Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pelajaran Farmakologi secara spesifik dituangkan dan diterapkan oleh

mahasiswa-mahasiswi farmasi dalam kehidupan sehari-hari dimanapun dan


kapanpun itu terkhususnya di dunia kesehatan.
Dalam pelajaran ini kita hendaknya lebih meningkatkan lagi semangat
belajar dalam mempelajari mengenai golongan obat antivirus sehingga kita dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada dunia kesehatan di
bidang farmasi dan dikalangan masyarakat nantinya, agar kita lebih bisa
menambah wawasan yang lebih luas dan pengetahuan yang baru.
Virus ( Sansk, visham = racun ) adalah mikroorganisme hidup yang
terkecil ( besarnya 20-300 mikron ), kecuali prion, yaitu virus penyebab penyakit
sapi gila BSE dan p. Creutzfeldt-Jakob yang k.l. 100 kali lebih kecil. Virus hanya
dapat dilihat dengan mikroskop-elektron ( dengan pembesaran maksimal 200.000
kali ) dan tidak dengan mikroskop biasa( dengan pembesaran maksimal 4.000
kali).
Virus hanya dapat ditanggulangi oleh antibodies selama masih berada di
dalam darah. Bila virus sudah masuk ke dalam sel, segera systeminterferon
dengan khasiat antiviralnya turun tangan, lazimnya dalam beberapa jam setelah
dimulainya infeksi. Interferon adalah protein yang dibentuk oleh sel-sel terinfeksi
virus dengan maksud melindungi sel-sel lain terhadap penyebaran infeksi .
Virus tidak bisa membiak lagi dalam sel-sel yang telah berkontak dengan
interferon. Selama bertahun tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit
untuk mendapatkan kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus
replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia
menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat
membahayakan sel yang terinfeksi.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut ini adalah beberapa rumusan masalah yang akan dibahas didalam
makalah ini, yaitu:

Apa itu virus?


Bagaimana mekanisme kerja obat antivirus?
Apa saja golongan obat antivirus?

1.3 Tujuan
Ada beberapa tujuan kami dalam membuat makalah ini dan dalam
melaksanakan diskusi, yakni :

1.4

Mengetahui pengertian virus secara umum.


Mengetahui mekanisme kerja obat antivirus.
Dapat mengetahui penggolongan obat antivirus.
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam makalah ini adalah mengenai penjelasan

tentang obat antivirus.

BAB II
2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Virus


Virus ( Sansk, visham = racun ) adalah mikroorganisme hidup yang
terkecil ( besarnya 20-300 mikron ), kecuali prion, yaitu virus penyebab penyakit
sapi gila BSE dan p. Creutzfeldt-Jakob yang k.l. 100 kali lebih kecil. Virus hanya
dapat dilihat dengan mikroskop-elektron ( dengan pembesaran maksimal 200.000
kali ) dan tidak dengan mikroskop biasa( dengan pembesaran maksimal 4.000
kali).
Virus adalah jasad biologis, bukan hewan, bukan tanaman, tanpa struktur
sel dan tidak berdaya untuk hidupdan memperbanyak diri secara mandiri. Virus
merupakan parasit yang hanya dapat hidup di dalam sel-sel yang dimasukinya. Di
situ virus memperbanyak diri dengan jalan mengambil-alih seluruh
metabolismenya. Akhirnya, sel-sel tersebut mati.
Virus hanya dapat ditanggulangi oleh antibodies selama masih berada di
dalam darah. Bila virus sudah masuk ke dalam sel, segera systeminterferon
dengan khasiat antiviralnya turun tangan, lazimnya dalam beberapa jam setelah
dimulainya infeksi. Interferon adalah protein yang dibentuk oleh sel-sel terinfeksi
virus dengan maksud melindungi sel-sel lain terhadap penyebaran infeksi .
Virus tidak bisa membiak lagi dalam sel-sel yang telah berkontak dengan
interferon. Selama bertahun tahun terdapat anggapan bahwa sangatlah sulit
untuk mendapatkan kemoterapi antivirus dengan selektivitas yang tinggi. Siklus
replikasi virus yang dianggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia
menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat
membahayakan sel yang terinfeksi.
Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pengertian
yang lebih dalam mengenai tahap-tahap spesifik dalam replikasi virus sebagai
target kemoterapi antivirus, semakin jelas bahwa kemoterapi pada infeksi virus
dapat dicapai dan reproduksi virus dapat ditekan dengan efek yang minimal pada
sel hospes.

