Anda di halaman 1dari 10

Muhammad Hamdi

Tugas Mingguan Teori MSDM

Sari Sitalaksmi, Ph.D


March 10, 2015

MSM Strategik
MSM strategik dalam kurun waktu satu dekade ini telah mendapatkan reputasi dan
kredibilitas yang baik, terutama terkait dengan pengaruhnya dalam kinerja organisasi. Tetapi
bagaimana perkembangan konsep ini dalam lintas sejarah? ketika mencoba menelusuri konsep
MSM strategik, Lengnik (2009) menemukan paling tidak ada tujuh tema yang selalu muncul
dalam literatur MSM strategik. Pertama, penjelasan mengenai contingency perspective and fit. Kedua
mengenai perubahan dari fokus pada mengelolaan orang menjadi memberikan kontribusi
strategik. Ketiga, mengelaborasi komponen dan struktur sistem

MSM. Keempat, perluasan

cakupan MSM strategik. Kelima, pencapaian implementasi MSM dan eksekusinya. Keenam,
mengukur outcome dari MSM strategik. Ketujuh, evaluasi isu metodologi. Setiap tema tersebut
memainkan peran yang signifikan dalam revolusi MSM strategik. Ketujuh tema tersebut akan
dibahas satu per satu.
Tema pertama; Contingency perspectives dan fit. HR scholars mengakui bahwa beberapa praktik
HR lebih dapat memberikan kinerja yang lebih baik jika sesuai dengan objek dan kondisi yang
spesifik serta kepentingan strategik. Sehingga penelitian MSM strategik seringkali menggunakan
contingent relationship dan mencari cara bagaimana antara aktivitas HR dan strategic outcomes yang
diinginkan dapat dicapai. Sejalan dengan perkembangan bidang MSM strategik, scholars mulai
mempertimbangkan perbedaan yang melekat pada setting yang berbeda (setting as contingencies).
Diawali dengan investigasi pada organisasi manufaktur dan jasa, diikuti dengan pengujian
perbedaan antara organisasi publik, non-profit dan private. Studi dilakukan dengan membedakan
antara IPO contingencies dan dalam perusahaan yang telah ada dan terakhir organisasi yang
memiliki reliabilitas tinggi.
Terkait dengan competing frameworks yang muncul pada 1990an, diawali dengan skema dari
Delery dan Doty (1996) dengan argumentasi menggunakan universal perspective bahwa beberapa
praktik HE memiliki efek positif pada kinerja organisasinal di antara semua organisasi dengan
kondisi tertentu. Perdebatan muncul berkaitan dengan asumsi universal perspective dengan
configurational perspective (Pfeffer, 1998) diikuti dengan studi yang membandingkan keduanya

!1

(contingency perspective/best fit dengan universalistic approach/best practice). Perkembangan terakhir adalah
skema dari Alcazar et al., (2005) dengan multiple perspectives pada MSM strategik. Ulasan diberikan
pada perspektif teori dari MSM strategik dan menyusun framework untuk mengintegrasikannya:
universalistic, contingency, configurational dan contextual). Pendekatan ini memberikan penjelasan pada
level organisasional dan mengintegrasikan fungsi dari macro-social framework yang saling
berinteraksi.
Tema kedua; Pergeseran fokus dalam mengelola manusia dalam menciptakan kontribusi
strategik. Pada awal pengembangan bidang HR, penekanan seringkali berfokus pada
memastikan bahwa para pekerja memiliki kemampuan dan motivasi untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan dan terdapat pekerja yang sesuai dengan ketersediaan
kemampuan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan organisasi. Masuknya MSM strategik
menggeser fokus pada kontribusi dari human capital, strategic capabilities dan kinerja organisasi yang
kompetitif. Hal ini memberikan sinyal terkait dengan perubahan yang dramatis dalam peran dan
pengaruh dari MSM yang professional dan penyesuaian cara pandang yang dipergunakan dalam
menangkap ekspektasi terkait aktivitas human resource dalam organisasi. HR professional
membutuhkan lebih dari sekedar kontribusi mekanikal dan administratif.
Artikel yang muncul terkait dengan literatur MSM strategik sangat sedikit, bahkan
atheory.Artikel ini mendorong pengembangan teori MSM strategik dengan menggunakan
pondasi teori dari bidang lain.
A. The resource-based view of the firm and strategic contributions. Beberapa artikel mengelaborasi
dengan teori lainnya seperti open system theory, transaction cost theory, resource dependence theory yang
mengarah pada competitive advantage dan sustainability.
B. Human resource practices and strategic contributions yang didorong oleh meningkatknya
ketertarikan dalam menghubungkan aktivitas MSM dengan competitive performance.
C. Human capital and strategic contributions, yang dimulai dengan studi oleh Huselid et al.,
(1997) menggunakan sudut pandang lain dari MSM strategik

