Anda di halaman 1dari 3

Aspek Pendidikan

a) Dusun 1
Sebagian besar warga Dusun 1 Cijambe merupakan lulusan SMA, meski ada
sebagian kecil di antaranya yang berhasil mencapai bangku universitas. Kesadaran
untuk menuntut ilmu hingga 12 tahun (dari SD hingga SMA) sudah mulai dipahami
oleh masyarakat. Kesadaran akan pentingnya menuntut ilmu dan bersekolah tersebut
disebarluaskan oleh para pendidik melalui acara-acara silaturahmi di Masjid seperti
pengajian bersama. Hal tersebut dilakukan agar warga tergerak untuk menyekolahkan
anak-anaknya setinggi mungkin. Selain itu, memang peraturan wajib sekolah 12
tahun sudah masuk (disosialisasikan oleh pemeintah) di Dusun ini sehingga warga
berniat untuk mematuhi peraturan yang ada. Warga beranggapan bahwa yang
terpenting adalah anak-anaknya sekolah walaupun keadaan ekonomi seringkali
menjadi hambatan yang besar.
Untuk sekolah yang berada di Dusun 1 sendiri berjumlah empat sekolah yakni
dua sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yaitu PAUD Aisyah dan PAUD
Syarqowiyah, satu Sekolah Dasar Negeri 1 Cijambe (SDN 1), dan satu Madrasah
Tsanawiyah (MTS). Adapun hambatan yang dialami oleh sekolah-sekolah tersebut
yaitu (1) mengenai fasilitas pendidikan seperti sarana prasarana. Sarana prasarana
yang kurang menjadi salah satu keluhan. Untuk PAUD, dikeluhkan bahwa sekolah
kekurangan alat permainan untuk anak-anak. Sedangkan di SD dan MTS dikeluhkan
beberapa fasilitas penunjang belajar yang rusak seperti meja, dsb. (2) Mengenai
jumlah pengajar yang kurang. Dikeluhkan adanya kekurangan jumlah pengajar,
khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Inggris. (3) Mengenai biaya yang besar.
Meskipun dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah sudah masuk
dalam meringankan biaya SPP, namun warga masih berkeberatan dalam
mengeluarkan dana penunjang atribut sekolah seperti seragam, dsb. Oleh sebab itu, di
beberapa sekolah seperti misalnya PAUD Syarqowiyah, biaya SPP dan biaya untuk
pembayaran seragam dibayarkan oleh masyarakat secara sukarela sedangkan dana
BOS hanya untuk menutupi gaji guru.
Sekolah yang tersedia di dusun I masih sedikit dan belum dapat memenuhi
kebutuhan akan pendidikan secara maksimal. Perbandingan antara sekolah dan
jumlah warga yang wajib memperoleh pendidikan belum merata. Seperti yang

dikeluhkan sebagian warga yaitu jarak ke sekolah yang jauh karena sekolah terdekat
hanya sedikit di dusun I. Terutama sekolah SMA yang jauh bahkan banyak warga
yang akhirnya bersekolah di desa lain.
b) Dusun II
Di Dusun II terdapat satu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dua Sekolah
Dasar Negeri (SDN) yaitu SDN Cijambe 3 dan SDN Cijambe 4. Sedangkan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menegah Atas (SMA) terdapat di Cikelet
(tidak terdapat di dusun II). Pendidikan di dusun II telah mendapat subsidi dana
pendidikan BOS meskipun warga masih mengeluh masalah ekonomi. Mayoritas
warga dusun II hanya menempuh pendidikan hingga SD. Faktor yang menghambat
warga untuk melanjutkan pendidikan SMP dan SMA terutama karena masalah
ekonomi (biaya operasional) mengingat jarak ke Cikelet sangat jauh. Dengan
pendidikan yang masih rendah, sebagian besar warga dusun II memiliki mata
pencaharian buruh tani dan nelayan.
Sekolah di dusun II masih memiliki banyak kekurangan baik dalam hal sarana
pendidikan, tenaga pengajar dan kurikulum. Kekurangan dalam sarana pendidikan
terlihat dengan ditemukan fakta-fakta yakni kondisi sekolah yang tidak layak seperti
tidak memiliki perpustakaan dan fasilitas kamar mandi yang sangat minim. Tenaga
pengajar di sekolah-sekolah masih didominasi tenaga honorer, hanya beberapa yang
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Untuk sosialisasi mengenai pendidikan telah secara langsung dilakukan oleh
tokoh masyarakat dan memang masyarakat sendiri sudah mengerti akan arti
pentingnya pendidikan sehingga mereka termotivasi untuk mengenyam pendidikan di
bangku sekolah. Hanya saja terkadang warga masih terhalang oleh keterbatasan
ekonomi (khususnya untuk mengenyam pendidikan di SMP dan SMA) karena SMP
dan SMA tidak terdapat di dusun tersebut (melainkan harus ke Cikelet) yang
berakibat mengeluarkan dana lebih untuk biaya perjalanan (ongkos).
c) Dusun III
Mayoritas warga dusun III Cijambe mengenyam pendidikan hanya sampai
bangku Sekolah Dasar (SD). Salah satu faktor utama hal tersebut karena tak
tersedianya sekolah tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menegah
Atas (SMA). Dusun III hanya memiliki satu PAUD dan satu SDN. Kondisi geografis

di sana sangat memprihatinkan. Dapat dikatakan, dusun III Cijambe merupakan salah
satu daerah tertinggal. Kurangnya transportasi dan jalan yang masih rusak membuat
warga dusun III tidak melanjutkan pendidikannya ke daerah lain. Akhirnya warga
dusun III hanya mencapai pendidikan SD dan kemudian bekerja sebagai petani.
Kondisi sekolah yang ada di dusun III seperti sekolah di daerah terpencil
lainnya. Salah satunya SD disana hanya memiliki tiga kelas dengan jumlah siswa
115. Mata pelajaran masih terbatas dan belum ada pelajaran bahasa Inggris dan
Teknologi Informasi. Mengingat pentingnya kedua mata pelajaran tersebut maka
dusun III memerlukan tenaga pengajar dalam bidang tersebut. Tenaga pengajar di
SDN yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya satu orang. Sebagian besar
pengajar lainnya merupakan lulusan Sekolah Menegah Atas (SMA). Dari segi biaya,
pendidikan di dusun III mendapat subsidi dari pemerintah berupa dana BOS.
Sehingga warga tak perlu membayar biaya SPP hanya ada tambahan biaya seragam.
Sosialisasi mengenai pendidikan dilakukan oleh komite sekolah melalui
komunikasi langsung dengan ibu-ibu sekitar. Selain itu, Komite sekolah juga
berperan dalam bermusyawarah untuk

menentukan kelulusan siswa, membantu

pengawasan Ujian Nasional, hingga pengawasan aliran dana BOS agar dana dapat
tertuju dengan tepat sasaran.

Anda mungkin juga menyukai