Siklus replikasi virus secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah:
adsorpi virus ke sel (pengikatan , attachment), penetrasi virus ke sel, uncoating
(dekapsidasi), transkripsi tahap awal, translasi tahap awal, replikasi genom virus,
trankripsi tahap akhir, assembly virus dan penglepasan virus. HIV juga
mengalami tahapan-tahapan diatas dengan beberapa modifikasi yaitu pada
transkripsi awal (tahap4) yang diganti dengan reverse transcription; translasi awal
(tahap5) diganti dengan integrasi; dan tahap akhir (assembly dan penglepasan)
terjadi bersamaan sebagai proses budding dan diikuti dengan maturasi virus.
Semua tahap ini dapat menjadi target intervensi kemoterapi.
Selain dari pada tahapan yang spesifik pada replikasi virus, ada sejumlah
enzim hospes dan proses-proses yang melibatkan sel hospes yang berperan dalam
sintesis protein virus. Semua proses ini juga dapat dipertimbangkan sebagai target
kemoterapi antivirus.
2.2 Klasifikasi Virus
2.2.1 Virus Bakterial
Bakterifage (fage) adalah virus yang menginfeksi bakteri dan hanya dapat
bereproduksi di dalam sel bakteri. Kemudahan relatif dalam penangannya dan
kesederhanaan infeksi fage bakteri membuatnya menjadi suatu sistem model bagi
penelaahan patogenesitas virus maupun banyak masalah dasar di dalam biologi,
termasuk biologi seluler dan molekular serta imunologi. Fage pada hakekatnya
terdiri dari sebuah inti asam nukleat yang terkemas di dalam selubung protein
pelindung. Reproduksi virus bakterial yang virulen mencakup urutan umum
sebagai berikut : adsorbsi partikel fage, penetrasi asam nukleat, replikasi asam
nukleat virus, perakitan partikel-partikel fage baru, dan pembebasan
partikelpartikel fage ini di dalam suatu ledakan bersamaan dengan terjadinya lisis
sel inang, fage-fage virulen telah digunakan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi bakteri patogenik.
2.2.2 Virus Hewan dan Tumbuhan

Virus hewan dan virus tumbuhan adalah parasit intraseluler obligat yang
sangat kecil. Setiap virus mempunyai sebuah inti pusat asam nukleat dikelilingi
oleh kapsid. Secara morfologis, virus hewan dan virus tumbuhan dapat
ikosashedral, halikal bersampul atau kompleks.
Proses replikasi virus dimulai dengan melekatnya virion pada sel inang.
Peristiwa ini disusul dengan penetrasi dan pelepasan selubung, biosintesis
komponen-omponen virus dan perakitan serta pematangan virion. Proses ini
diakhiri dengan pembebasan virus dari sel inang.
Sistem yang secara paling luas digunakan untuk klasifikasi virus terlihat
pada sistem ini, yang diperkenalkan oleh A. Loff dan kawan-kawan dalam tahun
1962, virus dikelompokkan menurut sifat virionnya yaitu semacam asam nukleat,
bentuk susunan kapsid, ada tidaknya selubung dan ukuran kapsid. Pembagian
lebih lanjut didasarkan atas sifat-sifat lain virion itu, seperti sejumlah untaian
asam nukleat (satu atau dua, sifat pertumbuhan virus, seperti sejumlah untaian
asam nukleat (satu atau dua, sifat pertumbuhan virus, seperti kedudukan tempat
sintesis virus di dalam sel dan hubungan timbal balik antara inang dan virus,
seperti digambarkan oleh kisaran inang.
Sistem ini dimaksudkan untuk menggambarkan klasifikasi alami atau
filogenik, berarti sistem ini bukannya mencoba menggambarkan hubungan
evolisoner atara virusvirus. Hubungan yang sama sekali tidak jelas melainkan
sistem ini menggolongkan virus berdasarkan susunan biasa sifat-sifat kimiawi
dan strukturnya yang merupakan sifat tetap yang dapat ditentukan dengan cermat.
2.3 Golongan Obat Antivirus
Empat golongan antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar
pembahasan yaitu mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus. Klasifikasi
penggolongan obat antivirus adalah :

1. Antinonretovirus
a. Antivirus untuk herpers
b. Antivirus untuk influenza

c. Antivirus untuk HBV dan HCV


2. Antiretrovirus
a. Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
b. Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
c. NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
d. Protease inhibitor (PI)
e. Viral entry inhibitor.
2.3.1 Golongan Obat Anti Nonretrovirus
1. Antivirus Untuk Herpes
Virus hervers dihubungkan dengan spectrum luas penyakit-penyakit, yaitu
bisul dingin, essence valitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya
untuk bayi baru lahir selama persalinan. Obat-obat yang efektif terhadap virus ini
bekerja selama fase akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten.
Kecuali foskarnet, obat-obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang
menghambat sintesis virus DNA.
A. Aciclovir
Aciclovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena
efektif terhadap virus hervers.
a) Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk
keratitis herpetic, herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan
herpes labialis.) dan infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena
kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis
yang diperlukan untuk terapi kasus varisela dan zoster lebih tinggi daripada
terapi infeksi HSV.
b) Mekanisme kerja : Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai
gugs glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode
hervers virus, timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat
rentan. Analok monofofat diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel pejamu.
Trifosfat asiklovir berpacu dengan deoksiguanosin trifosfat (dGTP) sebagai
suatu subsrat untuk DNA polymerase dan masuk ke dalam DNA virus yang
menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Ikatan yan irrevelsibel

