Halaman
..................................................................................................
Halaman Judul
i
Daftar Isi
....................................................................................................
ii
....................................................................................
................................................................................................
23
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu dilakukan
upaya perbaikan gizi perseorangan dan gizi masyarakat pada seluruh siklus
kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas
kepada kelompok rawan gizi1.
Gizi Seimbang adalah susunan hidangan makanan sehari yang terdiri atas
berbagai ragam bahan makanan yang berkualitas dalam jumlah dan proporsi yang
sesuai dengan aktifitas fisik, umur, jenis kelamin dan keadaan fisiologi tubuh
sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, guna pemeliharaan dan
perbaikan sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan
secara optimal1.
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.
Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya
tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
Masalah Gizi di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan, terbukti
tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita serta rendahnya tingkat kecerdasan
meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013). Jika diamati berat
bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang
dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antar
provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang
tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan
pengumpulan data panjang bayi lahir, dengan angka nasional bayi lahir pendek
<48 cm sebesar 20,2 persen, bervariasi dari yang tertinggi di Nusa Tenggara
Timur (28,7%) dan terendah di Bali (9,6%)2.
Cakupan imunisasi lengkap menunjukkan perbaikan dari 41,6 persen
(2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan tetapi masih dijumpai 32,1 persen
diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah diimunisasi,
dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat
imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot2.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A untuk anak balita dari 71,5 persen
tahun 2007 menjadi 75,5 persen tahun 2013. Hasil RISKESDAS juga
menunjukkan kecenderungan RT yang mengonsumsi garam dengan kandungan
iodium cukup berdasarkan hasil tes cepat pada tahun 2013 (77,1%) mengalami
peningkatan dibanding tahun 2007 (62,3%). Target WHO untuk universal salt
iodization (USI) atau garam beriodium untuk semua, minimal 90 persen RT
mengonsumsi garam dengan kandungan iodium cukup, masih belum tercapai.
Pada tahun 2013, sebanyak 13 provinsi telah mencapai USI, sedangkan pada
tahun 2007 hanya 6 provinsi3,4,6,7.
Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih
rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar
50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya
deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat Kapsul
Vitamin A baru mencapai 69,8 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet
Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60%. Sementara itu perilaku gizi lain yang
belum baik adalah masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara
eksklusif yang baru mencapai 42% pada tahun 20123,4,5,8.
Banyak faktor yang menyebabkan masalah gizi kurang antara lain tingkat
kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan
anggota keluarga pengetahuan dan perilaku keluarga dalam memilih, mengolah
dan membagi makanan ditingkat rumah tangga; ketersediaan air bersih dan
fasilitas sanitasi dasar; serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan
kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas; status sosial ekonomi dan
karakteristik keluarga (kepercayaan, sikap, dan hubungan antar anggota
keluarga)15,16.
Tujuan program perbaikan gizi bertujuan menurunkan angka penyakit gizi
kurang yang umumnya banyak diderita oleh masyarakat berpenghasilan rendah
(di pedesaan maupun perkotaan), terutama pada nak balita dan wanita. Tujuan
tersebut mendukung upaya penurunan angka kematian bayi, balita dan kematian
ibu serta mendorong makin terwujudnya norma keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera. Program ini juga berusaha memperbaiki keadaan gizi masyarakat pada
umumnya, melalui perbaikan pola konsumsi pangan yang makin beraneka ragam,
seimbang dan bermutu gizi.1,11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) adalah usaha perbaikan gizi
masyarakat yang berintikan penyuluhan gizi, melalui peningkatan peran serta
masyarakat dan didukung kegiatan yang bersifat lintas sektoral, Dilaksanakan
oleh berbagai sektor terkait (Kesehatan, BKKBN, Pertanian Dalam Negeri),
2.2
Tujuan UPGK1
a. Tujuan Umum: Mendorong perubahan sikap dan perilaku yang
mendukung perbaikan gizi anak balita dan keluarga melalui peningkatan
pengertian, partisipasi dan pemerataan hasil kegiatan untuk mencapai
keluarga sadar gizi menuju terjadinya manusia berkualitas.
b. Tujuan Khusus
1) Partisipasi dan pemerataan kegiatan:
a. Semua anggota masyarakat ikut serta aktif
dalam
dicatat di KMS.
