BAB 6 Wasantara
BAB 6 Wasantara
BAB 6 Wasantara
75
76
Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional menjadi kunci dalam membina bangsa
Indonesia dalam keaneragaman untuk mencapai keserasian, terutama dalam hal visi dan
persepsi sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Dari dasar pemikiran sebagaimana dipaparkan di atas, pengertian Wawasan Nusantara
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Menurut Tap. MPR Tahun 1993 dan 1998 Tentang GBHN, menyatakan:
Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada
Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengnan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.
Menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara Lemhanas (1999), menyatakan:
Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang
serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
3.
Menurut Prof. Dr. Wan Usman (2000), menyatakan:
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah
airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.
Beliau juga menyebutkan bahwa Wawasan Nusantara merupakan geopolitik
Indonesia.
Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional, bagi bangsa Indonesia harus dijadikan
pedoman (visi dan persepsi) sebagai bangsa yang majemuk yang telah menegara, dalam
membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada
aspek politik, ekonomi, sosial budaya, maupun hankamnya, selalu mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah.
Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan
geopolitik yang dianutnya
2.
77
78
Pandangan Ajaran Sir Walter Raleigh (1554 1618) dan Alfred Thayer Mahan
(1840 1914)
Kedua ahli ini mempunyai gagasan wawasan bahari, yaitu kekuatan di laut. Ajarannya
mengatakan bahwa barang siapa menguasai laut akan menguasai perdagangan.
Menguasai perdagangan berarti menguasai kekayaan dunia sehingga pada akhirnya
menguasai dunia.
Alfred Thayer Mahan, seorang Kepala Akademi AL AS, berwawasan luas dan modern
berkat pengalamannya selama di AL. Melalui bukunya Influence Of The Sea Power
menjelaskan bahwa kalau USA ingin menjadi negara adidaya, harus mengembangkan
industri maritim modern. Industri maritim modern menghasilkan armada dagang untuk
melancarkan perdagangan AS ke seluruh dunia, sekaligus membangun armada perang
untuk melindunginya. Berbeda dengan Raleigh, menurutnya AS tidak perlu menguasai
seluruh samudera dunia tetapi cukup menguasai jalur laut vital saja (Sea Lines of
Communication / SLOC) yg terbentang dari:
SLOC I
: Eropa Barat s/d Amerika Serikat
SLOC II
: Afrika s/d AS
SLOC III
: AS s/d Asia Timur
SLOC IV
: AS s/d Australia
SLOC V
: AS s/d Asia Tenggara
SLOC VI
: AS s/d Timur Tengah (Jalur Energi)
SLOC VII
: Samudera Atlantik Terusan Panama Samudera Pasifik
Pandangan Nicholas J. Spkyman (1893 - 1943)
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori Daerah Batas (rimland) yaitu teori
wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut, dan udara. Dalam
pelaksanaannya, teori ini disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.
Pandangan Sir Halfold Mackinder (1861 1947)
Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya menganut konsep kekuatan dan mencetuskan
wawasan benua, yaitu konsep kekutan di darat. Ajarannya menyatakan : barang siapa
dapat menguasai daerah jantung, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia), ia akan dapat
menguasai pulau dunia, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika.
Pandangan W. Mitchel , A. Saversky, Giulio Douhet (1869 1930) dan John
Frederik Charles Fuller
Keempat ahli geopolotik ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling
menentukan. Mereka melahirkan teori wawasan dirgantara yaitu konsep kekuatan di
udara. Kekuatan di udara hendaknya mempuyai daya yang dapat diandalkan untuk
menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya
dikandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.