dari template primer yang mengandung aseklopir ke DNA polymerase


melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.
c) Resistensi: Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan
polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten.
Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase
virus atau pada gen DNA polymerase.
d) mekanisme kerja analog purin dan pirimidin : asiklovir dimetabolisme oleh
enzim kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet
asiklovir(dan obat obat seperti idosuridin, sitarabin,vidaradin, dan zidovudin)
dimetabolisme lebih lanjut oleh enzim kinase sel hospes menjadi analog
nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi virus.
e) Dosis : untuk herpes genital : 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes
zoster ialah 4x400mg sehari.penggunaan topical untuk keratitis herpetic
adalah dalam bentuk krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis.
Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lain nya dan infeksi VZV digunakan
asiklovir intravena 30mg/kgBB perhari.
f) Farmakokinetik : pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical.
Efektivitas pemberian topical diragukan.obat tersebar keseluruh
tubuh,termaksuk cairan serebrospinal.asiklovir sebagian dimetabolisme
menjadi produk yang tidak aktif.Ekskresi kedalam urine terjadi melalui filtrasi
glomerular dan sekresi tubular.
g) Efek samping : Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya,
iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical; sakit kepala; diare; mual ;dan
muntah merupakan hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul
pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena.

B. Gansiklovir
Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus
hidroksimetil padaposisi 3 rantai samping asikliknya.metabolisme dan
mekanisme kerjanya sama dengan asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah pada
gansiklovir terdapat karbon 3 dengan gugus hidroksil, sehingga masih
memunginkan adanya perpanjangan primer dengan template jadi gansiklovir
bukanlah DNA chain terminator yang absolute seperti asklovir.

a) Indikasi : Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien


immunocompromised ( misalnya : AIDS ), baik untuk terapi atau pencegahan.
b) Mekanisme kerja : Gansiklovir diubah menjadi ansiklovir monofosfat oleh enzim
fospotranverase yang dihasilkan oleh sel yang terinveksi
sitomegalovirus.gansiklovirmonofospat merupakan sitrat fospotranverase
yang lebih baik dibandingkan dengan asiklovir. Aktu paruh eliminasi
gangsiklovir ktrifospat sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir hanya 1-2
jam.perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa gansiklovi lebih superior
dibandingkan dengan asiklovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh
sitomegalovirus.
c) Resistensi : Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh
salah satu dari dua mekanisme.penurunan fosporilasi gansiklovir karena
mutasi pada fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena
mutasi pada DNA polymerase virus.varian virus yang sangat resisten pada
gansiklovir disebabkan karena mutasi pada keduanya( Gen UL97 dan DNA
polymerase ) dan dapat terjadi resistensi silang terhadap sidofovir atau
foskarnet.
d) Sediaan dan Dosis : Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari ( 2 X 5 mg/kg,
setiap 12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan dengan pemberian maintenance
peroral 3000mg per hari ( 3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg ). Inplantsi
intraocular ( intravitreal ) 4,5 mg gnsiklovir sebagai terapi local CMV
retinitis.
e) Efek samping : mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir.
Neotropenia terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 520 %. Zidovudin dan obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko
mielotoksisitas gansiklovir. Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi
gansiklovir. Probenesit dan asiklovi dapat mengurangi klirens renal
gansiklovir. Rekombinan koloni stimulating factor ( G-CSF, filgastrim,
lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang disebabkan
oleh gansiklovir.
C. Famsiklovir
Suatu analog asiklik dari 2 deoksiguanosin, merupakan prodruk yang
dimetabolisme menjadi siklovir aktif. Spectrum antivirus sama dengan

gansiklovir tetapi wakyu ini disetujui hanya untuk pengobatan herpes zoster akut.
Obat efektif peroral.
a) Efek samping: termasuk sakit kepala dan mual.penelitian pada hewan percobaan
menujukan peningkatan terjadinya adenokarsinoma mamae dan toksisitas
testicular.
D. Foskarnet
Tidak seperti kebanyakan obat antivirus lainnya, foskarnet bukan analog
purin atau pirimidin, obat ini adalah fosfonoformat, suatu derivate pirofosfat.
Meskipun aktivitas antivirus in vitro cukup luas, disetujui hanya sebagai
pengobatan retinitis sitomegalic pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun
yang lemah terytama jika infeksi tersebut resisiten terhadap gansiklovir.
Foskarnet bekerja dengan menghamabat polimerese DNA & RNA secara
reversible, yang mengakhiri elongasi rantai.
Mutasi struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar
diabsorpsi peroral harus disuntikan intravena, dan perlu diberikan berulang untuk
menghindari relaps jika kadarnya turun. Tersebat merata di seluruh tubuh. Lebih
dari 10% masuk matriks tulang yang secara lambat dilepaskan. Obat asli
dikeluarkan oleh glamerolus dan sekresi tubular masuk urine.
a) Efek samping termasuk nefrotoksisitas,anemia,mual dan demam. Karena
kelasi dengan kation divalent, hipokalsemia,hipomagnesemia juga terjadi
selain itu hipokalemia,hipofospatemia,kejang, dan aretmia juga pernah
dilaporkan.
E. Trifluridin
Trifluridin telah menggantikan obat terdahulu, idoksuridin, pada
pengobatan topical keratokonjungtivitis yang disebabkan virus herpes simpleks.
Seperti idoksuridin, analog pirimidin ini masuk dalam DNA virus dan
menghentikan fungsinya.
a)

