Adi Kurniawan
H1A 010 040
Pembimbing :
dr. Dewi Wijayanti, Sp.OG
2.
3.
4.
5.
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.
Praya, Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker Ovarium adalah penyakit keenam sebagai salah satu penyakit
berbahaya yang memiliki insidens dan kematian yang tinggi didunia pada wanita.
Lebih dari 200.000 kematian yang tercatat setiap tahun, yang dominan diantara
perempuan dengan ekonomi lemah di masing-masing negara berkembang dan
maju. Negara yang memiliki angka tertinggi adalah sub sahara Afrika, termasuk
Afrika Selatan (40/100.000). Di Afrika, kebanyakan penderita dengan kanker
Ovarium umumnya terdeteksi pada stadium penyakit yang tinggi (59,3%
stadium III). Dimana penurunan insidens dan kematian kanker Ovarium
terdokumentasi di negara maju seperti Amerika, Kanada, dan Skandinavia, trend ini
tidak nyata terlihat pada negara berkembang dikarenakan kurangnya atau kurang
efisiennya program screening. Namun data terbaru menunjukkan bahwa kanker
ovarium merupakan penyebab kematian kanker dikalangan perempuan di
Amerika Serikat dan Eropa Barat dan memiliki angka kematian tertinggi dari
semua kanker ginekologis.1
Kanker ini berdasarkan atas sel-sel penyusun ovarium dapat dibagi menjadi
tiga tipe utama yaitu: kanker ovarium tipe epithelial, germinal, dan stromal, dimana
mayoritas kanker ovarium adalah yang berasal dari jenis epithelial. Kebanyakan
kasus kanker ovarium yang berhasil ditemukan sudah mengalami metastase
keluar
ovarium
sehingga
mengakibatkan
kanker
ovarium
sulit
untuk
di
rumah
sakit
umum
pusat
nasional
(RSUPN)
Dr.
Cipto
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Ovarium
tunika albugenia. Sisi dalam ovarium terdiri dari sel-sel folikel dan jaringan
ikat yang sangat sensitif terhadap hormon seks. Ovarium diperdarahi oleh
arteri ovarica kanan dan kiri yang merupakan cabang dari aorta desendens.
Vena sebagai drainase mengikuti perjalanan arteri ovarica sebagai vena
ovarica kanan dan kiri.5
2.2. Epidemiologi
Kanker ovarium merupakan keganasan ketiga terbanyak pada saluran
genitalia wanita. Kanker ovarium sangat sukar terdiagnosa pada stadium awal,
sehingga sebagian besar kasus baru ditemukan pada stadium yang telah lanjut.
Kanker ovarium jarang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40 tahun, sebagian
besar terjadi pada wanita umur 40 sampai 65 tahun. Angka kejadian kanker
ovarium lebih dari
2.3.4. Umur
Kanker ovarium dapat dijumpai pada semua golongan umur, bahkan pada
kasus yang jarang, juga dapat ditemukan pada bayi bawah lima tahun (balita) dan
anak-anak. Namun angka kejadian baru paling banyak ditemukan pada rentang umur
60 sampai 74 tahun dengan median umur saat terdiagnosis adalah 59 tahun. Resiko
tumor ovarium untuk mengalami keganasan juga meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, dimana risiko keganasan didapatkan sebesar 13% pada
wanita pre menopause dan 45% postmenopause. Sebanyak 80% dari kejadian kanker
ovarium ditemukan pada umur wanita lebih dari 45 tahun, namun pada
beberapa kasus kanker ovarium juga dapat ditemukan pada umur relative muda
yakni 20-30 tahun.4
Penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research United of Kingdom pada
tahun 2006, didapatkan angka kejadian kanker ovarium yang meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, dimana kasus terbanyak kanker ovarium ditemukan
pada kelompok wanita umur 60 sampai 64 tahun.7
2.3.5. Kehamilan dan paritas
Wanita yang sudah pernah hamil beresiko 50% lebih rendah risiko untuk
mengalami kanker ovarium daripada wanita yang belum pernah hamil atau
nullipara. Bahkan, wanita yang telah beberapa kali hamil risiko terjadinya kanker
ovarium menjadi semakin berkurang. Penelitian pada Cancer Research United of
Kingdom tahun 2006 menyimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah paritas maka
semakin rendah kemungkinan risiko terjadinya kanker ovarium, bahkan wanita
yang tidak memiliki anak atau nullipara memiliki risiko dua kali lipat lebih besar
untuk terjadinya kanker ovarium daripada wanita dengan paritas tiga atau lebih.7
2.3.6. Penggunaan kontrasepsi oral
Penelitian yang dilakukan oleh Center of Diseases Control (CDC)
diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan obat kontrasepsi oral dapat menurunkan
risiko kejadian kanker ovarium kurang lebih sebesar 40% pada wanita yang
berumur 20 sampai 54 tahun, dengan risiko relatif sebesar 0,6. Penelitian lainnya
melaporkan bahwa penggunaan pil kontrasepsi selama kurang lebih satu tahun
dapat menurunkan risiko kejadian kanker ovarium sebesar 11%, sedangkan jika
penggunaannya mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker ovarium dapat
semakin berkurang, bahkan mencapai 50%.3
Selain itu penelitian oleh Beral (2008)
penurunan
risiko
relatif
kejadian
juga
menyimpulkan
adanya
pemakaian kontrasepsi oral, dimana pada wanita yang memakai kontrasepsi oral
selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif 1, kemudian semakin menurun
mencapai 0,42 pada pemakaian yang lebih dari lima belas tahun. Setelah diteliti
pada jenis hormon pada obat kontrasepsi, diperoleh bahwa hormon yang
berperan dalam menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah
progesteron. Penggunaan obat yang mengandung hormon estrogen saja khususnya
pada wanita pascamenopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker
ovarium.