2.3 Geopolitik Bangsa Indonesia
Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang luhur sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Bangsa
yang berfalsafah dan berideologi Pancasila, bangsa menganut paham Indonesia cinta
damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan . Bangsa Indonesia menolak segala bentuk
penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran mengenai kekuasaan
dan adu domba, karena hal tersebut mengandung benih-benih persengketaan dan
ekspansionisme. Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa :
PKn untuk mahasiswa kerma Pemprov Jabar AMP Polban
79
Ideologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan politik nasional, dihadapkan
pada kondisi dan konstelasi geografis Indonesia dengan segala aspek kehidupan
nasionalnya. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan
bangsa dan negaranya ditengah-tengah perkembangan dunia. Dalam hubungan
internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan (nasionalisme) yang
membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolak pandangan chauvisme. Bangsa
Indonesia selalu terbuka untuk menjalin kerjasama antar bangsa yang saling menolong
dan saling menguntungkan. Semua ini dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dan
ketertiban dunia yang abadi. Dalam menentukan, membina, dan mengembangkan
wawasan nasionalnya, bangsa Indonesia menggali dan mengembangkan dari kondisi
nyata yang terdapat di lingkungan Indonesia sendiri.
3
PANCASILA
UUD 1945
Landasan IDIIL
Landasan KONSTITUSIONAL
WAWASAN NUSANTARA
Landasan VISIONAL
KETAHANAN NASIONAL
Landasan KONSEPSIONAL
Landasan OPERASIONAL
80
Wawasan nasional Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan bangsa
Indonesia yang berlandaskan falsafah Pancasila dan pandangan geopolitik Indonesia yang
berlandaskan pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu,
pembahasan latar belakang filosofis sebagai pemikiran pembinaan dan pengembangan
wawasan nasional Indonesia ditinjau dari :
a. Latar Belakang Pemikiran beradasarkan Falsafah Pancasila
b. Latar belakang pemikiran aspek kewilayahn Nusantara
c. Latar belakang pemikiran aspek Sosial Budaya bangsa Indonesia
d. Latar belakang aspek Kesejarahan bangsa Indonesia
1) Berdasarkan Falsafah Pancasila
Wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang disebut Wawasan Nusantara
dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang merupakan pancaran dari sila-sila Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan kandungan nilai-nilai
filosofis dari kelima sila dalam Pancasila, maka nampaklah bahwa Wawasan Nusantara
menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan tanpa menghilangkan ciri, sifat, dan
karakter dari kebinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa.
2) Berdasarkan Aspek Kewilayahan
Pada awal kemerdekaan, sejak 17 Agustus 1945 wilayah negara Republik Indonesia
didasarkan pada peraturan yang tercantum dalam Territoriale Zee En Maritieme Kringen
Ordonantie tahun 1939. Berdasarkan ketentuan tersebut lebar laut wilayah Indonesia
adalah 3 mil diukur dari garis air rendah masing-masing pantai pulau Indonesia. Dengan
demikian kondisi objektif wilayah/geografis Indonesia saat itu tidak menjamin kesatuan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi masih terpencar (terpisah-pisah)
antara satu pulau dengan pulau lainnya. Hal demikian akan lebih terasa bermasalah
apabila dihadapkan pada pergolakan-pergolakan yang rawan dan dapat mengancam
keamanan nasional. Pengaturan wilayah laut dalam Ordonansi 1939 dipengaruhi oleh
perkembangan pandangan yang berkenaan dengan hukum laut internasional, yang pada
pokoknya terjadi perbedaan diantara dua konsep utama, yaitu:
1)
Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut itu tak ada yang memilikinya, karena itu
dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing negara.
2)
Res Communis, yang menyatakan bahwa laut milik bersama masyarakat dunia,
karena itu laut tak dapat dimiliki oleh masing-masing negara.