Mekanisme kerja : menghambat timidilat sintetase secara ireversibel dan

trifluridin trifosfat merupakan penghambat kompetitif dari timidin trifosfat


yang akan bergabung ke DNA polimerase. Trifluridin dapat bergabung ke

DNA virus dan DNA selular. Terdapat laporan resistensi in vitro dan dalam
isolat pasien.
b) Indikasi : HSV keratitis
c) Dosis : tetes mata topikal(1%)
d) Efek samping : rasa tidak nyaman saat penetesan obat dan edema
palpebra. Jarang terhjadi reaksi hipersensitivitas, iritasi, kerastitis, punctata,
supervisial dan keratopati epitel.
F. Valgansiclovir
a) Indikasi : infekci CMV. Valgansiclovir oral merupakan sediaan yang
diharapkan dapat menggantikan gansiclovir IV dalam terapi dan pencegahan
infeksi CMV.
b) Dosis : induksi peroral diberikan 2 x 900mg / hari ( 2 tablet 450 mg/hari)
selama 21 hari dilanjutkan dengan terapi maintenanoe 1 x 900 mg/ hari. Dosis
harus dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
c) Efek samping: sama dengan gansiclovir. Efek samping lain yang terjadi
adalah sakit kepala dan gangguan gastrointestinal.
G. Idoksuridin
a) Indikasi : HSV keratitis
b) Dosis : diberikan topikal dalam bentuk tetes mata (1%)
c) Mekanisme Kerja : antivirus idoksuridin belum sepenuhnya dapat dipahami,
namun derivat idoksuridin yang telah mengalami fosforilasi dapat
mengganggu berbagai sistem enzim. Bentuk trifosfatnya menghambat sintesis
DNA virus dan bergabung DNA virus dan selular. DNA dlm bentuk ini lebih
mudah pecah dan mengalami kesalahan transkripsi. Resistensi thdp
idoksuridin telah ditemukan in vitro dan dalam isolat pasien.
d) Efek samping: nyeri, pruitus, inflamasi / edema pada mata / kelopak mata.
Reaksi alergi jarang terjadi.
H. Brivudin
a)

Mekanisme kerja : brivudin (setelah mengalami fosforilasi intraselular )

bekerja sebagai penghambat kompetitif DNA polimerase virus. Kerja


Brivudin sangat spesifik karena fosforilasinya hanya dapat dikatalisis oleh
timidin kinase HSV dan timidin kinase VZV.

10

b)

Indikasi : infeksi HSV 1 dan VZV terutama herpes zoster, tapi juga HSV 1

ketatitis dan herpes labialis. Brivudin telah disetujui penggunaan nya untuk
terapi herpes zoster pada pasien imunokompeten di beberapa negara Eropa.
c) Dosis : terapi herpes zoster 125mg/ hari, 1 x sehari. Untuk herpetik
keratitis dapat diberikan secara topikal dalam bentuk tetes mata 0,1 -0,5 %
atau 5% krim untuk herpes labialis.
2. Antivirus Untuk Influenza
Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk
influenza tipe A & B, virus sinsitial pernapasan (RSV).
A. Amantadin dan Rimantadin
Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi
keduanya terbatas hanya pada influenza A saja.
a)

Mekanisme kerja : Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang

bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi
oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses
uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses
transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH
kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi.
b) Resistensi : Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin
belum merupakan masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah
menunjukkan tingginya angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini
disebabkan perubahan satu asam amino dari matriks protein M2, resistensi
silang terjadi antara kedua obat.
c) Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A
( Amantadin juga diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson ).
d) Farmakokinetik : Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar
ke seluruh tubuh dab mudah menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat
melintasi sawar darah-otak sejumlah yang sama. Amantadin tidak
dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk
sampai batas toksik pada pasien gagal ginjal. Rimantadin dimetabolisme
seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan oleh ginjal.

