Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

Halaman
..................................................................................................

Halaman Judul
i
Daftar Isi

....................................................................................................
ii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................


1
BAB II Tinjauan Pustaka
6
BAB III Penutup

....................................................................................

................................................................................................
23

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu dilakukan

upaya perbaikan gizi perseorangan dan gizi masyarakat pada seluruh siklus
kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas
kepada kelompok rawan gizi1.
Gizi Seimbang adalah susunan hidangan makanan sehari yang terdiri atas
berbagai ragam bahan makanan yang berkualitas dalam jumlah dan proporsi yang
sesuai dengan aktifitas fisik, umur, jenis kelamin dan keadaan fisiologi tubuh
sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, guna pemeliharaan dan
perbaikan sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan
secara optimal1.
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia.
Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya
tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
Masalah Gizi di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan, terbukti
tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita serta rendahnya tingkat kecerdasan

yang berakibat pada rendahnya produktifitas, pengangguran, kemiskinan dan akan


menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini mendasari masalah Gizi menjadi
salah satu faktor penting penentu pencapaian Millenium Development Goals.1,13
Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi.
Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak
memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan
makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang
mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan
yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai
keterampilan untuk penyiapannya1.
Menurut RISKESDAS 2013 prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun
menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen (tahun
2013). Beberapa provinsi, seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah menunjukkan kecenderungan menurun.
Dua provinsi yang prevalensinya sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua
Barat, dan dua provinsi yang prevalensinya <15 persen terjadi di Bali, dan DKI
Jakarta. Masalah stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional
37,2 persen, bervariasi dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI Yogyakarta,
DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur (<30%) sampai yang tertinggi (>50%) di
Nusa Tenggara Timur2.
Tidak berubahnya prevalensi status gizi, terlihat dari kecenderungan
proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin

meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013). Jika diamati berat
bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang
dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antar
provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang
tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan
pengumpulan data panjang bayi lahir, dengan angka nasional bayi lahir pendek
<48 cm sebesar 20,2 persen, bervariasi dari yang tertinggi di Nusa Tenggara
Timur (28,7%) dan terendah di Bali (9,6%)2.
Cakupan imunisasi lengkap menunjukkan perbaikan dari 41,6 persen
(2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan tetapi masih dijumpai 32,1 persen
diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah diimunisasi,
dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat
imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot2.
Cakupan pemberian kapsul vitamin A untuk anak balita dari 71,5 persen
tahun 2007 menjadi 75,5 persen tahun 2013. Hasil RISKESDAS juga
menunjukkan kecenderungan RT yang mengonsumsi garam dengan kandungan
iodium cukup berdasarkan hasil tes cepat pada tahun 2013 (77,1%) mengalami
peningkatan dibanding tahun 2007 (62,3%). Target WHO untuk universal salt
iodization (USI) atau garam beriodium untuk semua, minimal 90 persen RT
mengonsumsi garam dengan kandungan iodium cukup, masih belum tercapai.
Pada tahun 2013, sebanyak 13 provinsi telah mencapai USI, sedangkan pada
tahun 2007 hanya 6 provinsi3,4,6,7.

Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih
rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar
50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya
deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat Kapsul
Vitamin A baru mencapai 69,8 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet
Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60%. Sementara itu perilaku gizi lain yang
belum baik adalah masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara
eksklusif yang baru mencapai 42% pada tahun 20123,4,5,8.
Banyak faktor yang menyebabkan masalah gizi kurang antara lain tingkat
kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan
anggota keluarga pengetahuan dan perilaku keluarga dalam memilih, mengolah
dan membagi makanan ditingkat rumah tangga; ketersediaan air bersih dan
fasilitas sanitasi dasar; serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan
kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas; status sosial ekonomi dan
karakteristik keluarga (kepercayaan, sikap, dan hubungan antar anggota
keluarga)15,16.
Tujuan program perbaikan gizi bertujuan menurunkan angka penyakit gizi
kurang yang umumnya banyak diderita oleh masyarakat berpenghasilan rendah
(di pedesaan maupun perkotaan), terutama pada nak balita dan wanita. Tujuan
tersebut mendukung upaya penurunan angka kematian bayi, balita dan kematian
ibu serta mendorong makin terwujudnya norma keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera. Program ini juga berusaha memperbaiki keadaan gizi masyarakat pada
umumnya, melalui perbaikan pola konsumsi pangan yang makin beraneka ragam,
seimbang dan bermutu gizi.1,11