Semua bayi disusui ibunya sampai usia 2 tahun atau lebih dan
c.
d.
Sasaran Langsung
Sasaran langsung adalah perorangan atau keluarga yang bersedia
b.
Ibu muda
c.
Ibu Hamil
d.
Ibu menyusui
e.
Masyarakat umum
II.
dapat membantu secara aktif baik sebagai pengajar (motivator), maupun sebagai
penyedia
jasa
kelompok
UPGK
dalam
rangka
melembagakan
dan
dengan
menggunakan
pesan-pesan
gizi
sederhana,
Pemberian bimbingan dan nasihat pada Ibu dalam usaha menumbuhkan perilaku
gizi yang positif. Dalam memberikan bimbingan dan nasihat, ada enam pesan gizi
pokok yang menjadi titik berat penyuluhan, yaitu sebagai berikut:
1) Anak yang sehat, berat badannya akan selalu bertambah
2) Sampai usia 4 bulan, bayi cukup diberi ASI saja.
3) Mulai usia bulan ke-5, anak harus sudah mulai diberi makanan
pendamping ASI
4) Memasuki usia tahun ke-2, anak dapat diberi makanan biasa. Susuilah
anak selama mungkin selagi ASI masih ada
5) Ibu hamil harus makan lebih banyak dari biasanya
6) Ibu menyusui harus minum air 8 gelas sehari.
2) Pelayanan Gizi di Posyandu
Pelayanan Gizi di Posyandu seperti penimbangan gizi anak balita yang
teratur dan berkala menggunakan KMS, Imunisasi, Pemberian Makanan
Tambahan (PMT), Pemberian paket pertolongan gizi.
3) Pemanfaatan Pekarangan
Pemanfaatan pekarangan sangat baik untuk membantu meningkatkan gizi
keluarga dan mendorong tumbuhnya swadaya keluarga untuk perbaikan gizi.
Makanan yang dimakan anak akan sangat ditentukan oleh macam makanan yang
disajikan ibunya di meja makan, dan makanan yang disajikan ibu juga tergantung
pada bahan makanan apa yang tersedia dan dapat dimasak oleh ibu.
Dari
beberapa
macam
kegiatan
pokok
UPGK
tersebut,
dalam
2.5
terutama sarana untuk kegiatan penyuluhan. Demikian juga sarana untuk kegiatan
UPGK yang lain masih ditemui adanya hambatan terutama dalam segi manajemen
suplai dan pengendalianya1,9,10.
3)
daerah dirasakan masih sangat kurang. Tenaga Gizi yang ada masih perlu
memperoleh pelatiahan atau pembinaan yang intensif. Hal ini disebabkan antara
lain karena1,9,10:
i.
Terbatasnya tenaga yang ada
ii.
Tingginya mutasi petugas
10
iii.
iv.
v.
4)
terpadu. Setiap kegiatan masih bejalan sendiri sesuai dengan target yang telah
ditetapkan oleh sektornya. Kegiatan koordinasi hanya terlihat pada waktu
pertemuan/rapat, belum dilaksanakan di lapangan. Demikian pula BPGD
(Badan Perbaikan Gizi Daerah). Belum banyak menunjukan peran yang
dominan dalam kegiatan perbaikan gizi di daerah.
5)
UPGK, sehingga peran serta mereka masih sulit diwujudkan. Disamping itu
pembinaan dari pemerintah daerah maupun dari pemuka masyarakat juga belum
terlihat nyata. Daerah sebagian besar masih tergantung dengan kebijaksanaan di
tingkat pusat, terutama dalam hal pendanaan untuk kegiatan UPGK tersebut. Oleh
karena itu untuk dapat menciptakan kegiatan UPGK yang mandiri masih perlu
dicarikan upaya terobosan lain, walaupun ada beberapa daerah yang bisa
melaksanakan kegiatan UPGK secara mandiri. (Benny Kodyat,1992).
11
12
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai
umur 6 bulan (ASI eksklusif).
ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat. ASI
dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal
sampai berusia 6 bulan (ASI eksklusif). ASI sangat praktis karena dapat diberikan
setiap saat. Selain itu, ASI dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi serta
mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi11,14.