11

e)

Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup

untuk penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2
x 100 mg kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x
sehari 150 mg tablet ). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan
insufisiensi renal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien
dengan klirens kreatinin 10 ml/menit.
f)Efek samping : Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan
berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan
reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek
neurotoksik amantadin meningkat jika diberikan bersamaan dengan
antihistamin dan obat antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lamjut.
B. Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir )
Merupakan obat antivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap
virus influenza A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu
analog asam N-asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan
disain struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase virion.
a)

Mekanisme kerja : Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen

mukoprotein pada sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang
menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas enzim
neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya
infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel
yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi.
Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya
influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.
b) Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada
hambatan aktivitas enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh
penurunan afinitas ikatan reseptor hemagglutinin sehingga aktivitas
neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan virus pada sel yang
terinfeksi.
c) Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B.
d) Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x
5 mg, setiap 12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan
dosis 150 mg per hari ( 2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari.
12

Terapi dengan zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam


waktu 48 jam, setelah onset gejala.
e) Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran
cerna., dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru
reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri
abdomen , sakit kepala.
C. Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA
dan DNA.
a) Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya
tidak lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat
mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi
mRNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein.
b) Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap
ribavirin, namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat
sel-sel yang tidak dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya.
c) Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus ( influenza
A dan B ), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan
arenavirus ( Lassa, Junin,dll ).
d) Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan
dalam kombinasi dengan interferon-/ pegylated interferon untuk terapi
infeksi hepatitis C.
e) Farmakokinetik : Ribavirin rfektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir
digunakan sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu,
seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate
menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak. Obat dan metabolitnya
dikeluarkan dalam urine.
f) Dosis : Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/
dalam bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ).
g) Efek samping : Pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia
tergantung dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga
telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada
bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan aerosoldan karena

13

itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenikpada hewan


percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.
3. Antivirus Untuk HBV dan HCV
A. Lamivudin
a)

Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin.

Lamivudin dimetabolisme di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif.


Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara
kompetitif menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif
terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap varian precorel core
promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien
yang terinfeksi kronik.
b) Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.
c) Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).
d) Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max
tercapai dalam 0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin
didistribusikan secara luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh.
Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan
dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi
bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal
sedang ( CLcr <50 ml /menit ). Trimetoprim menurunkan klirens renal
lamivudin.
e) Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang
bila perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang
dianjurkanadalah 1 tahun pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada
pasien yang HBe(+).
f)Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST
dapat terjadi pada 30-40% pasien.
B. Adefovir
a)

Mekanisme kerja dan resistensi : adefovir merupakan analog nukleotida

asiklik. Adefovir telah memiliki satu gugus fosfat dan hanya membutuhkan
satu langkah fosforilasi saja sebelum obat menjadi aktif. Adefovir merupakan
penghambat replikasi HBV sangat kuat yang bekerja tidak hanya sebagai

14

DNA chain terminator, namun juga meningkatkan aktivitas sel NK dan


menginduksi produksi interferon endogen.
b) Spektrum aktivitas : HBV, HIV, dan retrovirus lain. Adefovir juga aktif
terhadap virus herpes.
c) Indikasi : Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten
terhadap lamivudin.
d) Farmakokinetik : Adefovir sulit diabsorbsi, namun bentuk dipivoxil
prodrugnya diabsorbsi secara cepat dan metabolisme oleh esterase di mukosa
usus menjadi adefovir dengan bioavailibilitas sebesar 50%. Ikatan protein
plasma dapat diabaikan, Vd setara dengan cairan tubuh total. Waktu paruh
eliminasi setelah pemberian oral adefovir dipivoxil sekitar 5-7 jam. Adefovir
dieliminasi dalam keadaan tidak berubah oleh ginjal melalui sekresi tubulus
aktif.
e) Dosis : Per oral dosis tinggal 10 mg per hari.
f)Efek samping : Adefovir 10mg/hari dapat ditoleransi dengan baik. Setelah
terapi selama 48 minggu terjadi peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dL di
atas baseline pada 13% pasien yang umumnya memiliki factor resiko
disfungsi renal sejak awal terapi.
C. Entekavir
a)

Mekanisme kerja dan resistensi : Entekavir merupakan analog

deoksiguanosin yang memiliki aktivitas anti-hepadnavirus yang kuat.


Entekavir mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat yang aktif, yang
berperan sebagai kompetitorsubstrat natural (deoksiguanosin trifosfat) serta
menghambat HBV polymerase.
b) Spektrum aktivitas : Entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2 serta
HBV.
c) Indikasi : Infeksi HBV.
d) Farmakokinetik :Entekavir diabsorbi baik per oral. Cmax tercapai antara
0,5-1,5 jam setelah pemberian, tergantung dosis. Entekavir dimetabolisme
dalam jumlah kecil dan bukan merupakan substrat system sitokrom P450.
Tnya pada pasien dengan fungi ginjal normal adalah 77-149 jam. Entekavir
dieliminasi terutama lewat filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Tidak perlu
dilakukan penyesuaian dosis pada pasien dengan penyakit hati sedang hingga
berat.

