
d. Apendimoma
e. Astrocytoma
f. Oligodendroglioma
g. Hemangioblastoma
2. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer4
3.1.5.

Patofisiologi
Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan

oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah
dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup tidak bisa
berkembang.
Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran
timbale balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak
dapat berkembang, tanpa berepengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan
serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan

dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan
dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada
penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi.
Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat
dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila
tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan
perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2
dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut
akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan
kompresi jaringan saraf.
Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka
untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi
kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai
tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral
posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf
ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme
kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperature.4
3.1.6. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian TIK. Demikian juga , dua pertiga pasien SOL memiliki
semua gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk
peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang menyebabkan
masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat
dugaan adanya peninggian TIK.7

1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi 5:


a. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat
hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat
beraktivitas

yang

menyebabkan

peningkatan

TIK,

yaitu

batuk,

membungkung, dan mengejan.


b. Nausea atau muntah
muntah

yang

memancar

(projectile

voiting)

biasanya

menyertai

peningkatan tekanan intracranial.


c. Papil edema
titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic atau
discus optic.
Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata
melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus optic.
Karena

meningens

memberi

reflex

kepada

seputar

bola

mata,

memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan


cerebrospinal.
Karena discus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang
rusak tidak dapat mendeteksi sinar.6

2. False localizing signs dan tanda lateralisasi


False localizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang
sebenarnya. Sering disebabkan karena peningkatan

tekanan

intrakaranial,

peregeseran dari struktur-struktur intracranial atau

iskemi. Lesi pada salah satu

kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang
jauh dari lesi primer. Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang
tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:
a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau
tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang
sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV
b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor
yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
c. Gangguan mental
d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise.
3. Gejala klinik local
Manifestasi local terjadi pada tumor yang meneyebabkan destruksi parenkim,
infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor
(contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya
dapat meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
a. Tumor Lobus Frontal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis pos- iktal.
b. Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, deficit lapangan pandang homonim perubahan kepribadian,
disfungsi memori dan kejang parsial kompleks

c. Lobus Parietal
dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal hemianoksi
homonym
d. Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen.
e. Tumor pada Ventrikel Tiga
Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus.
f. Tumor Batang Otak
terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas
g. Tumor Serebellar
Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang
sering ditemukan pada tumor serebellar.
h. Tumor Hipotalamus
Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan
cerebrospinal.
i. Tumor Fosa Posterior
Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus.5

3.1.7. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya
nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik
ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang.8
Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:8
1. Denyut nadi
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk
mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada
mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla.
2. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan
diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah
hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
3. Tekanan darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai
mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai
dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka
tekanan darah akan mulai turun.
4. Suhu tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap
stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan
muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.
5. Reaksi pupil

Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang
lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan
penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.
3.1.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Head CT-Scan
CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang
mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih
singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi
tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat
menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan
gambar yang berbeda pad CT-Scan.9
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.
Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih
nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat
kontras. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor
yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun
massa di batang otak.9
Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa
hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam
(inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak
didaerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas
tentorium serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur
dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan
CT window width. Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada
perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle

10

shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus
dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya.8
Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih
sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan
dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural
dalam waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras,
vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural
hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk
lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan
epidural hematoma.8
Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi
hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan
perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi
lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan
perdarahan subarakhnoid.8
Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya
biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun
terapi.
2. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi
tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang
otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi
perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial. 7
3. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk
menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi,
walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit.9
4. Foto Thoraks
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama
paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru.

11

Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan


struktur garis (perdarahan /edema), dan fragmen tulang.9
5. USG Abdomen
Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang
dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering
daripada tumor primer otak.9
6. Biopsi
Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut,
sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor
dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan
pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.7
7. Lumbal Pungsi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu.
Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel
dari tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini
kontraindikasi untuk dilakukan.7
8. Analisa Gas Darah
Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial.7
9. Angiography
Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan
untuk beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk
mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama
apabila terlibat embuluh darah besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama
untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat dalam dari otak.7

3.1.9. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada
pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses
seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang

12

sesuai, ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural


hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural
hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada
subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.7
2. Radioterapi
Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade
glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari
pembedahan parsial.7
3. Kemoterapi
Terapi utama jenis

limpoma

adalah

kemoterapi.

Tetapi

untuk

oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya


digunakan sebagai terapi tambahan.7
4. Antikolvusan
Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan
gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan
intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang.7
Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain itu
dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).7
5. Antibiotik
Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,
sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6
minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran
abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam
memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan
dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah
toksisitas.9
6. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana
intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone

13

adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal.


Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari, tetapi dosisnya dapat
ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk
mengontrol gejala neurologik.6
7. Head up 30-45
Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan
membantu mengurangi TIK.7
8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia
PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi
peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas
darah untuk menghindari global iskemia pada otak.7
9. Diuretika Osmosis
Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit
untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema
serebri.7
3.1.10. Komplikasi
1.
2.
3.
4.

Gangguan fungsi neurologis


Gangguan kognitif
Gangguan tidur dan mood
Gangguan disfungsi seksual.8

14

BAB V
KESIMPULAN
Sol pada otak umumnya berhubungan dengan malignansi namun keadaan
patologi lain meliputi abses otak atau hematom. Adanya sol dalam otak akan
menyebabkan gambaran seperti tumor, yang meliputi gejala umum yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan intera cranial, perubahan tingkah laku, false localizing
signserta kelainan tergantung pada lokasi tumor. Tumor juga dapat menyebabkan
infiltrasi dan kerusakan pada struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi
pada aliran cairan serebrospinalis yang menyebabkan hidrose falus dan menginduksi
angiogenesis dan edema paru.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial


Space Occupying Lesions A Morphological Analysis. Department of
Pathology, Postgraduate Medical Institute, Lahore Pakistan. Biomedica Vol.
21
2. Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea
the CT era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and
Chongqing Emergency Medical Centre, Chongqing City, China.PNG Med J
2007 Mar-Jun;50(1-2):33-43
3. Wulandari, A., 2012. Space

Occupaying

Lesion

(SOL). Available

from:http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol[Last accessed 7th December


2014]
4. Ningrum, F.Y., 2013.

Space Occupaying Lesion( SOL). Available

from:http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL[Last accessed 7th


December 2014]
5. Widyalaksono, A.,

2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available

from:http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL

[Last accessed 7th

December 2014]
6. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson
LM, eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition. Page
50-52.
8. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember
10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720. [Last accessed
7th Desember 2014]
9. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam
Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer.

16

Anda mungkin juga menyukai