dengan berfokus pada

kapabilitas dari manajer HR. Arftikel terakhir dari Lewis dan Heckman (2006) menggunakan
decision-theoretic framework untuk analisis sistem bagi talent decisions (human capital).
D. Social capital and strategic contributions dengan menggunakan social capital theory. Leana dan
Van Buren (1999) merupakan peneliti pertama yang mengeksplorasi peran dari MSM
strategik dalam menciptakan social capital. Definisi organizational social capital adalah sebagai
sumberdaya yang merefleksikan karakter dari hubungan sosial didalam perusahaan. Social
capital bersama dengan human capital dipertimbangkan sebagai dasar bagi intellectual capital,
merupakan konstruk penting dalam pertumbuhan knowledge-based view of the firm.

!2

Perkembangan berikutnya adalah intellectual capital merupakan perpaduan antara social


capital dan human capital serta memperkenalkan elemen tambahan dari organizational capital.
Tema ketiga; Elaborasi komponen dan struktur sistem HR, yang muncul dikarenakan
berbagai pertanyaan muncul pada saat eksplorasi dari contingency factor dan usaha yang muncul
agar aspek yang spesifik dari sistem MSM fit dengan outcomes organisasi atau proses yang
mendorong pada kesimpulan bahwa kebijakan dan praktik MSM merupakan proses yang
kompleks dan interdependent, yang seharusnya merupakan satu kesatuan atau subsistem. Hal ini
yang mendorong usaha yang bervariasi untuk memecahsistem MSM ke dalam elemen-elemen
yang lebih detail dan digabungkan kedalam beberapa konfigurasi yang unik dan memandang
aktivitas MSM sebagai sistem yang terintegrasi. Artikel yang dipublikasi dikategorikan dalam
topik terkait dengan:
A. HR bundles and high performance work system.
B. HR system architecture (multiple HR systems within a single organization).

Tema keempat; Pengembangan ruang lingkup dari MSM strategik, yang terjadi ketika
aktivitas HR menitikberatkan pada mengelola para pekerja pada penugasan yang spesifik dan
berperilaku dengan cara tertentu. Pergeseran terjadi ke arah strategic capabilities dan competitive
contributions, baik dalam single business unit/firm/group of stakeholders. Studi yang dilakukan
dikelompokkan pada:
A. MSM strategik di luar organisasi
B. MSM strategik idalam konteks internasional
Ruang lingkup MSM strategik yang semakin berkembang mendorong context for designing
sistem dan kinerja MSM strategik semakin berkembang dan rumit. Tidak hanya perbedaan
organisasional yang harus dipertimbangkan dalam mendesain kebijakan dan praktik HR yang
efektif, tetapi juga perbedaan budaya dan sistem ekonomi.
Tema kelima; Pertumbuhan fokus pada kemampuan perusahaan untuk mencapai yang
dimaksud melalui praktik dan strategi HR yang didorong oleh konseptual framework yang
semakin berkembang. Isu-isu yang muncul mulai dari intended versus realized business strategy,
publikasi pada Journal of Human Resource Management dengan edisi case studies dari perusahaan
terbaik di bidangnya, strategy implementation sampai dengan pengujian persepsi yang berbeda
mengenai MSM strategik di antara senior manajer.
Tema keenam; Pengukuran outcomes dari MSM strategik yang didorong oleh isu
pengukuran dari aktivitas MSM strategik yang valid dan representatif. Berbagai studi dilakukan
menguji hubungan antara MSM strategik dengan kinerja organisasional, efektivitas