3.
dan mineral) sesuai kebutuhan. Tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang
lengkap kandungan gizinya. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka
ragam akan menjamin pemenuhan kebutuhan gizi keluarga11.
4. Menggunakan garam beryodium.
Zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Jumlah kebutuhan yodium setiap
hari untuk mencegah terjadinya defisiensi tergantung dari umur dan kondisi
fisiologi, tetapi tidak dipengaruhi jenis kelamin. Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) menimbulkan penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan
dan pembesaran kelenjar gondok11,14.
13
5.
meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari, terutama
vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan yodium untuk penduduk di daerah
endemis gondok. Suplementasi zat gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi tersebut11,14
Jenis suplementasi gizi sebagaimana dimaksud meliputi1:
a. kapsul vitamin A;
b. tablet tambah darah;
c. makanan tambahan ibu hamil;
d. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI);
e. makanan tambahan anak balita 2-5 tahun;
f. makanan tambahan anak usia sekolah; dan
g. bubuk multi vitamin dan mineral
Untuk mewujudkan perilaku KADARZI, sejumlah aspek perlu dicermati.
Aspek ini berada di semua tingkatan yang mencakup:
i.
Tingkat keluarga,
ii.
Tingkat masyarakat,
iii.
iv.
Tingkat pemerintah.
14
sosialisasi,
Komunikasi
Informasi
Edukasi
(KIE)
dan
pendampingan keluarga.
3. Menggalang kerjasama dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta pihak lainnya dalam
mobilisasi sumber daya untuk penyediaan pangan rumah tangga,
peningkatan daya beli keluarga dan perbaikan asuhan gizi.
4. Mengupayakan terpenuhinya kebutuhan suplementasi gizi terutama zat
gizi mikro dan MP-ASI bagi balita GAKIN.
5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas dan
jaringannya dalam pengelolaan dan tatalaksana pelayanan gizi.
15
16
B. Petugas Pendampingan
Tenaga yang terlibat dalam persiapan pendampingan keluarga adalah Tim
Puskesmas yang terdiri dari pimpinan Puskesmas, Bidan koordinator dan Tenaga
Pelaksana Gizi (TPG); Penyuluh kesehatan, Bidan Poskesdes; Kader Poskesdes;
dan Kepala Desa/Lurah1.
C. Pelaksanaan Pendampingan
Setelah memperoleh pelatihan, kader pendamping melaksanakan tugas-tugas
sebagai berikut1:
17
keluarga lain yang menderita sakit, kebersihan diri dan lingkungan rumah
serta pemanfaatan air bersih
18
19
4. Kemitraan
Gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efektif bila
dilaksanakan dengan dukungan kemitraan. Kemitraan KADARZI adalah suatu
kerja sama yang formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai peningkatan KADARZI. Kemitraan
KADARZI berlandaskan pada 3 prinsip dasar yaitu: Kesetaraan, keterbukaan dan
saling menguntungkan antarmitra.
E. Indikator Keberhasilan KADARZI1
o Meningkatnya frekuensi keluarga sasaran datang ke Posyandu.
o Meningkatnya jumlah ibu yang memberikan ASI Eksklusif.
o Meningkatnya cakupan bayi 6-11 bulan yang mendapat kapsul vitamin
A, satu kali setiap tahun.
o Meningkatnya cakupan anak balita (12-59 bulan) yang mendapat kapsul
vitamin A, dua kali setiap tahun.
o Meningkatnya cakupan ibu hamil minum TTD minimal 90 tablet.
o Meningkatnya cakupan pemberian MP-ASI bagi bayi 6-11 bulan dan
anak 12-23 bulan dari keluarga miskin.
o Semua anak gizi buruk pasca rawat inap yang didampingi, berat
badannya naik mengikuti jalur pertumbuhan normal pada KMS.
o Meningkatnya jumlah keluarga yang menggunakan garam beryodium
yang memenuhi syarat.
o Meningkatnya jumlah balita atau keluarga yang makan aneka ragam
makanan.
20
21
BAB III
22
DAFTAR PUSTAKA
23
12. Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990 .Jilid 3. Jakarta.
1989.
24