Sasaran dari program perbaikan gizi yaitu penurunan prevalensi kurang


kalori protein (KKP) pada balita, penurunan prevalensi kurang vitamin A di
daerah rawan, penurunan prevalensi gangguan akibat kekurangan yodium,
penurunan prevalensi anemia gizi pada ibu hamil, dan adanya perubahan pola
konsumsi pangan keluarga yang makin beraneka ragam, seimbang dan bermutu
gizi.1,11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) adalah usaha perbaikan gizi
masyarakat yang berintikan penyuluhan gizi, melalui peningkatan peran serta
masyarakat dan didukung kegiatan yang bersifat lintas sektoral, Dilaksanakan
oleh berbagai sektor terkait (Kesehatan, BKKBN, Pertanian Dalam Negeri),

Dikbud, PKK, dan lain-lain9.


Pengertian lain mengenai UPGK adalah9:
a) Merupakan usaha keluarga sendiri untuk memperbaiki keadaan gizi
seluruh anggota keluarga.
b) Dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai
penggerak masyarakat dan petugas berbagai sektor sebagai motivator,
pembimbing dan pembina.
c) Merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
d) Secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung
untuk melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga dan
masyarakat.

2.2

Tujuan UPGK1
a. Tujuan Umum: Mendorong perubahan sikap dan perilaku yang
mendukung perbaikan gizi anak balita dan keluarga melalui peningkatan
pengertian, partisipasi dan pemerataan hasil kegiatan untuk mencapai
keluarga sadar gizi menuju terjadinya manusia berkualitas.
b. Tujuan Khusus
1) Partisipasi dan pemerataan kegiatan:
a. Semua anggota masyarakat ikut serta aktif

dalam

penyelenggaraan kegiatan. Penanggungjawab kegiatan adalah


anggota masyarakat setempat yang telah mendapat latihan.

b. Pada daerah UPGK, kegiatan meluas ke semua RW.


c. Pada setiap RW, semua balita (anak dibawah 5 tahun), ibu hamil
dan ibu menyusui tercakup dalam kegiatan.
2) Perubahan tingkah laku yang mendukung tercapainya perbaikan gizi.
a. Semua balita ditimbang setiap bulan, dan hasil timbangannya
b.

dicatat di KMS.
Semua bayi disusui ibunya sampai usia 2 tahun atau lebih dan

c.

mendapat makanan lain yang sesuai dengan kebutuhannya.


Semua anak yang berumur 1-4 tahun mendapat 1 kapsul

d.

vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan.


Semua anak yang mencret segera diberi minum larutan gula
garam atau larutan oralit.

2.3. Sasaran UPGK1


Secara garis besar sasaran UPGK dapat dikelompokkan menjadi:
I.

Sasaran Langsung
Sasaran langsung adalah perorangan atau keluarga yang bersedia

melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri dalam rangka mewujudkan keluarga


sadar gizi. Sasaran ini pada garis besarnya dapat disegmentasikan menjadi:
a.

Keluarga Balita (Ibu, bapak, anggota keluarga yng ditugasi


mengasuh anak)

b.

Ibu muda

c.

Ibu Hamil

d.

Ibu menyusui

e.

Masyarakat umum

II.

Sasaran Tidak Langsung1


Sasaran tidak langsung adalah perorangan atau institusi yang diharapkan

dapat membantu secara aktif baik sebagai pengajar (motivator), maupun sebagai
penyedia

jasa

kelompok

UPGK

dalam

rangka

melembagakan

dan

memberdayakan keluarga sadar gizi.


Sasaran ini antara lain terdiri dari:
a. Kelompok yang mempunyai pengaruh dan menentukan dalam proses
pengambilan keputusan misalnya: pemuka masyarakat baik formal maupun
informal (pemuka agama, kepala adat, dan lain-lain).
b. Kelompok / institusi masyarakat di tingkat desa, KPD, KWT, PKK,
Pramuka, Karang Taruna, LSM, LKMD, Lembaga Agama, Kader dan lain
sebagainya.
c. Kelompok Petugas KIE dari sektor-sektor yang terkait dalam berbagai
tingkat daerah, meliputi:
1) Sektor kesehatan (Petugas Rumah Sakit, Petugas Puskesmas dan lainlain)
2) Sektor Keagamaan (Petugas KUA, motifator UPGK jalur agama,
penyuluh agama, guru agama)
3) Sektor Pertanian
4) Sektor BKKBN
5) Sektor Pendidikan