15

e)

Dosis : Per oral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong, pada pasien

yang gagal terapi dengan lamivudin, pemberian entekavir ditingkatkan hingga


1 mg/hari.
f)Efek samping : Sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk, nasofaringitis,
fatigue, pusing, nyeri abdomen atas dan mual.
D. Interferon
Merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan
menggangugu kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun interferon
menghambat pertumbuhan berbagai virus in vitro, aktivitas in vivo pada virus
mengecewakan. Pada waktu ini, interferon disintesis dengan teknologi DNA
rekombinan. Setidaknya terdapat 3 jenis interferon; alfa, beta, gama. Satu dari 15
jenis -interferon, -2b telah disetujui untuk pengobatan hepatitis B dan C. Dan
terhadap kanker seperti leukemia sel berambutdan sarcoma Kaposi.
a)

Mekanisme kerja antivirus belum diketahui seluruhnya tetapi menyangkut

induksi enzim sel pejamu yang menghambat translasi RNA virus dan akhirnya
menyebabkan degadrasi mRNA dan tRNA virus. Interferon diberikan i.v dan
masuk ke cairan sum-sum tulang
b) Efek samping : demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan
kardiovaskular seperti gagal jantung kongestif dan reaksi hipersensitif akut,
gagal hati infiltrasi paru jarang.
2.3.2 Golongan Obat Antiretrovirus
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Reverse transkripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral
sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini
bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat golongan ini menghambat
terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang
telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI harus
mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Yang termasuk
komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan hepatomegali berat dengan
steatosis.

16

A. Zidovudin
a)

Mekanisme kerja : target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase

(RT) HIV. Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse


transcriptase virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin
mengalami fosforilasi. Gugus AZT 5- mono fosfat akan bergabung pada
ujung 3 rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse transcriptase.
b) Resistensi : Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada
enzim reverse transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog
nukleosida lainnya.
c) Spektrum aktivitas : HIV(1&2)
d) Indikasi : infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti
lamivudin dan abakafir)
e) Farmakokinetik : obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika
diminum bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total
obat yang diabsorpsi tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah
sangat baik dan obat mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT
mengalami glukuronidasi dalam hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.
f)Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan
sirup 5 mg /5ml disi peroral 600 mg / hari
g) Efek samping : anemia, neotropenia, sakit kepala, mual.
B. Didanosin
a)

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara

menghentikan pembentukan rantai DNA virus.


b) Resistensi : Resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada
reverse transcriptase.
c) Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
d) Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam
kombinasi anti HIV lainnya.
e) Farmakokinetik : Karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet
kunyah, buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum
dalam keadaan puasa; makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk
system saraf pusat tetapi kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam
urin.

17

f)Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngal
atau terbagi.
g) Efek samping : diare, pancreatitis, neuripati perifer.

C. Zalsitabin
a)

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara

menghentikan pembentukan rantai DNA virus.


b) Resistensi : Resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada
reverse transcriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.
c) Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
d) Indikasi : Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut
yang tidak responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV
lainnya (bukan zidanudin).
e) Farmakokinetik : Zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau
MALOX TC akan menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh
tetapi penetrasi ke ssp lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai
obat dimetabolisme menjadi DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah
jalan ekskresi utama meskipun eliminasi pekal bersama metabolitnya.
f)Dosis : Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam)
g) Efek samping : Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.
D. Stavudin
a)

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara

menghentikan pembentukkan rantai DNA virus.


b) Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50.
c) Spektrum aktivitas : HIV tipe 1 dan 2
d) Indikasi : Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan
dengan antiHIV lainnya.
e) Farmakokinetik : Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap
antara karbon 2 dan 3 dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinase
intraselular menjadi triposfat yang menghambat transcriptase reverse dan
menghentikan rantai DNA.
f)Dosis : Per oral 80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam).
g) Efek samping : Neuropati periver, sakit kepala, mual, ruam.
18

E. Lamivudin
a)

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan

cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus.


b) Resistensi : Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya
resistensi silang dengan didanosin dan zalsitabin.
c) Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ) dan HBV.
d) Indikasi : Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi H IV, dalam kombinasi
dengan anti HIV lainnya (seperti zidovudin,abakavir).
e) Farmakokinetik : Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan
bergantung pada ekskresi ginjal.
f)Dosis : Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg
1x sehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan
zidovudin atau abakavir.
g) Efek samping : Sakit kepala dan mual.
F. Emtrisitabin
a)

Mekanisme kerja : Merupakan derivate 5-fluorinatedlamivudin. Obat ini

diubah kebentuk triposfat oleh ensim selular. Mekanisme kerja selanjutnya


sama dengan lamivudin.
b) Resistensi : Resistensi silang antara lamivudin dan emtrisitabin.
c) Indikasi : Infeksi HIV dan HBV.
d) Dosis : Per oral 1x sehari 200 mg kapsul.
e) Efek samping : Nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam .
G. Abakavir
a)