multipel.
10
penelitian
membuktikan
bahwa
peningkatan
IMT
dapat
tahun 2006
memperoleh hasil bahwa pada wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas
memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan
dengan wanita dengan IMT normal.9
Incessant
ovulationdikemukakan
oleh
Fatala
(1972)
yang
11
proses pemulihan ini akan terganggu sehingga dapat terjadi perubahan ke arah
keganasan.2
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin dini usia
seorang wanita mengalami menstruasi, akan makin lambat mencapai menopause,
dan tidak pernah hamil atau memiliki keturunan merupakan berbagai kondisi yang
dapat meningkatkan frekuensi ovulasi akan meningkatkan risiko terjadinya kanker
ovarium. Sedangkan berbagai kondisi yang menekan frekuensi ovulasi, seperti
kehamilan dan menyusui justru menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium.3
Terjadinya ovulasi dan bertambahnya umur seorang wanita meyebabkan
terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada cleft (invaginasi pada
permukaan) dan badan inklusi pada korteks ovarium. Beberapa penelitian telah
membuktikan
neoplasma
bahwa
pada
terdapat
daerah-daerah
hubungan
ovarium
antara
yang
frekuensi
metaplasia
dan
mengalami
invaginasi
dan
12
kanker ovarium,
sedangkan
13
bawah,
rasa
tertekan
hingga
nyeri
pelvis
dalam
derajat
yang
tersebut
dapat
direkomendasikan
14
2.6. Stadium
Stadium surgikal pada kanker ovarium (FIGO 1988).5
Stadiu
Kriteria
m
I
Ia
Ib
Ic
II
IIa
IIb
IIc
ke rongga pelvis
Penyebaran dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba fallopi
Penyebaran tumor ke organ pelvis lainnya
Tumor dengan stadium IIa atau IIb, tetapi dengan pertumbuhan
tumor pada pemukaan luar dari satu atau kedua ovarium atau
kapsul pecah atau cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum
III
IIIa
terbatas
pemeriksaan
histologi
IIIb
15
IV
penyebaran
ke kelenjar limfe
2.7. Histopatologi
Jenis epitel (65% dari kanker ovarium) terdiri dari serosum (20% sampai
50%), musinosum (15% sampai 25%), yang dapat tumbuh sangat besar (permagna),
endometrioid (5%, dan kira-kira 10% bersamaan dengan endometriosis), sel jernih
(5%, prognosis buruk) dan Brenner (2% sampai 3%, sebagian besar jinak). Kira-kira
15% dari kanker jenis epitel menunjukkan potensi keganasan rendah (low potential
malignant).5
Tumor sel germinal (25% dari semua kanker ovarium) dan yang tersering
disgerminoma, diikuti tumor campuran sel germinal. Tipe lainnya adalah teratoma
itnatur, koriokarsinoma, tumor sinus endodermal, dan karsinoma embrional.5
Tumor stroma sex cord (5% dari semua kanker ovarium). Yang tersering
adalah tumor sel granulosa. Tipe lainnya tumor sel Sertoli-Leydig. Jenis lainnya:
sarkoma, tumor metastasis.5
2.8. Pengobatan
Tindakan pembedahan ada dua tujuan yakni pengobatan dan penentuan
stadium surgikal. Terapi pembedahan termasuk histerektomi, salpingo-ooforektomi,
omentektomi, pemeriksaan
asites, bilasan
peritoneum,
dan
mengupayakan
16
selesai
pengobatan
dengan
yang
ditetapkan pada pasien: Observasi, teruskan pengobatan, bila tumor regresi tapi
belum hilang seluruhnya dan terapi konsolidasi dengan kemoterapi lain. Biasanya
diberikan hexamethylmelamine secara terus-menerus untuk menekan agar tidak
timbul residif.5
obstruksi
partialis,
atau
berbasis
17
stadium
pengobatan
stadium surgikal, hanya diobservasi. Bila hanya ovarium yang diangkat, maka
25% pasien dengan tumor sel granulosa juga didapati hiperplasia endometrium
yang berisiko menjadi kanker endometrium. Pasien dengan lebih dari stadium I,
18
pasca pembedahan perlu diberi kemoterapi yang mengandung BEP. Radioterapi dapat
memperbraiki prognosis dan memperpanjang remisi pada pasien dengan persisten
atau residif pada tumor sel granulosa.5
19
BAB III
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
3.1. Identitas
Nama
Usia
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
RM
MRS
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny. N
35 tahun
IRT
Islam
Sasak
Janapria
893074
27 Februari 2015
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan di perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Praya dengan keluhan benjolan di perut bagian
bawah. Benjolan baru dirasakan oleh pasien sejak satu minggu yang lalu.