Untuk kepentingan dalam usaha mencari perdagangannya dengan Indonesia, Belanda
berusaha untuk mencarikan dasar hukum bagi tuntutannya bahwa laut adalah bebas untuk
semua bangsa. Kemudian menunjuk ahlinya, Hugo de Groot (Grotius), untuk menulis
buku Mare Liberum (laut bebas) tahun 1608, yang menyatakan bahwa wilayah laut
adalah bebas untuk semua bangsa. Sehingga menjadikan Grotius dianggap sebagai Bapak
Hukum Internasional. Tulisan Grotius kemudian mendapat tantangan dari penulis
Inggris, John Selden (1584-1654) yang membela kepentingan Inggris dengan menulis
PKn untuk mahasiswa kerma Pemprov Jabar AMP Polban
81
buku Mare Clausum: The Right and Dominion of the Sea, yang pada dasarnya bahwa laut
sepanjang pantai suatu negara dapat dimiliki sejauh yang dapat dikuasai dari darat.
Konsep pemilikan sebagian dari laut disempurnakan oleh Cornelis van Bynkershoek,
seorang penulis Belanda dalam bukunya De Dominio Maris Disertatio (1703), yang
menyatakan bahwa penguasaan dari darat itu berada sejauh yang dapat dikuasai oleh
meriam dari darat, yang pada waktu itu diperkirakan sejauh lebih kurang 3 mil.
Konsepsi penting lainnya adalah Konferensi Geneva 1958, yaitu konsep archipelago
dan konsep negara archipelago (archipelagic state), yang mengusulkan untuk
menetapkan lebar laut wilayah 12 mil, walaupun usul tersebut belum dapat diterima oleh
negara maritim besar karena mereka lebih beruntung bila selat-selat penting masih
mempunyai jalur laut bebas.
Dalam perkembangan kehidupan berbangsa Indonesia, mengingat kondisi geografis,
kepentingan nasional yang mencakup persatuan bangsa dan kesatuan wilayah demi
terwujudnya kesejahteraan (kemakmuran) dan keamanan yang berkesinambungan
menjadi tuntutan utama. Maka pemerintah Indonesia pada 13 Desember 1957
mengeluarkan Deklarasi Djuanda, yang berisi:
... berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka pemerintah menyatakan bahwa
segala perairan disekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang
termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagianbagian yang wajar dari pada wilayah daratan negara Indonesia dan dengan demikian
bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan
mutlak Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal
asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/menggangu kedaulatan
dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya 12
mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulaupulau negara Indonesia akan ditentutan dengan undang-undang.
Dengan keluarnya deklarasi ini tegaslah bahwa bentuk geografis Indonesia adalah negara
kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil dengan sifat dan corak tersendiri.
Deklarasi tersebut juga menyatakan demi keutuhan teritorial dan untuk melindungi
kekayaan negara yang terkandung di dalamnya, pulau-pulau serta laut yang ada di
antaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh. Untuk
mengukuhkan asas negara kepulauan ini, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor : 4/Prp
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Adapun intisari dari Deklarasi Djuanda dan UU No. 4/Prp/1960 adalah:
(1) Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis
pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
(2) Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis pangkal lurus ini
termasuk laut dan tanah di bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
(3) Jalur laut teritorial selebar 12 mil diukur terhitung dari garis pangkal lurus ini;
(4) Hak lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairan nusantara dijamin
selama tidak merugikan kepentingan negara pantai dan mengganggu kemanan dan
ketertibannya.
Sejak saat itu berubahlah luas wilayah dari semula 2 juta km 2 menjadi 5 juta
km 2 , dimana 65 % wilayahnya terdiri dari laut/perairan. Sedangkan yang 35 % lagi
adalah daratan yang terdiri dari 17.508 buah pulau, berupa lima buah pulau besar,
(Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua) dan 11.808 pulaupulau kecil (termasuk yang belum diberi nama, yang sudah memiliki nama 6.044 pulau).
PKn untuk mahasiswa kerma Pemprov Jabar AMP Polban
82
Luas daratan dari seluruh pulau tersebut adalah 2.028.087 km 2 , luas lautan
3.166.163 km2 , dengan panjang pantai 81.000 km. Topografi daratannya berupa
pegunungan dengan gunung-gunung berapi yang masih aktif maupun yang tidak aktif
lagi.