Mekanisme kerja : bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan

pembentukan rantai DNA virus


b) Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 184,65,74 dan 115.
c) Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ).
d) Indikasi : Infeksi HIV.
e) Dosis : Per oral 600mg / hari ( 2 tablet 300 mg ).
f)Efek samping : Mual ,muntah, diare,reaksi hipersensitif
( demam,malaise,ruam), ganguan gastro intestinal.
2. Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)

19

Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase


inhibitor pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam
kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus
melalui tiga tahap fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTi
hanya membutuhkan dua tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu
tahap fosforilase obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk
aktif lebih sempurna.
A. Tenofovir Disoproksil
a)

Mekanisme kerja : Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara

menghentikan pembentukan rantai DNA virus.


b) Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 65.
c) Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya
dan HBV.
d) Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh
dikombinasi dengan lamifudin dan abakafir.
e) Dosis : Per oral sehari 300 mg tablet.
f)Efek samping : Mual, muntah, Flatulens, dan diare.
3. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers
transcriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif
enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa
NNRTI dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi
dengan obat lain.
A. Nevirapin
a)

Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract

HIV-1 RT.
b)
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT.
c)
Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 ).
d)
Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV,lainnya
terutama NRTI.
e)
Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg
per hari ), kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).
f)Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan
peningkatan enzim hati.

20

B. Delavirdin
a)
b)

Mekanisme kerja : Sama dengan devirapin.


Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang

dengan nefirapin dan efavirens.


c) Spektrum aktivitas : HIV tipe 1.
d) Indikasi : Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama
NRTI.
e) Dosis : Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia
dalam bentuk tablet 100mg.
f)Efek samping : Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan
neutropenia.
C.Efavirenz
a). Mekanisme kerja : Sama dengan neviravin
b). Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 100,179,181.
c). Spektrum aktivitas : HIV 1
d). Indikasi : Infeksi HIV- 1, dalam kombinasi dengan antiHIV lainnya terutama
NRTI dan NtRTI.
e). Dosis : Peroral 600mg/hari (1Xsehari tablet 600mg), sebaiknya sebelum tidur
untuk mengurangi efek samping SSP nya.
f). Efek samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan
ruam .

4. Protease Inhibitor (PI)


Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs
aktif HIV protease.HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan
penglepasan poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan
polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat
maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak
virulen.
A. Sakuinavir

21

a) Mekanisme kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV


protease peptidomimetic inhibitor.
b) Resistensi :Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease
terjadi resistensi silang dengan PI lainnya.
c) Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
d) Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan
beberapa PI seperti ritonavir).
e) Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau
1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan
makanan atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.
f) Efek samping :Diare, mual, nyeri abdomen.
B. Ritonavir
a) Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
b) Resistensi : Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease
kodon 82.
c) Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
d) Indikasi :Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan
PI seperti sakuinavir ).
e) Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan
makanan )
f) Efek samping : Mual, muntah , diare.
C. Indinavir
a)
b)
c)
d)

Mekanisme kerja :Sama dengan sakuinavir.


Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
Dosis : Peroral 2400mg / hari (2 kapsul 400mg setiap 8jam, dimakan dalam
keadaan perut kosong, ditambah dengan hidrasi(sedikitnya 1.5L air / hari).

Obat ini tersedia dalam kapsul 100,200, 333,dan 400mg.


e) Efek samping : Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal.
D. Nelfinavir
a)
b)
c)
d)

Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.


Resistensi : Terhadap nelfinavir disebabkan terutama oleh mutasi.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.

22

e) Dosis : Per oral 2250 mg / hari (3 tablet 250mg 3 X sehari) atau 2500mg / hari
(5 tablet 250mg 2 X sehari )bersama dengan makanan.
f) Efek samping : Diare, mual, muntah.
E. Amprenavir
a) Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
b) Resistensi : Terhadap amprenavir terutama disebabkan oleh mutasi pada
protease kodon 50.
c) Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
d) Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti
NRTI.
e) Dosis : Per oral 2400mg/ hari (8kapsul 150 mg 2 X sehari, diberikan bersama
atau tanpa makanan, tapi tidak boleh bersama dengan makanan.
f) Efek samping : Mual, diare, ruam, parestesia per oral / oral.

F. Lopinavir
a) Mekanisme kerja : Sama dengan sakuanavir.
b) Resistensi : Mutasi yang menyebabkan resistensi terhdap lopinavir belum
diketahui hingga saat ini.
c) Spektrum aktivitas : HIV (tipe 1dan 2)
d) Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti
NRTI.
e) Dosis : Per oral 1000mg / hari(3kapsul 166.6mg 2 X sehari, setiap kapsul
mengandung 133.3mg lopinavir + 33.3mg ritonavir), diberikan bersamaan
dengan makanan.
f) Efek samping : Mual, muntah, peningkatan kadar koleterol dan
trigliserida,peningkatan y-GT.
G. Atazanavir
a)
b)
c)
d)

Mekanisme Kerja : Sama dengan sakuinavir.