!3

organisasional sampai dengan pengajuan framework yang berbeda dalam menguji dampak dari
MSM strategik.
Tema ketujuh; Evaluasi isu-isu metodologi yang diawali dengan debat yang timbul pada
penelitian antara sistem HR dengan kinerja organisasional. Isu yang muncul antara lain
mengenai measurement error dan construct validity, reverse causation, single versus multi-level.
Terkait dengan perdebatan mengenai MSM strategik, ada beberapa kesepakatan dalam
hal ini. Pertama, human capital diakui menjadi sumber dari keunggulan kompetitif perusahaan.
Kedua, praktek MSM memiliki pengaruh

langsung terhadap human capital yang dimiliki

perusahaan. Ketiga, kompleksitas sistem MSM dapat menjaadi faktor yang paling sulit untuk
diimitasi dari sistem yang ada di perusahaan.
Ada banyak teori yang bisa membantu dalam menjelaskan hubungan antara MSM dengan
kinerja organisasi, diantaranya adalah transaction cost theory, agency theory, resource dependence theory,
behavioral theory, dan institusional theory. Melihat kebelakang dari artikel yang membahas topik MSM
strategik, dapat disimpulkan bahwan teori RBV menjadi teori yang dominan dalam debat antara
MSM strategik dengan bagaimana SDM serta praktek MSM dapat memberikan dampak bagi
kinerja perusahaan. Huselid, Kamoche, Boxall, dan Wright secara khusus menggunakan teori ini
dalam bidang MSM, menempatkan orang yang memiliki nilai lebih bagi perusahaan pada setiap
posisi yang ada (mereka berkontribusi dalam efisiensi dan efektivitas perusahaan),
kemampuannya langka (kemampuan mereka tidak banyak tersedia), tidak mudah ditiru
(kemampuan mereka tidak mudah direplikasi oleh kompetitor), tidak ada substitusinya
(kemampuan mereka tidak bisa di beli di pasar tenaga kerja). Keempat faktor tersebut adalah
prasyarat penting bagi kesuksesan organisasi. atau akan menjadikan perusahaan memiliki daya
tahan yang panjang dan supernormal profit. Sehingga kemudian dengan berbasiskan RBV
Delery dan Shaw (2001) mengemukakan beberapa keunggulan; pertama. MSM strategik fokus
pada keunggulan kompetitif dalam perspektif ketidakmampuan SDM untuk ditiru dimana lebih
visibel dibanding dengan teknologi dan sumberdaya yang lain. Kedua, menekankan pada
kompleksitas sistem organisasional dalam menentukan keunggulan kompetitif. Ketiga,
memberikan perhatian terhadap keunggulan kompetitif yang berkelanjutan atau profitabilitas
pada level perusahaan, dimana framework teori yang lain lebih fokus pada outcome perilaku
(persepktif perilaku) atau isu efisiensi internal (seperti transaction cost dan agency theory). keempat,
bidang ini dapat diaplikasikan pada beragam variasi isu penelitian.
Salah satu artikel yang membahas penggunaan RBV dalam MSM strategik adalah Colbert
(2004). Selama satu dekade terakhir RBV telah menjadi kerangka teori yang digunakan oleh
banyak peneliti untuk menjelaskan fenomena MSM strategik. Tetapi penggunaan teori ini

!4

menyisakan beberapa problem. Pertama adalah causal ambiguity. Para peneliti mengalami kesulitan
untuk emnjelaskan hubungan sebab akibat dalam interaksi sistem sosial dalam organisasi. Jika
kita menerima bahwa sesuatu yang tidak diprediksi dan properti yang muncul beriringan dengan
berkembangnya organisasi sebagai komponen kunci dalam sistem yang kompleks, maka fokus
kita akan bergeser dari menguji efek dari praktek MSM tertentu dan interaksinya dengan elemen
dari sosial sistem seperti tindakan orang yang ada di dalam sistem. selain itu MSM strategik akan
fokus pada sistem MSM sebagai sesuatu yang seluruhnya koheren, dengan menitikberatkan para
level prinsip MSM dalam arsitektur MSM.
Pertanyaan mendasar dari penggunaan RBV dalam MSM strategik adalah pertama,
bagaimana perusahaan yakin

bahwa sumberdaya yang dimilikinya mendukung strategi

perusahaan dan bisa beradaptasi dengan strategi yang baru serta dapat mempengaruhi arah
strategik perusahaan. Kedua, bagaimana perusaan secara aktif membangun dan secara kontinyu
memperbarui sumberdaya manusia dan organisasi sebagai bahan bakar keunggulan kompetitif ?
RBV menyatakan bahwa keunggulan kompetitif perusahaan tidak hanya melalui penguasaan,
tetapi juga pengembangan, pengkombinasian, dan secara efektif menempatkan sumberdaya fisik,
SDM, dan organisasi kedalam rangkaian koordinasi yang memberikan nilai yang unik, dan sulit
bagi kompetitor untuk melakukan imitasi. Hampir semua argumentasi resource-based berakar ke
MSM (keterampilan, knowledge, dan perilaku karyawan atau sumberdaya organisasional seperti
sistem, kegiatan rutin, dan mekanisme pembelajaran). Semua itu merupakan produk dari struktur
sosial yang kompleks yang dibangun sepanjang waktu dan sangat sulit untuk dipahami dan
diimitasi. Keterkaitan yang sangat kuat dan telah diketahi lama antara RBV dan MSM strategik
ada pada dua bidang: pertama RBV penjelas