Pada tanggal 17 Pebruari 1969 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Landas
Kontinen, yang pada intinya berisi:
(1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia
adalah milik ekslusif negara Indonesia;
(2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen
dengan negara tetangga melalui perundingan;
(3) Jika tiada perjanjian garis batas, maka batas landas kontinen Indonesia adalah suatu
garis yang ditarik di tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan titik
terluar wilayah negara tetangga;
(4) Klaim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status perairan di atas landas kontinen
Indonesia, maupun ruang udara di atasnya.
Sejumlah deklarasi sebagaimana dikemukakan di atas, baru merupakan klaim dari pihak
pemerintah Indonesia, karena itu perlu diperjuangkan untuk memperoleh dukungan
internasional. Pada konferensi hukum laut internasional pertama, 24 Pebruari 27 April
1958 di Jenewa yang diikuti 86 negara, prinsip negara kepulauan belum disetujui. Begitu
pula pada konferensi kedua tahun 1960 belum berhasil diakui.
Pada 21 Maret 1980 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Zona Ekonomi
Eklusif yang intinya ZEE Indonesia adalah laut selebar 200 mil dari garis pangkal luar.
Pada wilayah tersebut negara RI berhak mengeksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
sumber kekayaan alam hayati laut.
Melalui konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional III tahun 1982 di Jamaika,
pokok-pokok asas negara kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 82 (United
Nation Convention on the Law of the Sea). Kemudian Indonesia meratifikasi UNCLOS
82 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 (31 Desember 1985). Dengan
UNCLOS tersebut memberikan keuntungan bagi Indonesia yaitu bertambah luasnya
perairan yurisdiksi nasional yang sekaligus menambah kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Sejak 16 Nopember 1993 UNCLOS 82 telah diratifikasi oleh 60 negara dan
menjadi hukum positif sejak 16 Nopember 1994.
83
Pengertian Nusantara adalah kepulauan Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau besar
maupun kecil yang berada pada batas-batas astronomis sebagai berikut:
Utara
: 06 0 08 1 LU
Selatan
: 11 0 15 1 LS
Barat
: 94 0 45 1 BT
Timur
: 141 0 05 1 BT
Jarak paling jauh antar dua tempat
Utara Selatan
: 1.888 km
Barat Timur
: 5.110 km
84
85
86
Dalam perjuangan doktrin politik nasional konsepsi Wawasan Nusantara dimulai melalui
kajian Wawasan Hankamnas (hasil Seminar Hankam I 1966) yang menghasilan:
Wawasan Nusantara merupakan konsepsi dalam memanfaatkan konstelasi geografi
Indonesia di mana perlu ada keserasian antara Wawasan Bahari, Wawasan Dirgantara,
Wawasan Benua, sebagai pengejawantahan segala dorongan (motives) dan rangsangan
(drives) dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi bangsa dan tujuan negara Indonesia.
Raker Hankam tahun 1967 memutuskan untuk menamakan Wawasan Hankamnas
menjadi Wawasan Nusantara. Pada Nopember 1972 Lemhanas meneliti dan mengkaji
segala bahan dan data Wawasan Nusantara untuk sampai pada rumusan yang lebih rinci
agar dapat tegak sebagai wawasan nasional. Pada tahun 1973 Wawasan Nusantara
diangkat dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1973 Tentang GBHN dalam Bab II
huruf E, dan selalu dikukuhkan dalam setiap GBHN berikutnya. Terakhir dalam Tap.
MPR Nomor II/MPR/1998 Tentang GBHN.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menginginkan terulangnya
perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia yang akan melemahkan
perjuangan dalam mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional
sebagai hasil kesepakatan bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.
5
Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara
Konsepsi Wawasan Nusantara terdiri dari tiga unsur dasar, meliputi: Wadah (contour), Isi
(content), dan Tata Laku (conduct).