Spectrum Aktivitas : HIV tipe 1 dan 2.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan HIV lainnya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 400 mg per hari (sekali sehari 2 kapsul 200 mg), diberikan

bersama dengan makanan.


e) Efek samping : Hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG atau jarang.

23

5. Viral Entry Inhibitor


Enfuvirtid merupakan obat pertama yang masuk ke dalam golongan
VIRAL ENTRY INHIBITOR. Obat ini bekarja dengan cara menghambat fusi
virus ke sel. Selain enfuvitid ; bisiklam saat ini sedang berada dalam study klinis.
Obat ini bekerrja dengan cara menghambat masukan HIV ke sel melalui reseptor
CXCR4.
A. Enfurtid
a) Mekanisme kerja : Menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara
menghanbat fusi virus ke membrane sel.
b) Resistensi : Perubahan genotif pada gp41 asam amino 36-45 menyebabkan
resistensi terhadap enfuvirtid, tidak ada resistensi silang dengan anti HIV
golongan lain.
c) Indikasi :Terapi infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan antiHIV-lainnya.
d) Dosis : Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali ssehari diinjeksikan subkutan dengan
lengan atas bagian paha enterior atau abdomen.
e) Efek samping : Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan
nodul atau kista.
2.4 Penggunaan Obat Antivirus
Tujuan utama terapi antivirus pada pasien imonnukompeten adalah
menurunkan tingkat keparahan pennyakit dan komplikasinya, serta menurunkan
kecepatan transmisi virus, sedangkan paa pasien dengan infeksi virus kronik,
tujuan terapinya adalah mencegah kerusakan oleh virus orga visceral, terutama
hati, paru, saluran cerna dan SSP.
Antivirus dapat di gunakn untuk prapilaksis, supresi (untuk menjaga agar
replikasi virus berada di bawah kecapatan yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan pada pasien terinfeksi yang asimtomatik).
Beberapa Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan obat terapi
antivirus :
1. Lamanya terapi
2. Peemberian terapi tunggal atau kombinasi
3. Interaksi obat
24

4. Kemungkinan terjadinya resistensi


2.5 HIV-AIDS
Terapi HIV-AIDS dilakukan dengan cara mengkombinasikan beberapa
obat untuk mengurangi viral loat atau (jumlah virus dalam darah). Agar menjadi
sangat rendah atau dibawah tingkat yang terdeteksi untuk jangka waktu yang
lama.
1. Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik dari pada mono terapi
karena :
a) Menghidari atau menunda resistensi obat atau meluasnya cakupan
terhadap virus dan memperlama efek
b) Peningkatan efikasi karena adanya efek adiktif atau sinergis.
c) Peningkatan target reserpoir jaringan atau sellular(contoh : limposit,
makrofak) virus.
d) Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus
e) Penurunan toxisitas karena dosis yang digunakan lebih rendah.
2. Walaupun obat retro-virus sudah mennjadi kunci penatalaksanaan HIV-AIDS, ada
beberapa keterbataasan, yaitu :
a) Anti-retrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus.
3. Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika keputusan pasien pada
terapi tidak hamper sempurna.
4. Penularan HIV melalui perilaku yang beresiko dapat terus terjadi walaupun viral
load tidak terdeteksi.
5. Efeksamping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi mual ringan
termasuk anemia, neutropenia, mual, sakit kepala sampai yang berat missal
hepatitis akut.

25

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
Virus ( Sansk, visham = racun ) adalah mikroorganisme hidup yang
terkecil ( besarnya 20-300 mikron ), kecuali prion, yaitu virus penyebab
penyakit sapi gila BSE dan p. Creutzfeldt-Jakob yang k.l. 100 kali lebih
kecil.
Klasifikasi penggolongan obat antivirus adalah :
1. Antinonretovirus
a) Antivirus untuk herpers
b) Antivirus untuk influenza
c) Antivirus untuk HBV dan HCV
2. Antiretrovirus
a) Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI)
b) Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI)
c) NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor)
d) Protease inhibitor (PI)
e) Viral entry inhibitor.
Tujuan utama terapi antivirus pada pasien imonnukompeten adalah
menurunkan tingkat keparahan pennyakit dan komplikasinya, serta
menurunkan kecepatan transmisi virus.
Beberapa Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan obat terapi
antivirus :
1. Lamanya terapi
2. Peemberian terapi tunggal atau kombinasi
3. Interaksi obat
4. Kemungkinan terjadinya resistensi

3.2 Penutup
26

Demikianlah makalah farmakologi dalam materi antivirus yang dapat


kami buat. Kami harap makalah ini dapat diterima dengan baik oleh dosen
bidang study / dosen pembimbing. Oleh karna itu, partisipasi dari semua pihak
sangat kami harapkan, dan juga kami harap makalah ini dapat memberikan
manfaat yang baik bagi kita semua.
Atas perhatian dari Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan kesempatan
bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini dan melakukan diskusi nantinya
kami ucapkan terima kasih.

27

Anda mungkin juga menyukai