peran MSM dalam strategi

sehingga

meningkatkan keinginan untuk meeneliti dan mempraktekan dalam MSM stategik. Kedua, RBV
mendorong untuk lebih fokus untuk MSM, sejalan dengan praktek MSM itu sendiri dan efeknya
terhadap sumberdaya perusahaan.
Ada dua dimensi teori di dalam MSM terkait dengan RBV, Pertama adalah ide modes of
theorizing secara implisit yang dilekatkan dalam bidang MSM strategik. Ada tiga bentuk yakni
universlitic, contingency, dan configurational. Konsep kedua adalah level abstraksi di dalam sistem MSM,
termasuk prinsip, kebijakan, dan praktek, dimana konstruk teori yang seringkali ditampilkan
secara menarik. Dengan membawa dua konsep ini secara bersaan

maka kita dapat

mengidentifikasi seberapa besar masing masing ide berkontribusi di tengah kompleksitas yang
ada. perlu dicatat di sini bahwa framework ini akan sangat berguna dalam menggambarkan
kontur bidang penelitan dan mengidentifikasi peluang untuk mengembangkan lebih luas lagi.

!5

Bentuk teorisasi dalam penelitian MSM dapat dijelaskan juga menggunakan tiga mede
yang telah dijelaskan sebelumnya yakni, universalistic, contingency, dan penjelasan konfigurasional
dari efek praktek MSM pada kinerja organisasional, atau dengan istilah lain adalah praktek
MSM strategik. Perbedaan kareakterisitk yang mendasar dari

kategori ini adalah level

kompleksitas sistem yang diasumsikan oleh peneliti dan kapasitan pendekatan untuk memodelkan
kompleksitas sistem tersebut pada penelitian sebelumnya. Pendekatan universalistic memberi
sedikit perhatian terhadap efek interaksi antara variabel organisasional, sedangkan perspektif
contingency dimulai dengan mengakomodir semua efek tersebut, dan configurational melihat
internaksi pengaruh interaksi sistem adalah sangat penting dan kritis.
Perspektif universalistic atau lebih dikenal sebagai pendekatan best practice adalah yang paling
sederhana untuk membentuk dalam MSM strategik karena menyatakan bahwa hubungan
variabel dependen dan independen pada kasus tertentu merepresentasikan semua populasi
organisasi dimana, beberapa praktek MSM selalu lebih baik dengan yang lain, dan semua
organisasi sebaiknya mengadopsinya. Di bawah pendekatan universalistic, praktik MSM strategik
adalah semua yang ditemukan secara konsisten mendorong organisasi berkinerja lebih baik yang
terpisah dari strategi organisasi. Contohnya adalah sistem training yang formal, profit sharing, voice
of mechanism, dan job definition. Mengembangkan prediksi universalistic menyaratkan dua hal.
Pertama bahwa praktek MSM strategik harus diidentifikasikan secara jelas. kedua, argumentasi
yang terkait dengan praktek induvidu terhadap kinerja organisasi harus dimunculkan.
Praktek MSM strategik adalah semua yang secara teoritis dan praktis terkait dengan semua
kinerja organisasi. Walaupun tidak semua praktek MSM adalah strategik, terdapat konsensus
mengenai mana aktivitas MSM yang masuk dalam kategori strategik. Paling tidak ada tujuh
praktik MSM yang secara konsisten termasuk dalam praktek MSM strategik, yakni; internal career
opportunities, formal training system, penilaian kinerja, profit sharing, employment security, voice mechanism dan
job definition. Internal carer opportunities mengacu penggunaan internal labor market untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja perusahaan dibanding tenaga kerja dari eksternal. Sedangkan formalisasi
training system mengacu pada formal training yang diberikan kepada karyawan. Organisasi dapat
memberikan training formal secara luas atau mengacu pada skill yang harus dikuasai dan
beberapa sosialisasi. Ketiga adalah