Benjolan muncul
20
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu
:
:
:
:
100/80 mmHg
80 x/menit
20 x/menit
36,2oC
Mata
21
Jantung
Paru
Ekstremitas
+ +
Scar
Massa
Hb
RBC
WBC
PLT
HCT
HbSAg
Urea
Creatinine
:
:
:
:
:
:
:
:
11,1 g/dL
3,97 M/l
19,8 K/l
508 K/l
33,4 %
(-)
16,2 mg/dl
0,52 mg/dl
22
SGOT
SGPT
: 38,6 IU/L
:46,0 IU/L
Hb
RBC
WBC
PLT
HCT
:
:
:
:
:
8,9 g/dL
3,16 M/l
27,8 K/l
470 K/l
26,6 %
Laparotomi Biopsi
Planning Terapi : Histerektomi totalis, salpingo-ooforektomi, kemoterapi
Planning Evaluasi : keadaan umum pasien dan vital sign
3.10. Laparatomi
Tindakan Operasi : Laparotomi Eksplorasi + Drainase Pus + Biopsi
Penemuan Intra Operasi :
23
KES
: compos mentis
TD
: 100/60 mmHg
Nadi
: 72 x/menit
RR
: 22 x/menit
Suhu
: 36,5oC
KU
: lemah
KES
: compos mentis
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6oC
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Kanker ovarium merupakan keganasan ketiga terbanyak pada saluran
genitalia wanita. Kanker ovarium sangat sukar terdiagnosa pada stadium awal,
sehingga sebagian besar kasus baru ditemukan pada stadium yang telah lanjut.
Kanker ovarium jarang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40 tahun, sebagian
besar terjadi pada wanita umur 40 sampai 65 tahun, namun pada beberapa kasus
kanker ovarium juga dapat ditemukan pada umur relative muda yakni 20-30
tahun
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita 35 tahun
dengan diagnosis suspect ca ovarium. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti
ca ovarium dan diduga merupakan penyakit multifactorial. Dari anamnesis ditemukan
beberapa keluhan yang dialami pasien yang mengarah ke keluhan ca ovarium yaitu
25
terdapat benjolan pada perut bagian bawah, yang pada pemeriksaannya didaatkan
konsistensi yang padat keras dan benjolan tersebut tidak dapat digerakkan. Selain itu
juga pasien mengeluhkan adanya penurunan berat badan, gangguan BAB sampai
gangguan siklus haid yang tidak teratur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status vital yang baik, yang berarti
hemodinamik pasien masih stabil. Teraba massa, berjumlah satu, ukuran 10 x 9 cm,
berbatas tegas, permukaan rata, konsistensi padat keras, tidak dapat digerakkan,
terdapat nyeri pada penekanan.
Berdasarkan teori, faktor predisposisi pada pasien tersebut dapat dikaitkan
dengan teori Teori Incessant ovulation yang dikemukakan oleh Fatala (1972) yang
mengatakan bahwa mekanisme terjadinya kanker ovarium adalah akibat dari
ovulasi yang terus menerus serta adanya trauma berulang pada ovarium selama
proses ovulasi, mengakibatkan epitel ovarium mudah terpajan atau terpapar oleh
berbagai faktor resiko sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelainan atau
abnormalitas genetik. Kerusakan sel epitel ovarium pada waktu terjadinya ovulasi
membutuhkan waktu untuk pemulihan, bila waktu istirahat berkurang maka
proses pemulihan ini akan terganggu sehingga dapat terjadi perubahan ke arah
keganasan. Kondisi pasien dimana sering terjadi proses ovulasi yang terus menerus
karena tidak adanya proses pembuahan yang menghentikan proses ovulasi. Selain itu,
pasien belum pernah hamil lagi semenjak kehamilan anak pertama 20 tahun yang lalu
dimana faktor multiparitas dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mencegah
insidensi terjadinya ca ovarium.
Diagnosis pasti pada pasien tersebut masih belum dapat ditegakkan sebelum
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan patologi anatomi yang
menjadi standar baku dalam menegakkan diagnosis kanker. Penatalaksanaan pasien
ini dilakukan konsul anastesi dan penyakit dalam untuk mengevaluasi keadaan pasien
26
Daftar Pustaka
1. Fachlevy, A. F, Abdullah, Z, Russeng, S. S. Faktor Risiko Kanker Ovarium Di
Rsup Wahidin Sudirohusodo Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin. Makassar. 2011.
2. Rasjidi, I. Epidemiologi Kanker pada Wanita. 1st ed. Sagung Seto. Jakarta.
2010.
3. Busman, B. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin, A.B,
editors. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008.
4. Fauzan, R. Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka
kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
27
28