Wadah (Contour)
Yang menjadi wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara meliputi:
a. Seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan penduduk yang
beragam budayanya.
b. Organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan
(suprastruktur politik).
c. Wadah kehidupan kemasyarakatan (infrastruktur politik)
Isi (Content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan
nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dimana untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat dan cita-cita maupun tujuan nasional tersebut, bangsa
Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan
kehidupan nasional. Dengan demikian isi konsepsi Wawasan Nusantara yang esensial
terdiri dari:
1)
Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian citi-cita
dan tujuan nasional
2)
Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan
nasional.
Tata laku (Conduct)
Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi, yang terdiri dari tata laku
bathiniah dan tata laku lahiriah.
1)
Tata laku bathiniah, adalah cerminan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik
dari bangsa Indonesia.
2)
Tata laku lahiriah, adalah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari
bangsa Indonesia.
87
UNSUR DASAR
WADAH
CITA-CITA
UNSUR DASAR
TATA LAKU
PEDOMAN
CARA KERJA
PEMBUKAAN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
TATA PERENCANAAN
TATA PELAKSANAAN
TATA PENGAWASAN
APARATUR NEGARA
KESADARAN POLITIK MASYARAKAT TATA KELENGKAPAN
MEDIA PERS
ORGANISASI
PARTISIPASI RAKYAT
Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati diri bangsa Indonesia yang memiliki
rasa bangga kepada bangsa dan cinta tanah air sehingga menumbuhkan nasionalisme
yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.
UNSUR DASAR
WAWASAN NUSANTARA
88
6
Wawasan Nusantara Sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Wawasan Nusantara dijadikan wawasan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional
pertama kali ditetapkan didasarkan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 Tentang
GBHN. Konsepsi Wawasan Nusantara sebagai wawasan pembangunan nasional terakhir
tercantum dalam Tap. MPR Nomor II/MPR/1998 Tentang GBHN. (Seiring gerakan
reformasi di Indonesia yang ditandai dengan diamandemennya UUD 1945, dimana MPR
tidak lagi bertugas menetapkan GBHN).
Wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional
yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945, yaitu cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
penyenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang mencakup:
1.
2.
89
c.
3.
4.
90
1)
91
Perkembangan IPTEKS dan masyarakat global yang berkaitan dengan dunia tanpa batas
merupakan tantangan bagi Wasantara, karena akan mempengaruhi pola pikir, pola sikap,
dan pola tindak masyarakat Indonesia yang apabila tidak diimbangi dengan peningkatan
SDM, kita akan tertinggal dalam percaturan global.
4)
Era Baru Kapitalisme
Penerapan kapitalisme yang semula ditujukan untuk mencari keuntungan diri sendiri
sebesar-besarnya secara global kini telah bergeser ke arah era baru kapitalisme, yaitu
keseimbangan antara paham individualis dan paham sosialis serta antara negara maju
dengan negara bekembang (Lester Thuraw dalam bukunya The Future of Capitalism).
Strategi baru tersebut untuk mempertahankan kapitalisme di era global, di mana negaranegara kapitalis berusaha mempertahankan eksistensinya di bidang ekonomi dengan
menekan negara-negara berkembang melalui isu global yang mencakup dermokratisasi,
HAM, dan lingkungan hidup.
Dari uraian di atas tanpak bahwa era baru kapitalisme dengan strategi keseimbangan guna
mempertahankan kapitalisme di era global dengan menekan negara-negara berkembang
melalui isu global. Ini merupakan tantangan yang harus diwaspadai bagi Wawasan
Nusantara.
5)
Kesadaran Warga Negara
Persoalan yang mendasar dalam bela negara dewasa ini adalah kesadaran akan
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Perkembangan yang ada nampak lebih
ditekankan pada kesadaran akan haknya sebagai warga negara. Persoalan ini lebih jauh
dapat melunturkan semangat mengutamakan kepentingan bersama, yang pada akhirnya
mengurangi bahkan menghilangkan kesadaran persatuan dan kesatuan serta
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kondisi demikian juga merupakan
tantangan bagi Wawasan Nusantara.
92
Latihan/soal
A
93
-Ns2011-
94