2.4 Kegiatan Pokok UPGK11

Adapun kegiatan pokok UPGK meliputi :


1) Penyuluhan Gizi Masyarakat
Penyuluhan

dengan

menggunakan

pesan-pesan

gizi

sederhana,

Pemberian bimbingan dan nasihat pada Ibu dalam usaha menumbuhkan perilaku
gizi yang positif. Dalam memberikan bimbingan dan nasihat, ada enam pesan gizi
pokok yang menjadi titik berat penyuluhan, yaitu sebagai berikut:
1) Anak yang sehat, berat badannya akan selalu bertambah
2) Sampai usia 4 bulan, bayi cukup diberi ASI saja.
3) Mulai usia bulan ke-5, anak harus sudah mulai diberi makanan
pendamping ASI
4) Memasuki usia tahun ke-2, anak dapat diberi makanan biasa. Susuilah
anak selama mungkin selagi ASI masih ada
5) Ibu hamil harus makan lebih banyak dari biasanya
6) Ibu menyusui harus minum air 8 gelas sehari.
2) Pelayanan Gizi di Posyandu
Pelayanan Gizi di Posyandu seperti penimbangan gizi anak balita yang
teratur dan berkala menggunakan KMS, Imunisasi, Pemberian Makanan
Tambahan (PMT), Pemberian paket pertolongan gizi.

3) Pemanfaatan Pekarangan
Pemanfaatan pekarangan sangat baik untuk membantu meningkatkan gizi
keluarga dan mendorong tumbuhnya swadaya keluarga untuk perbaikan gizi.
Makanan yang dimakan anak akan sangat ditentukan oleh macam makanan yang
disajikan ibunya di meja makan, dan makanan yang disajikan ibu juga tergantung
pada bahan makanan apa yang tersedia dan dapat dimasak oleh ibu.

Dari

beberapa

macam

kegiatan

pokok

UPGK

tersebut,

dalam

pelaksanaannya UPGK diperlukan adanya kerjasama yang baik antara kader,


masyarakat dan petugas lainnya yang sebagian besar dilakukan di posyandu
dengan tujuan akhir menuju keluarga kecil, bahagia, sehat dan sejahtera.

Faktor yang mempengaruhi UPGK11

2.5

1) Cakupan pelayanan kegiatan UPGK


Cakupan pelayanan kegiatan UPGK dirasakan masih belum maksimal.
Hal ini terlihat dari masih rendahnya tingkat kunjungan Balita ke Posyandu (D/S).
Menurut data sampai bulan September 2004 tingkat kunjungan baru mencapai
49,1 %. Hasil studi dan pengalaman dari propinsi diketahui bahwa yang selalu
berkunjung ke Posyandu dan mau ditimbang umumnya anak batita (bawah 3
tahun), sedangkan anak berumur diatas 3 tahun sudah sulit untuk diajak ke
Posyandu1,9,10.
2)

Sarana penunjang UPGK


Sarana untuk menunjang kegiatan UPGK masih dirasakan sangat kurang

terutama sarana untuk kegiatan penyuluhan. Demikian juga sarana untuk kegiatan
UPGK yang lain masih ditemui adanya hambatan terutama dalam segi manajemen
suplai dan pengendalianya1,9,10.
3)

Kuantitas dan kualitas petugas Gizi


Kuantitas dan kualitas petugas gizi di tingkat Puskesmas di beberapa

daerah dirasakan masih sangat kurang. Tenaga Gizi yang ada masih perlu
memperoleh pelatiahan atau pembinaan yang intensif. Hal ini disebabkan antara
lain karena1,9,10:
i.
Terbatasnya tenaga yang ada
ii.
Tingginya mutasi petugas

10

iii.
iv.
v.
4)

Besarnya cakupan Posyandu yang perlu dibina


Terbatasnya biaya operasional untuk kegiatan UPGK
Belum semua petugas mengetahui/dilatih tentang program Gizi.