penilaian kinerja yang bida didasakan pada hasil kera

ataupun perilaku kerja. Penilaian kinerja yang berdasarkan perilaku fokus pada perilaku
karyawan yang penting untuk berkinerja secara efektif, sedangkan penilaian kinerja berbasis hasil
fokus pada konsekuensi yang dihasilkan dari perilaku tersebut. Keempat adalah profit sharing plan,
pembagian hasil berupa material yang didasarkan pada kinerja organisasi, dapat dilihat sebagai
bagian integral dari

sistem MSM strategik. Kelima adalah sejauhmana pemberi kerja

!6

memerikan jaminan kerja bagi karyawan akan memberikan banyak implikasi strategik.
Walaupun dalam kondisi ekonomi saat ini karyawan yang telah bekerja lama di perusahaan tidak
terbebas dari kemungkinan untuk di PHK, tetpi ada beberapa kelompok karyawan di dalam
organisasi yang memiliki rasa keamana yang tinggi dalam pekerjaan mereka karena kebijakan
formal maupun informal perusahaan. keenam adalah voice mechanism, bentuknya adalah
formal grievance system dan pratisipasi dalam pengambilan keputusan. terakhir adalah tingkat
kepentingan dari suatu jabatan dalam organisasi. Pendefinisian jabatan yang jelas akan
emmbantu karyawan memahami tugas dan fungsinya

secara baik sehingga dapat dipastikan

bahwa karyawan tidak akan melakukan aktivitas pekerjaan yang tidak terkait dengan fungis dan
tugasnya. Pendefinisian jabatan secara jelas dapat melalui pendefinisian uraian jabatan secara
jelas dan dengan individual action.
Para peneliti, menggunakan perspektif ini, sangat terbantu dalam mengidentifikasikan
praktek MSM tertentu yang secara umum dapat diterima, tetapi tidak memberikan kontribusi
yang besar
membedakan

dalam MSM strategik, jika kita memaknai strategik sebagai praktik yang
perusahaan di dalam industri dan mendorong untuk memiliki keunggulan

bersaing secara berkesinambungan. praktek MSM yang secara universal bisa diadopsi akan
memiliki isomorphic dibanding dengan memberikan pengaruh yang berbeda dalam daya saing
perusahaan. Teori organisasi yang paling baik untuk memotret pendekatan best practice adalah
teori institusional yang menjelaskan kecenderungan untuk menjadi mirip antar perusahaan.
Perspektif contingency cenderung sederhana, linear, hubungan sebab akibat dieksplorasi
menggunakan universal theory dan menampung semua efek interaksi

dan variasi hubungan

yang muncul akibat dari adanya variabel contingent, sebagian besar strategi perusahaan. Tugas
dari peneliti adalah memilih teori dari strategi perusahaan dan kemudian melihat secara spesifik
bagaimana praktek MSM individu akan berinteraksi dengan strategi untuk meraih kinerja
organisasi yang lebih tinggi. Efektivitas praktek HR adalah contingent terhadap seberapa baik
pengaruhnya terhadap aspek lain dalam organisasi (misal; kebijakan MSM apa yang akan sangat
penting

jika organisasi akan menggunakan strategi low cost atau menginginkan untuk

mendorong inovasi produk baru). Perspektif contingency menggambarkan garis sebab akibat dari
kebijakan organisasi dan praktek dengan metriks kinerja organisasi dan membuka diri untuk
munculnya

efek moderasi dari strategi. perhatian utama perspektif ini adalah vertikal fit

(keselarasan dengan strategi) dibandingkan dengan horizontal fit (praktek MSM terkait secara
koheren, sistem yang dapat berjalan dengan sendirinya. Perspektif ini menitikberatkan pada
pengaruh dari variabel, pengaruh dari interaksi sistem internal tidak menjadi konsern sentral.