Kerja sama lintas sektoral dan lintas program


Kerja sama lintas sektoral dan lintas program belum berjalan secara

terpadu. Setiap kegiatan masih bejalan sendiri sesuai dengan target yang telah
ditetapkan oleh sektornya. Kegiatan koordinasi hanya terlihat pada waktu
pertemuan/rapat, belum dilaksanakan di lapangan. Demikian pula BPGD
(Badan Perbaikan Gizi Daerah). Belum banyak menunjukan peran yang
dominan dalam kegiatan perbaikan gizi di daerah.
5)

Kurangnya pengertian masyarakat


Masih kurangnya pengertian masyarakat akan pentingnya kegiatan

UPGK, sehingga peran serta mereka masih sulit diwujudkan. Disamping itu
pembinaan dari pemerintah daerah maupun dari pemuka masyarakat juga belum
terlihat nyata. Daerah sebagian besar masih tergantung dengan kebijaksanaan di
tingkat pusat, terutama dalam hal pendanaan untuk kegiatan UPGK tersebut. Oleh
karena itu untuk dapat menciptakan kegiatan UPGK yang mandiri masih perlu
dicarikan upaya terobosan lain, walaupun ada beberapa daerah yang bisa
melaksanakan kegiatan UPGK secara mandiri. (Benny Kodyat,1992).

2.6. Peran Puskesmas1


Tugas dan fungsi Puskesmas dalam kegiatan UPGK terbagi dalam dua
yakni tugas yang bersifat lintas sektoral dan tugas yang bersifat sektoral. Tugas
yang bersifat lintas sektoral adalah:

11

1. Menyusun planning of action (POA) untuk pelaksanaan kegiatan UPGK


sesuai tahap-tahap kegiatan menurut program yang ada
2. Mengatur tim pelatih lintas sektor kecamatan yang akan melaksanakan
latihan kader sesuai dengan pedoman yang ada.
3. Menyediakan bahan yang diperlukan untuk terlaksananya kegiatan UPGK,
mengunjungi posyandu untuk membimbing kader dalam pelaksanaan
kegiatan
4. Mengadakan analisa data UPGK dan memberikan umpan balik, dan
5. Melakukan tindak lanjut atas dasar analisa data dan umpan balik.
Sedangkan tugas yang bersifat sektoral bersifat untuk kepentingan sektor
kesehatan sendiri, yang meliputi:
1. Melaksanakan kegiatan operasional pelayanan gizi keluarga.
2. Menyelenggarakan pelatihan pelayanan gizi keluarga.
3. Membina pelaksanaan operasional pelayanan gizi keluarga di dalam dan di
luar Posyandu.
4. Mengelola sarana pelayanan gizi keluarga.
5. Merencanakan dan mengevaluasi UPGK.
2.7. Keluarga Sadar Gizi ( KADARZI )
KADARZI adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan
mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI
apabila telah berperilaku gizi yang baik secara terus menerus. Perilaku sadar gizi
yang diharapkan terwujud minimal adalah1,:
1. Menimbang berat badan secara teratur.
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur
enam bulan (ASI eksklusif).
3. Makan beraneka ragam.
4. Menggunakan garam beryodium.
5. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.

12

1. Menimbang berat badan secara teratur.


Hal ini perlu dilakukan karena perubahan berat badan menggambarkan
perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan pada suatu keluarga14.

2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai
umur 6 bulan (ASI eksklusif).
ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat. ASI
dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal
sampai berusia 6 bulan (ASI eksklusif). ASI sangat praktis karena dapat diberikan
setiap saat. Selain itu, ASI dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi serta
mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi11,14.
3.

Makan beraneka ragam.


Tubuh manusia memerlukan semua zat gizi (energi, lemak, protein, vitamin

dan mineral) sesuai kebutuhan. Tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang
lengkap kandungan gizinya. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka
ragam akan menjamin pemenuhan kebutuhan gizi keluarga11.
4. Menggunakan garam beryodium.
Zat yodium diperlukan tubuh setiap hari. Jumlah kebutuhan yodium setiap
hari untuk mencegah terjadinya defisiensi tergantung dari umur dan kondisi
fisiologi, tetapi tidak dipengaruhi jenis kelamin. Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) menimbulkan penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan
dan pembesaran kelenjar gondok11,14.

13

5.

Minum suplemen gizi (TTD [Tablet Tambah Darah], kapsul Vitamin A


dosis tinggi) sesuai anjuran.
Kebutuhan zat gizi pada kelompok bayi, balita, ibu hamil dan menyusui

meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari, terutama
vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan yodium untuk penduduk di daerah
endemis gondok. Suplementasi zat gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
zat gizi tersebut11,14
Jenis suplementasi gizi sebagaimana dimaksud meliputi1:
a. kapsul vitamin A;
b. tablet tambah darah;
c. makanan tambahan ibu hamil;
d. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI);
e. makanan tambahan anak balita 2-5 tahun;
f. makanan tambahan anak usia sekolah; dan
g. bubuk multi vitamin dan mineral
Untuk mewujudkan perilaku KADARZI, sejumlah aspek perlu dicermati.
Aspek ini berada di semua tingkatan yang mencakup:
i.

Tingkat keluarga,

ii.

Tingkat masyarakat,

iii.

Tingkat pelayanan kesehatan, dan

iv.

Tingkat pemerintah.

Di tingkat keluarga, aspek tersebut adalah 1) pengetahuan dan


keterampilan keluarga dan 2) kepercayaan, nilai dan norma yang berlaku.

14

Sementara, di tingkat masyarakat yang perlu diperhatikan sebagai faktor


pendukung perubahan perilaku keluarga, adalah 3) norma yang berkembang di
masyarakat dan 4) dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) yang
mencakup eksekutif, legislatif, tokoh agama/masyarakat, LSM, ormas, media
massa, sektor swasta dan donor. Di tingkat pelayanan kesehatan mencakup
pelayanan preventif dan promotif. Di tingkat pemerintahan mencakup adanya
kebijakan pemerintah yang mendukung dan pelaksanaan kebijakan yang dapat
dipertanggungjawabkan1,11,14.

2.7.1. Strategi KADARZI


Strategi untuk mencapai sasaran KADARZI menurut Depkes RI (2007)
adalah sebagai berikut14:
1. Meningkatkan fungsi dan peran posyandu sebagai wahana masyarakat
dalam memantau dan mencegah secara dini gangguan pertumbuhan balita.
2. Menyelenggarakan pendidikan/promosi gizi secara sistematis melalui
advokasi,

sosialisasi,

Komunikasi

Informasi

Edukasi

(KIE)

dan

pendampingan keluarga.
3. Menggalang kerjasama dengan lintas sektor dan kemitraan dengan swasta
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta pihak lainnya dalam
mobilisasi sumber daya untuk penyediaan pangan rumah tangga,
peningkatan daya beli keluarga dan perbaikan asuhan gizi.
4. Mengupayakan terpenuhinya kebutuhan suplementasi gizi terutama zat
gizi mikro dan MP-ASI bagi balita GAKIN.
5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas dan
jaringannya dalam pengelolaan dan tatalaksana pelayanan gizi.

15

6. Mengupayakan dukungan sarana dan prasarana pelayanan untuk


meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi di puskesmas dan
jaringannya.
7. Mengoptimalkan surveilans berbasis masyarakat melalui Pemantauan
Wilayah Setempat Gizi, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
Gizi Buruk dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi.
2.7.2. Pendamping KADARZI
Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi
seimbang termasuk penyuluhan gizi di Posyandu, fortifikasi pangan, pemberian
makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin
A dan Tablet Tambah Darah/TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk.
Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi yang baik
sehingga penurunan masalah gizi berjalan lamban1,14.
Masih banyaknya kasus gizi kurang menunjukkan bahwa asuhan gizi di
tingkat keluarga belum memadai. Oleh sebab itu diperlukan upaya pemberdayaan
melalui pendampingan. Pendampingan keluarga KADARZI adalah proses
mendorong, menyemangati, membimbing dan memberikan kemudahan oleh kader
pendamping kepada keluarga guna mengatasi masalah gizi yang dialami1,14.

A. Sasaran Pendamping KADARZI


Sasaran pendampingan adalah keluarga yang bermasalah gizi diutamakan
keluarga yang mempunyai balita dan ibu hamil dengan kriteria sebagai berikut1:
1. Balita yang mengalami gizi buruk.

16

2. Balita gizi buruk pasca rawat inap.


3. Balita BGM.
4. Balita yang tidak naik berat badannya 2 kali berturut-turut.
5. Ibu hamil yang sangat kurus atau Kurang Energi Kronis (KEK).
6. Ibu hamil yang mengalami gejala kurang darah (anemia) yaitu pucat, lesu,
cepat lelah dan mudah mengantuk.
7. Ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan.