!7

Perspektif configurational, mengikuti holistic principle of inquiry dan konsern dengan


bagaiamana pola multi interdependen variable terkait dengan variabel dependen tertentu.
Peneliti mendapatkan multi dimensi dari organisasi seperti strategi, struktur, budaya, dan proses,
ke dalam tipologi dari tipe ideal dan diperlakukan sebagai tipe yang merupakan variabel
independen. Hal ini melampaui pendekatan konteinjensi dimana peneliti melakukan preocupied
dengan membuat abstaksi seperangkat konsep tertentu, contoh sentralisasi atau formalisasi,
kemudian mengukur ubungannya dengan konsep situasi tertentu seperti ukuran, ketidakpastian
teknologi.
Pembahasan level abstraksi pada sistem MSM dimulai dari kevel kebijakan MSM. Dimulai
dari prinsip MSM, kebijakan MSM atau praktek MSM, agar lebih sederhana pendekatan
arsitektural perlu dilakukan untuk emmahami pengaruh komponen sistem MSM terhadap level
outcome organisasi. Sebagai contoh, perusahaan ingin mengadopsi panduan prinsip dasar MSM
yang menyatakan partisipasi karyawan di semua aspek dalam bisnis adalah kritikal terhadap
kesuksesan kami. Di dalam pendekatan arsitektural, prinsip ini menjadi panduan kebijakan dan
praktek MSM di bawahnya. Tahapan selanjutnya adalah merumuskan beberapa alternatif
kebijakan MSM seperti team based work systems, problem solving mechanism, open book management,
incentive pay, comprehensive communication process, atau suggestion system. Ketika sudah memilih salah satu
alternatif tersebut , perusahaan kemudian memilih menggunakan praktek MSM yang tersedia,
atau alat bantu yang spesifik untuk mengeksekusi kebijakan tersebut. Quality circle atau TQM
teams, skema variabel kompensasi, profit sharing, atau piece work pay, newsletters, learning fairs,
atau town hall meeting to communicate, adalah bentuk bentuk praktek MSM perusahaan yang
daapt diimplementasikan dan diselaraskan dengan level kebijakan dan menajdi prinsip dasar
pada contoh ini.
Produk akhirnya adalah metrik yang menjelaskan perilaku, atau efek dari perilaku yang
terjadi karena pelaksanaan praktek MSM. Perilaku dalam kasus ini dapat dinilai dari tingkatan
umum perusahaan, level partisipasi dalam kegiatan pengambilan keputusan, atau demonstrasi
pemahaman bisnis oleh karyawan. Pengaruh dari perilaku dapat diukur dengan berapa jumlah
masalah yang bisa dipecahkan, produktivitas, waste, atau kompensasi yang harus dibayar yang
merupakan hasil dari kinerja perusahaan. Pkraktek MSM baru yang ada dalam suatu
perusahaan tergantung dari konteks unik yang terjadi dan sejarah perusahaan tersebut yang
terdiri dari praktek yang ada saat ini, gaya manajemen, dan iklim hubungan industrial adalah
faktor yang

yang akan melebarkan atau justru menyempitkan list pilihan perusahaan. Jika

misalnya perusahaan memiliki hubungan industrial yang buruk , maka akan sangat sulit bagi

!8

perusahaan untuk mengimplementasikan cooperative problem solving team. Mempertimbangkan


konteks unik perusahaan dan hubungan diantaranya merupakan aspek kritis dalam RBV.
Tetapi penggunaan RBV sebagai framework berpikir MSM stategik tidak terlepas dari
kritik. banyak peneliti yang mempertanyakan apakah RBV merupakan teori, karena statemen
yang diguakan dalam RBV tidak bisa diuji secara empiris atau adanya black box yang yang ada
pada hubungan antara karakterisitik sumberdaya organisasi dengan keunggulan kompetitif
dimana tidak dijelaskan kapan, dimana, dan bagaimana sumberdaya tersebut menjadi sangat
berguna bagi peningkatan keunggulan kompetitif perusahaan. Kemudian juga asumsi static yang
digunakan bahwa jika sumberdayanya VRIO maka organisasi akan sukses di setiap lingkungan
bisnis? Kritik lain adalah RBV sering mengabaikan konteks sosial

dimana pengambilan

keputusan untuk penggunaan resources dilakukan, RBV lebih cocok digunakan untuk
menjelaskan keunggulan kompetitif berdasarkan path dependency dan administrative heritage,
tetapi kurang handal untuk digunakan untuk memprediksi