B. Petugas Pendampingan
Tenaga yang terlibat dalam persiapan pendampingan keluarga adalah Tim
Puskesmas yang terdiri dari pimpinan Puskesmas, Bidan koordinator dan Tenaga
Pelaksana Gizi (TPG); Penyuluh kesehatan, Bidan Poskesdes; Kader Poskesdes;
dan Kepala Desa/Lurah1.
C. Pelaksanaan Pendampingan
Setelah memperoleh pelatihan, kader pendamping melaksanakan tugas-tugas
sebagai berikut1:

Membuat jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran.

Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran secara berkelanjutan.

Dalam melakukan pendampingan, kader pendamping dibekali buku saku dan


formulir pencatatan pendampingan.

Mengidentifikasi dan mencatat masalah gizi yang terjadi pada keluarga


sasaran. Di samping itu dilakukan pengamatan terhadap balita atau anggota

17

keluarga lain yang menderita sakit, kebersihan diri dan lingkungan rumah
serta pemanfaatan air bersih

Memberikan nasehat gizi sesuai permasalahannya.

Gambar 2.1. Alur Pemberdayaan Masyarakat Menuju KADARZI14


D. Strategi Promosi KADARZI1
1. Gerakan Pemberdayaan Masyarakat

18

Adalah proses pemberian informasi KADARZI secara terus menerus dan


berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran di berbagai tatanan, serta
proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar gizi, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku sadar gizi. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat
adalah individu, keluarga dan kelompok masyarakat.
2. Bina Suasana
Adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau melakukan perilaku
KADARZI. Seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku sadar gizi
apabila lingkungan sosial dimana dia berada (keluarga di rumah, orangorang
menjadi panutan, idolanya, majelis agama, dan lain-lain) memiliki opini yang
positif terhadap perilaku sadar gizi. Bina suasana perlu dilakukan karena akan
mendukung proses pemberdayaaan masyarakat khususnya dalam upaya mengajak
para individu dan keluarga dalam penerapan perilaku sadar gizi.
3. Advokasi
Adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi
diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang mendukung peningkatan
penerapan KADARZI. Kebijakan publik di sini dapat mencakup peraturan
perundangan di tingkat nasional maupun kebijakan di daerah seperti Peraturan
Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa
dan lain sebagainya.

19

4. Kemitraan
Gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efektif bila
dilaksanakan dengan dukungan kemitraan. Kemitraan KADARZI adalah suatu
kerja sama yang formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai peningkatan KADARZI. Kemitraan
KADARZI berlandaskan pada 3 prinsip dasar yaitu: Kesetaraan, keterbukaan dan
saling menguntungkan antarmitra.
E. Indikator Keberhasilan KADARZI1
o Meningkatnya frekuensi keluarga sasaran datang ke Posyandu.
o Meningkatnya jumlah ibu yang memberikan ASI Eksklusif.
o Meningkatnya cakupan bayi 6-11 bulan yang mendapat kapsul vitamin
A, satu kali setiap tahun.
o Meningkatnya cakupan anak balita (12-59 bulan) yang mendapat kapsul
vitamin A, dua kali setiap tahun.
o Meningkatnya cakupan ibu hamil minum TTD minimal 90 tablet.
o Meningkatnya cakupan pemberian MP-ASI bagi bayi 6-11 bulan dan
anak 12-23 bulan dari keluarga miskin.
o Semua anak gizi buruk pasca rawat inap yang didampingi, berat
badannya naik mengikuti jalur pertumbuhan normal pada KMS.
o Meningkatnya jumlah keluarga yang menggunakan garam beryodium
yang memenuhi syarat.
o Meningkatnya jumlah balita atau keluarga yang makan aneka ragam
makanan.

20

o Tidak adanya balita 2 T (tidak naik berat badannya 2 kali berturut-turut)


dan BGM

2.7.3. Pengawasan Upaya Perbaikan Gizi


Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan upaya perbaikan gizi dengan melibatkan organisasi
profesi sesuai kewenangan masing-masing. Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan
bahaya bagi kesehatan. Pembinaan dan pengawasan yaitu berupa standarisasi,
bimbingan teknis serta monitoring dan evaluasi program bidang upaya perbaikan
gizi.1