dalam lingkungan dimana

sumberdaya tertetntu yang dimiliki organisasi akan menghasilkan keunggulan komptitif yang
berkelanjutan. jadi secara umum, kritik mengenai RBV adalah masalah perspektif inside-out
cenderung akan mengabaikan faktor kontekstual terumasuk pendapat Porter yang terkait dengan
ancaman untuk memasuki pasar baru dan ancaman dari suplier. Pada konteks inilah institusional
setting penjadi point of view yang penting bagi MSM. Agar bisa memahami secara mendalam
maka penggunaan teori institusional menjadi penting untuk digunakan.
Secara umum organisasi dihadapkan pada hambatan lingkungan yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Ada negara yang cenderung tidak institusional tetapi lebih mengarah pada
hubungan antar karyawan termasuk hubungan industrial. Ada juga negara ang cenderung kuat
mekanisme institusionalnya termasuk pengaruhnya pada sucial partner seperti serikat dagang,
perwakilan karyawan, dan peradlan perburuhan, Ide mengenai organisasi memiliki keterikatan
sangat kuat dalam institusi yang ada di lingkungan terefleksikan dengan respon yang mereka
tunjukkan terhadap peraturan dan struktur institusional yang ada dalam lingkungan yang lebih
besar. Teroi Institusional baru mengasumsikan bahwan organisasi akan menyesuaikan dengan
ekspektiasi institusional yang ada dalam lingkungan bisnis saat ini untuk mendapatkan legitimasi
dan meningkatkan probabilitas mereka utuk bertahan hidup. pada Teori Institusional lama, isu
mengenai pengaruh, koalisi dan nilai yang memiliki kemampuan daya saing menjadi isu sentral
bersama dengan power dan struktur informal. Secara umum teori institusional menunjukkan
bagaimana perilaku organisasi bukan hanya merupakan respon terhadap tekanan pasar tetapi
juga merupakan respon dari tekanan institusi formal dan informal seperti pihak pemerintah,
seperti negara, asosiasi profesi, dan tuntutan sosial dan aksi yang dilakukan organisasi yang

!9

leading di pasar. Teori new institusionalism (DiMaggio dan Powel, 1983) mengkritisi pendekatan
kontingensi yang bersal dari tahun 60an, yang berasumsi bahwa setiap aktor adalah rasional.
Teori ini berasumsi bahwa ada proses non rasional yang terjadi pada proses level mikro
(individual/organisasi), meso (branch industry) dan makro (nasional/internasional) dalam
masyarakat. Tema sentral dalam teori ini adalah studi mengenai proses kognitif dan normatif
institusionalism, dimana masyarakat dan organisasi patuh pada pengaruh sosial dan budaya yang
diterima tidak melaui proses berfikir, dengan kata lain pengaruh normatif ini diterima apa
adanya, dengan asumsi bahwa aktor merupakan bagian realitas yang objektif.
Teori ini menyatakan bahwa rational actors menyebabkan organisasi mereka akan menjadi
semakin similar . Konsep yang bisa menjelaskan homogenitas adalah isomorphism. Isomorphism
adalah

habatan dalam proses yang mendorong suatu unit dalam populasi

untuk memiliki

tampilan yang sama dengan unit lain yang menghadapi kondisi lingkungan bisnis yang sama.
Ada dua tipe dari isomorphism: kompetitif dan institusional. Isomorphism kompetitif berasumsi
bahwa sistem itu rasional, dimana titik tekannya adalah kompetisi di dalam pasar, perubahan
yang dilakukan adalah perubahan yang ada di ceruk dan penyesuaian dengan ukuran bisnis yang
ada, dan sangat relevan ketika pasar bebas dan kompetitif terjadi. Isomorphism institusional
menekankan pada pengaruh mekaisme institusional pada pengambilan keputusan di dalam
organisasi. Ada tiga mekanisme institusional yang mempengaruhi, pertama adalah mekasime
koersif, yang terjadi karena pengaruh politik dan masalah legitimasi. Kedua adalah mekanisme
memetic yang merupakan hasil dari respons standar dari kondisi yang tidak pasti. Ketiga,
mekanisme normatif, yang sering diasosiasikan dengan profesionalisasi.
Dalam konteks MSM, mekanisme koersif termasuk pengaruh social partners (serikat
dagang dan dewan pekerja), peradulan industrial dan pemerintah. Mekanisme mimetik mengacu
pada imitasi strategi dan praktek yang dilakukan kompetitor sebagai bentuk pensikapan dari
kondisi yang tidak pasti atau karena menjadi trend dalam manajemen, contohnya adalah
penerapan HR scorecard. Mekanisme normatif mengacu pada hubungan antara kebijakan
manajemen dengan latarbelakang pekerja seperti tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan
jaringan profesional yang dimiliki.

!10

Anda mungkin juga menyukai