21

BAB III

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas


sumberdaya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi
pembangunan nasional melalui pembangungan kesehatan yang ingin dicapai
untuk mewujudkan lndonesia sehat 2010. Visi pembangunan gizi adalah
mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi keluarga
yang optimal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah Upaya Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK). Adanya pendampingan KADARZI dapat mengetahui peluangpeluang dan hambatan-hambatan di tingkat keluarga, masyarakat, pelayanan
kesehatan dan pemerintahan kabupaten/kota. Dengan adanya makalah ini dapat
membantu atau menambah wawasan pengetahuan kita tentang masalah perbaikan
gizi dikeluarga maupun masyarakat.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi. Jakarata: Departemen
Kesehatan, 2014.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2013), Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas 2013), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2010), Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas 2010), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2007), Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas 2007), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
5. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Pusat Data
dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014.
6. Bappenas. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di
Indonesia 2011. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2011.
7. WHO. WHO Child Gold Standards. WHO. Geneva, 2005.
8. Departemen Kesehatan R.I, 2003, Pemantauan Pertumbuhan Balita,
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat,
Depkes RI.
9. Dep. Kes RI 1979. Buku Pedoman Petugas Lapangan UPGK. Jakarta : Dep.
Kes RI.
10. Departemen Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman Strategi Kie Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi), Jakarta: 2007.
11. Jumiyat A. Faktor Faktor Upaya Perbaikan Gizi Keluarga. Digital Library
UNIMUS, 2008.

23

12. Depkes RI, Pedoman Kerja Puskesmas Tahun 1989-1990 .Jilid 3. Jakarta.
1989.

13. Departemen Kesehatan RI. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan


Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta: Depkes RI, Direktorat
Jenderal Pelayanan Kesehatan, 2005.
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju
KADARZI. Jakarta: Depkes RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007.
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 747/MENKES/SK/VI/2007 tentang Pedoman
Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, 2007.
16. Kalita A. Maternal Behaviour Change for Child Health and Nutrition. Social
Initiative Groups, ICICI BANK, Mumbai, 2006.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen13 halaman
    Bab Iii
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Pengumuman Kelulusan UK CBT Agustus 2016 Upload PDF
    Pengumuman Kelulusan UK CBT Agustus 2016 Upload PDF
    Dokumen130 halaman
    Pengumuman Kelulusan UK CBT Agustus 2016 Upload PDF
    Muammar Rizki
    100% (1)
  • 45 127 1 PB
    45 127 1 PB
    Dokumen13 halaman
    45 127 1 PB
    Siti.Rahmah
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen12 halaman
    Bab Iv
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Diare
    Penyuluhan Diare
    Dokumen24 halaman
    Penyuluhan Diare
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Pohon Masalah
    Pohon Masalah
    Dokumen1 halaman
    Pohon Masalah
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen4 halaman
    Bab Ii
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cover Ujian Ispa
    Cover Ujian Ispa
    Dokumen2 halaman
    Cover Ujian Ispa
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Ispa Ujian
    Daftar Pustaka Ispa Ujian
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka Ispa Ujian
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cover Penyuluhan
    Cover Penyuluhan
    Dokumen7 halaman
    Cover Penyuluhan
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen36 halaman
    Bab I
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Daftar Lampiran
    Daftar Lampiran
    Dokumen2 halaman
    Daftar Lampiran
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Peny
    Peny
    Dokumen1 halaman
    Peny
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Depan
    Leaflet Depan
    Dokumen1 halaman
    Leaflet Depan
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • 05 Penutup
    05 Penutup
    Dokumen2 halaman
    05 Penutup
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cover Dan Daftar Isi
    Cover Dan Daftar Isi
    Dokumen10 halaman
    Cover Dan Daftar Isi
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cover Dan Daftar Isi
    Cover Dan Daftar Isi
    Dokumen10 halaman
    Cover Dan Daftar Isi
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Sarana
    Sarana
    Dokumen1 halaman
    Sarana
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Dapus Peny
    Dapus Peny
    Dokumen1 halaman
    Dapus Peny
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • 01 Cover
    01 Cover
    Dokumen2 halaman
    01 Cover
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Cov
    Cov
    Dokumen1 halaman
    Cov
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • 01 Cover
    01 Cover
    Dokumen6 halaman
    01 Cover
    Firda Potter
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka: Coxitis Tuberkulosis
    Tinjauan Pustaka: Coxitis Tuberkulosis
    Dokumen1 halaman
    Tinjauan Pustaka: Coxitis Tuberkulosis
    Firda Potter
    Belum ada peringkat